Kelompok : A7
Ketua
: Bella Anggraini Nursahid
Sekertaris : Afifah Hanum Rozana
Anggota
: Ahmad Sibli
Adinda Fauziah Ramadhani
Chelsea Kristiniawati Putri
Farha Muftia Dini Solihah
Ira Puspita Nurina
Laras Oktaviani
M. Muchlis. Ismail. Taufik
(1102015046)
(1102015010)
(1102014007)
(1102015007)
(1102015047)
(1102014092)
(1102015101)
(1102015118)
(1102013160)
SKENARIO 3
SESAK NAFAS JANTUNG
Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang ke dokter dengan keluhan demam sejak 3 hari yang
lalu. Pasien sudah menderita penyakit jantung reumatik sejak berusia 6 tahun. Dua minggu
terakhir pasien mengalami sesak nafas berat. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area katup mital yang menjalar ke
aksila.
KATA SULIT
1. Murmur sistolik
1. - Terdapat vegetasi pada katup lalu lepas ke sirkulasi dan dapat menyebabkan thrombus
- Adanya kardiomegali sehingga jantung menekan paru-paru di mediastinum sehingga
timbul sesak nafas
2. Kardiomegali : adanya stenosis katup, tekanan ventrikel terus tinggi karena kesulitan
menerima darah sehingga ventrikel kiri mengalami hipertrofi menyebabkan
kardiomegali.
Gallop : karena adanya masalah pada katup menyebabkan darah sulit pindah ke ventrikel
menyebabkan bunyi tapal kuda.
Murmur sistolik : katupnya insufisiensi sehingga darahnya balik ke atrium yang menyebabkan
bunyi murmur.
3. - Usia (5-15 tahun)
- Keadaan gizi
- Ras kulit hitam lebih banyak dari ras kulit putih
- Jenis kelamin (perempuan lebih banyak dari laki-laki)
- Faktor genetik
4. Karena protein Streptococcus mirip dengan protein pada jantung sehingga mengganggu
pada katup mitral yang akhirnya hipertrofi jantung ke lateral dekat aksila.
5. Anamnesis : sesak nafas, nyeri dada, keluhan penyakit jantung reumatik, demam,
obat yang diminum, adanya gigi berlubang.
- Pemeriksaan fisik : Vital sign suhu meningkat, tekanan darah meningkat, nafas
lebih dari 20 kali per menit, nadi takikardi.
Inspeksi iktus kordis terlihat, ada retraksi.
Palpasi iktus kordis teraba
Perkusi batas jantung kiri bergeser kearah lateral
Auskultasi terdapat bunyi gallop dan murmur
Pemeriksaan Penunjang : darah lengkap , kultur bakteri, EKG, Ekokardiografi,
pemeriksaan C3, Foto toraks
6. Sesak nafas, nyeri dada, demam, ada bunyi gallop, murmur sistolik
7. - Darah lengkap
- Kultur bakteri
- EKG
- Foto toraks
- Ekokardiografi
- Pemeriksaan C3
8. - Disertai gagal jantung diuretic (untuk mengeluarkan cairan) dan digoksin (untuk
meningkatkan detak jantung)
- Tidak disertai gagal jantung blocker (untuk menurunkan detak jantung)
- Anti koagulan
- Profilaksis
- Kalo udah parah dilakukan valvulo plastik
HIPOTESIS
Penyakit jantung reumatik adalah suatu kondisi jantung yang mengalami kerusakan pada katup
jantung dan selaputnya berupa penyempitan dan kebocoran katup mitral. Disebabkan oleh
Streptococcus hemolyticus grup A. Dengan factor resiko usia (5-15 tahun), keadaan gizi, ras kulit
hitam lebih banyak dari ras kulit putih, jenis kelamin (perempuan lebih banyak dari laki-laki),
dan faktor genetik. Gejala yang dialami yaitu demam, nyeri dada, dan sesak nafas, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik ditemukan gallop, murmur sistolik. Pemeriksaan lanjutan yang dapat
dilakukan yaitu darah lengkap, kultur bakteri, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan C3, dan foto
toraks. Dapat ditangani dengan antikoagulan, diuretik dan digoksin bila disertai gagal jantung,
blocker bila tidak disertai gagal jantung, profilaksis, dan dilakukan valvulo plastik jika sudah
parah.
SASARAN BELAJAR
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Demam Reumatik
1.1
Definisi Demam Reumatik
1.2
Etiologi Demam Reumatik
1.3
Patofisiologi Demam Reumatik
1.4
Manifestasi Klinis Demam Reumatik
1.5
Kriteria Diagnosis Jones Demam Reumatik
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Reumatik
2.1 Definisi Penyakit Jantung Reumatik
2.2 Etiologi dan faktor resiko Penyakit Jantung Reumatik
2.3 Epidemiologi dan prevalensi Penyakit Jantung Reumatik
2.4 Patofisiologi dan gambaran morfologi Penyakit Jantung Reumatik
2.5 Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis Penyakit Jantung Reumatik
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Reumatik
2.7 Tatalaksana Penyakit Jantung Reumatik
2.8 Komplikasi Penyakit Jantung Reumatik
2.9 Pencegahan Penyakit Jantung Reumatik
2.10 Prognosis Penyakit Jantung Reumatik
Di asrama militer atau masyarakat yang terisolasi terlihat epidemi infeksi streptococcus
haemolyticus grup A selalu disertai epidemi demam rematik;
Secara epidemiologi dikenal bahwa pada suatu daerah, insidens demam rematik paralel
dengan insidens faringitis streptokokus;
Beberapa peneliti berhasil mencegah atau menurunkan insidens demam rematik dengan
mengobati faringitis streptococcus haemolyticus grup A selama 10 hari berturu-turut
dengan penisilin;
Faringitis streptococcus haemolyticus grup A pada anak yang telah pernah sembuh dari
demam rematik, agaknya mengaktifkan kembali penyakit demam rematik, betul-betul
serangan kedua dalam manifestasinya menyerupai serangan pertama;
Ada juga hipotesis yang menyatakan, bahwa demam rematik merupakan akibat
hipersensitivitas terhadap bakteri streptococcus haemolyticus grup A.
1.3 Patofisiologi Demam Reumatik
Banyak yang diketahui tentang Streptococcus beta hemolyticus group A dan banyak pula yang
diketahui tentang demam reumatik, tetapi sedikit sekali diketahui tentang apa yang
menghubungkan keduanya. Pertanyaan mengenai bagaimana rantai proses antara Streptokokus
pada tenggorok dengan demam reumatik yang mulai setelah faringitis mereda dan yang
mengenai organ dan jaringan yang jauh dari tenggorok. Satu hal telah pasti yakni streptokokus
tidak berpindah dari tenggorok ke jantung atau sendi semuanya terbukti karena organ tersebut
setelah diperiksa ternyata steril. Para ahli menyatakan bahwa kejadian demam reumatik yang
mempengaruhi beberapa organ berhubungan dengan hiperaktivitas terhadap antigen
streptokokus.
Streptokokus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel, yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, sreptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produkproduk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga sebagai akibat
kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis
tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptokokus dengan otot jantung yang
mempunyai susunan antigen yang mirip dengan antigen Streptokokus, hal ini yang menyebabkan
reaksi autoimun.
Antigen dinding sel streptokokus yang seharusnya diserang oleh antibodi, tapi antibodi salah
mengenali dan bereaksi silang dengan protein miokard. Sehingga terjadilah mekanisme inflamasi
dan aktivasi makrofag. Kemudian menimbulkan manifestasi berupa miokarditis dan atau artritis.
(Baratawidjaja&Rengganis, 2014)
1.4 Manifestasi Klinis Demam Reumatik
Selain mengenai jantung, demam rematik menimbulkan efek sistemik lain. Antara lain:
- Inflamasi dan nyeri sendimigratori (berpindah-pindah);
Tabel gejala mayor, gejala minor dan bukti riwayat infkesi streptokokus menurut kriteria Jones
Gejala Mayor
Nodul Subkutan
Karditis
Poliartritis
Chorea Sydenham
Erythema marginatum
Gejala Minor
Poliatralgia
Demam
Laboratorium : peningkatan fase akut
reaktan (LED atau hitung leukosit)
Faktor resiko
Faktor-faktor pada individu
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak lakilaki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit jantung
reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur
ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang
berumur 2-6 tahun.
5. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang
buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan
kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
*Klasifikasi Penyakit Jantung Rematik
a. Menurut perjalanan penyakit
i.
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil
yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan
dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat
infeksi saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit
jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama
demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
ii.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan
kemudian.
iii.
Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi
spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
iv.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan
gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta
beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit
jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
b. Menurut Jenis Penyakit
I.
II.
Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh
PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi
mitral (tidak dapat menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral
(tidak dapat membuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan
akan bertambah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang dapat
menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan,
stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat
III.
IV.
Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana
lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejalagejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut
termasuk gagal jantung dan kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis
aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri
melambat.
Insufisiensi katup yang berat selama fase akut dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan
bahkan kematian (1 % dari pasien).
Manifestasi kronis akibat kerusakan progresif pada katup terjadi pada 9-39 % orang
dewasa dengan penyakit jantung rematik sebelumnya. Stenosis atau kombinasi dari stenosis dan
insufisiensi berkembang 2-10 tahun setelah episode demam rematik akut, dan episode berulang
dapat menyebabkan kerusakan progresif pada katup. Kerusakan terjadi pada tingkat tepi katup,
pada katup itu sendiri, chorda tendineae, atau kombinasi dari semuanya. Karena kerusakan katup
mitral kronis dapat terjadi fibrilasi atrium atau pembentukan trombus atrium kiri dan pembesaran
atrium.
Yang terjadi di Jantung
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan
berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat
berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbulah badan-badan Aschoff yang kelak dapat
meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral
maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi
tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung.
Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering
menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi edema
dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi
vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila
menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat
mengakibatkan kebocoran katup.
Yang terjadi di organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi
fibrinoid sinovium.
Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh
sel-sel jaringan ikat, mirip badan aschoff.
Di jaringan otak
Dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan tersebut
letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada susunan saraf
pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat ditemukan pada
penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah
menunjukkan gejala korea.
Pada paru
Dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh darah dapat
terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan
proliferasi endotel. Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.
Perjalanan penyakit jantung rematik dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronis, yaitu :
1. Stadium akut, katup membengkak dan kemerahan (valvulitis) akibat adanya reaksi
inflamasi. Dapat terbentuk lesi di daun katup. Setelah inflamasi akut mereda, terbentuk
jaringan parut (hal ini yang dapat menyebabkan deformitas katup dan pada sebagian
kasus menyebabkan daun-daun katup menyatu, sehingga orifisium menyempit.
*jisim aschoff adalah nodul peradangan fokal berupa nekrosis fibrinoid dikelilingi
limfosit, makrofag besar (sel anitschkow).
gambar:aschoff
menentukan fungsi jantung. Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat
kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tidak berdiri sendiri, biasanya pankarditis.
Chorea
Didapatkan 10% dari kasus demam rematik. Dapat berupa manifestasi klinis sendiri atau
bersama dengan kardits. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau
lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4
bulan. Dapat juga ditemukan pada anak ini suatu emosi yang labil dimana anak ini suka
menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkunganya sendiri. Gerakan-gerakan tanpa disadari
akan ditemukan pada kasus ini dan anggota gerak tubuh ini biasanya unilateral dan menghilang
saat tidur.
Eritema marginatum
Ditemukan 5% dari pasien demam rematik. Dan berlangsung berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan. Tidak nyeri dan tidak gatal
Nodul subkutanius
Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan. Demam pada demam
rematik tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama pada pasien.
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Reumatik
Diagnosis pada demam rematik memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Biasanya pasien datang dengan tanda-tanda Karditis, disebabkan karena gejala-gejala poliartritis
akan sembuh dengan sempurna dalam beberapa minggu.
Anamnesis
Infeksi tenggorokan
- Apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?
Polartritis
-
Apakah ada bengkak yang terjadi tiba-tiba pada sendi-sendi besar (lutut,
pergelangan kaki atau tangan, paha,lengan, siku dan bahu) sebelumnya?
Karditis
-
Adakah sesak?
Adakah sesak yang terjadi pada posisi berbaring dan hilang pada posisi duduk?
Orthopnea
Korea
-
Eritema marginatum
-
Nodul Subkutan
-
Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di
atasnya?
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi
umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti
insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan mungkin juga
terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke
aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik
dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda
penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar
penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. Inspeksi
- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping
hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan
kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala
dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah
satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit
jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin
terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi
-Meraba denyut jantung
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul
subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi
yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar
apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit
jantung rematik.
4. Perkusi
- Mengetahui batas-batas jantung
Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita
kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. Auskultasi
-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada
penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari
insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh
insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara
jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katupkatup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan
oleh insufisiensi dari katup mitral
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus hemolitic grup A biasanya negatif
dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upaya
harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik
untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.
b. Rapid antigen detection test
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus hemolitic grup A dan
memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik. Karena
tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi sensitivitas hanya
60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam hubungannya dengan tes ini.
c. Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi antistreptococcal
berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi antistreptococcal berguna
b. Dopplerechocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan,
regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam
beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga parah
memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis
rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan
regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), disfungsi
miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung pada demam
rematik akut.
Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu untuk
intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal, dengan fusi
komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral dapat
menandakan kalsifikasi.
Gambar
4.
Diastolik
Aortahttp://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720
Insufisiensi
AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR interval
memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk
mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan
dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.
AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block ini
biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.
Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial fibrilasi
yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.
Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik akut. Tidak
ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati pada
beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin terkait dengan
peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis yang melibatkan arteri
nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang spesifik dan tidak boleh
digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit jantung rematik. Keberadaannya tidak
berkorelasi dengan perkembangan penyakit jantung rematik kronis.
Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan perkembangan
ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan demam rematik,
bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat hadir
dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.
3. Pemeriksaan histology
Badan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh limfosit,
sel plasma, dan makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah perivaskular
Gambar
5.
Badan
Aschoff
http://emedicine.medscape.com/article/1962779overview#aw2aab6b6
Badan aschoff menandai fase akut dari penyakit jantung rematik, atau karditis
rematik, yang merupakan agregat interstitial makrofag dan limfosit, dengan kolagen
nekrotik, di daerah fibrosis interstitial
Gambar
6.
Sel
Anitschkow
http://emedicine.medscape.com/article/1962779overview#aw2aab6b6
Anitschkow atau sel ulat berada di tengah badan Aschoff. Sel-sel ini tidak spesifik
untuk demam rematik tetapi terlihat dalam berbagai kondisi. Dalam Aschoff nodul, selsel Anitschkow adalah makrofag, meskipun perubahan nuklear yang sama dapat terjadi
pada miosit dan sel-sel jaringan ikat lainnya.
Diagnosis Banding
- Appendisitis
Usus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis merupakan hasil
dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti yang
dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik terjadi peradangan
mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis peradangan pada appendix.
-
Dilatasi kardiomiopati
Penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang ventrikel dan
disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV). Ventrikel kanan juga
dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy adalah penyebab paling
umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering untuk transplantasi jantung.
Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat aktivitas, sesak napas, Ortopnea
hampir sama dengan penyakit jantung rematik.
Coccidioidomycosis
Disebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley of
California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk, nyeri dada,
sesak napas, eritema.
Kawasaki disease
Penyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia dini, meskipun
memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan kematian karena
adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien yang sangat kecil.
Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan penyakit jantung rematik.
Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia dini seperti kawasaki disease.
Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid,
biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris,tidak bermigrasi, kurang
berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit
bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+)
diagnosis ke arah artritis reumatoid.
Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikelseptum defect)
dan ASD (atrium septum defect).
Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bisingpansistolik
murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IVparasternal kiri.
Antibiotik
a. Penicillin VK
Farmakodinamik : menghambat biosintesis dinding sel mucopeptida.
Bactericidal melawan organisme sensitif apabila konsentrasinya terpenuhi dan
sangat efektif selama fase multiplikasi aktif. Konsentrasi inadekuat hanya
mengakibatkan efek bakteriostatik.
