Anda di halaman 1dari 12

Bagian Keperawatan Gawat Darurat

Program Pendidikan Profesi Ners

LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA CERVICAL

Disusun Oleh:

ASTUTI
19. 04. 034

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020

BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2003).
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang
servikal dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau
fraktur vertebra servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis
daerh servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari
tulang servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang
servikal lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan
tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011).
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis
dan lumbalis akibat trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,
kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 2007).
Fraktur tulang leher merupakan suatu keadaan darurat medis yang
membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf
tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat
penting untuk menjaga leher .Fraktur ini sering terjadi pada anak karena
kondisi tulang masih sangat rawan untuk tumbuh dan berkembang.
Fraktur tulang leher sangat berbahaya karena bisa mengganggu sistem
saraf yang terdapat pada vertebra. Hal ini bias mengakibatkan gangguan-
gangguan neurologis. Bahkan fraktur pada tulang leher bisa menyebabkan
seorang anak mengalami lumpuh.

B. Etiologi
1. Faktor Presipitasi dan Predisposisi Frakture Servical
a. Faktor Presipitasi
1) Kekerasan Langsung
Kekerasan secara langsung menyebabakan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan atau kekuatan kekuatan yang tiba-tiba dan
yang dapat berupa pukulan, penghancuran, penekukan, penarikan
berlebihan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah
pada tempat yang terkena dan jaringan lunaknyapun juga rusak.
2) Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabakan tulang patah di tempat
yang jauh dari tempat terjadinya kecelakaan atau kekerasan, dan
biasanya yang patah adalah bagian yang lemah jalur hantaman
vektor kekerasan.
3) Kekerasan Akibat Tarikan Otot
Patah tulang oleh karena tarikan otot yang jarang terjadinya.
b. Faktor Predisposisi
1) Faktor ekstrinsik adalah gaya dari luar yang bereaksi pada tulang
serta tergantung dari besarnya, waktu atau lamanya dan arah gaya
tersebut dapat menyebabkan patah tulang.
2) Faktor instrinsik adalah beberapa sifat penting dari tulang yang
menentukan daya tahan timbulnya fraktur , yaitu kapasitas absorbsi
dari sendi, daya elastisitas, daya terhadap kelelahan dan aktivitas
atau kepadatan, usia lanjut (Ivones, 2011).
C. Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya
terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang
tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mati
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah di tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah
terbentuk bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jalan untuk
melekatnya sel-sel baru. Aktifitas osteoblas segera terangsang dan membentuk
tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin di reabsorbsi dan sel-sel
tulang baru secara perlahan lahan mengalami remodeling untuk tulang sejati.
Tulang sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi.
Penyembuhan memerlukan beberapa minggu sampai beberapa bulan (Corwin
2001).
D. Manifestasi Klinis

Menurut Price, (2002 )menyampaikan manifestasi klinik pada fraktur


adalah sebagai berikut:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
2. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.

6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
9. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
E. Komplikasi
Menurut Emma (2011), komplikasi pada trauma servikal adalah,
1. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan
tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta
ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
2. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat
setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan
tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.

3.  Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan
hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal
bawah atau torakal atas.
4. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak,
kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2003), ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal
yaitu:
1. Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
2. CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang
subarakhnoid medulla spinalis.
5.   Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis).
6. GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

G. Penatalaksanaan
Menurut  Brunner & Suddarth (2001) penatalaksanaan pada pasien
truama servikal yaitu :
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation) Mengatur posisi
kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lift, jaw thrust.
Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
2.  Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal
collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang
belakang.
3.  Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 -
C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan
rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
4. Menyediakan oksigen tambahan.
5.  Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse
oksimetri.
6. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
7.  Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan
pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.
8. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika
terjadi gejala bradikardi.
9.  Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
10. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan
spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih
dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
11. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien.
12. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
13. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
14. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
15. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara
konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga
kesehatan.
16. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Teoritis

Menurut ENA, (2000) pengkajian pada pasien trauma servikal adalah:

1. Pengkajian primer

Data Subyektif

a. Riwayat Penyakit Sekarang

1) Mekanisme Cedera

2) Kemampuan Neurologi

3) Status Neurologi

4) Kestabilan Bergerak

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1) Keadaan Jantung dan pernapasan

2) Penyakit Kronis

Data Obyektif

a. Airway
Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
sehingga mengganggu jalan napas
b. Breathing
Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan
dinding dada.
c. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit
teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur
suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
d. Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,
kehilangan sensasi, kelemahan otot.
e. Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
2. Pengkajian Sekunder

a. Five Intervensi
Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi, CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas, MRI
untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, foto Rongen Thorak
untuk mengetahui keadaan paru, sinar – X Spinal untuk menentukan
lokasi dan jenis cedera tulang (Fraktur/Dislokasi)
b. Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
c. Head to Toe
1) Leher :Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat
cedera
2) Dada  :Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan,
pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot
diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
3) Pelvis dan Perineum :Kehilangan control dalam eliminasi urin
dan feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
4) Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
5) Inspeksi Back / Posterior Surface
6) Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang
belakang.
B. Diagnosa

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai


dengan dispnea,terdapat otot bantu napas.
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan
penyumbatan aliran darah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologis.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular ditandai dengan paralisis dan paraplegia pada
ekstremitas.
5. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori
motorik ditandai dengan kehilangan kontrol dalam eliminasi urine.
6. Risiko Cidera berhubungan dengan penurunan kesaradaran.
DAFTAR PUSTAKA

H. Nurbaiti Iskandar. Prof, Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorokan, Fakultas


kedokteran Universitas Indonesia, Hlm 366 dan hlm 411.

Marilynn E. Doenges/ Mary Frances Moorhouse/ Alice C. Geisler, Rencana Asuhan


keperawatan ( Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien ), Buku kedokteran EGC Edisi 3, Hlm 205 – 210, Tahun
2000.

R. Syamsu Hidayat dan Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Buku kedokteran EGC
Edisi 2, Hlm 489.

Anda mungkin juga menyukai