Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN WRAP UP PBL SKENARIO 3

Sesak Nafas Jantung

Kelompok : A7
Ketua
: Bella Anggraini Nursahid
Sekertaris : Afifah Hanum Rozana
Anggota
: Ahmad Sibli
Adinda Fauziah Ramadhani
Chelsea Kristiniawati Putri
Farha Muftia Dini Solihah
Ira Puspita Nurina
Laras Oktaviani
M. Muchlis. Ismail. Taufik

(1102015046)
(1102015010)
(1102014007)
(1102015007)
(1102015047)
(1102014092)
(1102015101)
(1102015118)
(1102013160)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574
2016/2017

SKENARIO 3
SESAK NAFAS JANTUNG
Seorang laki-laki berusia 18 tahun datang ke dokter dengan keluhan demam sejak 3 hari yang
lalu. Pasien sudah menderita penyakit jantung reumatik sejak berusia 6 tahun. Dua minggu
terakhir pasien mengalami sesak nafas berat. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area katup mital yang menjalar ke
aksila.

KATA SULIT
1. Murmur sistolik

: Bunyi tambahan diantara bunyi jantung I dan II terjadi karena


turbulensi.
2. Gallop
: Kelainan bunyi jantung yang terjadi bila pengisian dari ventrikel
terhambat, yang merupakan bunyi rangkap III yang
menyerupai
bunyi tapal kuda.
3. Kardiomegali
: Keadaan anatomis, besar jantung lebih besar dari normal.
4. Penyakit jantung reumatik
: Suatu kondisi jantung yang mengalami kerusakan pada
katup
jantung dan selaputnya berupa penyempitan dan
kebocoran katup
mitral.
Disebabkan
oleh
Streptococcus hemolyticus grup A.

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Kenapa pasien mengalami sesak nafas berat?
2. Kenapa pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali, gallop, murmur sistolik?
3. Apa saja faktor resiko penyakit jantung reumatik?
4. Kenapa murmur terjadi pada katup mitral dan menjalar ke aksila?
5. Bagaimana cara diagnosis penyakit jantung reumatik?
6. Apa saja gejala penyakit jantung reumatik?
7. Apa saja pemeriksaan lanjutan pada penyakit jantung reumatik?
8. Bagaimana tatalaksana penyakit jantung reumatik?

1. - Terdapat vegetasi pada katup lalu lepas ke sirkulasi dan dapat menyebabkan thrombus
- Adanya kardiomegali sehingga jantung menekan paru-paru di mediastinum sehingga
timbul sesak nafas
2. Kardiomegali : adanya stenosis katup, tekanan ventrikel terus tinggi karena kesulitan
menerima darah sehingga ventrikel kiri mengalami hipertrofi menyebabkan
kardiomegali.
Gallop : karena adanya masalah pada katup menyebabkan darah sulit pindah ke ventrikel
menyebabkan bunyi tapal kuda.
Murmur sistolik : katupnya insufisiensi sehingga darahnya balik ke atrium yang menyebabkan
bunyi murmur.
3. - Usia (5-15 tahun)
- Keadaan gizi
- Ras kulit hitam lebih banyak dari ras kulit putih
- Jenis kelamin (perempuan lebih banyak dari laki-laki)
- Faktor genetik
4. Karena protein Streptococcus mirip dengan protein pada jantung sehingga mengganggu
pada katup mitral yang akhirnya hipertrofi jantung ke lateral dekat aksila.
5. Anamnesis : sesak nafas, nyeri dada, keluhan penyakit jantung reumatik, demam,
obat yang diminum, adanya gigi berlubang.
- Pemeriksaan fisik : Vital sign suhu meningkat, tekanan darah meningkat, nafas
lebih dari 20 kali per menit, nadi takikardi.
Inspeksi iktus kordis terlihat, ada retraksi.
Palpasi iktus kordis teraba
Perkusi batas jantung kiri bergeser kearah lateral
Auskultasi terdapat bunyi gallop dan murmur
Pemeriksaan Penunjang : darah lengkap , kultur bakteri, EKG, Ekokardiografi,
pemeriksaan C3, Foto toraks

6. Sesak nafas, nyeri dada, demam, ada bunyi gallop, murmur sistolik
7. - Darah lengkap
- Kultur bakteri
- EKG
- Foto toraks
- Ekokardiografi
- Pemeriksaan C3
8. - Disertai gagal jantung diuretic (untuk mengeluarkan cairan) dan digoksin (untuk
meningkatkan detak jantung)
- Tidak disertai gagal jantung blocker (untuk menurunkan detak jantung)
- Anti koagulan
- Profilaksis
- Kalo udah parah dilakukan valvulo plastik

HIPOTESIS
Penyakit jantung reumatik adalah suatu kondisi jantung yang mengalami kerusakan pada katup
jantung dan selaputnya berupa penyempitan dan kebocoran katup mitral. Disebabkan oleh
Streptococcus hemolyticus grup A. Dengan factor resiko usia (5-15 tahun), keadaan gizi, ras kulit
hitam lebih banyak dari ras kulit putih, jenis kelamin (perempuan lebih banyak dari laki-laki),
dan faktor genetik. Gejala yang dialami yaitu demam, nyeri dada, dan sesak nafas, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik ditemukan gallop, murmur sistolik. Pemeriksaan lanjutan yang dapat
dilakukan yaitu darah lengkap, kultur bakteri, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan C3, dan foto
toraks. Dapat ditangani dengan antikoagulan, diuretik dan digoksin bila disertai gagal jantung,
blocker bila tidak disertai gagal jantung, profilaksis, dan dilakukan valvulo plastik jika sudah
parah.

