Anda di halaman 1dari 21

1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG


Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ
lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang
dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan
kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fosfat (Price & Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi
tulang manusia :

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka
orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai
syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari
bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price & Wilson,
2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh
dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa,
tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price & Wilson,
2006).
a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)

0 0
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di
depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang
pelvis.
b. Tulang Femur (tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang
disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris
terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut
kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan
tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa
kondilus.

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum


bagian dari femur, terdiri dari: kepala, leher, bagian terbesar dan kecil,
trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua
kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh
kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan
hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut
usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah

0 0
dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari
leher femur
c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan
yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya
lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian
ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju
yang disebut OS maleolus medialis. Kaki bagian bawah terdiri dari dua tulang
kering (tibia) dan tulang betis (fibula). Tibia berukuran lebih besar dan
mendukung sebagian besar berat badan dan merupakan bagian penting dari
kedua sendir lutut dan sendi pergelangan kaki. Sedangkan fibula adalah
tulang panjang yang terletak di laterak tibia ukurannya lebih kecil. Agar lebih
jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa
dengan sebuah batang dan dua ujung.
Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-
kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang.
Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian
untuk femur dalam formasi sendi lutut.
Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian
dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di
sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum.
Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya sedikit
melebar dan ke bawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial
atau maleolus tibiae.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian
tibio-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur,
fibula dan talus.
Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di sebelah
medial sesuai dengan os radius pada lengan atas.Tetapi Radius posisinya
terletak disebelah lateral karena anggota badan bawah memutar kearah
medialis. Atas alasan yang sama maka ibu jari kaki terletak disebelah medialis

0 0
berlawanan dengan ibu jari tangan yang terletak disebelah lateralis. Smeltzer,
(2010).
1. Malleolus medialis
Merupakan sebuah ciri yang penting untuk segi medis pergelangan kaki.
Mempunyai sebuah pinggir bawah dan permukaan pinggir bawah
mempunyai sebuah lekukan disebelah posterior dan merupakan tempat
lekat dari ligamentum deltoideum.
2. Permukaan anterior
Merupakan tempat lekat dari kapsula pergelangan kaki. Permukaan
posterior beralur untuk tempat lewat tendo muskulus tibialis posterior dan
pinggir dari alur merupakan tempat lekat dari retinakulum fleksores.
3. Permukaan posterior
Berhubungan dengan permukaan posterior korpus. Dipisahkan dari
permukaan inferior oleh sebuah pinggiran yang tajam dan merupakan
tempat lekat dari kapsula sendi pergelangan kaki.
4. Permukaan lateralis
Mempunyai bentuk seperti koma yang merupakan sendi yang sama pada
permukaan medialis os talus.

d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)

Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari
tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular,
osteum kuboideum, kunaiformi.

0 0
e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-
masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
f. Falangus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri dari 3
ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari
terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).

2. DEFINISI, KLASIFIKASI, DAN JENIS FRAKTUR


Fraktur adalah terjadinya diskontinuitas jaringan tulang yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis (Smeltzer, Hinkle, Cheever, & Bare, 2010).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth, 2016).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan maupun kiri
akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. (E. Oswari, 2011).
Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.
Klasifikasi berdasarkan pergeseran anatomis fragmen tulang (fraktur bergeser atau
tidak bergeser) antara lain:
a. Greenstick, yaitu fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi
lainnya membengkok.
b. Tranversal, suatu fraktur yang melintang pada tulang (fraktur sepanjang garis
tengah tulang) merupakan akibat dari trauma langsung.
c. Oblik, yaitu fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih
tidak stabil dibanding tranversal) akibat trauma langsung.
d. Spiral, suatu fraktur yang mengelilingi batang tulang, arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan karena trauma rotasi
e. Impacted (Telescopic) atau kompresi, yaitu sebagian fragmen tulang menusuk
bagian fragmen yang lain.
f. Displaced. Fragmen tulang terpisah dengan kesegarisan tulang lain
Klasifikasi berdasarkan luas kerusakan jaringan lunak sekitar antara lain:

0 0
a. Fraktur terbuka (compound fraktur) merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membrane mukosa sampai patahan tulang dan adanya luka eksternal.
Fraktur terbuka ini digradasi menjadi:
▪ Grade I : luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, trauma dan kerusakan
kulit minimal, kontaminasi minimal
▪ Grade II : luka bersih luas tanpa kerusakan jaringan lunak ekstensif dengan
panjang lebih dari 1 cm. Adanya luka memar pada kulit dan otot, kontaminasi
sedang
▪ Grade III : Kerusakan meliputi kulit (jaringan lunak), tendon, otot, saraf,
pembuluh darah, diameter luka lebih dari 6-8 cm, luka sangat terkontaminasi
dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
b. Fraktur tertutup (simple fraktur) : fraktur tidak melukai jaringan kulit dan tidak
terlihat adanya luka (tidak merobek jaringan kulit).
Klasifikasi berdasarkan lokasi fraktur antara lain:
a. Colles Fraktur : jarak bagian distal fraktur lebih kurang 1 cm dari permukaan
sendi
b. Articular Fraktur : meliputi permukaan sendi
c. Extracapsular Fraktur : dekat sendi tetapi tidak masuk kedalam sendi
d. Intracapsular Fraktur : didalam capsul sendi
e. Apiphyseal Fraktur : terjadi kerusakan pasda pusat ossifikasi
Klasifikasi berdasarkan pergeseran fragmen tulang antara lain:
a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
• Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
• Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
• Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
Klasifikasi berdasarkan jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasi antara lain:
a. Fraktur kominutif : lebih dari satu garis fraktur, fragmen tulang pecah, terpisah-
pisah dalam berbagai serpihan.

0 0
b. Fraktur segmental : bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan satu
ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan
keadaan ini perlu terapi bedah.
c. Fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.
Klasifikasi berdasarkan luas fraktur antara lain:
a. Fraktur komplit : patah dari seluruh garis tengah tulang, biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal) dan tulang menjadi dua bagian yang
terpisah.
b. Fraktur inkomplit : patahnya terjadi di sebagian garis tengah tulang.

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Etiologi dari fraktur menurut Price & Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Cedera Traumatik
a. Cedera langsung, adanya pukulan/benturan secara langsung terhadap tulang
sehingga menyebabkan patah tulang secara spontan.
b. Cedera tidak langsung, adanya pukulan/benturan berada jauh dari lokasi
benturan.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor yang dapat
mengakibatkan fraktur. Dapat juga terjadi karena:
a. Tumor tulang, pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
b. Infeksi seperti osteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat, dan nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet yang lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat
yang rendah.
3. Secara Spontan
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan

0 0
bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari. Hal ini disebabkan
adanya stress tulang yang terus menerus.
Sedangkan pada fraktur femur paling sering disebabkan oleh: jatuh dari ketinggian,
cedera olahraga, trauma langsung, kecelakaan motor dan luka tembak

A. Klasifikasi fraktur Femur berdasarkan Winquist and Hansen Classification

a. Tipe 0, tidak ada kominutif, namun ada patahan yang sedikit pergeseran atau
bahkan tidak ada pergeseran patahan tulang.
b. Tipe 1, adanya minimal kominutif yang kurang lebih 25% dari lingkar tulang.
c. Tipe 2, adanya fragmen kominutif pada 50% bagian tulang.
d. Tipe 3, adanya fragmen kominutif lebih dari 50% bagian tulang, hanya
menyisakan bagian kecil kontak antara fragmen proksimal dan distal.
e. Tipe 4, kominutif yang melibatkan keseluruhan lingkar tulang, tidak ada
kontak kortikal.

B. Klasifikasi fraktur Femur berdasarkan The Orthopaedic Trauma Association


(OTA) Classifications

0 0
4. PATOFISIOLOGI
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang
fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja
bukan patah. Jika gaya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil maka tulang dapat
pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang
dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar
posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptkan spasme yang kuat dan bahkan
mampu menggeser tular besar seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang

0 0
patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser ke samping, pada
suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga
dapat berotasi atau berpindah (Black & Hawks, 2014).
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu. Sering terjadi cedera pada jaringan lunak. Pendarahan terjadi
karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang-tulang itu sendiri. Pada saluran
sumsum (medula), hematoma terjadi di antara fragmen-fragmen tulang dan di bawah
periosteum. Jaringan tulang di sekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respons peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan
fungsi, eksudasi plasma dan leukosit, serta infiltrasi sel darah putih. Respons
patofisiologis ini juga merupakan tahap awal dari penyembuhan tulang (Black &
Hawks, 2014).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit (Smeltzer, Hinkle, Cheever, & Bare, 2010). Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Smeltzer, Hinkle, Cheever, &
Bare, 2010).

