Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut biasa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan. Pengertian dari fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Sedangkan fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum femur. Kecelakaan merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan biasanya terjadi mendadak dan bisa mengenai semua umur. Fraktur collum femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan.. tetapi dalam penanganannya masih banyak masyarakat yang berobat ke alternatif, akan tetapi kenyataannya tidak semua orang berhasil dengan pengobatn alternatif tersebut sehingga mengakibatkan keadaan yang yang lebih buruk atau terjadinya komplikasi seperti mual unioun, non union ataupun delayed union, pada akhirnya keadaan tersebut mendorong orang untuk berobat ke RS. Data yang diperoleh dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati bahwa angka kejadian fraktur khususnya fraktur femur pada tahun 2007 dari bulan januari sampai bulan Oktober mencapai orang.Tampak adanya peningkatan angka kejadian fraktur femur, maka profesi sebagai seorang perawat dituntut untuk dapat melakukan asuhan keperawatan dengan cara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sehingga masalah dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari komplikasi yang lebih buruk. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul laporan inti Asuhan keperawatan pada Tn. U dengan pre dan post operasi pemasangan orif Fraktur colum Femur sinistra Tertutup di ruang 1 Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. B. Tujuan penulisan 1. Tujuan Umum

Untuk mendapat pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan pada Tn. U dengan kasus fraktur colum femur sinistra tertutup. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian b. Mampu merumuskan data yang menunjang c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan d. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan e. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa keperawatan f. Mampu melaksanakan intervensi dan evaluasi keperawatan pada klien g. Mampu mengindentifikasai faktor penghambat dan faktor penunjang dalam melaksanakan asuhan keperawatan h. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah (solusi). C. Metode Penulisan Dalam penulisan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif dan dalam mengumpulkan data penulis menggunakan metode studi kasus dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut: teknik wawancara, teknik observasi, pemeriksaan fisik, studi kepustakaan dengan mengambil literatur yang berhubungan dengan kasus fraktur femur. D. Sistematika Penulisan bab 1 : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. bab ii: Tujuan teoritis, yang terdiri dari pengertian, etiologi, lokasi terjadinya fraktur femur, manifestasi klinis, jenis-jenis fraktur, klasifikasi fraktur femur, proses penyembuhan tulang, patofisiologi, komplikasi, faktor yang mempercepat

penyembuhan luka, faktor yang memperlambat penyembuhan luka, pemeriksaan diagnostik, penatalaksaan medik dan konsep dasar asuhan keperawatan fraktur femur. bab iii: Tinjauan

kasus, yang terdiri dari gambaran kasus dan laporan asuhan keperawatan dari pengkajian hingga evaluasi keperawatan. bab iv: Pembahasan. bab v: Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran. daftar pustaka. Lampiran. BAB II TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004: 840). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357). Fraktur colum femur adalah fraktur yang terjadi pada colum tulang femur. 2. Etiologi a. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut. b. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area benturan. c. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor tulang. 3. Lokasi Terjadinya Fraktur Femur Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya: a. Kolum femoris b. Trokhanter c. Batang femur

d. Suprakondiler e. Kondiler f. Kaput 4. Manifestasi Klinis a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang dimobilisasi. b. Deformitas disebabkan karena pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai. c. Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. d. Krepus, teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. e. Pembengkakan lokal dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. 5. Klasifikasi Fraktur a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran. (bergeser dari posisi normal). b. Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. c. Fraktur tertutup tidak menyebabkan robeknya kulit. d. Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai kepatahan tulang, fraktur terbuka digradasi menjadi: 1) Grade 1 dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm 2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif

3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat e. Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang: 1) Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok 2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang 3) Obllik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding transversal) 4) Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang tulang 5) Komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen 6) Depresi: fraktur dengan pragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah) 7) Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) 8) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor) 9) Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlakatannya 10) Epifiseal: fraktur melalui epifisis 11) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang yang lainnya. 6. Proses Penyembuhan tulang a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli

dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah luka dan akan membentuk hematoma diantar kedua sisi fraktur. b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus internal sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3 minggu, patah tulang melalui proses penulangan endokondrol, mineral terusmenerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan terjadi reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada tulang dan kalus eksternal secara perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 : 400 ). 7. Hematom Tertutup Terbuka Kerusakan integritas kulit Robek pembuluh darah Resiko inflamasi Nyeri Hipoxia Nekrosis Jaringan

Mal union Operasi fiksasi Gangguan pemenuhan ADL Gangguan mobilitas fisik Nyeri Cemas Resiko infeksi Robekan pembuluh darah Resiko perluasan infeksi Pendarahan hypovolemi Hypotensi Kesadaran menurun Kematian Immobilisasi Gangguan vaskuler Kerusakan integritas kulit Resiko atrofi kontraktur Trauma Daya yang berlebihan Mengenai tulang Fraktur

Patofisiologi (Sumber : Long, C. Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah) 8. Komplikasi

Komplikasi awal a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak. b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk). Komplikasi lambat a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan) b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan. c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal. 9. Faktor yang mempercepat penyembuhan tulang a. Immobilisasi fragmen tulang b. Kontak fragmen tulang maksimal c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, g. Potensial listrik pada patahan tulang 10. Faktor yang menghambat penyembuhan tulang a. Trauma berulang b. Kehilangan massa tulang c. Immobilisasi yang tak memadai d. Rongga atau jaringan diantar fragmen tulang e. Infeksi f. Radiasi tulang (nekrosis tulang) g. Usia h. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan) 11. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur b. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan

mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak c. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma. d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

12. Penatalaksanaan medik Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad tahun 1988,adalah: a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan. b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus, angulasi <5> c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan logam seperti screw. d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin. B KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR 1 Pengkajian a. Anamnesa 1) Data biografi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, suku bangsa, status perkawinan, sumber biaya, sumber informasi. 2) Riwayat kesehatan masa lalu: Riwayat kecelakaan, Dirawat dirumah sakit, Obat-obatan yang pernah diminum

3) Riwayat kesehatan sekarang: Alasan masuk rumah sakit, Keluhan utama, Kronologis keluhan 4) Riwayat kesehatan keluarga: penyakit keturunan 5) Riwayat psikososial: Orang terdekat dengan klien, Interaksi dalam keluarga, Dampak penyakit terhadap keluarga, Masalah yang mempengaruhi klien, Mekanisme koping terhadap penyakitnya, Persepsi klien terhadap penyakitnya, Sistem nilai kepercayaan : 6) Pola kebersihan sehari- hari sebelum sakit dan selama sakit: Pola nutrisi, Pola eliminasi, Pola Personal Hygiene, Pola Istirahat dan Tidur, Pola aktifitas dan latihan, Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan, b. Dasar Data Pengkajian Pasien 1) Aktifitas Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri). 2) Sirkulasi a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) b) Takikardia (respon stress, hipovolemia) c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena. d) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera. 3) Neurosensori a) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot

b) Kebas/ kesemutan (parestesia) c) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit ) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi. d) Agitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain) 4) Nyeri/ kenyamanan a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf b) Spasme/ kram otot 5) Keamanan a) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna b) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tibatiba). 6) Penyuluh/ pembelajaran Pemeriksaan Penunjang Diagnostik a) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur b) Scan tulang, tomogram, CT-scan / MRI: Memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak c) Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat

(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.

d) Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 2 Diagnosa keperawatan a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur) b. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang 3. Intervensi dan evaluasi keperawatan Dx. 1 Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam trauma dapat berkurang atau tidak terjadi Kriteria hasil : mempertahankan stabilitas dan posisi fraktur Intervensi: Mandiri a. Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai indikasi R/ meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/ penyembuhan b. Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan selimut R/ mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi

c. Pertahankan posisi/ integritas traksi R/ traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang Kolaborasi Kaji ulang foto/ evaluasi R/ memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/ proses

penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas Evaluasi : Trauma tidak terjadi Dx 2 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri dapat berkurang atau terkontrol. Kriteria hasil : a. Nyeri berkurang atau hilang b. Skala nyeri 1 c. Klien menunjukkan sikap santai d. Klien dapat mendemonstrasikan tehnik relaksasi napas dalam e. TD : 120 /90 mmHg f. N : 60-80 x/mnt g. S : 36-37 oC h. P : 16-20 x/mnt Intervensi :

Mandiri a. Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam R/ Peningkatan nadi menunjukan adanya nyeri b. Evaluasi skala nyeri, karakteristik dan lokasi R/ Mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi c. Atur posisi kaki yang sakit (abduksi) dengan bantal R/ Meningkatkan sirkulasi yang umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot d. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam R/ Dengan tehnik relaksasi dapat mengurangi nyeri Kolaborasi Kolaborasi berikan obat sesuai program R/ Diberikan untuk menurunkan nyeri dan / spasme otot Evaluasi : Klien menunjukkan nyerinya hilang/ berkurang Dx. 3 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam resiko infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : a. Balutan luka bersih b. Tidak ada rembesan

c. Tidak ada pembengkakan pada pemasangan infus d. Warna urine kuning jernih e. Leukosit dalam batas normal (5000-10.000 ul) f. TD : 110/70- 130/90 mmhg g. N : 60-80 x/mnt h. S : 36-37 oC i. RR : 16-20 x/mnt Intervensi : Mandiri a. Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam. R/ Dapat mengetahui peningkatan suhu secara dini merupakan indikasi adanya infeksi. b. Observasi sekitar luka terhadap tanda-tanda infeksi R/ Mengidentifikasi timbulnya infeksi c. Lakukan perawatan luka setiap 1 hari sekali R/ Dapat mencegah kontaminasi silang dan menghindari dampak infeksi yang lebih dalam d. Lakukan perawatan kateter setiap hari R/ Mencegah mikroorganisme masuk kea alat invasife e. Ganti kateter setiap 1 minggu sekali R/ Mencegah terjadinya infeksi

Kolaborasi Kolaborasi terhadap pemeriksaan laboratorium (leukosit, led) R/ Lekositosis menandakan proses terjadinya infeksi Evaluasi : Infeksi tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA
Apley. A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 1. Jakarta : EGC.

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 8. Jakarta : EGC. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC .
Donges, Marilyn B, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC. Lukman and Sorensens. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku 11. USA : WB Sunder Company. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI. Media Aesculapius. Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi. Buku I . Edisi 4. Jakarta : EGC. Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamupate. Smetzer, Suzanna. C. dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi 8, vol 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai