Anda di halaman 1dari 11

Definisi

Diabetes mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu. Kata sirkulasi darah
madu digunakan karena pasien diabetes mellitus mengalami peningkatan kadar gula darah,
termanefestasi juga dalam air seni. Ginjal tidak dapat lagi menahankadar gula darah yang tinggi.
Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani. Diabetes artinya mengalir terus, dan mellitus
berarti madu atau manis. Istilah menujukan tentang keadaan tubuh penderita, yaitu adanya cairan
manis yang mengalir terus (Mahendra et al, 2008).
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang
tinggi (hiperglikemia), berlangsung terus menerus, disertai dengan berbagai kelainan dalam proses
metabolisme tubuh akibat gangguan hormonal (kekurangan hormone insulin) baik secara absolute
maupun relatif (Rusilanti, 2008). Menurut Misnadiarly (2006) diabetes mellitus atau penyakit kencing
manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai
normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di
atas atau sama dengan 126 mg/dl. Keadaan ini juga bisa menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.
Insulin merupakan salah satu hormon di dalam tubuh manusia yang di hasilkan oleh sel beta
pulau Langerhans yang berada dikelenjar pankreas. Kelenjar pankreas terletak di dalam rongga perut
bagian atas, tepatnya di belakang lambung. Insulin merupakan suatu polipeptida, sehingga dapat juga
disebut protein. Dalam keadaan normal bila kadar glukosa naik maka insulin akan dikeluarkan dari
kelenjar pankreas dan masuk ke dalam aliran darah. Dalam aliran darah insulin akan menuju ke
tempat kerja (reseptor) yaitu 50% ke hati 10-20% ke ginjal dan 30-40% bekerja sel darah, otot, dan
jaringan lemak. Adanya insulinlah yang membuat kadar glukosa darah akan kembali normal
(Dalimartha, 2007).
Pada diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau
pankreas dapat menghentikan sama sekali insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang
dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut atau seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketonik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut
menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) komplikasi neoropati
(penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insiden penyakit makrovaskuler
yang mencankup infak miokat, strok dan penyakit vaskuler perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus menurut Gibney et al (2008) diabetes mellitus dikalsifikasikan
sebagai diabetes tipe I, diabetes tipe II, diabetes gestasional, dan toleransi glukosa yang terganggu
(impaired glucose tolerance). Sindrome metabolik atau sindrom X yang berkaitan erat dengan
diabetes mellitus.
1) Diabetes tipe I

DM tipe I ditandai oleh penurunan kadar insulin (insulinopenia) yang disebabkan oleh
destruksi sel-sel . Pasien DM tipe I memerlukan insulin untuk tetap bertahan hidup.
Tanpa adanya insulin dari luar, pasien akan mengalami ketoasidosis, koma, dan kematian.
2) Diabetes tipe II
DM tipe II merupakan bentuk DM yang paling sering ditemukan dan ditandai oleh
gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Kedua defek ini terdapat pada DM klinis.
Penyebab yang jumlahnya banyak dan bervariasi untuk terjadinya kelainan ini
teridentifikasi. DM tipe II juga memiliki perubahan multifaktorial. Mayoritas pasien DM
tidak tergantung pada insulin dan kebanyakan di antara mereka menderita diabetes pada
usia dewasa.
Pada DM tipe II terdapat resistensi insulin dengan insulinopenia relative, pada saat stres
memerlukan insulin. Obesitas pada bagaian perut umumnya terlihat pada pada pasienpasien DM tipe II. Ketoasidosis jarang ditemukan dan jika terlihat, keadaan ini
berhubungan dengan stres atau penyakit lain yang menjangkit pasien DM. Pasien DM
cenderung mengalami komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Faktor etiologi
meliputi faktor genetik, usia, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik.
3) Diabetes gestasional
DM gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia
dengan keparahan yang beragam dan onset atau deteksi pertama kali pada saat hamil.
Definisi ini berlaku tanpa memandang apakah hormon insulin digunakan atau tidak dalam
penanganannya ataukah keadaan tersebut tetap bertahan setelah kehamilan berahir.
Intoleransi glukosa dapat mendahului kehamilan tetapi kedaaan ini tidak diketahui
sebelumnya.
4) Sindrom metabolik atau sindrom X
Kelompok kelainan yang terdiri atas hiperglikemia, hipertensi, obesitas pada bagian perut,
dislipidemia, dan resistensi insulin sering ditemukan. Kelompok faktor-faktor risiko
untukterjadinya penyakit kardiovaskular ini dinamakan sindrom X atau sindrom resistensi
insulin atau sindrom metabolik. Sejumlah penelitian epidiemologi memastikan bahwa
sindrom ini umunya dijumpai pada berbagai kelompok etnis yang meliputi orang-orang
Eropa, Afro-Amerika, Meksiko-Amerika, India, serta Cina di Asia, Aborigin Australia,
Polinesia, dan Mikronesia. Manajemen orang dengan hiperglikemia dan ciri-ciri sindrom
metabolik lainya tidak hanya berfokus pada pengendalian glukosa darah, tetapi juga harus
meliputi berbagai berbagai strategi untuk menurunkan faktor risiko kardiovaskular lainya.
Tabel 1.1. Klasifikasi etiologi kelainan glikemia (diabetes mellitus)
Tipe I.

Klasifikasi etiologi kelainan glikemia (diabetes mellitus)


Ditandai dengan kegagalan produksi insulin yang parsial atau total
oleh sel-sel pancreas. Faktor penyebab masih belum diketahui
dengan jelas tetapi beberapa virus tertentu, penyakit atoimun, dan
faktorfaktor genetik turut berperan

Tipe II

Ditandai dengan resistensi insulin ketika hormone insulin


diproduksi dengan jumlah yang tidak memadai atau dengan
bentuk yang tidak efektif. Ada korelasi genetik yang kuat pada tipe

Tipe spesifik lainya.

diabetes ini dan proses terjadinya berkaitan erat dengan obesitas


Defek genetik pada fungsi sel- , Defek genetik pada kerja insulin,
Penyakit

pada kelenjar esokrinn pankreas, Endokrinopati,

Ditimbulkan oleh obat-obatan atau zat kimia, Infeksi, Bentuk


imun-mediated diabetes yang langka, Sindrom genetik lain yang
Diabetes

disertai diabetes
Bentuk diabetes yang terjadi selama kehamilan

gastesional.

Manifestasi
Menurut Misnadiarly (2006) tanda dan gejala diabetes dapat digolongkan menjadi gejala akut
dan gejala kronik.
1) Gejala akut.
Gejala penyakit DM ini dari suatu penderita ke penderita lainya tidak selalu sama dan
gejala yang umum timbul dengan adanya variasi gejala lain, bahkan penderita diabetes
yang tidak menunjukan gejala apapun sampai pada saat tertentu. Pada permulaan gejala
ditunjukan meliputi tiga tanda yaitu banyak makan (poifagia), banyak minum
(polidipsia), banyak buang air kecil (poliuria). Dalam fase ini penderita menunjukan
berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada saat jumlah insulin masih
mencukupi.
Diabetes mellitus bila tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang
disebabkan oleh kurangnya insulin, akan mengalami polidipsia dan poliuria, dan
beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, bahkan timbul rasa mual
jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai berat badan turun dengan cepat
(bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Bila tidak lekas diobati akan
timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh tidak sadarkan diri (koma diabetic).
Koma diabetic adalah koma pada penderita DM akibat kadar glukosa darah terlalu
tinggi (melebihi 600 mg/dl). Gejala dan penurunan berat badan yang paling sering
menjadi keluhan utama penderita.
2) Gejala kronik
Keadaan penderita DM tidak menujukan gejala akut (mendadak) tetapi baru
menunjukan gejala sesudah beberapa tahun mengidap penyakit DM, gejala ini disebut
kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat
mengalami beberapa gejala antara lain: kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah lelah, mudah mengantuk, mata

kabur, biasanya sering mengganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita
gigi mudah goyang dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun, bahkan impoten, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian
janin dalam kandungan atau berat badan lahir > 4 kg.
Etiologi
Diabetes mellitus mempunyai etiologi yang heterogen, penyebab berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik memegang peranan penting pada
mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai etiologi DM yaitu :
1) Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta
melepas insulin.
2) Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat
menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses
secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai
pembentukan sel - sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel sel
penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat
kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
Patofisiologi
Secara patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu penurunan respon jaringan
perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan Penurunan kemampuan
sel b pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagian besar DM
tipe II diawali dengan kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai kompensasi, sel b pankreas
merespon

dengan

mensekresi

insulin

lebih

banyak

sehingga

kadar

insulin

meningkat

(hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya


melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down
regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat
mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasikinase
reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan
terjadinya resistensi insulin. Dua kejadian tersebut terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe
II.
Secara patologis, pada permulaan DM tipe II terjadi peningkatan kadar glukosa plasma
dibanding normal, namun masih diiringi dengan sekresi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia).
Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi defek pada reseptor maupun postreseptor insulin. Pada
resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga
mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik). Seiring dengan kejadian tersebut, sel b
pancreas mengalami adaptasi diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang
sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. Sedangkan pada DM tipe II akhir

telah terjadi penurunan kadar insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel b pankreas untuk
mensekresi insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibandingkan normal. Pada
penderita DM II, pemberian obat-obat oral antidiabetes sulfonilurea masih dapat merangsang
kemampuan sel b Langerhans pankreas untuk mensekresi insulin (Nugroho, 2006).
Faktor resiko
Faktor-faktor yang mempertinggi risiko diabetes menutut Sustrani, et al (2006).
1) Kelainan genetika
Diabetes dapat menurun silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan gen
yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi
risiko terkena diabetes juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan, stress, dan
kurang bergerak.
2) Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisikologi yang secara dratis menurun dengan
cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia
rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badanya berlebih,
sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
3) Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan
berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Seretonin ini memiliki efek
penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak itulah yang
berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes.
4) Obesitas
Obesitas terjadi pada 80-85 persen penderita diabetes tipe II mengidap kegemukan, dan
tidak semua orang yang kegemukan menderita diabetes, tetapi penyakit ini muncul 10-20
tahun kemudian. Dikatakan obesitas jika seseorang kelebihan 20 persen dari berat badan
normal.
5) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko terkena diabetes.
Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas (gemuk
berlebihan) mengakibatkan gangguan insulin (retensi insulin). Kurang gizi dapat terjadi
selama kehamilan, masa anakanak, dan pada usia dewasa akibat ketat berlebihan.
Sedangkan kurang gizi pada janin terjadi karena ibu merekok atau mengkonsumsi
alkohol semasa hamilnya. Sebaliknya, obesitas bukan karena makanan yang manis atau
kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga
cadangan gula darah yang disimpan di dalam tubuh sangat berlebih. Sekitar 80 persen
penderita diabetes tipe II adalah mereka tergolong gemuk.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik (pemeriksaan) diabetes mellitus dilakukan dengan beberapa tes (Wiyakusuma,
2004).

1) Tes kadar glukosa darah


Kadar glukosa darah yang diuji setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan waktu
makan terahir. jika kadar glukosa sama atau di atas 200 mg/dl, hal itu menunjukan adanya
diabetes mellitus.
2) Tes glukosa darah puasa
Tes ini memerlukan puasa 12 sampai 14 jam sebelum darah diambil untuk pemeriksaan.
Puasa adalah keadaan tanpa suplai makanan (kalori) selama minimum 8 jam, tetapi tetap
diperbolehkan minum air putih. Jika kadar glukosa darah puasa sama atau lebih dari 126
mg/dl maka dikategorikan diabetes mellitus.
Menurut American diabetes association (ADA) ada dua tes yang dapat dijadikan sebagai
dasar diagnostik terhadap diabetes mellitus yang didasarkan pada pemeriksaan kadar
glukosa plasma vena.
a) Kadar glukosa darah sewaktu (tidak puasa) = 200 mg /dl.
b) Kadar glukosa darah puasa = 126 mg/dl. Pada tes toleransi glukosa oral (TTGO),
kadar glukosa darah yang diperiksa kembali setelah 2 jam = 200 mg/dl.
Diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan
diagnosis dialukan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap seseorang, untuk mengetahui
orang tersebut berdasarkan gejala dan keluhan penyakit benar-benar telah menderita penyakit diabetes
mellitus. Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan memeriksa kadar glukosa darah puasa,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu (at random atau kadar glukosa darah dua jam sesudah makan
(post prandial). Pemeriksaan yang dilanjutkan adalah pemeriksaan glukosa darah dengan metoda
enzimatik menggunakan bahan plasma darah yang diambil dari darah vena. Metode enzimatik bersifat
lebih spesifik karena yang diukur hanya kadar glukosa (Purnamasari, 2009).
3) Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin dapat memberikan dugaan kuat adanya diabetes mellitus, tetapi
pemeriksaan urin tidak dapat digunakaan sebagai dasar pemeriksaan diagnosis adanya
diabetes mellitus. Pada pemeriksaan urin, urin akan dianalisis, mengandung glukosa
(gula) atau tidak. Jika dalam urin ditemukan adanya glukosa, menandai dugaan adanya
diabetes mellitus.
4) Tes keton
Keton ditemukan dalam urin jika kadar glukosa darah sangat tinggi atau sangat rendah.
Jika hasil tes positif dan kadar glukosa juga tinggi, dapat memperkuat dugaan ada
diabetes mellitus.
5) Pemeriksaan mata
Dari hasil pemeriksaan, pada mata menempatkan adanya retina yang abnormal (tidak
normal), sehingga terjadi pada penderita diabetes mellitus kronis akibat komplikasi
penyakit diabetes mellitus.
Penatalaksanaan
Komponen dalam penatalaksanaan diabetes ada lima komponen yaitu diet, latihan,
pemantauan, terapi, pendidikan. Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan

bervariasi karena terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderita
disamping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan dari riset. Karena itu,
meliputi berbagai pengkajian yang konstan dan modifikasi rencana penangan oleh professional
kesehatan di samping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan
mengarahkan penangan tersebut, namun pasien sendirilah yang harus bertangung jawab dalam
melaksanakan terapi yang kompleks itu setiap hari, karena alasan ini pendidikan pasien dan
keluarganya di pandang kompenen yang penting dalam menangani penyakit diabetes sama pentingnya
dengan komponen lain pada terapi diabetes ( Brunner & Suddarth 2002).
1) Diet
Mengatasi DM dengan berdiet pada hakikatnya memiliki tujuan meningkatkan dan
mempertahankan berat badan ideal dengan menyediakan makanan untuk memenuhi
kebutuhan energy dan zat-zat gizi. Dalam menjalani diet asupan gizi makanan bagi
penderita adalah karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein penderita DM setiap
hari 15-20% dari total kebutuhan energi atau 0,8 gram/kg berat badan, pilih protein yang
memiliki niali gizi tinggi . Konsumsi lemak tidak jenuh ditingkatkan minimum 10% dari
total energi dan konsumsi lemak yang mengandung kolesterol tidak boleh lebih dari 300
mg/hari Serat halus dalam jumlah yang tinggi, yakni lebih dari 40 gram setiap hari atau
25 gram untuk setiap 100 kalori. Dianjurkan mengkonsumsi makanan berserat secara
bertahap hingg mencapai jumlah yang diharapkan. Pilih makan yang mengandung serat
mudah larut, seperti buncis, buah dan kacang-kacangan (Sumanto, 2009).
2) Latihan fisik (olahraga)
Beberapa manfaat olahraga yang dilakukan secara rutin dan teratur bagi penderita DM
yaitu, menurunkan kadar gula darah, memperlancar darah sehingga retensi insulin
berkurang dan sensitivitas atau kepekaan insulin bertambah, menurunkan berat badan,
mencegah kegemukan yang akan memperberat peningkatan kebutuhan insulin,
mengurangi komplikasi yang berkaitan lemak
darah dan meningkatkan kadar High-density lipoproteins (HDL) sebagai faktor
pelindung (protected) dari kejadian penyakit jantung koroner dan atikoagluan. Highdensity lipoproteins normal 45- 65%, HDL 35% berisiko terjadi komplikasi vaskuler
(Sutedjo, 2010).
3) Pemantauan
Pemantauan pengendalian diabetes dan pencegahan komplikasi DM bertujuan
menghilangkan gejala, memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan
kronik mengurangi laju pengendapan komplikasi yang sudah ada. Pemantauan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial,
pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas kesehatan kurang lebih 4 X
pertahun

(kondisi

normal)

dan

dilakukan

pemeriksaan

jasmani

lengkap,

albuminuriamikro, kreatinin, albumin globulin, ALT, kolesterol total, HDL, trigliserida,


dan pemeriksaan lain yang diperlukan (Sutedjo, 2010).
4) Terapi
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya untuk mengurai terjadinya komplikasi terjadinya vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe diabetes adalah tercapainya kadar
glukosa daran normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius
pada pola aktifitas pasien ( Brunner & Suddarth 2002).
5) Pendidikan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan prilaku penaganan mandiri
yang khusus seumur hidup. Diet aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional
mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur
keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan hanya harus belajar keterampilan untuk
merawat diri sendiri setiap hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar
glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya
hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Pentingnya pengetahuan
dan keterampilan yang harus memiliki oleh penderita dapat membantu perawat dalam
melakukan pendidikan dan penyuluhan ( Brunner & Suddarth 2002).
Komplikasi
Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi
akibat kerusakan sekresi insulin. Pada hiperglikemia kronis diabetes berhubungan komplikasi jangka
panjang dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes tipe I, 5-10% dari penderita DM mengalami kerusakan autoimun sel beta pankreas. Diabetes
tipe II, 90-95% mengalami resistensi insulin relatif. Keluhan diabetes sering tidak terdiagnosis selama
bertahun-tahun, karena hiperglikemia berkembang secara bertahap (Turns, 2011).
Komplikasi penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan menjadidua, yaitu komplikasi bersifat
akut dan kronis (menahun). Kompliasi akut merupakan kompliasi yang harus ditindak cepat atau
memerlukan pertolongan dengan segera. Kompliasi kronis merupakan kompliasi yang timbul setelah
penderita mengidap diabetes mellitus selama 5-10 tahun atau lebih (Turns, 2011).
1) Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah di
bawah nilai normal. Gejala umum hipoglikemia adalah rasa lapar, gemetar,
mengeluarkan keringat dan berdebar-debar, pusing, gelisah, serta keadaan
penderita bisa menjadi koma. Gejala muncul akibat kelebihan katekolamin
dalam darah (hiperkatekolaminemia) (Utami et al, 2003).
b) Ketoasidosis diabetik-koma diabetic
Koma diabetik adalah koma pada penderita DM akibat kadar glukosa darah
terlalu tinggi (600 mg/dl). Glukosa darah tinggi tidak dapat memenuhi

kebutuhan energi tubuh, sehingga metabolisme tubuh berubah. Kebutuhan


energi tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton.
Keton akan terbawa dalam urine dan dapat dirasakan baunya saat bernafas.
Akibatnya darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tidak sadarkan diri, dan
mengalami koma (Misnadiary, 2006).
Penyebab koma komplikasi koma diabetik adalah infeksi. Komplikasi
disebabkan lupa suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau stres
sehingga terjadi defisiensi atau kekurangan insulin akut pada metabolisme
lemak, karbohidrat, maupun protein. Gejala yang sering muncul adalah
poliuria, polidisia, dan nafsu makan menurun akibat rasa mual, sehingga terjadi
hipotesis (tekanan darah rendah) sampai shock, kadar glukosa tinggi, dan kadar
bikarbonat rendah (Utami, 2003).
c) Koma hiperosmoler non ketolik
Koma hiperosmoler non ketolik yang diakibatkan adanya dehidrasi berat,
hipotensi, dan shock karena koma hiperosmoler non ketolik diartikan sebagai
keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak yang menyebabkan penderita
menunjukan pernapasan yang cepat dan dalam (kussmaul) . Pemeriksaan
dilaboratorium menunjukan bahwa kadar glukosa penderita sanggat tinggi, pH
darah normal, kadar natrium (Na) tinggi, dan tidak ada ketonemia (Utami,
2005).
d) Koma lakto asidosis
Komplikasi pada koma lakto asidosis sebagai suatu keadaan tubuh dengan
asam laktat di dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan ahirnya
menimbulkana koma. Keadaan koma dapat terjadi karena infeksi, shock,
gangguan hepar, ginjal, diabetes mellitus yang pengobatan dengan phenformin.
Gejala yang muncul biasanya berupa stupor hingga koma. Pemeriksaan gula
darah hanya menunjukan hiperglikemia ringan ( gula darah dapat normal atau
sedikit turun) ( Utami,2003).
2) Komplikasi kronis
a) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular mempengaruhi pembuluh darah kecil dan syaraf.
Retinopati yang mempengaruhi retina mata, nefropati yang mempengaruhi
fungsi ginjal dan neuropati (kerusakan saraf sensorik, motorik, atau otonom).
Komplikasi makrovaskular terjadi penyempitan pada pembuluh-pembuluh
darah sehingga organ yang seharusnya mendapatkan suplai darah dari
pembuluh-pembuluh tersebut menjadi kekurangan suplai. Penyandang DM
menghadapi peningkatan risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular,
serebrovaskular dan penyakit vascular verifier (Gibney, et al. 2008).
b) Komplikasi makrovaskular

Komplikasi makrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah


arteri

yang

besar,

sehingga

menyebabkan

aterosklerosis.

Penyakit

makrovaskular menyebabkan aterosklerosis yang semakin cepat terjadi di


antara para pengidap diabetes sehingga dapat mengakibatkan peningkatanan
risiko timbulnya infak miokard, strok dan ganggern pada ekstermitas bawah
(Robinson, et al. 2009). Komplikasi diabetes mellitus mempengaruhi beberapa
organ tubuh, hal ini juga dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap
penyembuhan luka. Lebih dari separuh pasien yang telah mengalami amputasi
didahului dengan ulkus. Nyeri kram di betis dan otot kaki disebabkan oleh
suplai darah yang tidak memadai ke otot-otot yang rusak. Ulkus kaki diabetik
mempengaruhi sampai seperempat dari semua orang dengan diabetes (Sharp et
al, 2010).
Komplikasi makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis (pengerasan
arteri). Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan gangguan
aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang dan mortalitas. Kerusakan
makrovaskular dapat terjadi bahkan tanpa adanya diabetes mellitus (kadar
glukosa plasma kurang dari 126 mg/100mL) (Corwin, 2009).

Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.Vol 2.
E/8. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Ed 3. Jakarta: EGC
Dalimartha, S. (2007). Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Mellitus: Jakarta. Penebar
Swadaya
Gibney, M.J., Margetts, B.M., Kearney, J.H., Arab, L. (2008). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC
Gibney, M.J., Margetts, B.M., Kearney, J.H., Arab, L. (2008). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC
Mahendra, et al. (2008). Care Your Self Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Plus
Misnadiarly. (2006). Ulcer, gangrene, infeksi diabetes mellitus. Jakarta: Pustaka Popular Obor
Nugroho, A. G. (2006). Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi Dan Mekanisme Aksi
Diabetogenik. Yogyakarta: Jurnal Universitas Gajah Mada ISSN: 1412-033X Volume 7,
Nomor 4 Oktober 2006 Halaman: 378-382
Purnamasari, D. (2009) Ilmu Penyakit Dalam, Diagnosis dan Kalasifikasi Diabetes Mellitus. Jakarta:
Internal Publising
Ruslianti. (2008). Menu Sehat untuk Diabetes Mellitus. Jakarta: Kawan Pustaka
Sharp A., Clark J. (2011). Diabetes and its effects on wound healing. Journal Nursing Standard 25, 45,
41-47. Date of acceptance: October 1 2010
Sumanto, A. (2009). Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta: Agromedia Pustaka
Sustrani, L ., Syamsir A., Iwan H. (2006). Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Sutedjo, A. Y. (2010). 5 Strategi Penderita Diabetes Melitus Berusia Panjang. Yogyakarta: Kanisius
Truns, M. (2011). The diabetic foot: an overview of assessment and complications. Journal of
Nursing, 2011 (tissue viability Supplement), Vol 20, No 15
Utami, P. et al. (2005). Terapi Jus untuk Diabetes. Jakarta: Agromedia Pustaka
Wijayakusuma, H. M. H. (2004) Bebas Diabetes Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara

Anda mungkin juga menyukai