Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis akut adalah suatu radang yang timbul secara mendadak
pada apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling
sering ditemui. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan
berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap
100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan,
yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut
data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis
sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan
pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka
yan tinggi ini menurun pada pria.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan
penyebab yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya
apendisitis. Kuman-kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat
berubah menjadi patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab
apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragillis bersama E. Coli.
Opersi merupakan suatu kekerasan dan trauma bagi penderita. Anastesi
maupun tindak bedahnya menyebabkan kelainan yang menimbulkan berbagai
keluhan dan gejala. Kelainan harus didiagnosa agar atas dalam penyebab dan
patologinya dapat dilakukan pengobatan. Operasi yang dilakukan pada
appendisitis meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Yang akan
menjadi bahasan kami pada makalah ini adalah bagaimana Asuhan
Keperawatan Pre dan Post Operasi Apendisitis Akut.

1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan makalah mata kuliah Sistem Pencernaan II serta
mempresentasikannya.

Tujuan Khusus :
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi apendisitis.
b. Untuk memahami definisi dari apendisitis.
c. Mengetahui etiologi apendisitis.
d. Dapat mengetahui manifestasi klinik apendisitis.
e. Memahami patofisiologi apendisitis.
f. Mengetahui penatalaksanaan apendisitis.
g. Mengetahui komplikasi apendisitis.
h. Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan apendisitis.

C. Manfaat
a. Mengetahui letak atau posisi anatomi dan fisiologi apendisitis.
b. Mengetahui penyebab dan proses perjalanan penyakit apendisitis.
c. Memahami parameter pengkajian yang tepat untuk menentukan status
fungsi gastrointestinal.
d. Mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
apendisitis

2
BAB II
TINJAUAN TEORITAS

A. Pengertian
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung
yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang
paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang
akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan
inflamasi (Wilson & Goldman,).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada di umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa terjadi pernanahan. Bila infeksi bertambah parah,
apendiks itu bisa pecah.
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer).

B. Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung seperti jari yang
terdapat diusus besar, tepatnya didaerah perbatasan dengan usus halus dengan
panjang kira-kira 10cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki
lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir,
apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-
anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih
dalam intraperitoneal.
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan
caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi
apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul
Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal
(1%)1,4.
Apendiks didarahi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari
bagian bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks
memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke

3
nodus limfe ileocaecal. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu
secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat
mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam
apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan
yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks
terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.

C. Etiologi
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah
obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji
jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus.
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks.
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.

D. Tanda dan Gejala


 Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
 Mual, muntah

4
 Anoreksia, malaisse
 Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
 Spasme otot
 Konstipasi, diare.

E. Komplikasi
 Peritonitis :
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis
yang telah mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah
merupakan tindak lanjut daripada peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya
rasa nyeri, defans musculer yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus
paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin
tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin
berat.

 Abses/infiltrat :
Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen
kanan bawah. Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah “walling
off” (pembentukan dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga
terabalah massa (infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Masa
mula-mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga
yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses ini.
Untuk massa atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan anti biotika
dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan appendektomi. Hal ini untuk
menghindari penyebaran infeksi
Komplikasi utama apendiksitis adalah perforasi apendiks, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105
sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi
secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam
dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang
kontinue.

5
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan
hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada
wanita akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit
dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan
alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal
dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi
vaskuler, neurologik, humoral dan seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah
memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada
tempat yang terkena jejas dengan cara: mempersiapkan berbagai bentuk
fagosit (lekosit polimorfonuklear, makrofag) pada tempat tersebut,
pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi,
menetralisir dan mencairkan iritan, membatasi perluasan inflamasi dengan
pembentukan fibrin dan terbentuknya dinding jaringan granulasi.
Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik
apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya
lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis
menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih
dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis
(Raffensperger, 1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis
akut ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi
perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3.
Sedang Doraiswamy (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara
kenaikan angka lekosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk
pedoman menentukan diagnosa appendicitis acut. Tes laboratorium untuk
appendicitis bersifat kurang spesifik., sehingga hasilnya juga kurang dapat
dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah lekosit untuk
appendisitis akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada
hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan
peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis acute
(Bolton et al, 1975). Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan

6
appendicitis acut, memiliki jumlah lekosit dan granulosit tetap normal
(Nauts et al, 1986). C-rective protein (CRP). Pemeriksaan urinalisa dapat
digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang
menyebabkan nyeri abdomen.
2. Foto Polos abdomen
Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah
yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20%
kasus (Cloud, 1993). Kalau peradangan lebih luas dan membentuk
infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus
edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah
abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke
pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan
kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak
pada penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila sudah terjadi
perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di
bawah diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu
foto khusus untuk melihatnya.
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan
kantong-kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata
dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas,
gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow.
Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa
tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang
menunjukkan adanya obstruksi (Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). Foto
x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras
dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat
pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya
terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik
kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi
berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi bercak rim-like( melingkar ) sekitar
perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Pada appendisitis akut,

7
kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit :
kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.
 Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya
digunakan pada kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi
dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang
menyertai apendisitis.
 Ultrasonografi.

G. Penatalaksanaan
Pada apendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
apendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan
yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain
diperut kanan bawah.
 Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik
dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk
tirabaring dan dipuasakan.
 Tindakan operatif ; apendiktomi
 Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk
duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya
makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka
jahitan diangkat, klien pulang.

8
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengakjian
1. Biodata
Nama : Tn. A
Umur : 44 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
No. RM : 091758
Diagnosa Medis : Apendiksitis

B. Riwayat kesehatan klien


1. Alasan masuk rumah sakit
Klien merasakan mual dan muntah kemudian klien tidak bisa melakukan
aktivitas dan nyeri semakin bertambah.
2. Keluhan utama waktu di data
Klien merasakan nyeri, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk di daerah
lokal post operasi di abdomen dengan skala nyeri 3, nyeri dirasakan
ketika klien melakukan mobilisasi dan nyeri berkurang apabila klien
beristirahat.
3. Kesehatan masa lalu
Klien belum pernah menderita penyakit yang sekarang dialaminya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit kronis dan
penyakit yang menular lainnya.
5. Struktur keluarga
Klien tinggal bersama dua anaknya dan suaminya. Klien adalah ibu
rumah yang berperan dalam rumah tangga sebagai pengurus rumah tangga
dan menjaga anak-anaknya. Dan sekali-kali pasien juga mengambil
keputusan buat anaknya jika suaminya berangkat untuk bekerja..

9
C. Data Fisik
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
T : 110/70 mmhg
N : 82 X/menit
S : 365oC
R : 17 X/menit

D. Analisa Data
Nama : Ny. N
Umur : 46 tahun
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Post laparatomi Gangguan rasa
Klien mengeluh nyeri pada  nyaman nyeri
daerah operasi, seperti di Terputusnya kontunitas
tusuk-tusuk ketika mobilasasi jaringan
dengan skala nyeri 3 
DO : Merangsang tercipta nyeri
Ekspresi wajah klien meringis
kesakitan

Terdapat luka operasi di


abdomen + 18 cm dan terdapat
perban.

2. DS : Inkontinuitas jaringan Resiko tinggi


Klien mengeluh lukanya keluar  infeksi
nanah media masuknya mikro
Klien mengatakan balutan argonisme
lukanya selalu basah 

10
DO : luka
Tampak luka di daerah 
abdomen + 18 cm dan tertutup Resiko tinggi terjadi infeksi
verband
Luka tampak basah

3. DS : Informasi yang tidak adekuat


Klien takut lukanya keluar  Cemas
nanah Kurang pengetahuan klien
DO : tentang penyakit dan luka
Klien kelihatan gelisah operasinya
Klien bertanya tentang 
komplikasi penyakitnya dan cemas
cara merawat lukanya

E. Daftar Diagnosa Berdasarkan Prioritas Masalah


1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontiunitas jaringan.
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi yang adekuatnya
tentang penyakit dan luka.
3. Resiko tinggi terjadi infeksi sehubungan dengan inkontinuitas jaringan
dan media masuknya organisme ke dalam luka.

11
F. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Intervensi Rasioanal
1. Gangguan rasa Jangka Pendek G. Jelaskan dan  Relaksasi bisa
nyaman nyeri Setelah 2 hari bantu teknik menurunkan
berhubungan dengan perawatan nyeri relaksasi ketegangan
terputusnya berkurang dengan nafas otot
kontinuitas jaringan jangka panjang dalam dan  Mobilisasi
ditandai dengan : Nyeri hilang distraksi meningkatkan
DS : H. Anjurkan aliran balik
Kllien mengeluh nyeri mobilisasi vena,
pada daerah operasi sesuai melancarkan
DO : kemampuan peredaran
Ekspresi wajah darah
kelihatan tampak
ketakutan

2. Cemas berhubungan Cemas sehubungan I. Kaji tanggal  Klien dapat


dengan kurangnya dengan kurangnya penkes mengetahui
informasi tentang informasi teratasi J. Jelaskan perawatan
penyakit dan luka dengan kriteria tentang luka dan dapat
ditandai dengan : Jangka Pendek penyakit dan melakukan
DS : Setelah diadakan pengobatan perawatan
Klien mengatakan perkes rasa cemas lukanya luka di rumah
takut menghadapi klien hilang
luka operasinya Jangka Panjang
DO : Pengetahuan klien
Klien tampak bertambah
gelisah
Klien bertanya
tentang komplikasi

12
penyakit dan cara
merawat luka

3 Resiko tinggi terjadi Resiko tinggi K. Cuci tangan  Mencegah


infeksi sehubungan terjadinya infeksi sebelum dan kontaminasi
dengan inkontinuitas sehubungan dengan sesudah pada luka
jaringan + media inkontinuitas tindakan  Mencegah
masuknya jaringan teratasi L. Gunakan kontaminasi
mikroorganisme dengan criteria : teknik aseptic luka selama
ditandai dengan : dan antiseptic ganti verband
Ds : Jangka Pendek M. Ganti verband  Luka akan
Klien mengeluh Setelah 1 hari tidak 1x/hari tetap bersih
lukanya keluar nanah terjadi tanda-tanda dan kering
Do : infeksi
Luka tampak ditutup Luka bersih
verband Jangka Panjang
Infeksi luka tidak
terjadi dan luka
cepat sembuh

G. Implementasi dan Evaluasi

13
No
IMPLEMENTASI EVALUASI
Dx
1 Kaji tingkat rasa nyeri Klien mengatakan nyeri berkurang
Menjelskan dan membantu distraksi dan teknik skala nyeri 3
relaksasi pernafasan Ekspresi wajah tidak meringis

2. Menganjurkan mobilitas sesuai kemampuan Klien mau melakukan relaksasi dan


Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan mobilisasi
Mengganti balutan luka operasi Luka bersih
Klien lebih nyaman dan tenang

3. Memberikan penyuluhan tentang penyakitnya Klien mengatakan sudah mengerti


Menjelaskan tentang perawatan luka operasi tentang penjelasan yang diberikan
Klien nampak tenang

H. Catatan Perkembangan

NO CACATAN PERKEMBANGAN
1 S:
Klien mengatakan nyeri agak berkurang
O:
Klien kelihatan agak nyaman
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan

2 S:

14
Klien mengerti dan memahami penjelasan yang di berikan tentang
penyakitnya
O:
Klien tampak lebih tenang
A:
Kurangnya pengetahuan dan gangguan rasa nyaman cemas dapat teratasi
P:
Intervensi di hentikan

3 S:
Klien mengatakan agak tenang dan nyaman
O:
Luka klien kelihatan bersih
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan

BAB IV

15
PENUTUP

A. Kesimpulan
Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex
caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Panjang apendiks
rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml
per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya
berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin itu
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung
yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang
paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya
merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor-faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah
obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji
jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus
Tanda dan gejalanya adalah nyeri terasa pada abdomen kuadran
kanan bawah menembus kebelakang (kepunggung) dan biasanya disertai
oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri
tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan.

16
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
appendiks. Obst tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin
banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan
ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen
kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding
appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis
ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional
disebut appendikssitis perforasi.
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan
yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain
diperut kanan bawah.
Komplikasinya :
 Perforasi dengan pembentukan abses
 Peritonitis generalisata
 Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)
Cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan apendisitis meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.

17
B. Saran
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing
untuk melakukan kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu
tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan
menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola hidup sehat. Salah satu
penyakit yang timbul pada sistem pencernaan adalah apendisitis

18
DAFTAR PUSTAKA

Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi
8.volume 2. Jakarta : EGC.

Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.


Jakarta : EGC.

Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.

Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC

Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta :


Media Aesculapius

Johnson, Marion,dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis,


Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.

19

Anda mungkin juga menyukai