Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

“TONSILITIS”
A. Definisi
1. Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung
sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam,
2006).
2. Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus
pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).
3. Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok
A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh
bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).
B. Etiologi
Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut
paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
1. Pneumococcus
2. Staphilococcus
3. Haemalphilus influenza
4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
Menurut Firman S (2006), penyebabnya adalah infeksi bakteri
streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang
bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap
infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga
membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
C. Manifestasi Klinis
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika
penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan
dan telinga memiliki persyarafan yang sama).
Gejala lain :
1. Demam
2. Tidak enak badan
3. Sakit kepala
4. Muntah
Gejala pada tonsillitis akut :
1. Rasa gatal / kering di tenggorokan
2. Lesu
3. Nyeri sendi
4. Anoreksia
5. Otalgia
6. Suara serak (bila laring terkena)
7. Tonsil membengkak
D. Patofisiologi
Menurut Iskandar N (1993), kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang
disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel
yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris,
bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga
pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan
ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
E. Pathway
Virus
Bakteri
(dalam udara & makanan)
(dalam udara & makanan)

Prod. Secret berlebih


Peradangan tonsil

Tonsillitis Bersihan jln nafas tidak efektif

Pembesaran tonsil
Peningkatan suhu tubuh

Benda asing di jln nafas

Diproses
Obst. Jln nafas

Kekurangan vol. cairan

Obs. mekanik
Bersihan jln nafas tdk Gangguan rasa
efektif nyaman (nyeri)

Tonsilektomi Resiko kerusakan


menelan

Kurang Resiko
pemahaman perdarahan
anoreksia
Darah di sal.
Kurang
nafas
pengetahuan
Resiko perub. Nutrisi
Bersihan jln nafas tidak kurang dari kebutuhan
efektif
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri
yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini
disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
G. Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999),
yaitu :
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum
mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya
disebabkan oleh streptococcus group A.
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah
pada ruptur spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke
dalam sel-sel mastoid.
4. Laringitis
5. Sinusitis
6. Rhinitis
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
1. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut)
selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam
bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2
tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3
tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :
1. Penatalaksanaan tonsilitis akut
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat
kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan
eritromisin atau klindomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat
simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3x negatif.
d. Pemberian antipiretik.
2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil.
I. Fokus Pengkajian
Focus pengkajian menurut Firman S (2006), yaitu :
1. Wawancara
a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
b. Apakah pengobatan adekuat
c. Kapan gejala itu muncul
d. Apakah mempunyai kebiasaan merokok
e. Bagaimana pola makannya
f. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
2. Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian menurut Doengoes, (1999), yaitu :
a. Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga,
kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
b. Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan
gigi buruk.
c. Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
d. Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
e. Pernapasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan
serbuk kayu, debu.
3. Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :
a. Pembesaran tonsil dan hiperemis
b. Letargi
c. Kesulitan menelan
d. Demam
e. Nyeri tenggorokan
f. Kebersihan mulut buruk
4. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan usap tenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan
pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan
melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebab
dan obat yang masih sensitif terhadapnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Pre Operasi
1. Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
5. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
b. Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
3. Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang
informasi.
K. Intervensi Dan Rasional
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
NOC : Perawatan Diri : Makan
Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24
jam diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga
kerusakan menelan dapat diatasi
Kriteria hasil :
1. Reflek makan
2. Tidak tersedak saat makan
3. Tidak batuk saat menelan
4. Usaha menelan secara normal
5. Menelan dengan nyaman
Skala :
1. Sangat bermasalah
2. Cukup bermasalah
3. Masalah sedang
4. Sedikit bermasalah
5. Tidak ada masalah
NIC : Terapi menelan
Intervensi :
1. Pantau gerakan lidah klien saat menelan
2. Hindari penggunaan sedotan minuman
3. Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk
menyiapkan menelan.
4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien
selama makan / minum obat.
Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
NOC : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3
x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga
nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
1. Mengenali faktor penyebab.
2. Mengenali serangan nyeri.
3. Tindakan pertolongan non analgetik
4. Mengenali gejala nyeri
5. Melaporkan kontrol nyeri
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2. Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
3. Berikan analgesik yang sesuai.
4. Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
5. Anjurkan pasien untuk istirahat.
Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3
x 24 jam diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga
ketidak seimbangan nutrisi dapat teratasi
Kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
2. BB ideal sesuai tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1. Berikan makanan yang terpilih
2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x
24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4
sehingga suhu tubuh kembali normal atau turun.
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Suhu kulit dalam batas normal
3. Nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Skala :
1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Fever Treatment
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna, dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
4. Monitor intake dan output
5. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Pracy R, dkk. 1985. Pelajaran Ringkasan Telinga Hidung Tenggorokan.
Jakarta : Gramedia.
Price, Silvia. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Wilkinson, Judith. 2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan
Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai