Anda di halaman 1dari 7

Laporan Pendahuluan

Fraktur Pelvis

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang terjadi karena adanya

tekanan pada tulang yang melebihi absorpsi tulang, terjadi ketika tekanan yang

berlebihan mengenai tulang dan tidak bisa diredam (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever,

2010). Fraktur dapat menimbulkan cedera jaringan lunak sekitarnya seperti kulit, jaringan

subkutan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamen, dan tendon (Black & Hawks, 2014).

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever,

2010). Fraktur dapat memengaruhi jaringan sekitarnya cedera, mengakibatkan edema

jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan

saraf, dan kerusakan pembuluh darah akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau

akibat fragmen tulang (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010).

Fraktur pelvis adalah trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh ruda

paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,

deformitas, dan lain-lain.

B. Etiologi

1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat

tersebut.

2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur

berjauhan.

3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.


4. Compresionforce: klien yang melompat dari tempat ketinggian dan mengakibatkan

fraktur kompresi tulang belakang.

5. Muscle (otot): akibat injury/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat

menyebabkan fraktur (misal: elektrik shock dan tetani).

C. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap

tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau

terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah

serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma

dirongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah.

Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.

Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses tulang nantinya.

Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar

atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orangtua dengan osteoporosis dan osteomalasia

dapatterjadi fraktur stress pada ramus pubis.

D. Manifestasi Klinis

a. Deformitas

Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi

fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional,


atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas

yang nyata.

b. Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi

fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.

c. Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

d. Spasme otot

Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih

lanjut dari fragmen fraktur.

e. Nyeri

Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,

intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri

biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena

spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.

f. Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

g. Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya

fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi

dari cedera saraf.

h. Gerakan abnormal dan krepitasi


Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar

fragmen fraktur.

i. Perubahan neurovascular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular

yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba

nadi pada daerah distal dari fraktur

j. Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau tersembunyi

dapat menyebabkan syok (Black dan Hawks, 2014).

E. Komplikasi

1. Komplikasi segera

a. Trombosis vena ilio femoral: sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan

antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.

b. Robekan kandung kemih: terjadi apabila ada disrupsi simpisis pubis atau tusukan

dari bagian tulang panggul yang tajam.

c. Robekan uretra: terjadi karena adanya disrupsi simpisis pubis pada daerah uretra

pars membranosa.

d. Trauma rectum dan vagina

e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan pendarahan masis sampai

shock.

f. Trauma pada saraf:


1) Lesi saraf skiatik: dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi.

Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya

dilakukan eksprorasi.

2) Lesi pleksus lumbosakralis: biasanya terjadi pada fraktur sacrum yang bersifat

vertical disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual

apabila mengenai pusat saraf.

2. Komplikasi lanjut

a. Pembentukan tulang heteroktropik: biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan

lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan indometacin sebagai

prokfilaksis.

b. Nekrosis avaskuler: dapat terajdi pada kaput femur beberapa waktu setelah

trauma.

c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoarthritis sekunder: apabila terjadi fraktur

pada daerah asetabulun dan tidak dilakukukan reduksi yang akurat, sedangkan

sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang

akan memerikan gangguan pergerakan serta oasteoarhtritis dikemuian hari.

d. Skoliosis kontensator.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologis:

a. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan

prioritas pemerikssaan rontgen posisi AP.

b. Pemeriksaan rontgen posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila

keadaan umum memungkinkan.


2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:

a. Kateterisasi

b. Ureterogram

c. Sistogram retrograd dan posvoiding

d. Pielogram intravena

e. Aspirasi diagnostic dengan lavase peritoneal.

G. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak Kondisi


langsung patologis

Fraktur

Diskontinuitas Pergeseran
tulang fragmen tulang

Perubahan Nyeri
jaringan sekitar

Pergeseran
fragmen tulang

Deformitas

Gangguan Gangguan
fungsi mobilitas fisik
DAFTAR PUSTAKA

Black,J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang

Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban Patria.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H., 2010. Brunner And Suddarth’s Text

Book Of Medical Surgical Nursing. 11th ed. Lippincott Williams & Wilkins, Inc.

Anda mungkin juga menyukai