Pada femur atau tulang paha terdiri dari bagian kepala dan leher pada bagian
proksimal dan dua condylus pada bagian distal. Kepala tulang paha akan membentuk sendi
pada pinggul. Bagian proksimal lainnya yaitu trochanter major dan trochanter minor menjadi
tempat perlekatan otot.Pada bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni
permukaan kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus.Di dekatnya terdapat bagian linea
aspera, tempat melekatnya otot biceps femoris. Salah satu fungsi penting kepala tulang paha
adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya. Pada ujung distal tulang
paha terdapat condylus yang akan membuat sendi condylar bersama lutut.Terdapat dua
condylus yakni condylus medialis dan condylus lateralis. Di antara kedua condylus terdapat
jeda yang disebut fossa intercondylaris.
c. M. Biceps femoris
Origo : Caput longum -> tuberischiodicum
Caput brevis ->linea asperae dan linea supracondylaris
lateralis femur
Insertio : Sisi lateral caput fibulae, tendonya disini terbelah oleh
ligacolateral fibulae
1.2.
Susunan Tulang
1. Matriks tulang
a. Bagian anorganik : kalsium, fosfat, bikarbonat, sitrat, magnesium,
kalium dan natrium.
b. Bagian organik : terutama terdiri atas kolagen tipe 1
2. Periosteum
Bagian luar tulang diselubungi oleh jaringan pengikat pada fibrosa yang
mengandung sedikit sel. Pembuluh darah yang terdapat di bagian
periosteum luar akan bercabang-cabang dan menembus ke bagian dalam
periosteum yang selanjutnya samapai ke dalam Canalis Volkmanni.
1.3.
Tulang
:Tulang antara fascies auricularis sacri dan fascies auricularis
ilii.
Jenis sendinya : amphiarthrosis.
Penguat sendi : ligamentum sacroiliaca anterior, interoaea, sacroiliaca
posterior, ligamentum sacrotubular, dan ligamentum sacrospinale.
b. Symphysis Pubica
Tulang
: antara tulang pubis kedua sisi.
Jenis sendi
: synchondrosis.
Penguat sendi : ligamentum pubicum superius, ligamentum arcuatum pubis
dan discus interpubica
2) Articulatio Inferioris Liberi
a. Articulatio coxae
Tulang
: Antara caput femoris dan acetabulum
Jenis sendi
: Enarthrosis spheroidea
Penguat sendi
: Terdapat tulang rawan pada facies lunata
Capsula articularis
: Membentang dari lingkar acetabulum ke linea
intertrochanterica dan crista intertrochanterica.
Gerak sendi :
Fleksi : M. Iliopsoas, M. Pectineus, M. Rectus femoris, M. Adductor
longus, M. Adductor brevis, M. Adductor magnus pars anterior tensor
fascia lata
Ekstensi : M. Gluteus maximus, M. Semitendinosus, M.
Semimembranosus, M. Biceps femoris caput longum, M. Adductor magnus
pars posterior
Abduksi : M. Gluteus medius, M. Gluteus minimus, M. Piriformis, M.
Sartorius, M. Tensor fascia lata
Adduksi : M. Adductor magnus, M. Adductor longus, M. Adductor
brevis, M. Gracilis, M. Pectineus, M. Obturator externus, M. Quadratus
femoris
Rotasi medialis
: M. Gluteus medius, M. Gluteus minimus, M. Tensor
fascia lata, M. Adductor magnus pars posterior
Rotasi lateralis
: M. Piriformis, M. Obturator internus, Mm. Gamelli,
M. Obturator externus, M. Quadratus femoris, M. Gluteus maximus dan
Mm. Adductores.
Articulatio ini dibungkus oleh capusula articularis yang terdiri dari jaringan
ikat fibrosa. Capsula articularis ini berjalan dari pinggir acetabulum Os. Coxae
menyebar ke latero-inferior mengelilingi colum femoris untuk melekat pada
linea trochanterica bagian depan dan meliputi pertengahan bagian posterior
colum femoris kira kira sebesar jari diatas crista intertrochanterica. Oleh karena
itu bagian lateral dan distal belakang colum femoris adalah diluar capsula
articularis. Sehubungan dengan itu fraktur colum femoris dapat extracapsular
dan dapat pula intracapsular.
2.1.
Klasifikasi Fraktur :
A. Berdasarkan hubungan dengan udara bebas
1. Fraktur tertutup: tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
atau bagian eksternal tubuh.
2. Fraktur terbuka: terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat, yaitu :
Deraja
t
I
II
III
Luka
Fraktur
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada yang
hilang
Klasifikasi Pauwels untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini
berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada
posisi tegak.
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
Fraktur Subtrochanter
Fraktur dimana garis patah berada 5cm distal dari trochanter minor,disebabkan oleh
trauma yang ringan. Klasifikasinya yaitu :
Klasifikasi Zickel
Klasifikasi Scinshaemer
Klasifikasi Fielding dan Magliato, yaitu :
Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter
minor
Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor
Fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Fraktur batang femur pada anak-anak disebabkan oleh jatuh waktu
bermain di rumah / di sekolah, dan diagnosanya mudah ditegakkan.
Dibagi menjadi :
Tertutup
Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila
terdapat hubungan antara tulang patah dengan
dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu :
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah).
2.2.
2.4.
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik
fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulangsehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika
patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan
jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang
dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkanhematom pada kanal medulla
antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yangmengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan
tahap awal penyembuhan tulang.Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan
peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudianmerangsang pembebasan
lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yangmensuplai
organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentukakan menekan ujung syaraf,
yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.
Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
1. Faktor ekstrinsik: gaya dari luar yang bereaksi pada tulang, tergantung dari besar
tekanan, waktu dan arah gaya tersebut dapat menyebabkan patah tulang.
2.
2.5.
Faktor intrinsik :
Beberapa sifat sifat yang penting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur:
a. kapasitas absorbsi dari energy
b. daya elastisitas
c. daya terhadap kelelahan
d. densitas/kepadatan
b. Bone scanning
Bone scan dapat membantu ketika patah stres, tumor, atau infeksi.
Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari stres tulang, tetapi
mereka memiliki kekhususan. Shin et al melaporkan bahwa scan
tulang memiliki prediksi positif 68%.Bone scan dibatasi oleh resolusi
spasial relatif kurang pada anatomi pinggul. Di masa lalu, bone scan
dianggap tidak dapat dipercaya sebelum 48-72 jam setelah patah
tulang, namun, sebuah studi oleh Pemegang et al menemukan
sensitivitas 93%, tanpa memandang waktu dari cedera.
Gambar : 17
c. MRI
Telah
terbukti akurat dalam penilaian okultisme patah
tulang dan dapat diandalkan apabila dilakukan dalam waktu 24 jam
dari cedera, namun mahal. Dengan MRI, fraktur stress biasanya
muncul sebagai garis patahan pada korteks dikelilingi oleh zona intens
edema di rongga medula. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan
McCarthy, T1-tertimbang MRI temuan yang ditemukan menjadi 100%
sensitive. MRI menunjukkan bahwa temuan yang 100% sensitif,
spesifik, dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur leher femur.
Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
2.8.
2.10.
Penderita fraktur femoris tanpa komplikasi bila mendapat tindakan fisioterapi sejak
dini dan tepat maka kapasitas fisik dan kemampuun fungsional akan kembali normal (baik).
Tetapi bisa menimbulkan keadaan yang buruk dari penyembuhan apabila terjadi komplikasi
yang menyertai dan umumnya usia lanjut.
DAFTAR PUSAKA
Arvin, Behrman Kliegman.2000.Ilmu Kesehatan Anak.Ed.ke-15.Jakarta:EGC
Cui, D. (2011). Atlas of histology: with functional and clinical correlations. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Dorland. 2008. Kamus Saku Kedokteran Ed.28. Jakarta : EGC.
Faiz,O.2004. At A Glance Series Anatomy. Jakarta: Erlangga.
Long,C.Barbara.1996. Perawatan Medikal Bedah.
Moore KL, dkk. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Ed.5 jilid 2. Jakarta : Erlangga.