Disusun oleh :
SUGENG SURYANTO
A. Konsep dasar
1. DEFINISI
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian. (Chaerudin Rasjad, 2015). Fraktur dikenal
dengan istilah patah tulang.Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik, kekuatan, sudut, tenaga, keadaan , jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.(Sylvia A.
Price, 2013).Pada beberapa keadaan trauma musculoskeletal, sering
fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan.Fraktur adalah putusnya
kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi
(Soedar,2009).
fraktur maxilari dan mandibulari adalah kerusakan pada tulang maxilla
dan mandibula yang seringkali terjadi akibat adanya trauma, periodontitis
maupun neoplasia. Periodontitis adalah reaksi peradangan pada jaringan
disekitar gigi yang terkadang berasal dari peradangan gingivitis didalam
periodontium. Secara anatomi mandibula tersusun atas dua bagian, yaitu
komponen horizontal yang disebut body dan komponen vertikal yang
disebut ramus. Kedua bagian mandibula ini terhubung pada bagian rostral
yang disebut symphysis membentuk dagu bawah. Batas alveolar
merupakan bagian dari body yang termasuk dalam akar gigi. Pada bagian
dorsal setengah bagian ramus adalah coronoid. Foramen mandibula
terlokasi pada bagian medial dari ramus. Pada bagian caudal terbuka canal
yang berisi arteri, vena alveolaris dan nervus mandibularis. Sedangkan
maxilla merupakan tulang bagian atas dari dagu yang tersusun bersama
tulang incisivi atau seringkali disebut premaxilari. pada tulang incisive
bagian caudal yang terhubung dengan maxilla berisi gigi incisor. Posisi
kedua gigi taring sangat dekat dengan ruang hidung sehingga sangat
mudah untuk menyebabkan kerusakan ketika terjadi trauma.
Trauma-trauma lain jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan
domestik dan kecelakaan atau cidera olahraga. Kita harus dapat
membayangkan rekontruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga
fraktur apa yang dapat terjadi. Misalnya: penderita adalah pengemudi
mobil yang menabrak pohon, kemungkinannya adalah trauma kapitis,
trauma torax oleh benturan dada dengan kemudi mobil, fraktur servikal,
fraktur torakolumbal, fraktur patela, fraktur femur, fraktur kolum femur,
dislokasi panggul, atau fraktur asetabulum.Hal ini merupakan kejadian
kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera.
2. ETIOLOGI
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan fraktur diantaranya trauma
dan kerusakan jaringan.
a. Trauma, dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Trauma langsung
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur di tempat itu.
2) Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung bila mana titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan.Misalnya seorang anak yang jatuh dan
berusaha menahan dengan telapak tagan membentur lantai. Gaya
benturan akan diteruskan ke proksiamal dan dapat mengakibatkan:
Fraktur distal radius
Fraktur antebrachii
Fraktur kaput radius
Fraktur kondilus lateralis
Fraktur suprakondilair humerus
Fraktur klavikula
b. Kerusakan jaringan lunak
Reposisi yang dapat mengakibatkan sampai dan fraktur juga dapat
sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot,
fasia, kulit sampai struktur neurovaskuler atau organ-organ penting
lain.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur berdasarkan keadaan meliputi (Chaerudin RasjadM,
2011):
a. Fraktur traumatic
Terjadi karena fraktur yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga terjadi patah.
b. Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang.Fraktur patologis terjadi pada daerah-
daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau patologis
lainnya.Tulang sering kali menunjukkan penurunan dan
densitas.Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam
ini adalah tumor, baik tumor primer maupun tumor metastasis.
c. Fraktur stress
Terjadi adanya treauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.
fraktur
Resiko
imobilisasi infeksi
Syok hemoragic
Penurunan Kerusakan
kesadaran integritas kulit
Gangguan mobilitas
6. KOMPLIKASI
Komplikasi awal:
a. Kerusakan arteri
a. Delayed union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung.Hal ini disebabkan karena suplai darah ke tulang
menurun.
b. Non-union
Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan
dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis
(sandi palsu). Non-union dapat mengakibatkan hipertrofik dan
atrofik (oligotrofik)
c. Mal-union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
namun terdapat deformitas yang berbentuk angulasivarus/valgu,
rotasi, pemendekan atau union.
