2019
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang diabsorbsinya. Patah tulang terbuka atau disebut juga opened fracture
adalah keadaan patah tulang yang terjadi dengan adanya hubungan antara
jaringan tulang yang patah tersebut dengan lingkungan eksternal dari kulit.
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau terjatuh (Smeltzer &
Bare,2003). Menurut Mansjoer (2007), fraktur tibia (bumper
fracture/fraktur tibia plateau)adalah fraktur yang terjadi akibat trauma
langsung dari arah samping lutut dengan kaki masih terfiksasi ke tanah.
Fraktur tibia plateau merupakan fraktur yang terjadi sebagai akibat
kompresi bagian atas tibia terhadap femur, sehingga terjadi kerusakan pada
satu sisi. (Helmi & Zairin, 2012)
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Fraktur tibia plateau terjadi pada 1% kasus dari semua fraktur dan 8% kasus
terjadi pada pasien yang tua. Fraktur yang terjadi pada pasien tua
merupakan hasil dari trauma dengan energi rendah. Fraktur pada medial
plateau terjadi pada 23% kasus fraktur plateau sedangkan fraktur lateral
plateau terjadi pada 70% kasus dan kombinasi antara keduanya terjadi pada
31% kasus.
3. Etiologi/Penyebab
Fraktur disebabkan oleh :(Arif Muttaqin, 2008, hal 70)
a) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan.
Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan.
b) Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.
Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur
Kerusakan
pertukaran gas Spinal asendens (STT&SRT)
Korteks serebri
Nyeri
Ischemia Cemas
Ancaman
Nekrosis jaringan Dekubitus stressor
integritas
5. Klasifikasi
Jika kerusakan yang terjadi tertutup, maka digunakan klasifikasi Tscherne
dan Gotzen. Jika fraktur terbuka maka digunakan klasifikasi Gustilo-
Anderson. Fraktur tibia plateau dapat diklasifikasikan dengan Schatzker
yaitu berdaarkan lokasi dan konfigurasi fraktur.
a) Klasifikasi fraktur tertutup (Tscheme and Gotzen) yaitu :
Grade 0 : kerusakan jaringan lunak minimal
Grade 1 : abrasi superficial/kontusio
Grade 2 : dalam, abrasi dengan kontusio kulit ataupun otot. Tanda-
tanda impending kompartemen sindrom
Grade 3 : kontusio kulit yang luar, avulse subkutan, dan kerusakan
otot
6. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur
adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas,
krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untum meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terliahat maupun teraba) ekstermitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstermitas yang normal.
Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain
sampai 2,5-5cm (1-2 inchi).
d) Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji kreptus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
yang lebih berat.
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagi
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau cedera.
7. Komplikasi
Brunner dan Suddarth (2002; 2365) membagi komplikasi fraktur kedalam
empat macam, antara lain :
a) Syok hipovolemik atau traumatik yang terjadi karena perdarahan dan
kehilangan cairan ekstra sel kejaringan yang rusak.
b) Sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam setelah
cedera). Berasal dari sumsum tulang karena perubahan tekanan dalam
tulang yang fraktur mendorong molekul-molekul lemak dari sumsum
tulang masuk ke sistem sirkulasi darah ataupun karena katekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stres.
c) Sindrom Kompartemen terjadi karena perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
diakibatkan karna:
1) Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang terlalu
menjerat
2) Peningkatan isi kompartemen otot karena edema.
d) Tromboemboli, infeksi dan Koagulopati Intravaskuler Desiminata
(KID)
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Alkalin fosfat
2) Kalsium serum dan fosfor serum
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Asparat Amino Transferase (AST)
b) Pemeriksaan Radiologi
1) Sinar rontgen (X-ray)
Pemeriksaan standar untuk trauma pada lutut adalah foto X-ray
dengan posisi anteroposterior (AP), lateral, dan dua oblik. Foto X-
ray digunakan untuk mengidentifikasi garis fraktur dan pergeseran
yang terjadi tetapi tingkat kominusi atau depresi dataran mungkin
tidak terlihat jelas. Foto tekanan (dibawah anestesi) kadang-kadang
bermanfaat untuk menilai tingkat ketidakstabilan sendi. Bila
kondilus lateral remuk, ligamen medial utuh, tetapi bila kondilus
medial remuk, ligamen lateral biasanya robek.
2) CT Scan
CT-Scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya pergeseran dari
fraktur tibia plateau. CT-Scan potongan sagital meningkatkan
akurasi diagnosis dari fraktur tibia plateau dan diindikasikan pada
kasus dengan depresi artikular.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk
mengevaluasi trauma ataupun sebagai alternatif dari CT-Scan atau
arthroscopy. MRI dapat mengevaluasi tulang serta komponen
jaringan lunak dari lokasi trauma. Namun, tidak ada indikasi yang
jelas untuk penggunaan MRI pada fraktur tibia plateau.
4) Elektromiografi
Terdapat kerusakan kondukasi saraf yang diakibatkan fraktur.
5) Arthroscopi
Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
6) Indium imaging
Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi.
c) Pemeriksaan lainnya
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas
2) Biopsy tulang dan otot diindikasikan bila terjadi infeksi
9. Prognosis
Prognosis pada fraktur tibial plateau adalah :
1. Fraktur tibial plateau dapat menyebabkan kerusakan yang parah
2. Insidensi arthritis post trauma dihubungkan dengan usia pasien,
lokasi dari pergeseran, dan reduksi.
3. Fraktur karena energy tinggi yang diterapi dengan fiksasi eksternal
hanya memiliki insidensi sebesar 5% mengenai masalah luka
10. Therapy/Tindakan Penanganan
Terapi pada fraktur tibia plateau dibag menjadi non-operative dan
operative:
a) Non operative
Fraktur yang non-displaced dan stabil baik diterapi non-operative.
Pemakaian hinged cast-brace untuk melindungi pergerakan lutut dan
beban tubuh merupakan salah satu metode pilihan. Latihan isometric
untuk quadriceps, pasif, aktif dan pergerakan aktif dari lutut sebagai
stabilitas dapat dilakukan. Dibolehkan untuk memikul beban tubuh
secara partial selama 8-12 minggu dan progresif hingga memikul beban
tubuh secara keseluruhan. Terapi dengan long leg cast juga dapat
digunakan.
Fraktur yang tidak bergeser atau sedikit bergeser biasanya
menimbulkan hemathrosis. Hemathrosis diaspirasi dan pembalut
kompresi dipasang. Tungkai diistirahatkan pada mesin gerakan pasif
kontinu dan gerakan lutut dimulai. Segera setelah nyeri dan
pembengkakan akut telah mereda, gips penyangga berengsel dipasang
dan pasien diperbolehkan menahan beban sebagian dengan kruk
penopang.
b) Operative
Indikasi operasi pada fraktur tibia plateau adalah :
- Depresi pada articular yang dapat ditoleransi adalah <2mm sampai
1cm
- Instabilisasi >10o dari lutut yang diperpanjang dibandingkan
dengan sisi sebaliknya. Fraktur yang retak lebih tidak stabil
dibandingkan fraktur yang hanya kompresi
- Fraktur terbuka
- Sindrom kompartemen
- Adanya kerusakan vascular
Schatzker tipe 1
Schatzker tipe 2
Schatzker tipe 3
Schatzker tipe 4
11. Penatalaksanaan
Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187),
empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani
fraktur :
a) Rekognisi, menangani diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian dibawa ke rumah sakit.
b) Reduksi, reposisi fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan
keadaan letak normal, usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
asalnya.
c) Retensi, menyatakan metoda-metoda yang dilaksanakan untuk
menahan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan.
d) Rehabilitasi, dimulai segera setelah dan sesudah dilakukan bersamaan
pengobatan fraktur, untuk menghindari atropi otot dan kontraktur sendi.
Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :
a) Traksi
Yaitu penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh dengan
memberikan beban yang cukup untuk penarikan otot guna
meminimalkan spasme otot, mengurangi dan mempertahankan
kesejajaran tubuh, untuk memobilisasi fraktur dan mengurangi
deformitas.
b) Fiksasi interna
Yaitu stabilisasi tulang yang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plate, paku dan pin logam dalam pembedahan yang dilaksanakan
dengan teknik aseptik.
c) Reduksi terbuka
Yaitu melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan fiksasi dan pemanjangan tulang yang patah.
d) Gips
Adalah fiksasi eksterna yang sering dipakai terbuat dari plester ovaria,
fiber dan plastik.
b) Analisa Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan
masalahnya kemudian dianalisa dengan menggunakan tabel yang
terdiri dari nomer, data yang terdiri dari data subjektif dan objektif,
etiologi dan masalah, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa
masalah keperawatan yang nantinya akan menjadi diagnosa
keperawatan.
2. Setelah diberikan asuhan 1. Kaji warna kulit dan kehangatan 1. Warna klulit putih
keperawatan selama …x24 distal dalam fraktur menunjukkan gangguan
jam diharapkan pasien dapat 2. Kaji tanda-tanda iskemia eskremitas arterial
menunjukkan perfusi jaringan tiba-tiba (penurunan suhu kulit, 2. Dislokasi fraktur sendi dapat
adekuat dengan kriteria hasil : peningkatan nyeri) menyebabkan kerusakan
a. Kesadaran kompos metis 3. Monitor tanda-tanda vital arteri yang berdekatan
b. Tanda-tanda vital dalam 4. Lakukan pengkajian neuromuskular 3. Mengetahui keadaan umum
batas normal dengan : 5. Anjurkan pasien melakukan ambulasi pasien
TD : 120/80 mmHg sesegera mungkin 4. Gangguan perasaan kebas,
RR : 16-24x/menit kesemutan terjadi bila
N : 60-80x/menit
S : 36,5-37,5oC sirkulasi pada saraf tidak
c. Akral hangat adekuat
5. Meningkatkan sirkulasi dan
menurunkan pengumpulan
darah
4. Setelah diberikan asuhan 1. Mengajarkan klien pergerakan yang 1. meningkatkan ketegangan otot
keperawatan selama …x24 jam melibatkan daerah abdomen seperti abdomen yang membantu
diharapkan pasien dapat miring kanan dan miring kiri peningkatan peristaltik
menunjukkan BAB lancar 2. Berikan cairan yang adekuat sehingga feses yang keluar
dengan kriteria hasil: 3. Berikan makanna tinggi serat lancar
a. Klien dan keluarga 2. Meningkatkan kansungan air
mengetahui jenis-jenis dalam feses
makanan yang dikonsumsi 3. Makanan tinggi serat akan
b. BAB lancar dan normal (1- menarik cairan dari lumen usus
2x/hari) dengan warna
kuning, konsistensi lembek, sehingga feses menjadi lembek
dan bau khas feces dan mudah untuk dikeluarkan
c. Tidak terjadi distensi pada
abdomen
d. Hasil auskultasi peristaltik
usus normal 4-12x/menit
5. Setelah diberikan asuhan 1. Berikan makanan kecil, susu hangat 1. Meningkatkan relaksasi
keperawatan selama …x24 jam sore hari dengan perasaan mengantuk
diharapkan kebutuhan istirahat 2. Turunkan jumlah minum sore hari, 2. Menurunkan kebutuhan akan
tidur terpenuhi dengan kriteria lakukan berkemih sebelum tidur bangun untuk pergi ke kamar
hasil: 3. Batasi masukan makanna dan mandi
a. Tidur/istirahat diantara minuman mengandung kafein 3. Kafein dapat memperlambat
gangguan 4. Kolaborasi dalam pemberian obat pasien untuk tidur dan
b. Melaporkan peningkatan analgetik dan sedatif mempengaruhi tidur tahap
rasa sehat dan merasa dapat REM
istirahat 4. Nyeri mempengaruhi
kemampuan pasien untuk
tidur, sedatif obat yang tepat
meningkatkan istirahat
6. Setelah diberikan asuhan 1. Jalin rasa percaya 1. Rasa percaya dapat melahirkan
keperawatan selama …x24 jam 2. Kaji ulang tingkat kecemasan keterbukaan
diharapkan cemas berkurang 3. Berikan kesempatan mengekspresikan 2. Mengetahui derajat kecemasan
dengan kriteria hasil: perasaannya klien sehingga memudahkan
a. Klien tampak rileks 4. Berikan penjelasan tentang penyakit intervensi selanjutnya
b. Melaporakan ansietas yang diderita 3. Beban kecemsan berkurang
berkurang 5. Berikan kesempatan bertanya dengan diekspresikan
4. Dengan mengetahui banyak
penyakit, dimungkinkan klien
merasa tenang
5. Memungkinkan mengetahui
hal yang tidak diketahui
4. Implementasi
Implementasi sesuai intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan,
memodifikasi rencana tindakan keperawatan dan meneruskan rencana
keperawatan. Evaluasi terdiri dari evaluasi proses (formatif) dan evaluasi
hasil (sumatif). Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap
selesai tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-
menerus sampai tujuan yang telah ditentukan berhasil. Sedangkan evaluasi
sumatif dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna,
berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasikan/ketidak
berhasilan, rekaputasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan
kerangka waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Imumpasue