Farmakokinetik : dikonsumsi pada saat perut kosong. Mengalami
metabolime hepatic. Dieksresi di urin.
Kontraindikasi : Alergi penisilin, cephalosporin atau imipenem.
Efek samping : diare, nausea, oral candidiasis, muntah, anemia.
b. Penicillin G benzathine/pencilline G procaine
Farmakodinamik : mengganggu sintesis dinding sel mucopeptide pada fase
multiplikasi aktif, bersifat bactericidal.
Farmakokinetik : Metabolisme 30% di hati.
Efek Samping : Urtikaria, serum sickness like, skin rashes.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
c. Erythromysin
Farmakodinamik : menghambat pertumbuhan bakteri dengan memblok
disosiasi peptidyl tRNA dari ribosom.
Farmakokinetik : ekskresi di feses, urin. Melewati plasenta dan air susu.
Efek Samping : Pusing, nausea, diare, rash, muntah, pruritus.
Kontraindikasi : Hepatitis, hipersensitivitas, gangguan hati.
Agen Anti-inflamasi
a. Aspirin
Regurgitasi Jantung. Kondisi ini terjadi kebocoran pada katup, yang menyebabkan
aliran darah yang abnormal tidak sesuai dengan yang semestinya.
Kerusakan pada katup atau jaringan jantung lainnya dapat menyebabkan keadaan seperti :
-
Gagal Jantung, ketidak mampuan jantung untuk memompakan darah yang cukup ke
seluruh tubuh
Struktural valve kerusakan (ini hanya menjadi perhatian bagi biologis dan katup
bioprosthetic dan kerusakan adalah waktu tergantung).
dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang menyebabkan radang pada THT tersebut.
Selain itu, dapat juga diberikan obat antiinfeksi, termasuk golongan sulfa untuk mencegah
berlanjutnya radang dan untuk mengurangikemungkinan terjadinya DR. Pengobatan
antistreptokokus dan antirematik perludilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer terhadap
terjadinya PJR akut.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi streptococcus
beta hemolitycus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan tersebutdilakukan dengan cara,
di antaranya:
a) Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A
Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosisditegakkan,
yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama 10hari. Pada
penderita yang alergi terhadap penisilin, dapat diganti dengan eritromisindengan dosis
maksimum 250 mg yang diberikan selama 10 hari.Hal ini harus tetap dilakukan
meskipun biakan usap tenggorok negatif, karenakuman masih ada dalam jumlah sedikit
di dalam jaringan faring dan tonsil.
b) Obat anti radang
Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang akutdemam
reumatik, seperti salisilat dan steroid. Kedua obat tersebut efektif untuk mengurangi
gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus lagi,salisilat
digunakan untuk demam rematik tanpa karditis dan steroid digunakan
untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endapan
darah cepat menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan
beratnya penyakit.
c) Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Padasebagian besar
kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup.Selain itu diberikan juga
makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, dan seratuntuk menghindari
konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melaluimakanan dapat diberikan
tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi.
d)
Tirah baringSemua pasien demam rematik akut harus tirah baring di rumah sakit.
Pasienharus diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung.
Karditishampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan,
sehingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.
4. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita akan
mengalami klasifikasi dari PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensimitral, stenosis aorta, dan
insufisiensi aorta.
2.10 Prognosis Penyakit Jantung Reumatik
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila
karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun perjalanan
penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic katup tidak menghilang. Prognosis akan
memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dan payah jantung akan
sembuh 30% pada tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Penyembuhan akan bertambah bila
pencegahan sekunder dilakuka secara baik. Stenosis mitral tergantung pada beratnya karditis,
sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama mempengaruhi angka kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Rengganis. 2014 . Imunologi Dasar. Ed 11. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi. Ed 3. EGC: Jakarta.
Kumar dkk. 2015. Robbins&Cotran: Pathologic Basis of Disease International Edition. 9th Ed.
Elsevier Saunders: Canada.
Syahrurrachman dkk. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa Aksara:
Jakarta.
Sudoyo A. W, Bambang Setiyohadi, Idrus, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.
Poestika Sastroamidjojo., Sarodja RM., 1998. Demam Rematik Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FKUI: Jakarta