7. PENATALAKSANAAN
Untuk pasien yang mengalami fraktur tindakan adalah terapi
konservatif atau operatif.Pilihan harus mengingat tujuan pengobatan
fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang ptaah dalam jangka
waktu sesingkat mungkin.
a. Terapi konservatif
1) Proteksi
Misalnya mitella untuk fraktur kolum chirurgicum humeri dengan
kedudukan baik.
2) Imobilisasi tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur
inkomplitfraktur dengan kedudukan baik.
3) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips.
Misalnya pada fraktur supra kondilair, fraktur calles, fraktur
smith. Reposisi dapat dengan anastesi umum atau anastesi lokal
dengan menyuntikkan obat anastesi dalam hematoma fraktur.
4) Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga
sembuh atau di pasang gips setelah tidak sakit lagi.
b. Terapi operatif
Terapi operatif dengan resposisi secara tertutup dengan bimbingan
radiologis.
1) Resposisi tertutup- fiksasi eksterna
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif
maka dipasang alat fiksasi eksterna
2) Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis
Misalnya reposisi fraktur suprakondilair humerus pada anak
diikuti dengan pemasangan pararel pins.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X-ray
Menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
b. Scan tulang
Memperlihatkan fraktur dan dislokasi lebih jelas,
mengidentifakasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskular.
d. Hitung darah lengkap
Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
e. Keratinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cidera
hati.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien
biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh
karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga dilakukan
pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme. Klien fraktur dan dislokasi harus
mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lain-lain untuk membantu
proses penyembuhan tulang.
c) Pola eliminasi. Untuk kasus fraktur humerus, tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, namun perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, wrana,
serta bau fases pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urine
dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya.
d) Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri,
geraknya terbatas sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan pola tidur klien.
e) Pola aktivitas. Karena adannya nyeri dan gerak yang terbatas, semua
bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien butuh banyak
bantuan dari orang lain.
f) Pola hubungan dan peran. Klien akan kehilangan peran dalam keluarga
dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
g) Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien
fraktur adalah timbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa
cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
h) Pola sensorik dan kognitif.pada klien fraktur dan dislokasi, daya
rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan
pada indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan.
i) Pola reproduksi seksual. Dampak pada klien fraktur, yaitu klien
tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri.
j) Pola penanggulangan stress. Pada klien fraktur timbul rasa cemas
akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya.
k) Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan
ibadah dengan baik, terutama dalam frekuensi dan konsentrasi
dalam beribadah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan umum (status
general) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokal). Hal ini diperlukan untuk dapat melaksanakan perawatan total
karena ada kecenderungan bahwa spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit, tetapi lebih mendalam. Hal yang perlu
diketahui dalam pemeriksaan fisik klien fraktur sebagai berikut:
a) Gambaran umum
Pemeriksaan secara umum yang meliputi hal-hal sebagai berkut:
1) Keadaan umum: keadaan baik buruknya klien. Hal yang perlu
diperhatikan adalah kesadaran klien, keadaan penyakit, tanda-
tanda vital.
2) Secara sistemik, dari kepala sampai kelamin.
b) Keadaan lokal
1) Inspeksi (look): sikatriks, fistula, warna kemerahan atau
kebiruan, benjolan, posisi dan bentuk ekstremitas, posisi jalan.
2) Palpasi (feel)
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit
Apabila ada pembengkakan
Nyeri tekan
Tonus otot pada waktu relaksasi dan kontraksi
3) Pergerakan terutama rentang gerak (Move), setelah melakukan
pemeriksaan palpasi, perawat perlu meneruskan pemeriksaan
dengan menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
tulang
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
(trauma)
4. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Lukman & Ningsih, Nurma. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguanmusculoskeletal sistem. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif, Amir Huda &Kusuma,Hardi. 2015.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkandiagnosa medis dan NANDA NIC-NOC.Yogyakarta : Media
Action
Suratun,dkk. 2008. Klien gangguansistem musculoskeletal. Jakarta: EGC