SASARAN BELAJAR
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Demam Reumatik
1.1
Definisi Demam Reumatik
1.2
Etiologi Demam Reumatik
1.3
Patofisiologi Demam Reumatik
1.4
Manifestasi Klinis Demam Reumatik
1.5
Kriteria Diagnosis Jones Demam Reumatik
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Reumatik
2.1 Definisi Penyakit Jantung Reumatik
2.2 Etiologi dan faktor resiko Penyakit Jantung Reumatik
2.3 Epidemiologi dan prevalensi Penyakit Jantung Reumatik
2.4 Patofisiologi dan gambaran morfologi Penyakit Jantung Reumatik
2.5 Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis Penyakit Jantung Reumatik
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Reumatik
2.7 Tatalaksana Penyakit Jantung Reumatik
2.8 Komplikasi Penyakit Jantung Reumatik
2.9 Pencegahan Penyakit Jantung Reumatik
2.10 Prognosis Penyakit Jantung Reumatik

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Demam Reumatik


1.1 Definisi Demam Reumatik
Demam rheuma atau rheumatic fever atau demam rematik merupakan sequelle infeksi
Streptococcus haemolyticus yang paling serius, sebab dapat mengakibatkan kerusakan pada otot
dan katup jantung.
(Syahrurrachman dkk, 2010)
Demam rematik merupakan keadaan akut yang berhubungan dengan imunologik dan penyakit
inflamasi multisistem (sistemik) yang biasanya timbul beberapa minggu setelah episode
faringitis oleh streptococcus grup A. Acute rheumatic carditis merupakan manifestasi yang
biasanya terjadi pada demam rematik aktif dan dapat berkembang seiring waktu menjadi chronic
rheumatic heart disease (RHD). Biasanya abnormalitas valvula (katup jantung) adalah
manifestasi dari RHD.
(Schoen&Mitchell dalam Robbins&Cotran, 2015)
Corwin (2009) juga sependapat, bahwa demam rematik adalah penyakit inflamasi serius yang
dapat terjadi pada individu dalam 1 4 minggu setelah infeksi tenggorok oleh bakteri
Streptococcus -haemolyticus grup A yang tidak diobati. Kondisi akut ditandai dengan demam
dan inflamasi di persendian, jantung, sistem saraf, dan kulit. Pada beberapa kasus demam
rematik dapat secara permanen mempengaruhi struktur dan fungsi jantung, terutama katup
jantung.
Demam rematik adalah jenis penyakit yang jarang terjadi, hanya menyerang 3% penderita
infeksi streptokokus yang tidak diobati. Demam rematik dapat dicegah dengan terapi antibiotik
segara. Demam rematik dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi terutama menyerang
anak usia 5 15 tahun. Kecenderungan genetik dan infeksi berulang dapat menjadikan individu
menderita penyakit ini.
(Corwin, 2009)
1.2 Etiologi Demam Reumatik
Penyebab demam rematik adalah infeksi streptococcus haemolyticus grup A. Anggapan ini
diperkuat oleh hasil penelitian sebagai berikut:
- Demam rematik terjadi pada rata-rata umur sesuai dengan rata-rata umur tersering
faringitis karena streptokokus;
-

Di asrama militer atau masyarakat yang terisolasi terlihat epidemi infeksi streptococcus
haemolyticus grup A selalu disertai epidemi demam rematik;

Secara epidemiologi dikenal bahwa pada suatu daerah, insidens demam rematik paralel
dengan insidens faringitis streptokokus;

Beberapa peneliti berhasil mencegah atau menurunkan insidens demam rematik dengan
mengobati faringitis streptococcus haemolyticus grup A selama 10 hari berturu-turut
dengan penisilin;

Anti streptosilin O, anti hyaluronidase, dan anti streptokinase yang merupakan


antibodi terhadap protein streptococcus haemolyticus grup A, naik pada 90 95%
penderita demam rematik;

Faringitis streptococcus haemolyticus grup A pada anak yang telah pernah sembuh dari
demam rematik, agaknya mengaktifkan kembali penyakit demam rematik, betul-betul
serangan kedua dalam manifestasinya menyerupai serangan pertama;

Impetigo (luka terbuka/red sores karena infeksi bakteri) streptococcus haemolyticus


grup A tidak disertai demam rematik.

Ada juga hipotesis yang menyatakan, bahwa demam rematik merupakan akibat
hipersensitivitas terhadap bakteri streptococcus haemolyticus grup A.
1.3 Patofisiologi Demam Reumatik
Banyak yang diketahui tentang Streptococcus beta hemolyticus group A dan banyak pula yang
diketahui tentang demam reumatik, tetapi sedikit sekali diketahui tentang apa yang
menghubungkan keduanya. Pertanyaan mengenai bagaimana rantai proses antara Streptokokus
pada tenggorok dengan demam reumatik yang mulai setelah faringitis mereda dan yang
mengenai organ dan jaringan yang jauh dari tenggorok. Satu hal telah pasti yakni streptokokus
tidak berpindah dari tenggorok ke jantung atau sendi semuanya terbukti karena organ tersebut
setelah diperiksa ternyata steril. Para ahli menyatakan bahwa kejadian demam reumatik yang
mempengaruhi beberapa organ berhubungan dengan hiperaktivitas terhadap antigen
streptokokus.
Streptokokus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel, yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, sreptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produkproduk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga sebagai akibat
kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis
tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap Streptokokus dengan otot jantung yang
mempunyai susunan antigen yang mirip dengan antigen Streptokokus, hal ini yang menyebabkan
reaksi autoimun.
Antigen dinding sel streptokokus yang seharusnya diserang oleh antibodi, tapi antibodi salah
mengenali dan bereaksi silang dengan protein miokard. Sehingga terjadilah mekanisme inflamasi
dan aktivasi makrofag. Kemudian menimbulkan manifestasi berupa miokarditis dan atau artritis.
(Baratawidjaja&Rengganis, 2014)
1.4 Manifestasi Klinis Demam Reumatik
Selain mengenai jantung, demam rematik menimbulkan efek sistemik lain. Antara lain:
- Inflamasi dan nyeri sendimigratori (berpindah-pindah);

Munculnya nodus-nodus kulit, dan kadang-kadang ruam;


Sistem saraf pusat dapat terserang sehingga terjadi perubahan perilaku, kecanggungan
dalam berjalan dan berbicara, dan munculnya jenis gerakan yang disebut korea yang
ditandai dengan gerakan spontan menyentak. Manifestasi sistem saraf ini biasanya
berkurang dalam beberapa minggu atau bulan.
(Corwin, 2009)

1.5 Kriteria Diagnosis Jones Demam Reumatik


Membutuhkan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kiteria minor ditambah bukti infkesi
sebelumnya.

