A. FEMUR
B. ANTEBRACHII
a. Tulang Ulna
Menurut Hartanto (2013) ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah,
terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan
bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan
disebut olecranon, struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari
atas ke bawah. Ujung proximal radius membentuk caput radii (caput radii), berbentuk
roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (fossa
articularis) yang serasi dengan caput radii. Caput radii dikelilingi oleh facies
articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan incisura
radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal
collum pada sisi medial terdapat tuberositas radii. Corpus radii di bagian tengah
membentuk margo interossea(crista interossea), margo anterior (margo volaris), dan
margo poserior. Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus
styloideus radii, dibagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis
terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius
membentuk facies articularis carpi.
b. Tulang Radius
Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari dari dua
tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek, collum, dan
tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan ulna, secara
bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika
dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada processus
styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki
kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur (Hartanto, 2013).
Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya
aterdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisuratrochlearis (incisura
semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea
humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura
trochlearis terdapat processus coronoideus, dan disebelah caudalnya terdapat
tuberositas ulnae, tempat perlekatan m.brachialis. dibagian lateral dan incisura
trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di sebelah
caudal incisura radialis terdapat crista musculisupinatoris. Corpus ulnae membentuk
facies anterior, facies poserior, faciesmedialis, margo interosseus, margo anterior dan
margo poserior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae (caput ulnae). Caput ulnae
berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapat processus styloideus
serta sulcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago
triangularis.
Daerah antebrachii dibagi menjadi dua kompartemen, anterior dan posterior :
a) Anterior : otot-otot dalam kompartemen ini dibagi menjadi lapisan superfisialis,
intermedia, dan profunda. Semua otot di kelompok superfisialis dan bagian dari
m. fleksor digitorum superfisialis keluar dari origo m. fleksor komunis di
epikondilus medialis humerus. Kecuali m. fleksor karpi ulnaris dan setengah
ulnar dari m. fleksor digitorum profunda, semua otot di kompartemen anterior
dipersarafi oleh n. Medianus atau cabang interoseus anterior.
Arteri : a. ulnaris dan cabang-cabang interoseus anteriornya (melalui a.
interosea komunis); a. radialis.
Persarafan : n. medianus dan cabang-cabang interoseus anteriornya; n. ulnaris;
ramus superfisialis n. radialis.
b) Posterior : m. brakioradialis dan m. ekstensor karpi radialis longus keluar
terpisah dari sulkus suprakondilaris lateralis humerus. Keduanya dipersarafi
oleh n. radialis. Otot-otot ekstensor lainnya terbagi menjadi lapisan superfisialis
dan profundus yang dipersarafi oleh cabang interoseus posterior n. radialis.
Otot-otot di lapisan superfisialis keluar dari origo m. ekstensor komunis di
epikondilus lateralis humerus. Otot-otot dilapisan profunda keluar dari bagian
punggung radius, ulna, dan membrana interoseus.
Arteri : a. interoseus posterior (cabang dari a. interosea komunis)
Persarafan : n. interoseus posterior (cabang dari n. radialis).
FRAKTUR
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur dibagi atas dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang
tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya
tidak intak dimana sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi
dan infeksi.
B. PROSES TERJADINYA FRAKTUR
a. Trauma langsun/direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturann pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan
lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ada "underlying disesase" dan hal ini disebut dengan fraktur patologik.
C. KLASIFIKASI
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a) Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang
terbagi menjadi dua bagian atau garis patah menyebrang dari sisi kesisi lain
serta mengenai seluruh korteks.
b) Fraktur Inkomplit
Patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyebrang,
sehingga tidak mengenai korteks (korteks masih atau dlam keadaan utuh).
2. Fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi :
a) Fraktur tertutup: yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak menonjol melalui atau menembus kulit. Derajat fraktur tertutup
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
- Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
- Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
- Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan adanya pembengkakan.
- Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman terjadinya sindroma kompartement.
b) Fraktur terbuka: yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka berpotensi untuk
terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga grade :
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstrimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang (Mulholland, 2008).
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien antara lain, yaitu :
a. Nyeri setelah terjadi trauma, hal ini di karenakan adanya spasme
(mengalami perenggangan) otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
b. Bengkak atau oedem yang muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa
yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasasi daerah di jaringan
sekitarnya.
c. Memar atau ekimosis merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
ektravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Gangguan fungsi karena ketidakstabilan tulang yang patah, nyeri atau
spasme otot.
2) Pemeriksaan Fisik
- Look (inspeksi)
Deformitas: Deformitas dapat timbul dari tulang itu sendiri atau
penarikan dan kekakuan jaringan lunak.
Sikap anggota gerak: Kebanyakan fraktur terlihat jelas, namun fraktur
satu tulang di lengan atau tungkai atau fraktur tanpa pergeseran
mungkin tidak nampak. Pembengkakan, memar dan deformitas
(penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin
terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera
terbuka
- Feel (Palpasi)
Nyeri tekan: Tanyakan pada pasien daerah mana yang terasa paling
sakit. Perhatikan ekspresi pasien sambal melakukan palpasi.
Spasme otot: Hal ini bisa terlihat dan teraba dari daerah fraktur dan
pada gerakan sederhana
Krepitasi: Krepitasi tulang dari gerakan pada daerah fraktur dapat
diraba
Pemeriksaan kulit dan jaringan lunak di atasnya: Pada fraktur akut,
terapi tergantung pada keadaan jaringan lunak yang menutupinya.
Adanya blister atau pembengkakan merupakan kontraindikasi untuk
operasi implan. Abrasi pada daerah terbuka yang lebih dari 8 jam
sejak cedera harus dianggap terinfeksi dan operasi harus ditunda
sampai luka sembuh sepenuhnya. Bebat dan elevasi menurunkan
pembengkakan dan ahli bedah harus menunggu untuk keadaan kulit
yang optimal.
Neurovaskular distal: Kondisi neurovaskular distal harus diperiksa
karena fraktur apapun dapat menyebabkan gangguan neurovaskular.
- Move (Gerakan)
Sebagai skrining cepat, gerakan aktif dari seluruh anggota gerak diuji pada
penilaian awal. Pasien dengan fraktur mungkin merasa sulit untuk bergerak
dan fraktur harus dicurigai jika ada yang nyeri yang menimbulkan
keterbatasan. Manuver yang memprovokasi nyeri sebaiknya tidak dilakukan.
Gerakan sendi yang berdekatan harus diperiksa pada malunion untuk kasus
kekakuan pascatrauma
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingat rule of twos:
Two views - Setidaknya dibutuhkan dua posisi (anteroposterior dan
lateral) yang harus diambil.
Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang
dapat fraktur dan mengalami angulasi. Angulasi tidak mungkin
terjadi kecuali tulang lainnya juga rusak, atau sendi dislokasi.
Keduanya, sendi atas dan bawah fraktur harus diambil pada film x-
ray.
Two limbs - Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat
membingungkan dengan diagnosis fraktur; foto x-ray dari
ekstremitas yang tidak terluka diperlukan untuk perbandingan.
Two injuries – Cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada
lebih dari satu level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur
penting dilakukan foto x-ray pelvis dan spine.
Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi
segera setelah cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua
minggu kemudian dapat menunjukkan adanya lesi. Contoh umum
adalah undisplaced fraktur ujung distal klavikula,
Magnetic resonance imaging (MRI) saat ini merupakan pilihan pencitraan
untuk fraktur tanpa pergeseran atau fraktur yang tidak nampak di radiografi
biasa. Bone scan atau CT scan dilakukan pada pasien yang memiliki
kontraindikasi MRI.
F. STADIUM PENYEMBUHAN
Kriteria penyembuhan fraktur menurut Rasjad (2007):
1) Klinis : ada tidaknya pergerakan antar fragmen, tidak adanya rasa sakit, adanya
konduksi yaitu adanya kontinuitas tulang
2) Radiologi : trabekula tampak melewati garis patahan dan terbentuk kalus.
BAB III
RESUME
Dari kasus diatas didapatkan kasus dengan diagnosa fraktur collum femur dan fraktur
collum radius. Merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur dan
radius.
Dari anamnesis yang telah dilakukan didapatkan pada pemeriksaan fisik, didapatkan
adanya tanda - tanda vital yang stabil dan compos mentis dengan GCS 15. Pada status
generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status lokalis baik pada kaki kiri maupun
tangan kiri, saat diinspeksi tidak ditemukan adanya edem, luka, deformitas atau perubahan
warna hal ini karena saat pemeriksan dilakukan pasien telah dipasang traksi layang. Pada
palpasi didapatkan akral hangat, nyeri tekan positif, dan CRT > 2 detik. Pada pemeriksaan
movement didapatkan adanya keterbatasan dalam gerak dikarenakan nyeri.
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
dapat atau tidaknya benjolan direposisi, atas dasar ada tidaknya hubungan disebelah kranial
melalui anulus inguinalis eksternus (lateralis).
DAFTAR PUSTAKA
2. Sjamsuhidayat, R., Wim de Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta. EGC. Hal:
523-537.
3. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of Orthopaedic and Fractures,
8th Ed. Arnold, 2001. Hal: 847-52.
4. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed. Lippincott Williams &
Wilkins, 2002. Hal: 319-28.
5. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier Saunders, 2010. Hal:
251-7.
6. Rex, C. Examination of Patient withBone and Joint Injuries; Clinical Assessment and
Examination in Orthopedics, 2nd Ed. Jaypee Brothers Medical, 2012. Hal: 17-21.
7. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition. Philadelphia; Saunder
Elsevier. 2012. p. 315-6.
9. Frassica, F dkk. Femoral Neck Fractures. 5-Minute Orthopaedic Consult, 2nd Ed.Lippincott
Williams & Wilkins, 2007.Hal: 127.