Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN CLI (CRITICAL LIMB ISCHEMIA) POST AMPUTASI
DI CENDANA 2 RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Stase Praktek Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :
Anggi Wijayanti K
18/436095/KU/20951

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
Critical limb Ischemic
A. PENGERTIAN
Critical limb ischemic (CLI) adalah penyakit arteri perifer dimana penderita
memiliki tipe kronik iskemik. Penyakit perifer ini dapat dikatakan kronik limb iskemiik
(CLI) bila pasien atau penderita memiliki gejala lebih dari 2 minggu. Diagnosa CLI
biasanya dikonfirmasi oleh ankle-brachial-index (ABI), toe sistolik pressure atau
transcutaneous oxygen tension. Ischemic rest pain secara umumnya ankle pressure di
bawah 50 mmHg atau toe pressure lebih kecil dari 30 mmHg. ABI atau ankle brachial
index adalah perbandingan tekanan darah sistolik arteri dorsalis pedis dan tibialis
posterior pada tungkai bawah dengan arteri brachialis pada lengan menggunakan
Doppler yang telah divalidasi dibanding dengan angiografi dengan spesifitas 95% dan
sensitifitas hamper 100%. Beberapa ulserasi (pada tungkai) biasanya termasuk iskemik
yang menjadi penyebabnya, penyebab lain kemungkinan trauma, neuropathic,
gangguan vena, tetapi jika sulit sembuh maka hal tersebut disebabkan severitas dari
PAD. Untuk pasien dengan ulserasi atau gangrene, kehadiran CLI diusulkan dengan
ankle pressure lebih rendah dari 70 mmHg atau toe pressure kurang dari 50 mmHg.
Gejala atau tanda klinis yang biasa ditimbulkan adalah Pain(nyeri), Ulcer dan
gangrene, kram, lebih sering timbul pada malam hari dan akan sakit bila kaki terangkat
(lebih tinggi dari jantung).

B. Manifestasi klinis
 Nyeri atau mati rasa pada kaki atau jari
 Luka terbuka,infeksi kulit atau ulserasi yang tidak sembuh
 Gangrene kering pada tungkai atau kaki

C. FAKTOR RESIKO
Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa ada beberapa faktor
resiko untuk penyakit arteri perifer, antara lain :
Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a. Usia
Pada Framingham Heart Study didapati usia > 65 tahun meningkat resiko PAD.
Hubungan yang kuat bertambahnya usia (>70 tahun)
b. Merokok
Merokok merupakan salah satu factor resiko yang sangat penting terjadi PAD dan
komplikasinya : internitten claudicatio dan critical limb ischemia

c. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus akan meningkatkan resiko PAD asimptomatik atau simptomatik PAD
sebesar 1.5 – 4 kali lipat dan berhubungan dengan kejadian kardiovaskuler dan
mortalitas pada individu dengan PAD. Penyakit ini sangat berhubungan dengan
penyakit oklusi pada arteri tibialis. Pasien dengan PAD lebih sering mendapat
mikroangiopati atau neuropati dan terjadi gangguan penyembuhan luka. Pasien DM
juga mempunyai resiko lebih tinggi terjadi ulkus iskemik dan gangren

d. Hiperlipidemia

e. Hipertensi
Pasien dengan hipertensi dan PAD peningkatannya lebih besar terjadi stroke dan
miokard infark.

Factor resiko non tradisional (dapat diubah)


a. Ras/etnis
Resiko orang kulit hitam lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih. Pada penelitian
Multi Ethnis Study of artherosclerosis menggambarkan bahwa resiko PAD lebih tinggi
pada kulit hitam pria dan wanita dan paling rendah wanita dan pria cina.
b. Inflamasi
c. Gagal ginjal kronik
d. Genetic
e. Hiperkoagulasi

D. TREATMENT
 Endovascular treatments
Terapi invasif endovascular sering menjadi pilihan dalam perawatan CLI. Beberapa prosedur
endovascular digunakan untuk mengobati CLI meliputi:
- Angioplasty : Sebuah balon kecil dimasukkan melalui tusukan di pangkal paha. Balon
mengembang satu atau beberapa kali, dengan menggunakan larutan garam untuk
membuka arteri.
- Cutting ballon : Sebuah balon tertanam dengan mikro-pisau yang digunakan untuk
melebarkan daerah yang sakit.
- Cold ballon (CryoPlasty) : Balon digelembungkan menggunakan nitrous oxide. Gas
membekukan plak selama dilatasi, pertumbuhan plak dihentikan, dan jaringan parut
sedikit dihasilkan.

 Stent : Tabung logam yang diperluas dan dibiarkan di tempat untuk memberikan
perancah untuk arteri yang telah dibuka dengan menggunakan balon angioplasty.

- Balon-expanded : balon A digunakan untuk memperluas stent. Stent ini lebih kuat, tapi
kurang fleksibel.
- Self-expanding : Compressed stent dikirim ke jaringan yang sakit. Stent ini lebih
fleksibel.

 Laser atherectomy: potongan kecil dari plak yang menguap oleh ujung probe laser.

 Atherectomy Directional: Sebuah kateter dengan pisau potong berputar digunakan


untuk fisik menghilangkan plak dari arteri, membuka saluran aliran.

 Bedah perawatan
Pengobatan luka atau borok dapat ditindak lanjuti oleh prosedur bedah tambahan.
AMPUTASI

A. Pengertian
Amputasi pada ekstermitas bawah sering diperlukan sebagai akibat penyakit
vaskuler perifer progresif, gangrene, trauma, deformitas congenital atau tumor ganas. Juga
dianggap ebagai suatu jenis pembedahan rekonstruksi drastic.

B. Faktor yang mempengaruhi amputasi


Pasien yang memerlukan amputasi biasanya muda dengan trauma ekstremitas
berat atau manula dengan penyakit vaskuler verifier. Lansia dengan penyakit vaskuler
verifier sering mengidap masalah kesehatan lain, termasuk diabetes mellitus dan
arteriosclerosis. Amputasi terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat
membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas, dan ketergantungan. Perencanaan rehabilitasi
dan psikologi dimulai sebelum amputasi dilaksanakan. Namun, kelainan kardiovaskuler,
resourasi, atau neurologik mungkin dapat m,embatasi kemajuan rehabilitasi.

C. PATOFISIOLOGI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-
benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak
terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena
trauma amputasi.

D. Tingkatan Amputasi
Ampuasi dilakukan pada titik paling distal yang masiyh dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar 2 faktor: peredaran darah
pada bagian itu dan kegunaan fungsional. Status peredaran darah eksteremitas di evaluasi
melaui pemeriksaan fisik dan uji tertentu perfusi otot dan kulit sangat penting untuk
penyembuhan. Floemetri Dopler, penentuan tekanan darah segmental, dan tekanan parsiel
oksigen perkutan (PaO2), merupakan uji yang sangat berguna.
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang
ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Amputasi jari kaki dan
sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya jalan dan keseimbangan.
Amputasi Syime (modifikasi amputasi disartikuasi pergelangan kaki) dilakukan paling
sering pada trauma kaki ekstensif dan mengahasilkan eksteremitas yang bebas nyeri yang
kuat dan yang dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi bawah lutut lebih baik
dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi buat
berjalan. Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada pasien muda, aktif, yang masih
mampu mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan amputasi
atas lutut, pertahankan sebanyak mungkin banyaknya otot dibentuk dan distabilkan, dan
kontraktur pinggul dapat dicegah untuk potensial ambulasi maksimal.

D. Penatalaksanaan sisa tungkai


Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, mengahasilkan
sisa tungkai yang tidak nyeri tungkai dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis.
Penyenbuhan dipercepat dengan penaganan lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan
edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau rigid dan menggunakan tehnik
aseptic dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
1. Balutan Rigid tertutup
Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang rata, menyangga jaringan lunak dan
mengontrol nyeri, dan mencegah kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips
rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prostesis sementara dan kaki
buatan. Puntung kemudian dibalut dengan balutan gips elastis yang ketika mengeras
akan memperthanakan tekanan yang merata. Gips diganti dalam waktu sekitar 10-14
hari. Bila ada peningkatan suhu tubuh, nyeri berat, atau gips yang muali longgar harus
segera diganti.

2. Balutan lunak
Digunakan bila diperluakan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidai
immobilisai dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma atau luka puntung dikontrol
dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
3. Amputasi bertahap
Dilakukan jika ada gangrene atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine
untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan
dibiarkan mongering. Sepsis ditangani dengan antibiotika dalam beberapa hari, ketika
infeksi telah terkontrol dan pasien telah stabil, dialkuakn amputasi definitive dengan
penutupan kulit.

E. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi: perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Karena ada
pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan massif. Infeksi merupakan
komplikasi pada semua pembedahan; dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka
setelah amputasi traumatika, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.

F. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa pre operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan, ksisis situasi
karakteristik penentu : peningkatan tegangan, ketakutan, mengekspresikan adanya
perubahan rangsangan simpatis/gelisah.
Tujuan : kecemasan pada klien dapat berkurang.
Kriteria hasil : tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dengan dapat
ditangani, mengakui dan mendiskusikan rasa takut, menunjukkan rentang respon yang
tepat.
Intervensi :
a. Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.
Rasional : secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling
percaya.
b. Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.
Rasional : meningkatkan/memperbaiki pengetahuann/persepsi klien.
c. Mengatur waktu kusus dengan klien untuk mendiskusikan tentang kecemasan klien.
Rasional : meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi
secara lebih terbuka dan akurat.
d. Dorong klien menggunakan manajemen stress seperti nafas dalam, bimbingan imajinasi,
visualisasi.
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatan relaksasi, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
Karakteristik penentu : adanya keluhan nyeri, fokus diri menyempit, respon
autonomic, perilaku melindungi diri/berhati-hati.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, tampak rileks dan
mampu tidur/beristirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri sesuai PQRST
Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri.
c. Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan analgetik.
Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya cedera
traumatik.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan,
adanya cedera/manipulasi intraoperasi, faktor mekanikal(alat fiksasi).
Karakteristik penentu : cedera tusuk, frakur terbuka, bedah perbaikan, pemasangan
traksi pen, kawat, skrup, perubahan sensasi, sirkulasi, aakumulasi ekskresi, immobilisasi
fisik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan integritas tidak terjadi.
Kriteria hasil : menyatakan ketidaknyamanan hilang, mencapai penyembuhan luka
sesuai dengan waktu.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui adanya indikasi nyeri atau infeksi.
b. Kaji /catat ukuran, warna , kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Rasional : memberikan informasi dasar tentang keadaan luka.
c. Perhatikan peningkatan atau berlanjutnya nyeri.
Rasional : peningkatan nyeri dapat mengindikasikan infeksi.
d. Berikan perawatan luka local.
Rasional : menurunkan risiko infeksi
e. Kolaborasi dalam pelaksanaan tindakan amputasi.
Rasional : tindakan kolaboratif medis terakhir bila therapy obat dan rekonstruksi bedah
ortopedik tidak berhasil.
4. Ketakutan terantisipasi yang (anticipated grieving) berhubungan dengan
kehilangan akibat amputasi
Karakteristik penentu : Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian, takut
kecacatan, rendah diri dan menarik diri.
Tujuan : klien dapat mendemonstrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra
diri.
kriteria hasil : Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut, menyatakan perlunya
membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan tentang dampak pembedahan terhadap
gaya hidup.
Rasional : Mengurangi rasa tertekan pada diri klien, menghindarkan depresi,
meningkatkan dukungan mental.
b. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan
amputasi.
Rasional : Membantu klien menggapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik
rasionalisasi.
c. Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi
klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi
yang lebih parah.
Rasional : Meningkatkan dukungan mental.
d. Fasilitasi klien bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam
penerimaan terhadap situasi amputasi.
Rasional : strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan salah satu interprestasi informasi, kurang terpajan informasi, dan kesulitan
mengingat,
Karakteristik penentu : permintaan informasi,
mengungkapkan ketidakmengertian akan kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan,
melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan klien yang akan datang.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
b. Tunjukkan cara perawatan prostese, tekankan pentingnya pemeliharaan secara
rutin.
Rasional :dorong pemasangan yang tepat/pas, mengurangi resiko komplikasi
dan memperpanjang pengguan prostese
c. Berikan penjelasan mengenai kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Rasioanl : memberikan pengertian dan pemahaman keepada klien.
Diagnosa post operasi:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder
amputasi
Karakteristik penentu : Menyatakan nyeri, ekspresi wajah menunjukkan kesakitan,
merintih/meringis
Tujuan : nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil : Menyatakan nyeri hilang, ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
a. Kaji nyeri sesuai PQRST
Rasional : membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi.
b. Ajarkan dan anjurkan teknik relaksasi distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri secara mandiri.
c. Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk mengetahui tingkat luka yang menyebabkan nyeri.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat mengurangi nyeri
e. Observasi keluhan nyeri local/kemajuan yang tak hilang dengan analgetik.
Rasional : dapat mengindikasikan adanya sindrom kompartemen khususnya cedera
traumatik.
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder
amputasi.
Karakteristik penentu : Menyatakan berduka mengenai kehilangan tubuh,
mengungkapkan negatif tentang tubuhnya, depresi.
Tujuan : mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria hasil : Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, mengenali dan menyatu
dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negatif, membuat
rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
Intervensi :
a. Validasi masalah yang dialami klien.
Rasional : Meninjau perkembangan klien.
b. Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung.
Rasional : Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.
c. Berikan dukungan moral.
Rasional : Meningkatkan status mental.
d. Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri.
Rasional : Meningkatkan status mental.
3. Resiko tinggi terhadap komplikasi: infeksi, hemoragi, kontraktur, emboli lemak
berhubungan denganamputasi.
Karakteristik penentu : Terdapat risiko tinggi infeksi, pendarahan berlebih, emboli
lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria hasil : Tidak terjadi infeksi, tidak terjadi hemoragi, tidak ditemukan adanya
emboli.
Intervensi :
a. Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan/merawat luka.
Rasional : meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
b. Inpseksi balutan dan luka , perhatikan karakteristik drainase.
Rasional : deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat
waktu dan mencegah komplikasi lebih serius.
c. Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah
pembalutan dikontraindikasikan.
Rasional : mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit dan
meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.
d. Awasi tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu, takikardia, dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
4. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah vena/arterial; edema jaringan; pembentukan
hematoma.
Kriteria penentu : penurunan atau tidak adanya denyut nadi,
perubahan warna kulit, pucat (arteri), sianosis (vena), akral dingin.
Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.
Kriteria hasil : mempertahankan perfusi jaringan adekuat
dibuktikan dengan nadi perifer teraba, kulit hangat/kering, dan penyembuhan
luka tepat waktu.
Intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan
dan kesamaan.
Rasional : indikasi umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
b. Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna
kulit5 dan suhu.
Rasional : edema jaringan pasca operasi, pembentukan hematoma, atau balutan
terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada
puttung, mengakibatkan nekrosis jaringan.
c. Inspeksi alat balutan/drainase, perhatikan jumlah dan karakteristik balutan.
Rasional :kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk tambahan
cairan penggantian cairan dan evaluasi untuk gangguan koagulasi atau intervensi bedah
untuk ligasi pendarahan.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
Kriteria penentu : menolak untuk bergerak, keluhan nyeri/ketidaknyamanan pada
pergerakan, rentang gerak terbatas, penurunan kekuatan otot.
Tujuan : peningkatan mobilitas fisik pada tingkat yang paling mungkin.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi sendi serta tungkai yang sakit.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada posisi yang
dianjurkan dan tubuh dalam kesejajaran.
Rasional : memberikan waktu stabilisasi prostese dan pemulihan efek anestasi,
menurunkan risiko cedera.
b. Batasi penggunaan posisi semifowler/tinggi, bila diindikasikan.
Rasional : fleksi panggul lama dapat meregangkan/dislokasi prostese baru.
c. Berikan penguatan posisitif terhadap upaya-upaya.
Rasional : meningkatkan perilaku posistif, dan mendorong keterlibatan terapi.
d. Lakukan/bantu rentang gerak pada sendi yang tak sakit.
Rasional : klien dengan penyakit degenarasi sendi dapat secara
tepat kehilangan fungsi sendi selama periode pembatasan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

o Asep Setiawan, SKp, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal.
o Schwartz Stures dan Spencer, Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,
o Angelina, Revina R. 2018. MAKALAH PEMERIKSAAN “CRITICAL LIMB
ISCHEMIA” DENGAN MENGGUNAKAN DUPLEKS SONOGRAFI.
Universitas Muhammadiyah : Jakarta.
o Dochterman, Bullechek, Butcher, Wagner. 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC) 6th edition. St. Louis: Mosby.
 Morhead, S., Jhonson, M., Maas. ML., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th edition. St. Louis: Mosby.
 Herdman, T.H., Kamitsuru, S. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta:EGC.
 ARIYANSAH, ALFITRI. 2017. ASKEP AMPUTASI. STIKES YAPIKA :
MAKASSAR

Anda mungkin juga menyukai