Anda di halaman 1dari 24

A.

Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2013).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudur dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur tibia fibula adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Brunner & Suddarth, 2013).
Fraktur tibia fibula adalah suatu keadaan dikontinuitas jaringan
struktural pada tulang tibia dan fibula (Prince dan Wilson, 2011).

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Prince dan Wilson (2011), osteum tibialis dan fibularis
(tulang kering dan tulang betis) merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah
tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki
luar.OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS
fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki
dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis.

Os Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral.
Kondi-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari
tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan
persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut.
Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian
dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di
sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk
dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah
sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian
tibio-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur,
fibula dan talus.
Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di
sebelah medial sesuai dengan os radius pada lengan atas.Tetapi Radius
posisinya terletak disebelah lateral karena anggota badan bawah memutar
kearah medialis. Atas alasan yang sama maka ibu jari kaki terletak disebelah
medialis berlawanan dengan ibu jari tangan yang terletak disebelah lateralis
(Prince dan Wilson, 2011).
1. Malleolus medialis
Merupakan sebuah ciri yang penting untuk segi medis pergelangan kaki.
Mempunyai sebuah pinggir bawah dan permukaan pinggir bawah
mempunyai sebuah lekukan disebelah posterior dan merupakan tempat
lekat dari ligamentum deltoideum.
2. Permukaan anterior
Merupakan tempat lekat dari kapsula pergelangan kaki. Permukaan
posterior beralur untuk tempat lewat tendo muskulus tibialis posterior dan
pinggir dari alur merupakan tempat lekat dari retinakulum fleksores.
3. Permukaan posterior
Berhubungan dengan permukaan posterior korpus. Dipisahkan dari
permukaan inferior oleh sebuah pinggiran yang tajam dan merupakan
tempat lekat dari kapsula sendi pergelangan kaki.
4. Permukaan lateralis
Mempunyai bentuk seperti koma yang merupakan sendi yang sama pada
permukaan medialis os talus.

Os Fibula
Merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan
bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata
fibula adalah kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran
korpusnya bervariasi diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan
otot – otot yang melekat pada tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk
sendi pergelangan kaki, dan tulang ini bukan merupakan tulang yang turut
menahan berat badan.
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah
bawah kira – kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih
posterior. Sisi – sisinya mendatar, mempunyai permukaan anterior dan
posterior yang sempit dan permukaan – permukaan medialis dan lateralis
yang lebih lebar. Permukaan anterior menjadi tempat lekat dari ligamentum
talofibularis anterior. Permukaan lateralis terletak subkutan dan berbentuk
sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur tadi merupakan tempat lekat
dari retinakulum. Permukaan sendi yang berbentuk segi tiga pada permukaan
medialis bersendi dengan os talus, persendian ini merupakan sebagian dari
sendi pergelangan kaki. Fosa malleolaris terletak disebelah belakang
permukaan sendi mempunyai banyak foramina vaskularis dibagian atasnya.
Pinggir inferior malleolus mempunyai apek yang menjorok kebawah.
Disebelah anterior dari apek terdapat sebuah insisura yang merupakan tempat
lekat dari ligamentum kalkaneo fibularis (Prince dan Wilson, 2011).
C. Klasifikasi
Fraktur tibia fibula diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Fraktur intra kapsuler
Yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan captula.
a. Melalui kapital fraktur
b. Hanya di bawah kepala fraktur
c. Melalui leher dari femur
2. Fraktur ekstra kapsuler
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul melalui trokanter tibia fibula yang
lebih besar atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher tibia fibula tapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokanter terkecil.

D. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
1. Trauma
Jenis kekuatan yang menyebabkan luka menentukan jenis dan tingkatan
serta jenis patah tulang. Kekuatan itu dapat tensile (dengan tegangan)
tulang ditarik terpisah atau compressive di aman terjepit dan untuk
menentukan tipe injury dan luas patah tergantung pada kerasnya trauma
atau tekanan pada tulang.
a. Trauma langsung : benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut
b. Trauma tidak langsung : titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan
2. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses terjadinya penyakit seperti
osteoporosis, kanker tulang dan lain-lain.
3. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
4. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga
5. Mineralisasi yang tidak adekuat dari tulang
Patah tulang dapat disebabkan tidak cukupnya mineral pada tulang dan
ini mengacu pada tulang yang patologik, dapat terjadi karena jangka
panjang dengan steroid, osteoposus tulang dan tidak ada aktifitas yang
lama.

E. Manifestasi klinis
Menurut Noor (2017) manifestasi klinis yang muncul adalah :
1. Nyeri sebagai akibat dari peningkatan tekanan saraf sensorik karena
pergerakan fragmen tulang.
2. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dari perdarahan ke jaringan di sekitarnya.
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah pada
ekstremitas.
4. Krepitasi, krepitasi teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan yang
lainnya.
F. Patofisiologi
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Tulang tibia bersama-sama dengan
otot-otot yang ada di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha
ke atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat
berdiri.
Kondisi anatomis tulang tibia tersebut memiliki resiko terjadinya
fraktur terbuka lebih sering dibandingkan tulang panjang lainnya apabila
mendapat suatu trauma. fraktur kruris bisa terjadi karena adanya daya putar
atau puntir yang dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki
dalam tingkat yang berbeda- daya angulasi menimbulkan fraktur melintang
atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tidak
langsung, salah satu fragmen tulang dapat menembus kulit di atas fraktur.
Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab paling sering dari fraktur tibia
fibula.
Ketika terjadi fraktur, perdarahan biasanya terjadi di sekitar lokasi
fraktur ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
aliran darah ketempat tersebut meningkat, aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. yang bila
berlangsung lama bisa menyebabkan comportement syndrom. (Brunner &
Suddarth, 2013).
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri
yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan kerusakan
pada tulang itu sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan
ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah
yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan fungsi syaraf terganggu.
G. Pathway
Trauma langsung kecelakaan
Trauma tidak langsung jatuh
Penurunan masa tulang, patologis
Degenerasi

Fraktur/Patah tulang Tibia fibula

Ketidakmampuan Terputusnya
melakukan hubungan tulang
pergerakan kaki

Rusaknya jaringan Kerusakan vaskuler


Gangguan
Mobilitas Fisik
Pendarahan
Spasme otot

Risiko Syok Akumulasi


Penekanan pada
Jaringan terbuka Hipovolemik pendarahan
syaraf

Risiko Kerusakan Hematoma


Nyeri Akut
Infeksi Integritas
Jaringan
Vasodilatasi
vena

Edema
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
5. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien fraktur tibia fibula terbuka secara umum
tanpa melihat daerah patah tulang adalah sebagai beikut.
1. Profilaksis antibiotik.
2. Debrimen dan fasiotomi. Pada kondisi akut dengan pembekakakn hebat
dilakukan fasiotomi untuk menghindari sindrom kompartemen.
3. Stabilisasi. Dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
4. Penundaan penutupan.
5. Penundaan rehabilitasi.
Intervensi pada pasien fraktur tertutup meliputi hal-hal berikut.
1. Prioritas yang pertama adalah menilai tingkat kerusakan jaringan lunak.
Meskipun fraktur itu tertutup, fraktur berat dengan kotusio jaringan lunak
yang luas dapat membutuhkan fiksasi luar dini dan peninggian tungkai.
Bila ada ancaman sindrom kompartemen, fasiotomi perlu segera
dilakukan.
2. Pemasangan gips sirkuler.
3. Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi interna.
4. Terapi bedah dengan pemasangan fiksasi eksterna (Noor, 2017)
Menurut Brunner & Suddarth tahun 2014, ada beberapa penatalaksanaan
pada pasien fraktur tibia fibula. Fraktur Tibia dan fibula (fraktur paling umum
di bawah lutut) cenderung terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki
dalam posisi tertekuk, atau gerakan memutar yang kasar.
1. Berikan instruksi tentang perawatan gips atau tungkai berjalan kaki
panjang cast patellar-tendon-bearing.
2. Menginstruksikan pasien dalam dan membantu menahan berat badan
sebagian, biasanya dalam 7 hingga 10 hari.
3. Instruksikan pasien tentang perawatan gips kaki pendek atau penyangga
(dalam 3 sampai 4 minggu), yang memungkinkan untuk gerakan lutut.
4. Anjurkan pasien untuk merawat traksi tulang, jika ada.
5. Dorong pasien untuk melakukan latihan pinggul, kaki, dan lutut dalam
batas-batas perangkat immobilisasi.
6. Instruksikan pasien untuk mulai menahan beban saat diresepkan (biasanya
sekitar 4 hingga 8 minggu).
7. Instruksikan pasien untuk meninggikan ekstremitas untuk mengendalikan
edema.
8. Lakukan evaluasi neurovaskular berkelanjutan.

J. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price dan Wilson, 2011) :
1. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-
laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
7. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah
atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.
8. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
10. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.
H. Asuhan Keperawatan Teoritis
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah
keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-
masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya secara
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan.

Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien


digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa
sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa)
atau pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses,
arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan
menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal
hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi
defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perawat / keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak
dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik
diri.
9) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan
biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan
keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum
berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan

g. Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah


riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap
biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
1) Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi,
kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya
spasme otot dan keadaan kulit.
2) Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh
sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana
daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur
dan di daerah luka insisi.
3) Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
4) Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan
udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan
struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada
areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2014)

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka ,
bedah perbaikan, tekanan/edema.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5) Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan berlebih.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015).
No Tanggal/ Diangosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Jam Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian
dengan terputusnya selama ...x... jam nyeri secara
jaringan tulang, diharapkan nyeri klien komprehensif termasuk
gerakan fragmen dapat teratasi dengan lokasi, karakteristik,
tulang, edema dan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
cedera pada Pain control kualitas, dan faktor
jaringan, alat - Mampu mengontrol presipitasi.
traksi/immobilisasi, nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi
stress, ansietas nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk - Ajarkan teknik non
mengurangi nyeri, farmakologis (relaksasi,
mencari bantuan) distraksi dll) untuk
- Melaporkan bahwa mengetasi nyeri.
nyeri berkurang - Evaluasi tindakan
dengan menggunakan pengurang nyeri/kontrol
manajemen nyeri. nyeri.
- Mampu mengenali - Kolaborasi dengan
nyeri (skala, dokter bila ada
intensitas, frekuensi komplain tentang
dan tanda nyeri) pemberian analgetik
- Menyatakan rasa tidak berhasil.
nyaman setelah nyeri
berkurang.
2 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure ulcer
integritas jaringan tindakan keperawatan prevention wound care
berhubungan selama ...x... jam - Angkat balutan dan
dengan fraktur diharapkan kerusakan plester perekat
terbuka, bedah integritas jaringan klien
- Anjurkan pasien untuk
perbaikan, dapat teratasi dengan
menggunakan pakaian
tekanan/edema. kriteria hasil:
yang Ionggar
- Penyembuhan luka
sesuai waktu - Jaga kulit agar tetap

- Tidak ada laserasi, bersih dan kering


integritas kulit baik - Mobilisasi pasien (ubah
- Perfusi jaringan baik posisi pasien) setiap
- Menunjukkan dua jam sekali
pemahaman dalam
- Monitor kulit akan
proses perbaikan kulit
adanya kemerahan
dan mencegah
- Oleskan lotion atau
terjadinya cedera
minyak/baby oil pada
berulang.
daerah yang tertekan
- Mampu melindungi
kulit dan - Monitor aktivitas dan
mempertahankan mobilisasi pasien
kelembaban kulit dan - Monitor status nutrisi
perawatan alami. pasien

- Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat

- Observasi kulit yang


terluka: lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi
lokal, formasi traktus

- Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka

- Kolaborasi ahli gizi


pemberian diet

- TKTP( tinggi kalori


tinggi protein)

- Cegah kontaminasi fese


dan urin

- Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril

- Berikan posisi yang


mengurangi tekanan
pada luka

- Hindari kerutan pada


tempat tidur

3 Hambatan Setelah dilakukan Exercise therapy


mobilitas fisik tindakan keperawatan ambulantion:
berhubungan selama ...x... jam - Monitor vital sign
dengan nyeri/ diharapkan klien dapat sebelum / sesudah
ketidaknyamanan, beraktivitas secara latihan dan lihat respon
kerusakan mandiri dengan kriteria pasien saat latihan
muskuloskletal, hasil: - Konsultasikan dengan
terapi pembatasan Mobility Level terapi fisik tentang
aktivitas, dan - Klien meningkat rencana ambulasi sesuai
penurunan dalam aktivitas fisik dengan kebutuhan
kekuatan/tahanan - Mengerti tujuan dari - Bantu klien untuk
peningkatan mobilitas menggunakan tongkat
- Memverbalisasikan saat berjalan dan cegah
perasaan dalam terhadap cedera
meningkatan - Ajarkan pasien atau
kekuatan dan tenaga kesehatan lain
kemampuan tentang teknik ambulasi
berpindah. - Kaji kemampuan klien
- Memperagakan dalam mobilisasi
penggunaan alat bantu - Latih pasien dalam
untuk mobilisasi pemenuhan kebutuhan
(walker). ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien.
- Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.

4 Risiko infeksi Setelah dilakukan Infection Control


berhubungan tindakan keperawatan - Bersihkan lingkungan
dengan stasis selama ...x... jam setelah dipakai pasien
cairan tubuh, diharapkan resiko infeksi lain
respons inflamasi tidak terjadi dengan - Pertahankan teknik
tertekan, prosedur kriteria hasil: isolasi
invasif dan jalur Risk Control - Batasi pengunjung bila
penusukkan, - Klien bebas dari tanda perlu
luka/kerusakan dan gejala infeksi - Instruksikan pada
kulit, insisi - Mendeskripsikan pengunjung untuk
pembedahan proses penularan mencuci tangan saat
penyakit, faktor yang berkunjung dan setelah
mempengaruhi berkunjung
penularan serta meninggalkan pasien.
penatalaksanaannnya. - Gunakan sabun
- Menunjukkan antimikroba untuk
kemampuan untuk mencuci tangan
mencegah timbulnya - Cuci tangan setiap dan
infeksi sesudah melakukan
- Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan
batas normal - Pertahankan lingkungan
- Menunjukkan aseptik selama
perilaku hidup sehat pemasangan alat.
- Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Berikan terapi
antibiotik bila perlu
5 Risiko syok Setelah dilakukan - Anjurkan pasien untuk
hipovolemik tindakan keperawatan lebih banyak minum.
berhubungan selama ...x... jam - Observasi terhadap
dengan pendarahan diharapkan resiko syok tanda-tanda dehidrasi.
berlebih. hipovolemik tidak terjadi - Observasi intake cairan
dengan kriteria hasil: dan output.
- Tidak terjadi - Monitor tanda-tanda
penurunan kesadaran. vital setiap 4 jam.
- TTV dalam batas - Kolaborasi dalam:
normal. Pemberian cairan infus
- Turgor kulit baik. atau transfusi.
- Perfusi perifer baik Pemberian koagulantia
(akral hangat, kering dan uterotonika.
dan merah). Pemesangan CVP.
- Cairan dalam tubuh Pemeriksaan BJ
balance. Plasma.

4. Implementasi Keperawatan
Sesuai intervensi yang dilakukan

5. Evaluasi
a. Diagnosa 1 :Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
b. Diagnosa 2 : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur
terbuka , bedah perbaikan, tekanan/edema.
- Penyembuhan luka sesuai waktu
- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
c. Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
- Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
(walker).
d. Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh,
respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannnya.
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Diagnosa 5 : Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan
terus menerus.
- Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh berada dalam batas normal.
- Tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab.
- Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
- Cairan dalam tubuh balance.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Noor, Zairin. 2017. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2011. Patofisiologi: Konsep Klinis. Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed

Anda mungkin juga menyukai