Anda di halaman 1dari 6

TATALAKSANA ITP

Terapi umum
• Berupa menghindari aktivitas fisis yang berlebihan untuk mencegah trauma, terutama trauma kepala
dan menghindari penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit.

Medikamentosa (lini pertama)


• Prednison dosis 1-1,5 mg/KgBB/hari per oral selama 2 minggu. Tanda adanya respon baik ialah
peningkatan trombosit >30.000/mm³, trombosit >50.000/mm³ stelah 10 hari terapi awal, dan terhentinya
perdarahan. Apabila berespon baik, terapi dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering off.
• Immnuglobulin intravena, guna menghambat ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi.
Diberikan dengan dosis 1g/KgBB/hari selama 2-3 hari berturut-turut. Immunoglobin digunakan bila
terjadi perdrahan interal, adanya purpura yang progresif, serta kadar trombosit <5.000/mm³ walaupun
sudah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari.
• Splenektomi. Dipertimbangkan pada pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia berat
(trombosit <10.000/mm³) setelah mendapat terapi prednison. Respon bervariasi antara 50-80%.
• Pada pasien yang tidak membaik dengan terapi standar kortikosteroid, dapat diberikan pilihan terapi
lini kedua , yaitu steroid dosis tinggi, immunoglobulin intravena dosis tinggi, anti-D intravena, alkaloid
vinka (vinkristin, vinblastin), danazol, obat imunosupresif (azatriopin, siklofosfamid), dapson, serta
golongan agonis reseptor trombopoietin/TPO (romiplastin, eletrombopag).
Survey Primer
A : Airway
• Dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas 6
harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran
atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.

B : Breathing
• Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur
ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan
reservoir bag.

C : Circulation
• Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac
output.

D : Disability
• Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal

E : Exposure
• Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.
setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia
Epistaksis Posisikan pasien duduk tegang condong ke depan, posisi kepala terangkat,
tetapi tidak hiperekstensi untuk mencegah aspirasi. Lakukan penekanan
Anterior langsung dengan jari pada kedua cuping hidung ke arah septum (lokasi pleksus
Kiesselbach) selama 10-15 menit. Biasanya perdarahan akan segera berhenti,
terutama pada anak-anak. Edukasi pasien untuk tetap bernapas melalui mulut.

Bila perdarahan masih berlangsung, pasang tampon adrenalin. Tampon


adrenalin dibuat dengan kasa steril yang diteteskan dengan epinefrin 0,5%
1;10.000 ditambah pantokain atau lidokain 2%. Masukkan tampon ke dalam
kavum nasi sebanayk 1-2 buah, biarkan selama 10-15 menit. Evaluasi kembali,
apakah perdarahan masih berlangsung. Umumnya, perdarahan berhenti setelah
10-15 menit pemasangan tampon.

Apabila epistaksis masih berlangsung dan tampak sumber perdarahan,


pertimbangkan prosedur kauterisasi dengan AgNO3 25-30% atau elektrokauter.

Jika dengan kauterisasi perdarahan tidak berhenti, atau pemberian tampon


adrenalin, pasang tampon anterior sebanyak 2-4 buah dengan pelumas vaselin
selama 2x24 jam sembari melakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari
penyebab epistaksis. Setelah 2 hari, tampon dikeluarkan untuk mencegah
infeksi hidung. Bila perdarahan belum berhenti, pasang tampon baru.
Pada perdarahan satu sisi, masukkan tampon ke lubang hidung hingga tampak orofaring, lalu tarik
Epistaksis keluar mulut. Pada ujung kateter di mulut, ikatkan dua utas benang tampon Bellocq. Tarik kembali
kateter melalui hidung hingga dua utas benang tersebut tampak dan dapat ditarik.
Posterior Dorong tampon dengan bantuan jari telunjuk agar dapat melewati palatum mole ke nasofaring.

(Tampon
Bellocq) Jika masih terdapat perdarahan, tambahkan tampon anterior ke kavum nasi.

Kedua benang yang sudah keluar ke hidung diikat pada sebuah gulungan kain kassa di depan neres
anterior.

Seutas benang longgar yang keluar dari mulut diikat secara longgar pada pipi pasien setelah 2-3
hari, tampon ditarik keluar melalui benang ini);

Jika perdarahan berat, dapat digunakan dua kateter masing-masing di kavum nasi kanan dan kiri.
Epistaksis posterior dapat menagakibatkan perdarahan masif, bahkan hingga syok hipovolemik
bila tidak ditangani segera;

Alternatif pengganti tampon Bellocq: kateter Folley dengan balon, tampon buatan pabrik dengan
balon khusus hidung, tampon gel hemostatik, dan rujuk ke dokter spesialis THT untuk
kauterisasi/ligasi arteri dengan panduan endoskopi.

Agar epistaksis tidak terulang kembali, pasien di edukasi untuk tidak menggoyang-goyangkan atau
menggosok-gosokkan hidung dan tetap menjaga letak kepala agar lebih tinggi dari jantung.
TATALAKSANA LLA
Terapi Induksi Intensifikasi Awal
• Tujuan utama dari pengobatan kemoterapi • Setelah tercapai remisis komplit, segera
adalah untuk mencapai remisi komplit dan dilakukan terapi intensifikasi (early
menggembalikan fungsi hematopoesis yang intensification) yang bertujuan untuk
normal. Terapi induksi meningkatkan angka mengeliminasi sel leukemia residual untuk
remisi hingga mencapai 98%. Terapi ini mencegah relaps dan juga timbulnya sel
berlangsung sekitar 3-6 minggu dengan yang resisten obat. Terapi ini juga dilakukan
menggunakan 3-4 obat, yaitu glukokortikoid 6 bulan kemudian (late intensification).
(prednison/deksametason), vinkristin, L- Studi Cancer and Leukemia Group B
asparaginase dan atau antrasiklin. Sekitar menunjukkan durasi remisi dan
2% kasus pasien anak LLA yang menjalani kelangsungan hidup yang lebih baik pada
terapi induksi mengalami kegagalan pasien LLA yang mencapai remisi dan
(Roganovic, 2013). mendapat 2 kali terapi intensifikasi (early
dan late intensification) daripada pasien
yang tidak mendapat terapi intensifikasi.
Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang
berbeda diberikan tergantung protokol yang
dipakai.
Profilaksis SSP Pemeliharaan Jangka Panjang
• Profilaksis SSP sangat penting dalam terapi LLA. • Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari
Sekitar 50%-75% pasien Lla yang tidak mendapat dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3
terapi prfofilaksis ini akan mengalami relaps tahun. Pada LLA anak terapi ini memperpanjang
pada SSP. Profilaksis SSP dapat terdiri dari disease-free survival, sedangkan pada dewasa
kombinasi kemoterapi intretekal, radiasi kranial angka relaps tetap tinggi.
dan pemberian sistemik obat yang mempunyai
bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti
metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis
tinggi. Pemberian ketiga kombinasi terapi ini
ternyata tidak memberikan hasil superior,
sedangkan kemoterapi intratekal saja atau
kemoterapi sistemik dosis tinggi saja tidak
memberikan proteksi SSP yang baik. Kemoterapi
intratekal dengan radiasi kranial (antara 1800-
2400 cGy) memberikan angka relaps SSP yang
sama dengan kemoterapi intratekal + kemoterapi
sistemik dosis tinggi tanpa radiasi kranial yaitu
antara 0%-11%.

Anda mungkin juga menyukai