Tabel gejala mayor, gejala minor dan bukti riwayat infkesi streptokokus menurut kriteria Jones
Gejala Mayor

Nodul Subkutan
Karditis
Poliartritis
Chorea Sydenham
Erythema marginatum

Gejala Minor

Poliatralgia
Demam
Laboratorium : peningkatan fase akut
reaktan (LED atau hitung leukosit)

Bukti Riwayat Infeksi Streptococcus (dlm 45


hari terkhir)

EKG : P-R interval memanjang


Peningkatan titer anti-streptolisin O /
antibody streptococcus lainnya
Kultur tenggorok positif
Rapid antigen test positif
Riwayat demam scarlet

LO.2. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Reumatik


2.1 Definisi Penyakit Jantung Reumatik
Kelainan jantung yang terjadi akibat demam rematik (DR), atau kelainan karditis reumatik
(Taranta A. dan Markowits, 1981).
Penyakit Jantung Rematik adalah kelainan jantung akut atau kronis yang terjadi karena hasil dari
demam rematik. Biasanya menyerang pada bagian katup dan dapat mengarah kepada kelainan
pada katup jantung yaitu penyempitan atau kerusakan pada katup secara permanen. Khasnya,
kerusakan terjadi pada katup mitral, katup aorta, atau keduanya.
Menurut WHO tahun 2001, Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah cacat jantung akibat karditis
rematik. Menurut Afif. A (2008), PJR adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa
(sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung.
Definisi lain juga mengatakan bahwa PJR adalah hasil dari DR, yang merupakan suatu kondisi
yang dapat terjadi 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada
saluran nafas bagian atas (Underwood J.C.E, 2000).
Dari sebuah jurnal mengatakan bahawa DR dan atau PJR eksaserbasi akut adalah suatu sindroma
klinik penyakit akibat infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A pada tenggorokan yang
terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis
migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum (Meador R.J. et al, 2009).
2.2 Etiologi dan faktor resiko Penyakit Jantung Reumatik
Etiologi
-

Demam rematik merupakan penyebab awal dari terjadinya Penyakit Jantung


Rematik.Demam Rematik merupakan hasil dari sepon autoimun inflamasi.
Demam rematik hanya berkembang pada anak-anak dan remaja yang mengalami
faringitis akibat infeksi Streptokokus beta hemolitik grup A dan hanya infeksi
streptokokus yang menyerang faring yang bisa menyebabkan demam reumatik.

Penurunan regulasi sel T juga mempengaruhi terjadinya penyakit jantung


reumatik dan berhubungan dengan keparahan penyakit.

Faktor resiko
Faktor-faktor pada individu
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak lakilaki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit jantung
reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur
ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang
berumur 2-6 tahun.
5. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang
buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan
kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.

Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
*Klasifikasi Penyakit Jantung Rematik
a. Menurut perjalanan penyakit
i.

Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman betaStreptococcus hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik sering didapatkan eksudat di tonsil
yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan
dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat
infeksi saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik/penyakit
jantung reumatik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama
demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

ii.

Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan
kemudian.

iii.

Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat
digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi
spesifik (gejala mayor) demam reumatik/penyakit jantung reumatik.

iv.

Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan
gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta

beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit
jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
b. Menurut Jenis Penyakit
I.

Insufisiensi Mitral (Regurgitasi Mitral)


Insufisiensi mitral merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada masa anakanak dan remaja dengan PJR kronik. Pada keadaan ini bisa juga terjadi
pemendekan katup, sehingga daun katup tidak dapat tertutup dengan sempurna.
Penutupan katup mitral yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya regurgitasi
darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama fase sistol. Pada kelainan ringan
tidak terdapat kardiomegali, karena beban volume maupun kerja jantung kiri tidak
bertambah secara bermakna. Hal ini bisa dikatakan bahwa insufisiensi mitral
merupakan klasifikasi ringan, karena tidak terdapat kardiomegali yang merupakan
salah satu gejala gagal jantung.Tanda-tanda fisik insufisiensi mitral utama
tergantung pada keparahannya. Pada penyakit ringan,tanda-tanda gagal jantung
tidak akan ada. Pada insufisiensi berat, terdapat tanda-tanda gagal jantung
kongestif kronis, meliputi kelelahan, lemah, berat badan turun, pucat.

II.

Stenosis Mitral
Stenosis mitral merupakan kelainan katup yang paling sering diakibatkan oleh
PJR. Perlekatan antar daun-daun katup, selain dapat menimbulkan insufisiensi
mitral (tidak dapat menutup sempurna) juga dapat menyebabkan stenosis mitral
(tidak dapat membuka sempurna). Ini akan menyebabkan beban jantung kanan
akan bertambah, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan yang dapat
menyebabkan gagal jantung kanan. Dengan terjadinya gagal jantung kanan,
stenosis mitral termasuk ke dalam kondisi yang berat

III.

Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta)


PJR menyebabkan sekitar 50% kasus regurgitasi aorta. Pada sebagian besar kasus
ini terdapat penyakit katup mitralis serta stenosis aorta. Regurgitasi aorta dapat
disebabkan oleh dilatasi aorta,yaitu penyakit pangkal aorta. Kelainan ini dapat
terjadi sejak awal perjalanan penyakit akibat perubahan-perubahan yang terjadi
setelah proses radang rematik pada katup aorta. Insufisiensi aorta ringan bersifat
asimtomatik. Oleh karena itu, insufisiensi aorta juga bisa dikatakan sebagai
klasifikasi PJR yang ringan. Tetapi apabila penderita PJR memiliki insufisiensi
mitral dan insufisiensi aorta, maka klasifikasi tersebut dapat dikatakan sebagai
klasifikasi PJR yang sedang. Hal ini dapat dikaitkan bahwa insufisiensi mitral dan
insufisiensi aorta memiliki peluang untuk menjadi klasifikasi berat, karena dapat
menyebabkan gagal jantung.

IV.

Stenosis aorta
Stenosis aorta adalah obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta dimana
lokasi obstruksi dapat terjadi di valvuler, supravalvuler, dan subvalvuler. Gejalagejala stenosis aorta akan dirasakan penderita setelah penyakit berjalan lanjut
termasuk gagal jantung dan kematian mendadak. Pemeriksaan fisik pada stenosis
aorta yang berat didapatkan tekanan nadi menyempit dan lonjakan denyut arteri
melambat.

2.3 Epidemiologi dan prevalensi Penyakit Jantung Reumatik


Dari 470.000 kasus DRA pertahun akan menambah jumlah kejadian PJR yang 15 juta
jiwa.Penderita PJR akan berisiko untuk kerusakan jantung akibat infeksi berulang dari DRA dan
memerlukan pencegahan.
Morbiditas akibat gagal jantung, stroke dan endocarditis sering pada penderita PJR
dengan sekitar 1.5% penderita rheumatic karditis akan meninggal pertahun 3-7.
Pada infeksi faringitis oleh streptokokus grup A 0.3% akan mengalami demam rematik,
dan 39% penderita DRA akan mengalami pankarditis yang disertai dengan insufisiensi katub
PJR diperkirakan berasal dari respon autoimun, tetapi patogenesa pastinya belum jelas.
Diseluruh dunia DRA diperkirakan terjadi pada 5-30 juta anak-anak.
Pada tahun 2001 di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar 7,6 per 100.000
penduduk. Di Utara India pada tahun 1992-1993, prevalens PJR sebesar 1,94,8 per 1.000 anak
sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masingmasing sebesar 1,2 per 1.000 anak sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah (WHO, 2001).

2.4 Patofisiologi dan gambaran morfologi Penyakit Jantung Reumatik


Penelitian-penelitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar
reaksi antigen antibody terhadap antigen Streptokokus. Salah satu antigen tersebut adalah protein
M- Streptokokus. Protein M Streptococcus memiliki mimikri molekular yang menyerupai sistem
imun tubuh, termasuk hyaluronate dalam kapsul bakteri dan polisakarida dinding sel bakteri
(mirip dengan glikoprotein di katup jantung). Antibodi antimiosin mengenali laminin (protein
matriks ekstraselular alfa helix) yaitu bagian dasar dari struktur membran katup.
Sel T yang responsif terhadap protein M Streptococcus menyerang endotel katup,
kemudian memicu reaksi autoimun melepaskan sitokin inflamasi (termasuk TNF-alpha dan IFNgamma). Karena beberapa sel yang memproduksi IL-4 hadir dalam jaringan katup, maka
peradangan berlanjut, menyebabkan lesi katup.
Penyakit jantung rematik akut sering menghasilkan pancarditis ditandai dengan
endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Endokarditis diwujudkan sebagai insufisiensi katup.
Katup mitral yang paling sering dan parah terkena (65-70 % pasien), dan katup aorta
frekuensinya lebih sedikit (25 %). Katup trikuspid hanya terkena pada 10 % pasien dan bila
terjadi hampir selalu dikaitkan dengan lesi mitral dan aorta, katup pulmonal jarang terkena.

Insufisiensi katup yang berat selama fase akut dapat menyebabkan gagal jantung kongestif dan
bahkan kematian (1 % dari pasien).
Manifestasi kronis akibat kerusakan progresif pada katup terjadi pada 9-39 % orang
dewasa dengan penyakit jantung rematik sebelumnya. Stenosis atau kombinasi dari stenosis dan
insufisiensi berkembang 2-10 tahun setelah episode demam rematik akut, dan episode berulang
dapat menyebabkan kerusakan progresif pada katup. Kerusakan terjadi pada tingkat tepi katup,
pada katup itu sendiri, chorda tendineae, atau kombinasi dari semuanya. Karena kerusakan katup
mitral kronis dapat terjadi fibrilasi atrium atau pembentukan trombus atrium kiri dan pembesaran
atrium.
Yang terjadi di Jantung
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan
berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat
berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbulah badan-badan Aschoff yang kelak dapat
meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral
maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi
tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung.
Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering
menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi edema
dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian terjadi
vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa hialin. Bila
menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat
mengakibatkan kebocoran katup.
Yang terjadi di organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi
fibrinoid sinovium.
Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh
sel-sel jaringan ikat, mirip badan aschoff.
Di jaringan otak
Dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan tersebut
letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada susunan saraf
pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat ditemukan pada
penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah
menunjukkan gejala korea.
Pada paru
Dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh darah dapat
terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan
proliferasi endotel. Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.
Perjalanan penyakit jantung rematik dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronis, yaitu :
1. Stadium akut, katup membengkak dan kemerahan (valvulitis) akibat adanya reaksi
inflamasi. Dapat terbentuk lesi di daun katup. Setelah inflamasi akut mereda, terbentuk
jaringan parut (hal ini yang dapat menyebabkan deformitas katup dan pada sebagian
kasus menyebabkan daun-daun katup menyatu, sehingga orifisium menyempit.

*jisim aschoff adalah nodul peradangan fokal berupa nekrosis fibrinoid dikelilingi
limfosit, makrofag besar (sel anitschkow).

gambar:aschoff

Gambar: sediaan jantung yang terdapat vegetasi pada katup mitral


(sumber: http://www.digitalpathology.uct.ac.za)

Gambar: penyempitan orifisium atau stenosis mitral


(sumber: http://www.digitalpathology.uct.ac.za)
2. Stadium kronik, ditandai dengan inflamasi berulang dan pembentukan jaringan parut
yang terus berlanjut. Penebalan, penyatuan dan pemendekan korda katup mitral.
(Corwin, 2009)

Morfologi dan identifikas


Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet
seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan.
Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua
atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif Streptococcus
terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 m. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak
memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair
atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau
lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi varietas
tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram negatif. Pada
perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat
berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya
saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung
hyaluronic acid dan M type specific protein.

2.5 Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis Penyakit Jantung Reumatik


DR/PJR yang kita kenal merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan kemudian menjadi suatu
penyakit DR/PJR. Adapun gejala-gejala itu adalah:
Artritis
Artritis adalah gejala major yang sering ditemukan pada demam rematik akut. Sendi yang
dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan
kaki, paha, lengan, panggul, siku, dan bahu. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang
meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan menghilang secara
perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh
sempurna. Proses migrasi arthritis ini membutuhkan 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari tangan
dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis terpetik. Bila
artritis tidak membaik dalam 24-72 jam maka diagnosis akan diragukan.
Karditis
Insiden karditis 40-50% atau berlanjut ke gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadangkadang karditis asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Endokarditis terdeteksi saat
adanya bising jantung. Katup mitrallah yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan
katup aorta. Katop aorta sendiri jarang dikenai. Adanya regrugitasi mitral ditemukan dengan
bising sistolik yang menjalar ke axilla, dan kadang-kang juga disertai bising diastolic. Dengan
EKG dua dimensi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung sedangkan dengan Dopper dapat

menentukan fungsi jantung. Miokarditis dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat
kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tidak berdiri sendiri, biasanya pankarditis.
Chorea
Didapatkan 10% dari kasus demam rematik. Dapat berupa manifestasi klinis sendiri atau
bersama dengan kardits. Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau
lebih. Lebih sering dikenai pada perempuan umur 8-12 tahun. Dan gejala ini muncul selama 3-4
bulan. Dapat juga ditemukan pada anak ini suatu emosi yang labil dimana anak ini suka
menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkunganya sendiri. Gerakan-gerakan tanpa disadari
akan ditemukan pada kasus ini dan anggota gerak tubuh ini biasanya unilateral dan menghilang
saat tidur.
Eritema marginatum
Ditemukan 5% dari pasien demam rematik. Dan berlangsung berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan. Tidak nyeri dan tidak gatal
Nodul subkutanius
Besarnya kira-kira 0,5-2 cm, bundar, terbatas, dan tidak nyeri tekan. Demam pada demam
rematik tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama pada pasien.
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Reumatik
Diagnosis pada demam rematik memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.
Biasanya pasien datang dengan tanda-tanda Karditis, disebabkan karena gejala-gejala poliartritis
akan sembuh dengan sempurna dalam beberapa minggu.
Anamnesis
Infeksi tenggorokan
- Apakah ada keluhan nyeri menelan sebelumnya?

Apakah disertai gejala batuk dan mata merah?

Adakah keluhan demam?

Adakah nyeri tekan pada kelenjar leher?

Polartritis
-

Apakah ada bengkak yang terjadi tiba-tiba pada sendi-sendi besar (lutut,
pergelangan kaki atau tangan, paha,lengan, siku dan bahu) sebelumnya?

Apakah bengkak pada sendi simetris dan berpindah? Apakah bengkak


tersebut disertai nyeri?

Karditis
-

Adakah sesak?

Apakah sesak dipengaruhi aktivitas? dipsnoe on effort

Adakah sesak pada malam hari? Paroxysmal Nocturnal Dyspnea

Adakah sesak yang terjadi pada posisi berbaring dan hilang pada posisi duduk?
Orthopnea

Adakah nyeri dada? Bagaimanakah sifat nyeri?

Adakah pembengkakan (udem)?

Korea
-

Adakah gerakan-gerakan yang tidak disadari?

Adakah kelemahan otot?

Adakah ketidakstabilan emosi?

Eritema marginatum
-

Adakah bercak kemerahan yang tidak gatal?

Apakah bercaknya seakan-akan menjauhi pusat lingkaran?

Apakah bercak berpindah-pindah?

Nodul Subkutan
-

Adakah teraba massa padat?

Apakah massa tersebut tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di
atasnya?

Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah,frekuensi pernapasan,denyut nadi,berat
badan,tinggi badan. Pemeriksaan tanda vital pada pasien ini berfungsi untuk mengetahui kondisi
umum dari pasien. Pada penderita demam jantung rematik dengan komplikasi yang parah seperti
insufisiensi mitral akan didapatkan tanda-tanda gagal jantung yaitu dispneadan mungkin juga
terjadi denyut nadi yang cepat untuk mengkompesasi kekurangan aliran darah yang masuk ke
aorta. Beberapa kelainan dari tanda vital juga akan diketemukan pada penyakit jantung rematik
dengan komplikasi yang lain. Berat badan dan tinggi badan juga merupakan suatu pertanda
penting untuk membedakan suatu penyakit jantung bawaan maupun didapat. Sebagian besar
penyakit jantung bawaan akan menunjukkan keterlambatan tumbuh kembang dari anak terserbut.
2. Inspeksi
- Memperhatikan gerakan-gerakan lain pada dindingdada
Pada pemeriksaan inspeksi perlu diperhatikan adanya sesak napas,pernapasan cuping
hidung,sianosis,pembengkakan pada sendi,melihat apakah denyut jantung terlihat di permukaan
kulit atau tidak. Adanya pernapasan cuping hidung,sianosis merupakan pertanada adanya gejala
dari gagal jantung ataupun kelainan dari pada jantung. Pembengkakan sendi merupakan salah
satu kriteria major jones sehingga patut menjadi perhatian utama untuk mendiagnosis penyakit

jantung rematik. Denyut jantung yang terlihat juga dapat terjadi karena beberapa sebab, mungkin
terjadi karena terjadi kardiomegali yang cukup besar atau anak tersebut sangat kurus.
3. Palpasi
-Meraba denyut jantung
Palpasi berguna untuk menekan sendi, dimana pada arthritis yang disebabkan oleh
demam rematik akan terjadi sakit. Palpasi juga penting untuk memeriksa nodul subkutan, nodul
subkutan pada demam jantung rematik dapat digerakan dan tidak sakit. Pemeriksaan palpasi
yang tidak kalah penting adalah menentukan ukuran dari hati. Ukuran dari hati akan membesar
apabila terjadi gagal jantung kanan yang merupakan salah satu komplikasi lanjut dari penyakit
jantung rematik.
4. Perkusi
- Mengetahui batas-batas jantung
Perkusi berguna untuk memeriksa apakah adanya perbesaran dari jantung. Pada penderita
kronis akan terjadi perbesaran jantung karena efek kompensasi.
5. Auskultasi
-Mendengarkan bunyi-bunyi jantung
Pada pemerikssaan auskultasi berguna untuk mencari suara patologis dari jantung. Pada
penderita jantung rematik biasanya ditemukan murmur holosistolik yang merupakan akibat dari
insufisiensi katup mitral dan mungkin pada penderita yang lebih lanjut disebabkan oleh
insufisiensi katup trikuspidalis. Pada pemeriksaan auskultasi juga mungkin ditemukan suara
jantung ketiga yang disebabkan keterlambatan penutupan atau percepatan penutupan dari katupkatup jantung. Yang paling sering adalah kecepatan penutupan dari katup aorta yang disebabkan
oleh insufisiensi dari katup mitral
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus hemolitic grup A biasanya negatif
dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upaya
harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik
untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.
b. Rapid antigen detection test
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus hemolitic grup A dan
memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik. Karena
tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi sensitivitas hanya
60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam hubungannya dengan tes ini.
c. Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi antistreptococcal
berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi antistreptococcal berguna

untuk mengkonfirmasikan Streptococcus hemolitic grup A. Tingkat tinggi dari


antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada pasien yang hadir dengan chorea
sebagai satu-satunya kriteria diagnostik. Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat
ditingkatkan dengan menguji beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada
interval 2 minggu untuk mendeteksi titer meningkat.
Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi
antistreptolysin titer O (ASTO), antideoxyribonuclease (DNAse) B,
antihyaluronidase, antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA. Tes
antibodi untuk komponen seluler Streptococcus hemolitic grup A termasuk
polisakarida antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi antiM.
Ketika puncak titer antistreptolysin O (2-3 minggu setelah timbulnya demam
rematik), sensitivitas tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas
yang sedikit lebih tinggi (90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau
glomerulonefritis akut. Hasil Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien demam
rematik dengan tingkat titer O antistreptolysin normal dan akan naik lebih awal dan
bertahan lebih lama dari peningkatan titer O antistreptolysin selama demam rematik.
d. Fase akut reaktan
Protein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat
inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas
rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk memantau resolusi
peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi aspirin, atau
mengidentifikasi kekambuhan penyakit.
e. Antibodi reaktif jantung
Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.
f. Uji deteksi cepat untuk D8/17
Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17 positif
pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Roentgenografi dada
Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung dapat
terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan gangguan
pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung akibat pneumonia
rematik.

b. Dopplerechocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan,
regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam
beberapa minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga parah
memiliki mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis
rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan
regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), disfungsi
miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung pada demam
rematik akut.
Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu untuk
intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal, dengan fusi
komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral dapat
menandakan kalsifikasi.

Gambar 3. Sistolik Insufisiensi Mitral http://emedicine.medscape.com/article/891897workup#a0720


Tampilan parasternal long-axis menunjukkan insufisiensi sistolik mitral dengan
pancaran khas dengan penyakit jantung rematik (pancaran biru membentang dari
ventrikel kiri ke atrium kiri). Pancaran ini biasanya diarahkan ke dinding lateral dan
posterior. (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao : aorta, RV : ventrikel kanan).

Gambar
4.
Diastolik
Aortahttp://emedicine.medscape.com/article/891897-workup#a0720

Insufisiensi

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan diastolik insufisiensi aorta memiliki


pancaran khas diamati dengan penyakit jantung rematik (pancaran merah
membentang dari aorta ke ventrikel kiri). (LV: ventrikel kiri, LA: atrium kiri, Ao:
aorta, RV: ventrikel kanan).
The World Heart Federation telah menerbitkan pedoman untuk mengidentifikasi
individu dengan penyakit rematik tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut.
Berdasarkan gambaran 2 dimensi (2D) dan pulsasi dan warna Doppler, pasien dibagi
menjadi 3 kategori: penyakit jantung rematik yang pasti, penyakit jantung rematik,
dan normal. Untuk pasien anak-anak (didefinisikan pada usia<20 tahun).
c. Jantung kateterisasi
Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada penyakit
kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi penyakit katup mitral
dan aorta.
Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan, nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi
arteri atau vena dari trombosis atau spasme. Komplikasi mungkin termasuk
insufisiensi mitral setelah dilatasi balon katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan
oklusi pembuluh darah.
d. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR interval
memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk
mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan
dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.

AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block ini
biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.

Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial fibrilasi
yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.

Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik akut. Tidak
ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati pada
beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin terkait dengan
peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis yang melibatkan arteri
nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang spesifik dan tidak boleh
digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit jantung rematik. Keberadaannya tidak
berkorelasi dengan perkembangan penyakit jantung rematik kronis.
Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan perkembangan
ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan demam rematik,
bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat hadir
dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.
3. Pemeriksaan histology
Badan Aschoff (titik perivaskular kolagen eosinophilic dikelilingi oleh limfosit,
sel plasma, dan makrofag) ditemukan dalam perikardium, daerah perivaskular

miokardium, dan endokardium. Badan Aschoff memiliki gambaran granulomatous


dengan titik fibrinoid dan akhirnya digantikan oleh nodul jaringan parut. Sel-sel
makrofag Anitschkow yang padan dalam badan Aschoff.
Dalam perikardium, eksudat fibrin dan serofibrinous dapat menghasilkan penampilan
"roti dan mentega" perikarditis.

Gambar
5.
Badan
Aschoff
http://emedicine.medscape.com/article/1962779overview#aw2aab6b6
Badan aschoff menandai fase akut dari penyakit jantung rematik, atau karditis
rematik, yang merupakan agregat interstitial makrofag dan limfosit, dengan kolagen
nekrotik, di daerah fibrosis interstitial

Gambar
6.
Sel
Anitschkow
http://emedicine.medscape.com/article/1962779overview#aw2aab6b6
Anitschkow atau sel ulat berada di tengah badan Aschoff. Sel-sel ini tidak spesifik
untuk demam rematik tetapi terlihat dalam berbagai kondisi. Dalam Aschoff nodul, selsel Anitschkow adalah makrofag, meskipun perubahan nuklear yang sama dapat terjadi
pada miosit dan sel-sel jaringan ikat lainnya.
Diagnosis Banding
- Appendisitis

Usus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis merupakan hasil
dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti yang
dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik terjadi peradangan
mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis peradangan pada appendix.
-

Dilatasi kardiomiopati
Penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang ventrikel dan
disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV). Ventrikel kanan juga
dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy adalah penyebab paling
umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering untuk transplantasi jantung.
Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat aktivitas, sesak napas, Ortopnea
hampir sama dengan penyakit jantung rematik.

