RSUP. FATMAWATI
Oleh
NPM : 1606947295
Trauma medulla spinalis atau Spinal Cord Injury (SCI) didefinisikan sebagai cidera atau
kerusakan pada medulla spinalis yang menyebabkan perubahan fungsional, baik secara
mental maupun permanen, pada fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Trauma pada medulla
spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan
secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap dari medulla spinalis dengan
quadriplegia (Fransiska B. Batticaca 2008).
Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury (SCI ) ditandai dengan adanya
tetralegia atau paraplegia, parsial atau komplit, dan tingkatan atau level tergantung area
terjadinya lesi atau CMS. Tetraplegia atau quadriplegia adalah kehilangan fungsi sensorik
dan motorik di segmen servikal medulla spinalis. Sedangkan paraplegia adalah gangguan
fungsi sensorik dan motorik di segmen thorakal, lumbal dan sakrum ( Kirshblum &
Benevento, 2009).
Cedera Medula Spinalis adalah cedera yang mengenai Medula Spinalis baik itu bagian
servikalis, torakalis, lumbal maupun sakral akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang. (Arif Muttaqin,2008).
2.2 ETIOLOGI CEDERA SPINALIS
Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab dari cidera medulla spinalis adalah :
Kecelakaan yang hebat dapat menyebabkan suatu benturan dari organ tubuh salah satu yang
terjadi adalah cidera tulang belakang secara langsung yang mengenai tulang belakang dan
melampui batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf –saraf yang berada
didalamnya.
Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga yang berat contohnya adalah
olahraga motor GP , lari, lompat.
Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi faktor terjadinya
cidera karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk atau luka tembak.
d. Tumor
Tumor merupakan suatu bentuk peradangan. jika terjadi komplikasi pada daerah tulang
belakang spinal. Ini merupakan bentuk cidera tulang belakang. Medulla Spinalis
Menurut Arif Muttaqin 2008, kerusakan medulla spinalis berkisar dari komosis sementara
(dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan kompresi substansi medulla
(baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai transeksi lengkap medulla (yang membuat
pasien paralisis di bawah tingkat cedera). Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis
darah dapat merembes ke ekstradural, subdural atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal.
Segera setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea medulla spinalis menjadi
terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh darah medulla
spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera
medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia,
hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan mielin dan
akson. Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis
pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu
jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan
dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat antiinflamasi lainnya yang dibutuhkan
untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total
dan menetap
1. Menurut Diane C. Baughman (2000) tanda dan gejala Medula Spinalis Meliputi :
a) Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b) Paraplegia
e) Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
2. Menurut ENA, (2000 tanda dan gejala Medula Spinalis Meliputi :
c. Hipotensi
d. Bradikardi
e. Kulit teraba hangat dan kering
3. Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) tanda dan gejala Medula Spinalis Meliputi :
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. paraplegia
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
h. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
4. Menurut campbell( 2004) tanda dan gejala Medula Spinalis Meliputi :
c) Nyeri
2.5 PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS (FASE AKUT)
1. Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cidera lain, yang menyertai, mencegah,
serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih lanjut. Reabduksi atas subluksasi
(dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed). Untuk mendekompresi koral spiral
dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melidungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal, atau debrideben
luka terbuka.
3. Fikasi internal elekif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang belakang, cidera
ligaemn tanpa tanpa fraktur, deformitas tulang belakang progresif, cidera yang tak dapat
direbduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral spiral. Dosis
tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 3mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23 jam
berikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan
neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral
spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik, motorik,
dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan melacak keadaan
dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologis seperti angulasi atau baji dari bahan
luas tulang belakang, fraktr psoses transverses, spinosus, dan lainnya, tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi untuk
pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai deficit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan
reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a) Metode reabduksi antara lain : · Transaksi memakai sepit (tang) metal yang dipasang
pada tengkorak. Beban 20kg tergantung dari tingkat ruas tulang belakang, ulai sekitar 2,5 kg
pada fraktur C1. · Manipulasi dengan anestesi umum · Reabduksi terbuka melalui operasi
b) Metode imobilisasi antara lain : · Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester. ·
Transaksi tengkorak perlu beban sedang untuk memperahankan cedera yang sudah
direabduksi. · Plester paris dan splin eksternal lain. · Operasi.
9. Cedera stabil disertai deficit neurologis. Bila fraktur stabil, kerusakan neurologis
disebabkan oleh:
a) Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma langsung
terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
b) Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti
spondiliosis servikal.
10. Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada
saat pertama kali diperiksa:
b) Cedera di daerah servikal, leher di mobilisasi dengan kolar atau sepit (kapiler) dan di
beri metal prednisolon.
e) Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal, ttraksi tengkorak,
dan metal prednisolon.
g) Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburuk maka lakukan
mielografi.
h) Cedera tulang tak stabil.
i) Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imobilisasi. Melindungi imobiisasi
seperti penambahan perawatan paraplegia.
j) Bila deficit neurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti imobilisasi untuk
sesuai jenis cederanya.
k) Bila diperlukan operasi dekompresi kanal spiral dilakukan pada saat yang sama.
Cedera yang menyertai dan komplikasi: · cedera mayor berupa cedera kepala atau otak,
toraks, berhubungan dengan ominal, dan vascular. · cedera berat yang dapat menyebabkan
kematian, aspirasi, dan syok. (Fransisca B. Batticaca 2008).
1. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal menurut
Mahadewa dan Maliawan, (2009) adalah :
Pemeriksaan foto yang terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi lateral dalam
keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat instabilitas ligament. Penilaian
foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi
korpus vertebrae, garis spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak interspinosus. Posisi oblique
berguna untuk menilai fraktur interartikularis, dan subluksasi facet.
b. CT Scan
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang mengenai elemen
posterior dari medulla spinalis. Fraktur dengan garis fraktur sesuai bidang horizontal, seperti
Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang baik dilihat dengan CT scan aksial. Rekonstruksi
tridimensi dapat digunakan untuk melihat pendesakan kanal oleh fragmen tulang, dan melihat
fraktur elemen posterior.
c. MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medulla spinalis dan struktur
ligament. Identifikasi ligament yang robek seringkali lebih mudah dibandingkan yang utuh.
Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap penderita yang menggunakan fiksasi metal,
dimaka akan memberikan artefact yang mengganggu penilaian fisik. Kombinasi antara foto
polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan kita bias melihat kelainan pada tulang dan struktur
jaringan lunak (ligament, diskus dan medulla spinalis).
Kedua prosedur ini biasannya dikerjakan bersama-sama satu sampai dua minggu setelah
terjadinya trauma. Elektromiografi dapat menunjukan adanya denerfasi pada ekstremitass
bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat membedakan lesi pada medulla spinalis atau
cauda equine, dengan lesi pada pleksus lumbal atau sacral
Syok Neurogenik adalah kondisi medis yang ditandai dengan ketidakcukupan aliran darah ke
tubuh yang disebabkan karena gangguan sistem saraf yang mengendalikan konstriksi dari
pembuluh-pembuluh darah. Gangguan ini menyebabkan kehilangan sinyal saraf tiba-tiba,
yang menyebabkan terjadinya relaksasi dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah
2. Hipoksia.
3. Hipoventilasi
Instabilitas spinal adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen,
otot dan diskus) untuk mempertahankan kontrolintersegmental saat terjadinya beban atau
stress fisiologis.
5. Orthostatic Hipotensi
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah yang terjadi tiba-tiba saat berubah posisi
dari telentang ke posisi duduk atau tegak. Hal ini lebih sering pada pasien yang mengambil
obat antihipertensi. Gejala seperti lemah tiba-tiba, pusing, terasa pingsan dan pingsan dapat
terjadi.
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus karena usus tidak
dapat bergerak (mengalami dismolititas).
Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi bakteri yang mengenai bagian dari saluran kemih.
Ketika mengenai saluran kemih bawah dinamai sistitis (infeksi kandung kemih) sederhana,
dan ketika mengenai saluran kemih atas dinamai pielonefritis (infeksi ginjal).
8. Kontraktur
Kontraktur adalah hilangnya atau kurang penuhnya lingkup gerak sendi secara pasif maupun
aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit.
9. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus
otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus
sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan
adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi
jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari
luar dalam jangka waktu yang lama.
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau
terjadi di luar keinginan. (Brunner&Suddarth, 2002).
11. Konstipasi (Fransisca B. Batticaca 2008)
Konstipasi adalah kondisi tidak bisa buang air besar secara teratur atau tidak bisa sama sekali.
Jika mengalaminya, Anda biasanya akan mengalami gejala-gejala tertentu. Misalnya tinja
Anda menjadi keras dan padat dengan ukuran sangat besar atau sangat kecil.
Herniasi diskus lumbal atau hernia nucleus pulposus sering terjadi pada pria dewasa dengan
insiden puncak decade ke 4 dan ke 5. Kelainan ini dapat terjadi pada individu yang bekerja
membungkuk dan mengangkat berat. Keluhan utama :
e. Nyeri terjadi akibat regangan ligamentum longitudinalis posterior karena diskus tidak
memiliki serabut nyeri, nyeri tersebut khas yaitu diperhebat oleh aktifitas atau pengerahan
tenaga serta mengejan.
g. Nyeri menghilang bila berbaring pada sisi yang tidak terkena dengan tungkai yang sakit
di fleksikan
h. Sering terdapat spasme reflek otot-otot parapetebra menyebabkan nyeri dan pasien tidak
bisa berdiri secara pe.nuh
i. Nyeri pinggul pada sisi posterior atau posterolatral paha serta tungkai sisi yang terkena
(skiatika/iskialia)
j. Rasa baal dan kesemutan menjalar pada sebagian kaki
Dalam keadaan normal, medula spinalis dilindungi oleh kolumna spinalis yang memiliki
struktur seperti tulang, tetapi penyakit tertentu dapat mekenan medula spinalis dan
mengganggu fungsi normalnya. Lokasi dari kerusakan pada medula spinalis menentukan otot
dan sensase yang terkena. Kelemahan atau kelumpuhan serta berkurangnya atau hilangnya
rasa cenderung terjadi dibawah daerah yang mengalami cedera. Penekanan medula spinalis
yang berjalan paling lambat biasanya merupakan akibat dari kelainan pada tulang yang
disebabkan oleh artrits degenerativa atau tumor yang pertumbuhannya sangat lambat.
Penderita tidak merasakan nyeri atau nyeri bersifat ringan, perubahan rasa (misalnya
kesemutan) dan kelemahan berkembang dalam beberapa bulan.
Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian focus ditujukan pada
gejala-gejala yang muncul akibat cedera medulla spinalis.
Keadaan umum : (Arif muttaqin 2008) Pada keadaan cidera tulang belakang umumnya tidak
mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi
bradikardi dan hipotensi.
B1 (BREATHING)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis klien
mengalami kelumpuhan otot otot pernapasan dan perubahan karena adanya kerusakan jalur
simpatetik desending akibat trauma pada tulang belakang sehingga mengalami terputus
jaringan saraf di medula spinalis, pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan hasil
sebagai berikut inspeksi umum didapatkan klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak
napas.dst
B2 (BLOOD)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan rejatan syok hipovolemik yang sering
terjadi pada klien cedera tulang belakang. Dari hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah
menurun nadi bradikardi dan jantung berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat
meningkatkan hormon antidiuretik yang berdampak pada kompensasi tubuh.
B3 (BRAIN)
Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral dan pengkajian saraf
kranial. Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan. Pengkajian
fungsi serebral : status mental observasi penampilan, tingkah laku nilai gaya bicara dan
aktivitas motorik klien Pengkajian sistem motorik : inspeksi umum didapatkan kelumpuhan
pada ekstermitas bawah, baik bersifat paralis, paraplegia, maupun quadriplegia Pengkajian
sistem sensori : ganguan sensibilitas pada klien cedera medula spinalis sesuai dengan segmen
yang mengalami gangguan.
B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya
perfusi pada ginjal. Bila terjadi lesi pada kauida ekuina kandung kemih dikontrol oleh pusat
(S2-S4) atau dibawah pusat spinal kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan
antara kandung kemih dan pusat spinal.
B5 (BOWEL)
Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paralitik, dimana
klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,dan defekasi, tidak ada. Hal ini merupakan
gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu.
B6 (BONE)
Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian lesi saraf yang
terkena trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang
terkena.disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran
ekstermitas bawah. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit dst.
4. pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
b) Radiologi
1. EMG
2. NCV
3. SSEP
d) MRI
e) CT Scan
Menurut Arif Muttaqim, (2008) diagnosa keperawatan yang muncul pada Cedera Medula
Spinalis adalah sebagai berikut:
4) Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan refleks
spasme otot sekunder.
5) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan kemampuan mencerna makanan dan peningkatan kebutuhan metabolisme
6) Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan penurunan kesadaran dan hambatan
mobilitas fisik.
10) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan fisik ekstremitas bawah.
11) Risiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan sistem imunprimer (cedera pada
jaringan paru, penurunan aktivitas silia bronkus), malnutrisi, dan tindakan invasif.
12) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasidan tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
13) Perubahan persepsi sensori yang berhubungan dengan disfungsipersepsi spasial dan
kehilangan sensori.
15) Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap konsep diit,
dan perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran.
16) Ansietas keluarga yang berhubungan dengan keadaan yang kritispada klien.
Menurut Arif Muttaqin (2008) tujuan perencanaan dan implementasi dapat mencakup
perbaikan pola pernapasan, perbaikan mobilitas, pemeliharaan integritas kulit,
menghilangkan retensi urine, perbaikan fungsi usus, peningkatan rasa nyaman, dan tidak
terdapatnya komplikasi.
Batasan karakteristik :
Criteria Hasil :
1.Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2.Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
3.Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
6.Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7.Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
9.Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
1. Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
2. Menurunkan rsiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulassi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan.
4 Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernafasan.
5 Otot volumter akan kehilangan tonus dan kekuatanya bila tidahk dilatih untuk digerakan
7 Deteksi dini adanya gangguan sirkulai dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan
integritass kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi.
Faktor-faktor risiko
Internal:
1. Kelemahan
Eksternal:
Lingkungan
NOC :
Kriteria hasil :
b) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
l) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
RASIONAL :
a) Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengna jaringan
lunak di sekitarnya.
c) Mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan kenyamanan dan keamanan.
d) Bila fase edema telah lewat, kemungkinan bebat menjadi longer dapat terjadi.
Batasan Karakeristik :
· Anoraksia
· Borbogirigmi
· Muntah
NOC :
· Hydration
Kriteria Hasil
Constipation/Impaction Management
· Konsultasi dengan dokter tentang penurunan dan peningkatan bising usus
· Memantau gerakan usus, termasuk konsistensi frekuensi, bentuk, volume dan warna
· Memantau bising usus
· Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi dan konsistensi tinja
· Anjurkan pasien/keluarga pada penggunaan yang tepat dari obat pencahar
· Anjurkan pasien/keluarga pada hubungan asupan diet, olahraga dan cairan sembelit
· Menyarankan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter jika sembelit terus ada
· Menginformasikan pasien prosedur penghapusan manual dari tinja jika perlu
· Ajarkan pisen atau keluarga tentang proses pencernaan yang normal
· Ajarkan pasien atau keluarga tentang kerangka waktu untuk resolusi sembelit
RASIONAL :
· Perdarahan gastrointestinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
· Bising usus menandakan sifat aktifitas peristaltic. Penurunan bising usus mungkin ada
selama syok spinal.
· Dien seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltic dan eliminasi regular.
· Masukan cairan adeuat membantu mempertahankan konsistensi feces yang sesui pada
usus dan membantu eliminasi regular.
· Aktifitas fisik regular membantu eliminasi dengan memperbaikei tonus otot abdomen
dan merangsang nafsu makan dan peristaltic.
· Pelunak feces meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakan massa feces
dan membantu eliminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta :
EGC.
Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta. Salemba Medika. Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta. Salemba Medika. Riyawan.com
| Kumpulan Artikel & Makalah Farmasi Keperawatan
Irapanussa, Frans. 2012. Diagnosis Dan Diagnosis Banding Cedera Spinalis. Maluku.
Setiawan, Iwan & Intan Mulida. 2010. Cedera Saraf Pusat Dan Asuhan Keperawatannya.
Yogyakarta. Nuha Medika
Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2007. h. 20, 190.
Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu