Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang

menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung.

(Sjamsuhidajat, 2005 : 840)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya. Faktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang

dapat diabsorbsinya. Faktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

meremuk, gerakan memuntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim.

Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan

edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,

kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami

cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragment tulang.

(Smeltzer, 2002 : 2357)

Sedangkan Sjamsuhidajat, (2005) mengungkapkan patah batang tibia dan

fibula yang lazim disebut patah tulang cruris merupakan fraktur yang sering

terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang. Periosteo yang melapisi tibia

agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang

ini mudah patah dan biasanya fragment frakturnya bergeser.

1
B. Etiologi

Penyebab fraktur diantaranya:

1. Trauma

a. Trauma langsung

Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.

b. Trauma tidak langsung

Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

2. Fraktur Patologis

Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker

tulang dan lain-lain.

3. Spontan

Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

4. raktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh

dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.

5. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan

kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran.

(Apley, G.A. 1995 : 840)

C. Anatomi Fisiologi

Sistem musculoskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus

pergerakan. Komponen utama dari sistem musculoskeletal adalah jaringan ikat.

Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan

jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.

(Price. A, 1995 : 1175)

2
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan

tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di

tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk

berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan

mengatur kalsium dan fosfat.

Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral

dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk

suatu kristal garam (hidroaksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan

proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar

70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran

tinggi pada tulang.

Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian

memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau

ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam

jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang

yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu

perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini

akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar.

Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada insersi ligamentum

atau tendon. Tulang lamelar terdapat di seluruh tubuh orang dewasa. Tulang

lamelar tersusun dari lempengan-lempengan mineral yang sangat padat, dan

bukan merupakan suatu massa kristal yang padat. Pola susunan semacam ini

melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar. (Price. A, 1995 : 1175)

3
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga bagian sel,

yaitu:

Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan

proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses

yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,

osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan

penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.

Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka

kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang

tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang.

(Pearce, 1999 : 81)

Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu

lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral

dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit,

osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang

memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang,

sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorbsi pada

suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak di mana

lebih banyak terjadi pembentukan daripada absorbsi tulang. Proses-proses ini

penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang dapat berespons

terhadap tekanan yang meningkat dan untuk mencegah terjadi patah tulang.

4
Bentuk tulang dapat disesuaikan dalam menanggung kekuatan mekanis yang

semakin meningkat. Perubahan tersebut juga membantu mempertahankan

kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organik yang sudah tua

berdegenerasi, sehingga membuat tulang secara relatif menjadi lemah dan rapuh.

Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru, sehingga

memberi tambahan kekuatan pada tulang.

(Pearce, 1999 : 81)

Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan

kadar hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral

tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki

serum. Di samping itu, peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan-

lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga terjadi

demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat

pula menimbulkan pembentukan batu ginjal.

Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam

jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar

hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon paratiroid tidak

akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit

membantu klasifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium

dan fosfat oleh usus halus.

Estrogen menstimulasi osteoblas. Penurunan estrogen setelah menopause

mengurangi aktivitas osteoblastik, menyebabkan penurunan matriks organik

tulang. Umumnya, klasifikasi tulang tidak terpengaruh pada osteoporosis yang

5
terjadi pada wanita sebelum usia 65 tahun, namun berkurangnya matriks

organiklah yang merupakan penyebab dari osteoporosis.

(Pearce, 1999 : 81)

Fungsi osteoblastik juga tertekan apabila penderita diberi glukokortikoid

dengan dosis besar. Keadaan ini dapat menyebabkan osteoporosis akibat

kegagalan osteoblas membentuk matriks tulang baru.

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai

bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis: Fibia adalah tulang pipa

dengan sebuah batang dan dua ujung.

(Pearce, 1999 : 82)

Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral.

Kondil-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari

tulang permukaan superiornya memperlihatkan dua dataran permukaan persendian

untuk femur dalam formasi sendi lutut. Permukaan-permukaan tersebut halus dan

diatas permukaannya yang datar terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan)

yang membuat permukaan persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil

femur.

Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian

dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondisi-kondisi ini

disebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum.

(Pearce, 1999 : 82)

Tuberkel dari tibia ada disebelah depan tepat dibawah kondil-kondil ini.

Bagian depan memberi kaitan kepada tendon patella yaitu tendon dari insersi otot

6
extensor kwadrisep. Bagian bawah dari tuberkel itu adalah subkutanes dan

sewaktu berlutut menyangga berat badan.

(Pearce, 1999 : 82)

Batang dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling

menjulang dan sepertiga sebelah tengah terletak subkutan. Bagian ini membentuk

Krista tibia. Permukaan medial adalah subkutaneus pada hampir seluruh

panjangnya dan merupakan daerah berguna dari mana dapat diambil serpihan

tulang untuk transplantasi (bonegraft).

(Pearce, 1999 : 83)

Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya

sedikit melebar dan kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial

dan maleolus tibiae. Sebelah depan tibia halus dan tendon-tendon menjular

diatasnya ke arah kaki.

Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada

persendian tibia-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan 3 tulang yaitu

femur, fibula, talus.

(Pearce, 1999 : 83)

7
D. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur menurut garis patahannya yang dikemukakan oleh

Price A. Sylvia (1995) antara lain:

1. Fraktur Transversal

Fraktur transversal adalah frak-tur yang garis patahnya tegak

lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-

segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya

semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya mudah

dikontrol dengan bidai gips.

2. Fraktur Spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstermitas. Fraktur-

fraktur ini khas pada cidera olahraga ski, dimana ujung ski terbenam

pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah.

Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini

hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaring-jaring lunak, dan fraktur

semacam ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.

3. Fraktur multiple pada satu tulang

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang

yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.

Fraktur semacam ini sulit ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak

memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk menyembuh, dan keadaan

ini mungkin memerlukan pengobatan secara bedah. Comminuted

8
fracture adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan di

mana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.

4. Fraktur impaksi/kompresi

Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ke

tiga yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra

lainnya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat didiagnosis dengan

radiogram.Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukkan

pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu atau

beberapa vertebra. Pada orang muda, fraktur kompresi dapat disertai

perdarahan retroperitoneal yang cukup berat. Seperti pada fraktur pelvis,

penderita dapat secara cepat menjadi syok hipovolemik dan meninggal

jika tidak dilakukan pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah dan

pernapasan secara akurat dan berulang dalam 24 sampai 48 jam pertama

setelah cidera. Ileus dan retensi kemih dapat juga terjadi pada cidera ini.

5. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah

menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya. Tulang

sering kali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling

sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor baik primer atau

tumor metastasis.

(Smeltzer and Bare, 2002 : 2343)

9
6. Fraktur beban lainnya

Fraktur beban terjadi pada orang-orang yang baru saja

menambah tingkat aktivitas mereka baru diterima untuk dilatih dalam

angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru memulai latihan lari.

Pada saat awitan gejala timbul, radiogram mungkin tidak menunjukkan

adanya fraktur. Tetapi, biasanya setelah 2 minggu, timbul garis-garis

radio-opak linear tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur

semacam ini akan sembuh dengan baik jika tulang itu dimobilisasi

selama beberapa minggu. Tetapi, jika tidak terdiagnosis, tulang-tulang

dapat bergeser dari tempat asalnya dan tidak menyembuh dengan

seharusnya. Jadi, setiap pasien yang mengalami nyeri berat setelah

meningkatkan aktivitas kerja tubuh, mungkin mengalami fraktur.

Penderita semacam ini harus dianjurkan untuk memakai alat proteksi

seperti tongkat, atau bidai gips yang tepat. Setelah 2 minggu, harus

dilakukan pemeriksaan radiografi.

7. Fraktur greenstick

Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna sering terjadi pada

anak-anak. Konteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga

periosteum. Fraktur-fraktur ini akan segera sembuh dan segera

mengalami re-modelling ke bentuk dan fungsi normal.

8. Fraktur Ovulsi

Fraktur Ovulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat

insersi tendon ataupun ligamen. Biasanya tidak ada pengobatan yang

10
spesifik yang diperlukan. Namun, bila diduga akan terjadi ketidakstabilan

sendi atau hal-hal lain yang menyebabkan kecacatan, maka perlu

dilakukan pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali

fragmen tulang tersebut.

9. Fraktur Kominutif/Comminuted

Adalah jenis fraktur denga patahan tulang pecah menjadi

beberapa fragmentetapi dalan satu macam tulang.

10. Fraktur sendi

Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan

sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna. Jika

tidak ditangani secara tepat, cedera semacam ini akan menyebabkan

esteoartritis pasca trauma yang progresif pada sendi yang cedera

tersebut.

(Oeswari, 2000)

Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya hubungan antara patahan dengan dunia luar

antara lain:

1. Fraktur tertutup

Fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit.

2. Fraktur terbuka

Secara teknik, fraktur terbuka adalah fraktur dimana kulit dari

ekstremitas yang terlibat telah ditembus, yang perlu diperhatikan adalah

apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya

fraktur tersebut. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat

11
terjadinya cedera, terkontaminasi, kemudian kembali hampir pada

posisinya semula.

Pada keadaan semacam ini maka operasi untuk irigasi, deb-

ridement, dan pemberian antibiotika secara intravena mungkin

diperlukan untuk mencegah terjadinya osteomielitis. Pada umumnya,

operasi irigasi dan debridement pada fraktur terbuka harus dilakukan

pada waktu 6 jam setelah terjadinya cedera untuk mengurangi

kemungkinan infeksi.

(Sjamsuhidajat, 2005)

E.Patofisiologi

Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula yang

terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau

gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi dalam kaitan

satu sama lain. Pasien datang dengan nyeri, deformitas, hematoma yang jelas, dan

edema berat. Sering kali fraktur ini melibatkan kerusakan jaringan lunak berat

karena jaringan subkutis didaerah ini sangat tipis.

(Smeltzer and Bare, 2002 : 2343)

Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika fungsi

saraf terganggu, pasien tak akan mampu melakukan gerakan dorsofleksi ibu jari

pertama dan kedua. Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji respons

pengisian kapiler. Pasien dipantau mengenai adanya sindrom kompartemen

anterior. Gejalanya meliputi nyeri yang tak berkurang dengan obat dan bertambah

12
bila melakukan fleksi plantar, tegang dan nyeri tekan otot disebelah lateral Krista

tibia, dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat mengakibatkan komplikasi berupa

hemartrosis dan kerusakan ligament.

(Oeswari, 2000)

Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan redaksi tertutup dan

imobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai jalan atau patellar-tendon-

bearing. Redaksi harus relatif akurat dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada saat

dimana sangat sulit mempertahankan reduksi, sehingga perlu dipasang pin

perkutaneus dan dipertahankan dalam posisinya dengan gips (mis. Teknik pin

dalam gips) atau fiksator eksterna yang digunakan. Pembebanan berat badan

parsial biasanya diperbolehkan dalam 7 sampai 10 hari. Aktivitas akan

mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah. Gips diganti menjadi gips

tungkai pendek atau brace dalam 3 sampai 4 minggu, yang memungkinkan

gerakan lutut. Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10 minggu.

(Smeltzer and Bare, 2002 : 2343)

Fraktur terbuka atau kominutif dapat ditangani dengan traksi skelet, fiksasi

interna dengan batang, plat atau nail, atau fiksasi eksternal. Latihan kaki dan lutut

harus didorong dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan dimulai

sesuai resep, biasanya sekitar 4 sampai 6 minggu.

Seperti pada fraktur ekstremitas bawah, tungkai harus ditinggikan untuk

mengontrol edema. Diperlukan evaluasi neurovaskuler berkesinam-

bungan. Terjadinya sindrom kompartemen perlu dideteksi segera dan ditangani

untuk mencegah defisit fungsional menetap.

13
(Smeltzer and Bare, 2002 : 2343)

Penyembuhan fraktur

Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak,

periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi pendarahan yang cukup berat. Bekuan

darah terbentuk pada daerah tersebut, bekuan akan membentuk jaringan granulasi,

dimana sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi

kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat, yang merangsang

deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan

ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan ini terus menebal dan

meluas, bertemu dengan lapisan kalus dari fragmen satunya, dan menyatu. Fungsi

dari kedua fragment (penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya

trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi

lokasi fraktur. Penyatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani

transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus

tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang

baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga

akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya.

(Underwood, 2000)

F.Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

14
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid

seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai

menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa

diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas normal. Ekstremitas

tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung

pada integritas tulang tempat melengketnya otot.

(Sjamsuhidayat, 2005 : 2358 – 2359)

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen

sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai

2 inci).

4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan lainnya, (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan

lunak yang lebih berat).

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru

terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

15
c. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.

Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur

impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis

fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-X

pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah

tersebut.

(Sjamsuhidayat 2005;2358 – 2359)

G. Penatalaksanaan

1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi


fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak semula.

2. Imobilisasi fraktur : Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau


interna

3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

 Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan

 Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri

 Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan)


dipantau

 Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan


atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah

H. Komplikasi

16
1. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak

seharusnya.

2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi

dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)


2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
tekanan dan disuse
3. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya
kemampuan menjalankan aktivitas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer
menurun, prosedur invasive
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang
paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif

J. Intervensi Dan Impkementasi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
agen injuri Asuhan keperawatan 1. Kaji nyeri secara
fisik, fraktur …. jam tingkat komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat, tingkat kualitas dan faktor presipitasi.
nyeri terkontrol dg 2. Observasi reaksi nonverbal
KH: dari ketidak nyamanan.
   Klien melaporkan 3. Gunakan teknik komunikasi
nyeri berkurang dg terapeutik untuk mengetahui
scala 2-3 pengalaman nyeri klien

17
   Ekspresi wajah sebelumnya.
tenang 4. Kontrol faktor lingkungan
   klien dapat yang mempengaruhi nyeri seperti
istirahat dan tidur suhu ruangan, pencahayaan,
   v/s dbn kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi, distraksi
dll) untuk mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TV
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala efek
samping.

2 Resiko Setelah dilakukan Memberikan posisi yang nyaman


terhadap cidera askep … jam terjadi untuk Klien:
b/d kerusakan peningkatan Status 1. Berikan posisi yang aman untuk
neuromuskuler, keselamatan Injuri pasien dengan meningkatkan
tekanan dan fisik Dg KH : obsevasi pasien, beri pengaman
disuse   Bebas dari cidera tempat tidur
  Pencegahan Cidera 2. Periksa sirkulasi periper dan status
neurologi
3. Menilai ROM pasien
4. Menilai integritas kulit pasien.
5. Libatkan banyak orang dalam

18
memidahkan pasien, atur posisi
3 Sindrom defisit Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri
self care b/d akep … jam 1.Monitor kemampuan pasien terhadap
kelemahan, kebutuhan ADLs perawatan diri
fraktur terpenuhi dg KH: 2.Monitor kebutuhan akan personal
 Pasien dapat hygiene, berpakaian, toileting dan
  melakukan makan
aktivitas sehari- 3.Beri bantuan sampai pasien
hari. mempunyai kemapuan untuk
  Kebersihan diri merawat diri
pasien terpenuhi 4.Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya.
5.Anjurkan pasien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
6.Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin

4 Risiko infeksi Setelah dilakukan Konrol infeksi :


b/d imunitas asuhan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
tubuh primer … jam tidak terdapat pasien lain.
menurun, faktor risiko infeksi 2. Batasi pengunjung bila perlu.
prosedur dan infeksi 3. Intruksikan kepada pengunjung untuk
invasive, terdeteksi dg KH: mencuci tangan saat berkunjung dan
fraktur  Tdk ada tanda- sesudahnya.
tanda infeksi 4. Gunakan sabun anti miroba untuk
 AL normal mencuci tangan.
 V/S dbn 5. Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
6. Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
7. Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
8. Lakukan perawatan luka, dainage,
dresing infus dan dan kateter setiap
hari.
9. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
10. berikan antibiotik sesuai program.
11. Jelaskan tanda gejala infeksi dan
anjurkan u/ segera lapor petugas
12. Monitor V/S
Proteksi terhadap infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
2. Monitor hitung granulosit dan WBC.
3. Monitor kerentanan terhadap

19
infeksi..
4. Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
5. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas,
drainase.
6. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
7. Ambil kultur, dan laporkan bila hasil
positip jika perlu
8. Dorong istirahat yang cukup.
9.          Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan sesuai indikasi
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi ambulasi
mobilitas fisik askep … jam terjadi 1. Kaji kemampuan pasien dalam
berhubungan peningkatan melakukan ambulasi
dengan patah Ambulasi :Tingkat 2. Kolaborasi dg fisioterapi untuk
tulang mobilisasi, perencanaan ambulasi
Perawtan diri Dg 3. Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai
KH : kemampuan
 Peningkatan 4. Ajarkan pasien berpindah tempat
aktivitas fisik secara bertahap
5. Evaluasi pasien dalam kemampuan
ambulasi

Pendidikan kesehatan
1. Edukasi pada pasien dan keluarga
pentingnya ambulasi dini
2. Edukasi pada pasien dan keluarga
tahap ambulasi
3.       Berikan reinforcement positip
atas usaha yang dilakukan pasien.
6 Kurang Setelah dilakukan Pendidikan kesehatan : proses
pengetahuan askep …. Jam penyakit
tentang pengetahuan klien 1. Kaji pengetahuan klien.
penyakit dan meningkat dg KH: 2. Jelaskan proses terjadinya penyakit,
perawatannya  Klien dapat tanda gejala serta komplikasi yang
b/d kurang mengungkapkan mungkin terjadi
paparan kembali yg 3. Berikan informasi pada keluarga
terhadap dijelaskan. tentang perkembangan klien.
informasi,  Klien kooperatif 4. Berikan informasi pada klien dan
keterbatan saat dilakukan keluarga tentang tindakan yang akan
kognitif tindakan dilakukan.
5. Diskusikan pilihan terapi
6. Berikan penjelasan tentang
pentingnya ambulasi dini
7.       jelaskan komplikasi kronik yang

20
mungkin akan muncul

21

Anda mungkin juga menyukai