0 0
5. MANIFESTASI KLINIS
(Smeltzer, Hinkle, Cheever, & Bare, 2010)
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan
deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

6. KOMPLIKASI
Smeltzer, Hinkle, Cheever, & Bare (2010) dan Price (2005):
a. Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi)
dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi
asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan
karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi

0 0
kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat. f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan
nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer, Hinkle,
Cheever, & Bare, 2010).

7. PENGKAJIAN
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
Aktivitas/istirahat: kelemahan, keletihan, masalah mobilitas, penurunan fungsi pada
area cedera
Sirkulasi: hipertensi (karena nyeri/cemas) atau hipotensi (kehilangan banyak darah),
takikardia, penurunan pulsasi pada area cedera ekstremitas, pelambatan CRT, pucat
pada area cedera, pembengkakan, memar, atau hematoma pada area cedera
Eliminasi: hematuria, sedimen pada urin, perubahan output, acute renal failure
Neurosensori: gangguan sensasi rasa, spasme otot, baal, deformitas muskuloskeletal
lokal, dislokasi, agitasi, defisit ROM
Nyeri/ketidaknyamanan: Pengkajian PQRST, nyeri berat yang tiba-tiba, spasme otot,
kram, perilaku pengalihan, gelisah, pengkajian fraktur 5P (pain, palor, paralisis,
parastesi, dan pulless ness).
Keamanan: kecelakaan kondisional, laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal, resiko jatuh.

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiografi
Menentukan lokasi dan perpanjangan trauma/fraktur, dapat mengetahui fraktur yang
tidak terdiagnosis

0 0
b. Scan tulang, CT Scan, MRI
Memvisualisasikan fraktur, perdarahan, dan kerusakan jaringan halus, membedakan
trauma tulang dengan neoplasma tulang, dan menunjukkan gambaran yang lebih
akurat mengenai jenis cedera
c. Arteriogram
Dapat dilakukan ketika ditemukan kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit dapat meningkat atau menurun. Bagaimana albumin. Meningkatnya
White Blood Cell (WBC) menunjukkan respon normal terhadap trauma
e. Bersihan urin kreatinin
Trauma otot meningkatkan peningkatan jumlah kreatinin pada bersihan ginjal
f. Profil koagulasi
Gangguan dapat terjadi karena kehilangan darah, multipel transfusi, atau cedera

8. PENATALAKSANAAN
Ada dua metode penatalaksanaan medis pada fraktur, yaitu (Smeltzer, Hinkle,
Cheever, & Bare, 2010):
1. Metode Konservatif
a. Gips yaitu alat immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak sesuai bentuk tubuh
yang dipasang. Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih
memungkinkan terjadinya pertumbuhan tulang panjang. Indikasi dilakukan
pemasangan gips adalah:
▪ Immobilisasi dan penyangga fraktur
▪ Istirahatkan dan stabilisasi
▪ Koreksi deformitas
▪ Mengurangi aktivitas
▪ Membuat cetakan tubuh orthotik
b. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh (Smeltzer, Hinkle,
Cheever, & Bare, 2010). Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan
beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian
rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Kegunaan pemasangan traksi antara lain:
▪ Mengurangi nyeri akibat spasme otot
▪ Memperbaiki dan mencegah deformitas

0 0
▪ Immobilisasi
▪ Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
▪ Mengencangkan pada perlekatannya.

Traksi merupakan tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk
memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan
beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang
digunakan. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk
mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di
posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur
femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang
lebih besar.

2. Metode Pembedahan
Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya
insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang
anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-
fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi
dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi,
fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen,
sekrup, pelat, dan paku.
a. ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Prosedur pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan stabilitas
dan mengurangi rasa nyeri pada tulang yang patah yang telah direduksi dengan
skrup, paku dan pin logam. Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah
dikembalikan kepada posisi asalnya dan difiksasi dengan pelat dan skrup atau
diikat dengan kawat. Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi
pada kondisi tersebut, yaitu mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang.
Fiksasi internal diindikasikan pada:
▪ Fraktur intraartikular (untuk menstabilkan patahan tulang secara anatomi)
▪ Memperbaiki pembuluh darah dan nervus (untuk melindungi peredaran darah
dan perbaikan nervus)

0 0
▪ Multiple injuries
▪ Pasien lansia (untuk menunjang mobilisasi dini)
▪ Fraktur tulang panjang (tibia, femur, dan humerus)
▪ Kegagalan management konservatif
▪ Fraktur patologis
▪ Unstable fractures
Komplikasi yang mungkin muncul pada fiksasi internal diantaranya adalah
infeksi, on-union, kegagalan implant, dan Refracture
b. Fiksasi ekterna
Penanganan fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak dimana garis fraktur
direduksi, disejajarkan dan diimobilisasi dengan sejumlah pin yang dimasukkan ke
dalam fragmen tulang. Terapi ini biasanya dilakukan pada kasus cedera tipe ‘open-
book’ dimana ligament sakroiliaka intak. Fiksasi eksternal diindikasikan pada:
▪ Trauma akut (fraktur terbuka dan tidak stabil)
▪ Non-union fracture
▪ Perbaikan pada joint contracture
▪ Terdapat pengisian pada kerusakan segmen limb (trauma, tumor dan
osteomyelitis)
▪ Pemanjangan limb
c. Reduksi terbuka
Melakukan kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi
dan pemanjangan tulang yang patah.

9. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Masalah Keperawatan dan Diagnosa yang mungkin muncul
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Risiko infeksi
d. Kerusakan integritas kulit

0 0
Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan R

1 Nyeri (akut) b.d Nyeri hilang atau Mandiri


terkontrol
• Spasme otot a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit a. Menghilangkan nyeri d
• Gerakan fragmen Kriteria evaluasi: dengan tirah baring, gips, pembebat, tulang yang cedera
tulang, edema, dan traksi b. Meningkatkan aliran b
cedera pada • Klien tampak b. Tinggikan dan dukungan ekstrimitas yang dan meneurunkan nyer
jaringan lunak rileks dan santai terkena c. Dapat meningkatkan k
c. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik
• Alat traksi/imobilisasi • Klien mau dibawah ekstrimitas dalm gips peningkatan produksi p
• Stres, ansietas berpartisipasi d. Tinggikan penutup tempat tidur, d. Mempertahankan keha
dalam pertahankan linen terbuka pada ibu jari ketidaknyamanan kare
aktivitas/tidus/ kaki yang sakit
istirahat yang e. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, e. Mempengaruhi pilihan
tepat perhatikan karakteristik, lokasi, termasuk intensitas dapat memp
• Klien mampu intensitasnya (skala 0-10). Perhatikan terhadap nyeri
menggunakan
ketrampilan petunjuk nyeri non verbal (perubahan f. Membantu menghilang
relaksasi tanda-tanda vital dan emosi) merasakan kebutuhan
• Tanda-tanda vital f. Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman kecelakaa
stabil masalah sehubungan dengan g. Mempertahankan keku
cedera
g. Lakukan dan awasi rentang gerak dan memudahkan resol
pasif/aktif cedera
h. Berikan alternatif tindakan h. Meningkatkan sirkulas
ketidakmampuan (pijatan punggung, tekanan lokal dan kelel
perubahan posisi) i. Menfokuskan kembali
i. Dorong menggunakan teknik manajemen kontrol kemampuan ko
stres (relaksasi, latihan nafas dalam, untuk periode lebih lam
imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik) j. Mencegah kebosanan,
j. Identifikasi aktifitas terapeutik yang tepat dapat meningkatkan k
untuk usia pasien, kemampuan fisik dan meningkatkan harga di
penampilan pribadi k. Dapat menandakan terj
k. Cek adanya keluhan nyeri yang tidak l. Menurunkan edema/ p
biasa atau tidak hilang dengan analgesik menurunkan sensasi ny
Kolaborasi m. Diberikan untuk menur
otot. Penelitia toradol
l. Lakukan kompres dingin 24-48 t dalam
jam pertama/ sesuai indikasi menghilangkan lebih
m. Berikan obat sesuai indikasi, lama
narkotik, n. Pemberian rutin ADP

0 0
relaksan otot analgetik darah adekua
n. Awasi pemberian analgetik yang dikontrol menghilangkan nyeri s
pasien otot/spasme
2. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik Mandiri
b.d meningkat secara
optimal a. Kaji derajat mobilitas yang dihasikan oleh a. Pasien mungkin dibata
• Kerusakan rangka cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi keterbatasan fisik aktu
neurovaskuler: Kriteria evaluasi: pasien terhadap imobilisasi untuk meningkatkan ke
nyeri/ketidaknyamanan b. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam b. Meningkatkan aliran d
• Terapi restriktif/ • Kekuatan otot rentang gerak pasif/aktif pada meningkatkan tonus ot
imobilisasi tungkai ektrimitas yang sakit dan tidak sakit sendi, mencegah kontr
• Posisi anatomis
pada ektrimitas c. Dorong penggunaan latihan isometrik kalsium karena tidak d
yang cedera mulai dengan tungkai yang tidak c. Kontraksi otot isometri
sakit
• Mampu melakukan d. Bantu dorong untuk perawatan sendi/menggerakkan tu
diri
aktivitas/ROM e. Berikan/bantu dalam mobilisasi mempertahankan keku
• Tanda vital dengan Kontra indikasi pada p
stabil kursi roda, kruk, tongkat sesegera d. Meningkatkan kekuata
• Luka membaik mungkin. Instruksikan keamanan dalam
penggunaan alat mobilitas kontrol pasien dalam si
f. Awasi TD dengan melakukan aktivitas kesehatan diri langsun
perhatikan keluhan pusing e. Mobilsasi dini menuru
g. Ubah posisi secara periodik dan dorong dan meningkatkan pen
untuk latihan batuk/nafas dalam organ
h. Dorong masukan cairan sampai 2000-3000 f. Hipotensi postural adal
cc/hari menyertai tirah baring
Kolaborasi intervensi khusus
g. Mencegah/menurunka
i. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi kulit/pernapasan
dan atau rehabilitasi medik h. Mempertahankan hidra
j. Lakukan prigram defikasi (pelunak feses, infeksi urinarius, pemb
enema laksatif) i. Berguna dalam membu
dapat menentukan bant
gerakan, kekuatan dan
BB dan juga pengguna
j. Dilakukan untuk meni
3. Resiko infeksi b.d Perluasan/penyebaran Mandiri a. Kemerahan/abrasi dap
infeksi tidak terjadi b. Dapat mengindikasika
• Tidak adekuatnya a. Inspeksi kulit untuk adanya luka lokal/nekrosis jaringan
pertahanan primer: Kriteria evaluasi: b. Kaji peningkatan keluhan nyeri, adanya osteomielitis
kerusakan kulit, trauma edema, drainase/bau tidak c. Dapat mencegah konta
enak/asam

0 0
jaringan, terpajan pada
lingkungan • Luka membaik, pus c. Berikan perawatan luka secra steril sesuai kemungkinan infeksi
tidak ada, tidak ada protokol d. Tanda perkiraan
• Prosedur invasif
bau dan adanya d. Observasi luka untuk pembentukan bula, infeks
• Traksi tulang krepitasi, perubahan warna kulit
pertumbuhan e. Dapat mengindikasika
jaringan/granulasi kecoklatan, bau drainase yang tidak enak f. Anemia dapat terjadi
• Sekitar luka tidak e. Selidiki nyeri p biasanya ada dengan
pucat, edema tiba-tiba/keterbatasan p osteomielitis,
gerakan dengan edema lokal/eritema mengide
g. Antibiotik spektrum lu
berkurang ektrimitas cedera profilaksis/dapat ditunj
• Tidak ada Kolaborasi khusus
demam
• Tanda vital stabil h. Debridement lokal/pem
• Hb 13-16 g/dl f. Awasi pemeriksaan mikroorganisme dan in
laboratorimum
• Ht 40-48% - Hitung darah i. Banyak prosedur dilak
• Lekosit 5000-1000 lengkap lokal, osteomielitis, ga
- LED
- Kultur j. Sequestrektomi/pengan
g. Berikan obat sesuai indikasi untuk membantu penye
- Antibiotik perluasan proses infeks
h. Berikan irigasi luka/tulang
i. Bantu prosedur insisi/drainase,
pemasangan drain, terapi O2
hiperbarik
4. Kerusakan integritas kulit Menpertahankan j. Siapkan pembedahan sesuai indikasi
integritas kulit dan Mandiri:
Berhubungan dengan: mukosa a. Memberikan informasi
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing,
kemerahan, perdarahan, perubahan warna masalah yang mungkin
cedera tusuk; fraktur Kriteria evaluasi: pada kulit. pemasangan gips/beba
terbuka; bedah perbaikan; b. Masase kulit dan penonjolan tulang. edema yang membutuh
pemasangan traksi • Integritas kulit Pertahankan tempat tidur kering dan b. Menurunkan tekanan p
pen, yang bebas
kawat, sekrup; perubahan baik dapat kerutan. Tempatkan bantalan abrasi/kerusakan kulit.
dipertahankan air/bantalan c. Mengurangi tekanan k
sensasi, sirkulasi; Ditandai
lain bawah siku/tumit sesuai indikasi.
• Penyembuhan luka c. Ubah posisi dengan sering. Dorong dan meminimalkan risi
dengan: • Tidak ada penggunaan trapeze bila mungkin. Penggunaan trapeze da
tanda-
Data Subyektif: tanda infeksi d. Kaji posisi posisi fiksasi eksternal siku/tumit.
Kolaborasi: d. Posisi yang tak tepat d
kulit/kerusakan.
- Keluhan nyeri e. Gunakan tempat tidur busa, bantal e. Karena imobilisasi bag
apung,
Data Obyektif: atau kasur udara sesuai indikasi. dari area yang sakit ole
penurunan sirkulasi.
- Luka Tertutup/ terbuka
- Fraktur

0 0
- Kerusakan lapisan kulit

0 0
Referensi :
Apley, A. Graham, (2010). Buku Ajar Orthopedi Dan Fraktur Sistem Apley Edisi ketujuh,
alih bahasa dr. Edi Nugroho, (butterwort-Heinemann Ltd.
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Berman, A., Snyder, S., and Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb’s fundamentals of nursing:
concepts, practice, and process, 10th Ed. New Jearsey: Pearson Education.
Bulecheckk, G.M., Butcer, H.K. Dochterman, J.McC., Wagner, C.M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6th Ed.). Missouri: Elsevier Mosby
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., and Murr, A. C. (2010). Nursing care plans: Guidelines
for individualizing client care across the life span. Philadelphia: F. A. Davis
Company.Black, J. M,

E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.


Femoral shaft fractures - Winquist classification. OrthopaedicsOne Articles. In:
OrthopaedicsOne - The Orthopaedic Knowledge Network. Created Apr 03, 2012 10:10.
Last modified Apr 03, 2012 14:04 ver.235. Retrieved 2017-09-27, from
http://www.orthopaedicsone.com/x/X4DtB.
Herdman, T., H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnoses Definitions and Classification,
2015-2017. 10th Edition. Oxford: Wiley Blackwell.

Hadiwijaya Satimin (2009), Anatomi Extremitas Jilid Pertama Seri Extremitas Superior,
Maret University Press, Surakarta
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking
for collaborative care. (5th Ed). St. Louis: Elseveir Saunders.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of health outcomes (5th Ed.). Missouri: Elsevier
Mosby.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit
(Penerjemah: Brahm U. Pendit). Jakarta: EGC.
Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.

Rasjad Chaeruddin, Ph. D. Prof, 2009, Ilmu Bedah Orthopedi, cetakan IV, penerbit Bintang
Lamumpatue, Makassar
Smeltzer, S. C. O., Hinkle, J. L., Cheever, K. H., and Bare, B. G. (2010). Brunner &
Suddarth's textbook of medical-surgical nursing, 12th edition. Philadelphia: Wolters

0 0
0 0

Anda mungkin juga menyukai