Terapi umum
• Berupa menghindari aktivitas fisis yang berlebihan untuk mencegah trauma, terutama trauma kepala
dan menghindari penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit.
B : Breathing
• Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur
ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan
reservoir bag.
C : Circulation
• Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac
output.
D : Disability
• Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal
E : Exposure
• Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.
setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia
Epistaksis Posisikan pasien duduk tegang condong ke depan, posisi kepala terangkat,
tetapi tidak hiperekstensi untuk mencegah aspirasi. Lakukan penekanan
Anterior langsung dengan jari pada kedua cuping hidung ke arah septum (lokasi pleksus
Kiesselbach) selama 10-15 menit. Biasanya perdarahan akan segera berhenti,
terutama pada anak-anak. Edukasi pasien untuk tetap bernapas melalui mulut.
(Tampon
Bellocq) Jika masih terdapat perdarahan, tambahkan tampon anterior ke kavum nasi.
Kedua benang yang sudah keluar ke hidung diikat pada sebuah gulungan kain kassa di depan neres
anterior.
Seutas benang longgar yang keluar dari mulut diikat secara longgar pada pipi pasien setelah 2-3
hari, tampon ditarik keluar melalui benang ini);
Jika perdarahan berat, dapat digunakan dua kateter masing-masing di kavum nasi kanan dan kiri.
Epistaksis posterior dapat menagakibatkan perdarahan masif, bahkan hingga syok hipovolemik
bila tidak ditangani segera;
Alternatif pengganti tampon Bellocq: kateter Folley dengan balon, tampon buatan pabrik dengan
balon khusus hidung, tampon gel hemostatik, dan rujuk ke dokter spesialis THT untuk
kauterisasi/ligasi arteri dengan panduan endoskopi.
Agar epistaksis tidak terulang kembali, pasien di edukasi untuk tidak menggoyang-goyangkan atau
menggosok-gosokkan hidung dan tetap menjaga letak kepala agar lebih tinggi dari jantung.
TATALAKSANA LLA
Terapi Induksi Intensifikasi Awal
• Tujuan utama dari pengobatan kemoterapi • Setelah tercapai remisis komplit, segera
adalah untuk mencapai remisi komplit dan dilakukan terapi intensifikasi (early
menggembalikan fungsi hematopoesis yang intensification) yang bertujuan untuk
normal. Terapi induksi meningkatkan angka mengeliminasi sel leukemia residual untuk
remisi hingga mencapai 98%. Terapi ini mencegah relaps dan juga timbulnya sel
berlangsung sekitar 3-6 minggu dengan yang resisten obat. Terapi ini juga dilakukan
menggunakan 3-4 obat, yaitu glukokortikoid 6 bulan kemudian (late intensification).
(prednison/deksametason), vinkristin, L- Studi Cancer and Leukemia Group B
asparaginase dan atau antrasiklin. Sekitar menunjukkan durasi remisi dan
2% kasus pasien anak LLA yang menjalani kelangsungan hidup yang lebih baik pada
terapi induksi mengalami kegagalan pasien LLA yang mencapai remisi dan
(Roganovic, 2013). mendapat 2 kali terapi intensifikasi (early
dan late intensification) daripada pasien
yang tidak mendapat terapi intensifikasi.
Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang
berbeda diberikan tergantung protokol yang
dipakai.
Profilaksis SSP Pemeliharaan Jangka Panjang
• Profilaksis SSP sangat penting dalam terapi LLA. • Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari
Sekitar 50%-75% pasien Lla yang tidak mendapat dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3
terapi prfofilaksis ini akan mengalami relaps tahun. Pada LLA anak terapi ini memperpanjang
pada SSP. Profilaksis SSP dapat terdiri dari disease-free survival, sedangkan pada dewasa
kombinasi kemoterapi intretekal, radiasi kranial angka relaps tetap tinggi.
dan pemberian sistemik obat yang mempunyai
bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti
metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis
tinggi. Pemberian ketiga kombinasi terapi ini
ternyata tidak memberikan hasil superior,
sedangkan kemoterapi intratekal saja atau
kemoterapi sistemik dosis tinggi saja tidak
memberikan proteksi SSP yang baik. Kemoterapi
intratekal dengan radiasi kranial (antara 1800-
2400 cGy) memberikan angka relaps SSP yang
sama dengan kemoterapi intratekal + kemoterapi
sistemik dosis tinggi tanpa radiasi kranial yaitu
antara 0%-11%.