Coccidioidomycosis
Disebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley of
California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk, nyeri dada,
sesak napas, eritema.

Kawasaki disease
Penyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia dini, meskipun
memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan kematian karena
adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien yang sangat kecil.
Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan penyakit jantung rematik.
Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia dini seperti kawasaki disease.

Arthritis Rheumatoid
Poliartritis pada anak-anak dibawah 3 tahun atau lebih sering pada artritis reumatoid,
biasanya terjadi secara bersamaan pada sendi-sendi, simetris,tidak bermigrasi, kurang
berespon terhadap preparat salisil dibandingkan dengan artritis pada DR. Apabila sakit
bertahan lebih dari 1 minggu meskipun sudah diberi salisil + reumatoid faktor (+)
diagnosis ke arah artritis reumatoid.

Sickel cell Anemia/ leukemia


Terjadi pada anak dibawah 6 bulan. Adanya penurunan Hb yang signifikan (< 7 g/dL).
Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Peradangan pada metatarsal dan
metakarpal. Splenomegali. Pada perjalanan yang kronis - kardiomegali. Diperlukan
pemeriksaan pada sumsum tulang.

Artritis et causa infeksi

Memerlukan kultur dan gram dari cairan sendi.


-

Karditis et causa virus


Terutama disebabkan oleh coxakie B dengan arbovirus dapatmenyebabkan miokarditis
dengan tanda-tanda kardiomegali, aritmia dan gagal jantung. Kardiomegali - bising
sistolik (MI). Tidak terdapat murmur.Perikarditis akibat virus harus dibedakan dengan
DR karena pada virusdisertai dengan valvulitis.

Keadaan mirip chorea :


a. Multiple tics: merupakan kebiasaan, berupa gerakan-gerakan repetitif.
b. Cerbral palsy: gerakannya lebih pelan dan lebih ritmik. Anamnesa:kelumpuhan
motorik yang sudah dapat terlihat semenjak awal bulan.Keterlambatan
perkembangan.
c. Post ensefalitis: perlu pemeriksaan lab lebih lanjut, etiologi yangbermacammacam. Gejala klinis berupa: kaku kuduk, letargi, sakit kepala,muntah-muntah,
photofobia, gangguan bicara, kejang, dll.

Kelainan kongenital
Kelaninan kongenital yang tersering pada anak-anak ialah VSD (ventrikelseptum defect)
dan ASD (atrium septum defect).
Adanya kesamaan pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan bisingpansistolik
murmur dengan punctum maksimum disela iga III-IVparasternal kiri.

2.7 Tatalaksana Penyakit Jantung Reumatik


Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
- Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan endokarditis pada
pasien dengan kelainan katup. jantung.
- Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi pasien
dengan alergi penisilin.
- Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.
- Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
- Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai 2 minggu,
kemudian diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.
- Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4-6
dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada perbaikan, dosis
diturunkan bertahap selama 4-6 minggu berikutnya.
- Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari
diberikan selama 2-6 minggu.

Antibiotik
a. Penicillin VK
Farmakodinamik : menghambat biosintesis dinding sel mucopeptida.
Bactericidal melawan organisme sensitif apabila konsentrasinya terpenuhi dan
sangat efektif selama fase multiplikasi aktif. Konsentrasi inadekuat hanya
mengakibatkan efek bakteriostatik.
Farmakokinetik : dikonsumsi pada saat perut kosong. Mengalami
metabolime hepatic. Dieksresi di urin.
Kontraindikasi : Alergi penisilin, cephalosporin atau imipenem.
Efek samping : diare, nausea, oral candidiasis, muntah, anemia.
b. Penicillin G benzathine/pencilline G procaine
Farmakodinamik : mengganggu sintesis dinding sel mucopeptide pada fase
multiplikasi aktif, bersifat bactericidal.
Farmakokinetik : Metabolisme 30% di hati.
Efek Samping : Urtikaria, serum sickness like, skin rashes.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
c. Erythromysin
Farmakodinamik : menghambat pertumbuhan bakteri dengan memblok
disosiasi peptidyl tRNA dari ribosom.
Farmakokinetik : ekskresi di feses, urin. Melewati plasenta dan air susu.
Efek Samping : Pusing, nausea, diare, rash, muntah, pruritus.
Kontraindikasi : Hepatitis, hipersensitivitas, gangguan hati.

Agen Anti-inflamasi
a. Aspirin

Farmakodinamik : menghambat sintesis prostaglandin dengan


siklooksigenase, menghambat agregasi platelet, memiliki antipiretik dan
aktivitas analgesik.
Farmakokinetik : Metabolisme di hati, ekskresi di urin, keringat, saliva dan
feces.
Efek Samping :angioedema, bronkospasme, GI pain,ulserasi, pendarahan,
hepatotoksik.
Kontraindikasi : hipersensitivitas aspirin atau NSAIDs.
b. Prednisone
Farmakodinamik : mengontrol atau mencegahinflamsi dengan mengontrol
tigkat sintesis protein, menekan migrasi PMNs dan fibroblas.
Farmakokinetik : metabolisme di hati, ekskresi di urin.
Efek Samping : Alergi, anafilaksis, angioedema. Bradikardi, cardiacarrest,
pembesaran jantung.
Kontraindikasi : hipersensitivitas, varicella, infeksi serius yang belum
terobati.
-

Anngiotensin converting enzyme inhibtors (ACEi)


a. Enalapril
Efek samping : hipotensi, pusing, batuk, rash.
Kontraindikasi : hipersensitivitas.
b. Captopril
Efek samping : hiperkalemia, skin rash, hipotensi, palpitasi, takikardi.
Kontraindikasi : hipersesitivitas ACEi, anuria.

Pedoman istirahat dan mobilisasi penderita demam rematik/penyakti jantung rematik


akut (Markowitz dan Gordis, 1972)
Artritis
Karditis
Karditis tanpa
Karditis +
minimal
kardiomegali kardiomegali
Tirah baring
2 minggu
3 minggu
6 minggu
3-6 bulan
Mobilisasi
2 minggu
3 minggu
6 minggu
3 bulan
bertahap di
ruangan
Mobilisasi
3 minggu
4 minggu
3 bulan
3 bulan atau
bertahap di luar
lebih
ruangan
Semua kegiatan Sesudah 6-8
Sesudah 10 Sesudah 6 bulan Bervariasi
minggu
minggu

2.8 Komplikasi Penyakit Jantung Reumatik


Kerusakan pada jantung dapat menyebabkan:
- Stenosis Katup. Menyempitkan rongga jantung, menyebabkan berkurangnya aliran
darah.

Regurgitasi Jantung. Kondisi ini terjadi kebocoran pada katup, yang menyebabkan
aliran darah yang abnormal tidak sesuai dengan yang semestinya.

Kerusakan pada otot jantung (miokardium) Inflamasi yang berhubungan dengan


demam rematik dapat memperlemah otot jantung, menyebabkan fungsi pompa menjadi
berkurang.

Kerusakan pada katup atau jaringan jantung lainnya dapat menyebabkan keadaan seperti :
-

Atrial fibrillation, denyut irregular dan kacau pada atrium

Gagal Jantung, ketidak mampuan jantung untuk memompakan darah yang cukup ke
seluruh tubuh

Komplikasi jangka panjang dari penggantian katup termasuk :


-

Struktural valve kerusakan (ini hanya menjadi perhatian bagi biologis dan katup
bioprosthetic dan kerusakan adalah waktu tergantung).

Trombosis katup (0,01-0,5% per tahun);

Tromboemboli (2-5% per tahun);

Endokarditis prostetik (0,2-1,2% per tahun);

Pendarahan besar (konvensional dikaitkan dengan antikoagulan), 1-4% per tahun;

Paravalvular kebocoran (0,1-1,5% per tahun).

2.9 Pencegahan Penyakit Jantung Reumatik


1. Pencegahan Primordial
Tahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yangsehat supaya
tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk penyakit jantung. Untuk
mengembangkan tubuh maupun jiwa serta memelihara kesehatan dankekuatan, maka
diperlukan bimbingan dan latihan supaya dapat mempergunakantubuh dan jiwa dengan baik
untuk melangsungkan hidupnya sehari-hari.Cara tersebut adalah dengan menganut suatu cara
hidup sehat yang mencakup,memakan makanan dan minuman yang menyehatkan, gerak
badan sesuai dengan pekerjaan sehari-hari dan berolahraga, usaha menghindari dan
mencegah terjadinyastres, dan memelihara lingkungan hidup yang sehat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ini ditujukan pada penderita DR. Terjadinya DR seringkalidisertai
pula dengan adanya PJR akut sekaligus. Maka usaha pencegahan primer terhadap PJR akut
sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang menderita penyakit radang oleh
streptococcus beta hemolitycus grup A pada pemeriksaan THT(telinga, hidung, tenggorokan),
di antaranya dengan melakukan pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang
THT, yang biasanya menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas badan. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang menyebabkan radang pada THT tersebut.
Selain itu, dapat juga diberikan obat antiinfeksi, termasuk golongan sulfa untuk mencegah
berlanjutnya radang dan untuk mengurangikemungkinan terjadinya DR. Pengobatan
antistreptokokus dan antirematik perludilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer terhadap
terjadinya PJR akut.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi streptococcus
beta hemolitycus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan tersebutdilakukan dengan cara,
di antaranya:
a) Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A
Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosisditegakkan,
yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama 10hari. Pada
penderita yang alergi terhadap penisilin, dapat diganti dengan eritromisindengan dosis
maksimum 250 mg yang diberikan selama 10 hari.Hal ini harus tetap dilakukan
meskipun biakan usap tenggorok negatif, karenakuman masih ada dalam jumlah sedikit
di dalam jaringan faring dan tonsil.
b) Obat anti radang
Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang akutdemam
reumatik, seperti salisilat dan steroid. Kedua obat tersebut efektif untuk mengurangi
gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus lagi,salisilat
digunakan untuk demam rematik tanpa karditis dan steroid digunakan
untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju endapan
darah cepat menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan
beratnya penyakit.
c) Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Padasebagian besar
kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup.Selain itu diberikan juga
makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, dan seratuntuk menghindari
konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melaluimakanan dapat diberikan
tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi.
d)
Tirah baringSemua pasien demam rematik akut harus tirah baring di rumah sakit.
Pasienharus diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung.
Karditishampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan,
sehingga pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.
4. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita akan
mengalami klasifikasi dari PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensimitral, stenosis aorta, dan
insufisiensi aorta.
2.10 Prognosis Penyakit Jantung Reumatik
Demam rematik tidak akan kambuh bila infeksi streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila
karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut demam rematik. Selama 5 tahun perjalanan
penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic katup tidak menghilang. Prognosis akan
memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dan payah jantung akan
sembuh 30% pada tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Penyembuhan akan bertambah bila

pencegahan sekunder dilakuka secara baik. Stenosis mitral tergantung pada beratnya karditis,
sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama mempengaruhi angka kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Rengganis. 2014 . Imunologi Dasar. Ed 11. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi. Ed 3. EGC: Jakarta.
Kumar dkk. 2015. Robbins&Cotran: Pathologic Basis of Disease International Edition. 9th Ed.
Elsevier Saunders: Canada.
Syahrurrachman dkk. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa Aksara:
Jakarta.
Sudoyo A. W, Bambang Setiyohadi, Idrus, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi IV. Badan Penerbit FKUI: Jakarta.
Poestika Sastroamidjojo., Sarodja RM., 1998. Demam Rematik Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta
Ganesja Harimurti. 1996. Demam Rematik. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FKUI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai