Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR COLLUM FEMUR

DISUSUN OLEH :

1. Dwi Sulistyowati (19063)


2. Diah Ayu Febriani (19064)
3. Risyaningsih (19083)

Progam Studi DIII Keperawatan


Politeknik Insan Husada Surakarta
Tahun 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR COLLUM FEMUR

1. PENGERTIAN FRAKTUR COLLUM FEMUR


Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu
seperti degenerasi tulang/osteoporosis (Long, 2015). Sedangkan fraktur kolum
femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal
femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan
kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter. (FKUI-
RSCM, 2013).

2. ETIOLOGI FRAKTUR COLLUM FEMUR

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu


misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh
trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah.
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran,
ataupenarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut,
yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan frakturmelintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan.
b. Faktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit
akibat berbagai keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang
progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan
oleh defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-
kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau
tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas di bidang kemiliteran.

3. PATOFISIOLOGI FRAKTUR COLLUM FEMUR


Pada orang usia lanjut khususnya pada wanita, terjadi perubahan struktur
pada bagian ujung atas femur yang menjadi predis posisi untuk terjadinya
fraktur collum femur. Karena hilangnya tonus otot dan perubahan pada
keseimbangan, pasien dituntut untuk mengubah pola berjalan mereka. Fraktur
collum femur dapat disebabkan karena lemahnya collum femur terhadap aksi
stress dari arah vertical dan rotasional yang terus-menerus, seperti ketika
ekstremitas bereksorotasi dan tubuh berotasi ke arah yang berlawanan. Pada
mekanisme ini, aspek posterior dari collum mengenai lingkaran dari
acetabulum karena berotasi ke arah posterior; pada keadaan ini acetabulum
berperan sebagai titik tumpu (Subagyo, 2013).
Fraktur collum femur terjadi akibat jatuh pada daerah trokhanter baik
karena kecelakaan lalu lintas atas jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi
seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan
rotasi. Pada kondisi osteoporosis insiden fraktur pada posisi ini tinggi (Noor,
2016).

4. MANIFESTASI KLINIS FRAKTUR COLLUM FEMUR


Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya. Perubahan keseimbangan dan kontur
terjadi, seperti:
1. rotasi pemendekan tulang;
2. penekanan tulang.
b. Bengkak (edema)
Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot (spasme involunters dekatfraktur)
e. Tenderness
f. Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi
h. Pergerakan abnormal
i. Syokhipovolemik
j. Krepitasi (Black,2005)
5. KOMPLIKASI FRAKTUR COLLUM FEMUR
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan Vaskula
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan nadi tidak
teraba,sianosis di bagian distal, dan hematoma yang lebar
2) Sindrom Kompartemen
Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena otot, tulang, saraf,
dan darah terjebak dalam jaringan parut. Kondisi ini disebabkan oleh
edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu, juga disebabkan oleh adanya tekanan dari luar, misalnya bidai
dan pembebatan yang terlalu kuat
3) Fat Embolism Syndrome
Fat Embolism Syndrome (FES) terjadi karena sel lemak yang
dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
4) Infeksi
Kondisi ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka. Selain itu,
juga dapat disebabkan oleh penggunaan bahan lain dalam pembedahan,
misalnya pin dan plat.
5) Avaskular Nekrosis
Avaskular nekrosis terjadi karena terganggunya aliran darah ke
tulang yang dapat menyebabkan nekrosis tulang
6) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapileryang dapat menyebabkan menurunnya oksigenasi
(Asikin et al., 2016).
b. Komplikasi lanjut
1) Mal-union
Adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, rotasi, dan pemendekan.
2) Delayed and non-union
Delayed union merupakan penyembuhan fraktur yang lebih lama
dari penyembuhan normal, sedangkan non-union merupakan gagal
tersambungnya tulang yang mengalami fraktur.
3) CRPS (complex regional pain syndrome).
Adalah kumpulan gejala, termasuk nyeri persisten, bengkak,
kemerahan dan berkeringat.
4) Miositis osifikans
Merupakan suatu kondisi di mana tulang baru terbentuk pada
jaringan lunak setelah cedera atau operasi.
5) Kekakuan sendi
Kekakuan terjadi akibat edema dan fibrosis pada kapsul, ligamen
dan otot di sekitar sendi, atau perlekatan dari jaringan lunak satu sama
lain atau ke tulang yang mendasari (Compartment and Volkmann, 2012).

6. PATHWAYS
7. PENATALAKSANAAN FRAKTUR COLLUMFEMUR
Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad tahun
2015,adalah:
a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan: lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang
sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkinterjadi selama dan
sesudah pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur
sehingga didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur
intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian hari.
Posisi yang baik adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang
sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur
klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus,angulasi.
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan
memfasilitasi union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna meliputi pembalut gips, bidai,
traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan logam seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimalmungkin.
8. PENGKAJIAN FRAKTUR COLLUMFEMUR

Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur femur


diantaranya adalah:
a. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, dan pendidikan.
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
memperberat dan faktor yang memperingan/ menguranginyeri
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien.Apakah seperti terbakar, berdenyut,
ataumenusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakitterjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuanfungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau sianghari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari


fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat kesehatan masalalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi tulang ataupun osteoporosis. Hal ini
merupakan informasi yang penting dalam penanganan fraktur femur
pada klien
e. Riwayat kesehatan keluarga
Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial
keluarga, sistem dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan
dalam keluarga.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan


terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi


kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi

Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan


fraktur tibia tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,


sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari
menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi, berjalan sehingga
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam


masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien
biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan dalam penampilan,
klien mengalami emosi yang tidak stabil.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul


ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
gangguan citra diri.
8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada


bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan


hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,


yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan


beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
h. PemeriksaanFisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda,seperti:

b) Kesadaran penderita:

Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna.

Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan


pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan normal.

Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan


terus menerus Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan.
Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh
dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderita
tidur lagi.

2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat


dan pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang
rasa.

3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi


maupunbentuk.

4) Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dandeformitas.

5) Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon


nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah),
penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil
melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma
pada sisicedera.

6) Keadaan Lokal

Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut :

a) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :

(1) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan


seperti bekas operasi).

(2) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau


hyperpigmentasi.

(3) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal


yang tidak biasa (abnormal)

(4) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(5) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamarperiksa)


b) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita


diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu
dicatat adalah:

(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan


kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3 – 5)
detik

(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi


atau oedema terutama disekitar persendian
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal)
(4) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan
yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila
ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
Kekuatan otot : otot tidak dapat berkontraksi (1),
kontraksi sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2),
mampu menahan gravitasi tapi dengan sentuhan jatuh(3),
kekuatan otot kurang (4), kekuatan otot utuh (5).
( Carpenito, 2013)

c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian


diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat
apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan
lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau
tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
( Arif Muttaqin, 2015 )

i. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan Radiologi

a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi


struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks
dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal
dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibattrauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
d) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap


penyembuhantulang.

b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan


menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhantulang
c) Hematokrit dan leukosit akan meningkat ( Arif Muttaqin,
2015)

3) Pemeriksaan lain-lain

a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:


didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila
terjadi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkanfraktur.

d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek


karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi padatulang.

f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibatfraktur. ( Arif


Muttaqin, 2015)

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pre Operasi

a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada


fraktur,edema.

b. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan


sekitar/fraktur.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbukadan kerusakan


jaringan lunak.

d. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.

e. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan


penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema,
pembentukan trombus.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frakturterbuka.

g. Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan frakturtulang panjang.

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan prosespembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
e. Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.

10. INTERVENSI

Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan
sekunderpada fraktur,edema.
KH: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
- Intensitas nyeri 2-3
- Ekspresi wajah rileks
Tidak merintih RencanaTindakan:
1) Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri. Rasional: Mengetahui tindakan
yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakitnya. Rasional:
Mengurang inyeri
3) Ajarkan teknik relaksasi. Rasional: Mengurangi nyeri pada saat nyeri
timbul.
4) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan. Rasional:
Mempersiapkan pasien untuk lebih kooperatif.
5) Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur. Rasional:
Meminimalkan nyeri, mencegah perpindahan tulang.
6) Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung. Rasional:
Untuk mengurangi nyeri.
7) Kolaborasi dalam pemberian terapi medik: analgetik. Rasional:
Mengatasi nyeri.
b. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan
sekitar/fraktur.
KH: Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam waktu bertahap
ditandai dengan: higiene perseorangan, nutrisi dan eliminasi terpenuhi
dengan bantuan.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien. Rasional: Menentukan
intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
2) Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien. Rasional:
Meningkatkan kemandirianpasien.
3) Perhatian dan bantu personalhigiene.Rasional: Mencegah komplikasi dan
kerusakan integritas kulit.
4) Ubah posisi secara periodik sejak 2 jamsekali. Rasional: Mencegah
komplikasidekubitus.
5) Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan kepadapasien. Rasional:
Memberi motivasi pada pasien.
6) Kolaborasi pemberian analgetik. Rasional: Mencegah nyeri yang
berlebihan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan
jaringan lunak.
KH: Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandaidengan:
- Suhu normal 36-37oC
- Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.
Rencana Tindakan:
1) Observasi TTV terutama suhu. Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan
adanya infeksi.
2) Jaga daerah luka tetap bersih dan kering. Rasional: Luka yang kotor dan
basah merupakan media yang baik untuk mikroorganisme berkembang
biak.
3) Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih. Rasional:
Mencegah kuman/mikroorganisme masuk.
4) Rawat luka dengan teknik aseptik. Rasional: Mencegah mikroorganisme
berkembang biak.
5) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik. Rasional:
Menghambat pertumbuhanmikro organisme.
d. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
KH: Cemas berkurang ditandaidengan:
- Pasien mengerti penjelasan yang diberikan oleh perawat
mengenai pengobatan.
- Pasien kooperatif saat dilakukan perawatan.
- Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kecemasan. Rasional: Mengidentifikasi intervensi
selanjutnya.
2) Observasi tanda-tanda vital. Rasional:Mengidentifikasi tingkat
kecemasan.
3) Jelaskan pada pasien prosedur pengobatan. Rasional: Mengurangi tingkat
kecemasan pasien.
4) Berikan lingkungan yang nyaman.Rasional: Lingkungan yang nyaman
dapat mengurangi tingkat kecemasan.
5) Libatkan keluarga dalam memberikan support. Rasional: Memberi
dukungan dan mengurangi rasa cemas pasien.
e. Resiko tinggi disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema,
pembentukan trombus.
KH: Mempertahankan perfusi jaringan ditandai dengan:
- Terabanya nadi, kulit hangat atau kering, tanda vital stabil.
RencanaTindakan:
1) Observasi nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi. Bandingkan
dengan ekstremitas yang sakit. Rasional: Penurunan/tak adanya nadi
dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik
segera terhadap status sirkulasi.
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional: Warna kulit putih menunjukan gangguan arterial.
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler, minta pasien untuk melokalisasi
nyeri. Rasional: Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/
penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf
rusak.
4) Beri motivasi untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang cedera.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah
khususnya pada ekstremitas bawah.
5) Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit
dingin, perubahan mental. Rasional: Ketidakadekuatan volume sirkulasi
akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
KH:Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Rencana Tindakan:
1) Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,
perubahan warna, kelabu,memutih. Rasional: Memberikan informasi
tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat
dan atau pemasangan gips/bebat atau traksi.
2) Observasi tanda-tanda vital. Rasional: Peningkatan terutama suhu
merupakan tanda-tanda infeksi.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan
bebas kerutan. Rasional: Menurunkan tekanan pada area yang peka dan
risiko abrasi/kerusakan kulit.
4) Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional: Meminimalkan tekanan pada areaini.
5) Ubah posisi tidur secara periodik tiap 2 jam. Rasional: Meminimalkan
resiko kerusakan kulit.
g. Resiko tinggi embolik lemak berhubungan dengan frakturtulang panjang.
KH:
Rencana Tindakan:
1) Monitor perubahan status mental yang disebabkan oleh hipoksemia:
gejala dari distress pernafasan akut seperti: kegelisahan, konfusi, nyeri
dada, takipnea, sianosis, dispnea, takikardi. Rasional: Mengidentifikasi
keadaan fisik pasien.
2) Jika ada indikasi, kaji O2saturasi dengan oksimetri. Rasional:
Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
3) Pertahankan imobilisasi pada daerah yang fraktur. Rasional: Mengurangi
terjadinya emboli lemak.
4) Berikan oksigen bila adaindikasi. Rasional: Memenuhi kebutuhan O2.
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
KH: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:
- Intensitas nyeri 0-2.
- Ekspresi wajah rileks.
Rencana Tindakan:
1) Kaji lokasi dan intensitas nyeri.Rasional: Mengetahui intervensi yang
dilakukanselanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit. Rasional: Menghilangkan
nyeri.
3) Tinggikan ekstremitas yang fraktur. Rasional: Menurunkan rasa nyeri.
4) Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam. Rasional: Mengurangi nyeri.
5) Observasi TTV tiap 4 jam. Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan
adanya rasa nyeri.
6) Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik. Rasional: Mengurangi
nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
KH: Kulit kembali utuh ditandai dengan:
- Luka jahitan dapat tertutup.
Rencana Tindakan:
1) Kaji kulit untuk luka terbuka.Rasional: Mengontrol perkembangan
mikroorganisme di daerah luka.
2) Bantu ubah posisi. Rasional: Mencegah lukatekan.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang. Rasional: Mencegah luka tekan.
4) Bersihkan kulit dengan sabun dan air bila menggunakan traksi. Rasional:
Mengurangi perkembangan mikroorganisme.

c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.

KH: Mempertahankan mobilitas fisik ditandai dengan:


- Pasien mau beraktivitas secara perlahan.
Rencana Tindakan:
1) Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan. Rasional: Untuk menyusun
rencana selanjutnya.
2) Bantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat. Rasional:
Mempercepat proses penyembuhan.
3) Bantu dalam higiene perorangan. Rasional: Meningkatkan kesehatan diri.
4) Ubah posisi secara periodik. Rasional: Menurunkan komplikasi lesi kulit.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
KH: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan:
- Pasien tidak mengalami infeksi tulang
- Suhu tubuh normal antara 36-37oC.
Rencana Tindakan:
1) Observasi TTV. Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya
infeksi.
2) Rawat luka operasi dengan teknik antiseptik. Rasional: Mencegah dan
menghambat berkembang biaknya bakteri.
3) Tutup daerah luka dengan kasa steril. Rasional: Kasa steril menghambat
masuknya kuman ke dalam tubuh.
4) Jaga daerah luka operasi tetap bersih dankering. Rasional: Luka yang
kotor dan basah menjadi media yang baik bagi berkembang biaknya
bakteri.
5) Beri terapi antibiotik sesuai program medik. Rasional: Antibiotik
menghambat berkembang biaknya bakteri.
e. Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.
KH: Pasien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatannya saat di rumah.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan perawatan di
rumah. Rasional: Menilai tingkat pengetahuan pasien tentang
penatalaksanaan di rumah.
2) Anjurkan pasien untuk melakukan latihan aktif dan pasif secara teratur.
Rasional: Dapat mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
3) Beri kesempatan pada pasien untuk dapat bertanya. Rasional: Hal yang
kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4) Anjurkan pasien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu. Rasional:
Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Vol. 3, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J., 2016. Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta

Mansjoer, Arif., 2013, Kapita Selekta Kedokteran,Edisi ketiga, Jilid 2, Media


Aesculapiu, Jakarta
Price, Sylvia Anderson., 2015, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
prosesPenyakit, Edisi 4, vol 2, EGC, Jakarta
Sutedjo, AY., 2015, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil
PemeriksaanLaboratarium, Amara Books, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai