Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

A. FEMUR

Gambar 1. Anatomi Femur dan vaskularisasi


Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat
tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris ke arah craniomedial
dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur
terdiri dari sebuah caput femoris dan dua trochanter (trochanter mayor dan trochanter
minor).
Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan
proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan
trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150 - 1400 )
terhadap poros panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis
kelamin. Corpus femoris berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung
distal femur, berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan epicondylus
lateralis yang melengkung bagaikan ulir.
Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah
intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah servikal asendens dari
anastomosis arteri sirkumfleks media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum
memasuki caput femoris, serta pembuluh darah dari ligamentum teres.

Gambar 2. Anatomi ligamen Femur dan kompartemen femur


Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh darah
retinakulum mengalami robekan bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal
adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat
rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum
yang rapuh, serta hambatan dari cairan sinovial.
Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di medial melekat
pada labrum acetabuli, di lateral, ke depan melekat pada linea trochanterika femoris
dan ke belakang pada setengah permukaan posterior collum femur. Capsula ini terdiri
dari ligamentum iliofemoral, pubofemoral, dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral
adalah sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya
disebelah atas melekat ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua lengan Y
melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica. Ligament ini berfungsi
untuk mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri. Ligamentum pubofemoral
berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis, dan
apex melekat di bawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligament ini
berfungsi untuk membatasi gerak ekstensi dan abduksi. Ligamentum ischifemoral
berbentuk spiral dan melekat pada corpus ossis ischia dekat margo acetabuli dan di
bagian bawah melekat pada trochanter mayor. Ligament ini membatasi gerak ekstensi.
Daerah femur dibagi menjadi tiga kompartemen, anterior, medial dan posterior:
a) Anterior: terdiri dari otot-otot yang berfungsi sebagai fleksor pinggul dan
ekstensor lutut seperti sartorius, iliacus, psoas, pectineus dan quadriceps femoris.
Arteri utama dalam kompartemen ini adalah femoral artery, dan saraf yang
ditemukan dalam kompartemen ini adalah femoral nerve.
b) Medial: terdiri dari otot-otot yang berfungsi sebagai adduktor panggul seperti
otot gracilis, adductor longus, adductor brevis, adductor magnus dan otot
obturator eksternus. Arteri dalam kompartemen ini adalah deep femoral artery
sedangkan saraf yang ditemukan dalam kompartemen ini adalah obturator nerve.
c) Posterior: terdiri dari otot hamstring yang berfungsi untuk fleksi lutut dan
ekstensi pinggul. Mereka termasuk: biceps femoris, semitendinosus,
semimembranosus dan hamstring part of adductor magnus. Saraf yang
ditemukan dalam kompartemen ini adalah sciatic nerve.

B. ANTEBRACHII
a. Tulang Ulna

Menurut Hartanto (2013) ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah,
terletak medial dan merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan
bawah. Ulna adalah tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan
disebut olecranon, struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari
atas ke bawah. Ujung proximal radius membentuk caput radii (caput radii), berbentuk
roda, letak melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (fossa
articularis) yang serasi dengan caput radii. Caput radii dikelilingi oleh facies
articularis, yang disebut circumferentia articularis dan berhubungan dengan incisura
radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii oleh collum radii. Di sebelah caudal
collum pada sisi medial terdapat tuberositas radii. Corpus radii di bagian tengah
membentuk margo interossea(crista interossea), margo anterior (margo volaris), dan
margo poserior. Ujung distal radius melebar ke arah lateral membentuk processus
styloideus radii, dibagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada facies dorsalis
terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius
membentuk facies articularis carpi.
b. Tulang Radius

Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari dari dua
tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek, collum, dan
tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan ulna, secara
bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi empat ketika
dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada processus
styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki
kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur (Hartanto, 2013).
Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya
aterdapat pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisuratrochlearis (incisura
semiulnaris), menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea
humeri. Tonjolan di bagian dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura
trochlearis terdapat processus coronoideus, dan disebelah caudalnya terdapat
tuberositas ulnae, tempat perlekatan m.brachialis. dibagian lateral dan incisura
trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di sebelah
caudal incisura radialis terdapat crista musculisupinatoris. Corpus ulnae membentuk
facies anterior, facies poserior, faciesmedialis, margo interosseus, margo anterior dan
margo poserior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae (caput ulnae). Caput ulnae
berbentuk circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapat processus styloideus
serta sulcus m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago
triangularis.
Daerah antebrachii dibagi menjadi dua kompartemen, anterior dan posterior :
a) Anterior : otot-otot dalam kompartemen ini dibagi menjadi lapisan superfisialis,
intermedia, dan profunda. Semua otot di kelompok superfisialis dan bagian dari
m. fleksor digitorum superfisialis keluar dari origo m. fleksor komunis di
epikondilus medialis humerus. Kecuali m. fleksor karpi ulnaris dan setengah
ulnar dari m. fleksor digitorum profunda, semua otot di kompartemen anterior
dipersarafi oleh n. Medianus atau cabang interoseus anterior.
Arteri : a. ulnaris dan cabang-cabang interoseus anteriornya (melalui a.
interosea komunis); a. radialis.
Persarafan : n. medianus dan cabang-cabang interoseus anteriornya; n. ulnaris;
ramus superfisialis n. radialis.
b) Posterior : m. brakioradialis dan m. ekstensor karpi radialis longus keluar
terpisah dari sulkus suprakondilaris lateralis humerus. Keduanya dipersarafi
oleh n. radialis. Otot-otot ekstensor lainnya terbagi menjadi lapisan superfisialis
dan profundus yang dipersarafi oleh cabang interoseus posterior n. radialis.
Otot-otot di lapisan superfisialis keluar dari origo m. ekstensor komunis di
epikondilus lateralis humerus. Otot-otot dilapisan profunda keluar dari bagian
punggung radius, ulna, dan membrana interoseus.
Arteri : a. interoseus posterior (cabang dari a. interosea komunis)
Persarafan : n. interoseus posterior (cabang dari n. radialis).
FRAKTUR
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur dibagi atas dua, yaitu
fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang
tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya
tidak intak dimana sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi
dan infeksi.
B. PROSES TERJADINYA FRAKTUR
a. Trauma langsun/direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturann pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan
lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ada "underlying disesase" dan hal ini disebut dengan fraktur patologik.
C. KLASIFIKASI
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a) Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang
terbagi menjadi dua bagian atau garis patah menyebrang dari sisi kesisi lain
serta mengenai seluruh korteks.
b) Fraktur Inkomplit
Patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyebrang,
sehingga tidak mengenai korteks (korteks masih atau dlam keadaan utuh).
2. Fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi :
a) Fraktur tertutup: yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak menonjol melalui atau menembus kulit. Derajat fraktur tertutup
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
- Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
- Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
- Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan adanya pembengkakan.
- Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman terjadinya sindroma kompartement.
b) Fraktur terbuka: yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka berpotensi untuk
terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga grade :

3. Menurut jumlah garis patah


 Fraktur Kompulsif : garis patah lebih dari satu atau saling berhubungan.
 Fraktur Segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
 Fraktur Multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya.
4. Menurut bergeser atau tidaknya
 Fraktur tidak bergeser (undisplaced) : Garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser, periostelin masih utuh.
 Fraktur bergeser (displaced) : terjadinya pergeseran fragmen-fragmen fraktur.
5. Menurut sudut patahnya
 Fraktur Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkak.
 Fraktur Trasversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
 Fraktur Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
 Fraktur Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang
 Fraktur Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
 Fraktur Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam.
 Fraktur Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi (patah pada
tulang belakang)
 Fraktur Patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor ). (Acosta, 2007)

D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstrimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
 Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
 Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang (Mulholland, 2008).
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien antara lain, yaitu :
a. Nyeri setelah terjadi trauma, hal ini di karenakan adanya spasme
(mengalami perenggangan) otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
b. Bengkak atau oedem yang muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa
yang terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasasi daerah di jaringan
sekitarnya.
c. Memar atau ekimosis merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
ektravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Gangguan fungsi karena ketidakstabilan tulang yang patah, nyeri atau
spasme otot.
2) Pemeriksaan Fisik
- Look (inspeksi)
 Deformitas: Deformitas dapat timbul dari tulang itu sendiri atau
penarikan dan kekakuan jaringan lunak.
 Sikap anggota gerak: Kebanyakan fraktur terlihat jelas, namun fraktur
satu tulang di lengan atau tungkai atau fraktur tanpa pergeseran
mungkin tidak nampak. Pembengkakan, memar dan deformitas
(penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin
terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh;
kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera
terbuka
- Feel (Palpasi)
 Nyeri tekan: Tanyakan pada pasien daerah mana yang terasa paling
sakit. Perhatikan ekspresi pasien sambal melakukan palpasi.
 Spasme otot: Hal ini bisa terlihat dan teraba dari daerah fraktur dan
pada gerakan sederhana
 Krepitasi: Krepitasi tulang dari gerakan pada daerah fraktur dapat
diraba
 Pemeriksaan kulit dan jaringan lunak di atasnya: Pada fraktur akut,
terapi tergantung pada keadaan jaringan lunak yang menutupinya.
Adanya blister atau pembengkakan merupakan kontraindikasi untuk
operasi implan. Abrasi pada daerah terbuka yang lebih dari 8 jam
sejak cedera harus dianggap terinfeksi dan operasi harus ditunda
sampai luka sembuh sepenuhnya. Bebat dan elevasi menurunkan
pembengkakan dan ahli bedah harus menunggu untuk keadaan kulit
yang optimal.
 Neurovaskular distal: Kondisi neurovaskular distal harus diperiksa
karena fraktur apapun dapat menyebabkan gangguan neurovaskular.

- Move (Gerakan)
Sebagai skrining cepat, gerakan aktif dari seluruh anggota gerak diuji pada
penilaian awal. Pasien dengan fraktur mungkin merasa sulit untuk bergerak
dan fraktur harus dicurigai jika ada yang nyeri yang menimbulkan
keterbatasan. Manuver yang memprovokasi nyeri sebaiknya tidak dilakukan.
Gerakan sendi yang berdekatan harus diperiksa pada malunion untuk kasus
kekakuan pascatrauma
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingat rule of twos:
 Two views - Setidaknya dibutuhkan dua posisi (anteroposterior dan
lateral) yang harus diambil.
 Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang
dapat fraktur dan mengalami angulasi. Angulasi tidak mungkin
terjadi kecuali tulang lainnya juga rusak, atau sendi dislokasi.
Keduanya, sendi atas dan bawah fraktur harus diambil pada film x-
ray.
 Two limbs - Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat
membingungkan dengan diagnosis fraktur; foto x-ray dari
ekstremitas yang tidak terluka diperlukan untuk perbandingan.
 Two injuries – Cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada
lebih dari satu level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur
penting dilakukan foto x-ray pelvis dan spine.
 Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi
segera setelah cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua
minggu kemudian dapat menunjukkan adanya lesi. Contoh umum
adalah undisplaced fraktur ujung distal klavikula,
Magnetic resonance imaging (MRI) saat ini merupakan pilihan pencitraan
untuk fraktur tanpa pergeseran atau fraktur yang tidak nampak di radiografi
biasa. Bone scan atau CT scan dilakukan pada pasien yang memiliki
kontraindikasi MRI.

F. STADIUM PENYEMBUHAN
Kriteria penyembuhan fraktur menurut Rasjad (2007):
1) Klinis : ada tidaknya pergerakan antar fragmen, tidak adanya rasa sakit, adanya
konduksi yaitu adanya kontinuitas tulang
2) Radiologi : trabekula tampak melewati garis patahan dan terbentuk kalus.

Perkiraan penyembuhan tulang pada orang dewasa membutuhkan waktu 6-16


minggu.

Tabel 1. Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa


1. Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibirin guna melindungi tulang yang rusak dan
sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlaangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang telah mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast bergenerasi
dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi
digerakkan. Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua
sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.
Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu
dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang
panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai
empat bulan.
4. Konsolidasi
Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas
osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan
pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan
tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang baru.
Proses ini berjalan lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang beban
dengan normal.
5. Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional
pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang
kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang
kortikal kompak, khusunya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah
sempurna, muatan permukaan pada tulang tidak lagi negatif. Proses
penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar X. Imobilisasi
harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada gambaran sinar
X.
G. TERAPI
1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada fraktur dengan dislokasi fragmen
patahan yang minimal atau tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari,
cukup dilakukan dengan proteksi saja, misalnya dengan mengenakan
mitela/penyangga atau sling. Contoh kasus yang ditangani dengan cara ini
adalah fraktur iga, fraktur klavikula pada anak, dan fraktur vertebra dengan
kompresi minimal.
2. Imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan imobilisasi agar tidak
terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang
tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting
3. Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan
pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti, seperti pada patah
tulang radius distal.
4. Reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberap
minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan pada patah tulang
yang bila direposisi akan terdislokasi kembali di dalam gips, biasanya pada
fraktur yang dikelilingi oleh otot yang kuat seperti pada patah femur.
5. Reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi dari luar. Fiksasi
fragmen fraktur menggunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang,
kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam diuar
kulit. Alat ini dinamakan fiksator eksterna.
6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara
operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen direposisi
secara non operatif denga meja traksi; setelah tereposisi, dilakukan pemasangan
prostesis pada kolum femur secara operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini disebut juga
sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction internal fixation, ORIF).
Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan
ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh
sehingga pascaoperasi tidak perlu di pasang gips dan imobilisasi segera bisa
dilakukan. Kerugiannya adalah adanya resiko infeksi tulang. Oorif biasanya
dilakukan pada fraktur femur, tibia, humerus dan antebrakia.
8. Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan protesis, yang
dilakukan pada patah tulang kolum femur. Kaput femur dibuang secara operatif
lalu diganti dengan protesis. Penggunaan protesis dipilih jika fragmen kolum
femur tidak dapat disambungkan kembali, biasanya pada orang lanjut usia.
H. KOMPLIKASI
A. Komplikasi Awal
1) Nekrosis Avaskular
Nekrosis iskemik dari caput femoris terjadi pada sekitar 30 kasus dengan fraktur
pergeseran dan 10 persen pada fraktur tanpa pergeseran. Hampir tidak mungkin
untuk mendiagnosisnya pada saat fraktur baru terjadi. Perubahan pada sinar-x
mungkin tidak nampak hingga beberapa bulan bahkan tahun. Baik terjadi
penyatuan tulang maupun tidak, kolaps dari caput femoris akan menyebabkan nyeri
dan kehilangan fungsi yang progresif.
2) Perdarahan arteri
Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi atau tulang didekat arteri
mampu menghasilkan trauma arteri. Cidera ini dapatmenimbulkan pendarahan
besar pada luka terbuka atau pendarahan didalam jaringan lunak. Ckstrimitas yang
dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukkan gangguan
aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat menunjukkan adanya
trauma vaskular. Cidera ini menjadi berbahaya apabila kondisi hemodinamik
pasien tidak stabil.
3) Sindrom Kompartemen
Sindroma kompartemen dapat ditemukan pada tempat di mana otot dibatasi oleh
rongga fasia yang tertutup. Perlu diketahui bahwa kulit juga berfungsi sebagai
lapisan penahan. Kompartemen akibat edema yang timbul akibat revaskularisasi
sekunder dari ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen
yang disebabkan tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan.
4) Osteomielitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi
yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapatmasuk melalui luka fraktur terbuka,
luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak,fraktur tulang panjang, fraktur
terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur-fraktur
dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.
5) Fat Embolism Syndrome
Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktrur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi dan demam
6) Infeksi
Sistem pertahana tubuh rusak bila ada trauma di jaringan. Pada trauma ortopedi,
infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya trjadi pada
kasus terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan dalam pembedahan seperti pin dan
plat.
7) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasnaya terjadi pada
fraktur.
B. Komplikasi Lama
1) Mal Union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas
yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara menyilang.
2) Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun.
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
3) Non-Union
Fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa
infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi

BAB III
RESUME

Dari kasus diatas didapatkan kasus dengan diagnosa fraktur collum femur dan fraktur
collum radius. Merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur dan
radius.
Dari anamnesis yang telah dilakukan didapatkan pada pemeriksaan fisik, didapatkan
adanya tanda - tanda vital yang stabil dan compos mentis dengan GCS 15. Pada status
generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status lokalis baik pada kaki kiri maupun
tangan kiri, saat diinspeksi tidak ditemukan adanya edem, luka, deformitas atau perubahan
warna hal ini karena saat pemeriksan dilakukan pasien telah dipasang traksi layang. Pada
palpasi didapatkan akral hangat, nyeri tekan positif, dan CRT > 2 detik. Pada pemeriksaan
movement didapatkan adanya keterbatasan dalam gerak dikarenakan nyeri.
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
dapat atau tidaknya benjolan direposisi, atas dasar ada tidaknya hubungan disebelah kranial
melalui anulus inguinalis eksternus (lateralis).
DAFTAR PUSTAKA

1. Widjaja, H. 2007. Anatomi abdomen. Jakarta. EGC. Hal : 21-25.

2. Sjamsuhidayat, R., Wim de Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta. EGC. Hal:
523-537.

3. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of Orthopaedic and Fractures,
8th Ed. Arnold, 2001. Hal: 847-52.

4. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed. Lippincott Williams &
Wilkins, 2002. Hal: 319-28.

5. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier Saunders, 2010. Hal:
251-7.

6. Rex, C. Examination of Patient withBone and Joint Injuries; Clinical Assessment and
Examination in Orthopedics, 2nd Ed. Jaypee Brothers Medical, 2012. Hal: 17-21.

7. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition. Philadelphia; Saunder
Elsevier. 2012. p. 315-6.

8. Skinner, H. Femoral Neck Fractures. Current Essentials Orthopedics.McGraw-Hill, 2008. Hal:


37.

9. Frassica, F dkk. Femoral Neck Fractures. 5-Minute Orthopaedic Consult, 2nd Ed.Lippincott
Williams & Wilkins, 2007.Hal: 127.

Anda mungkin juga menyukai