Anda di halaman 1dari 18

SASASARAN BELAJAR:

LO 1 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik

LI 1.1 Definisi Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.2 Epidemiologi Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.3 Etiologi Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.4 Patofisiologi Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.5 Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.7 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.8 Komplikasi Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.9 Pencegahan Penyakit Jantung Reumatik

LI 1.10 Prognosis Penyakit Jantung Reumatik

1
LO 1 Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik

LI 1.1 Definisi Penyakit Jantung Reumatik

Penyakit Jantung Rematik merupakan penyakit jantung sebagai akibat adanya sisa
(sekuele) dari demam rematik yang ditandai dengan cacatnya katup jantung. Terjadi
kerusakan pada katup jantung berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
sebagai akibat adaya gejala sisa dari demam rematik.
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik
akut atau kronik, suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A
yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu
Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

LI 1.2 Epidemiologi Penyakit Jantung Reumatik

Demam reumatik dapat ditemukan diseluruh dunia dan mengenai semua umur,
namun serangan pertama lebih sering terjadi pada usia 5-15 tahun. Jarang sekali menyerang
dibawah 5 tahun atau diatas 50 tahun.
Demam reumatik dan Penyakit jantung reumatik merupakan masalah kesehatan di
negara-negara berkembang dengan tingkat kemiskinan dan kepadatan penduduk yang tinggi.
DR dan PJR adalah penyebab utama kematian penyakit jantung untuk usia dibawah 40 tahun.
Di Ameriksa Serikat, insiden DR berkisar 0,5 – 2/100.000 penduduk.
Demam rematik masih sering didapati pada anak di Negara berkembang dan sering
mengenai anak usia 5-15 tahun. Prevalensi DR dan PJR di Negara berkembang berkisar
antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibandingkan negara
berkembang lainnya.
Dalam laporan WHO Expert Consultation, Ganeva, 29 Oktober – 1 November 2001
yang diterbitka tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara
maju dan 8,2 per 100.000 penduduk di Negara berkembang, sedangan didaerah asia tenggara
diperkirakan 7,6 per 100.000. diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 orang yang meninggal di
seluruh dunia karena penyakit tersebut.
Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang berkembang
dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada tahun 1944 diperkirakan diseluruh
dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan
memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit. Prevalensinya dinegara sedang berkembang
berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir
mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8
diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya.
Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35
persen dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan
PJR. Data yang berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan
PJR masih merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa
muda.

2
Di negara maju, insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan
sudah tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan
dibeberapa negara maju. Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan
dan akhir tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada populasi
aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini.
Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus β
hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3 persen dari penderita infeksi saluran nafas atas
terhadap Streptokokus β hemolitik grup A di barak militer pada masa epidemi yang
menderita DR dan hanya 0,4 persen didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi
infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil.
Dalam laporan WHO Expert consultation Geneva, 29 October–1 November 2001
yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara
maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk dinegara berkembang dan didaerah Asia Tenggara
diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 yang meninggal diseluruh
dunia karena penyakit tersebut.
Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years (DALYs)1 lost) akibat
PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara maju hingga 173,4 per 100.000 dinegara
berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan.
Data insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara
data yang diperoleh hanya berupa data local yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per
tahunnya cenderung menurun dinegara maju, tetapi dinegara berkembang tercatat berkisar
antara 1 di Amerika Tengah – 150 per 100.000 di Cina. Sayangnya dalam laporan WHO yang
diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan.

LI 1.3 Etiologi Penyakit Jantung Reumatik

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi
individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan
infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda
dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun
disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi Streptococcus
dikulit.

Faktor-faktor pada individu :


1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.

2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-
laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan ras


Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih.
3
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak
antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada
anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi Streptococcus
adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

5. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katup mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

Faktor-faktor lingkungan :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk


Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju,
jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat
kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan
lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam
reumatik.

2. Iklim dan geografi


Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi
daripada didataran rendah.

3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

4
LI 1.4 Patofisiologi Penyakit Jantung Rematik

Faktor Organisme
Berdasarkan evidence yang ada saat ini, demam rematik akut secara eksklusif
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas oleh bakteri Streptococcus group A.
Beberapa strain yang dikteahui dapat menyebabkan demam rematik antara lain serotype-M
(tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19, 24, 27, dan 29), namun pada daerah dengan incidence rate yang
tinggi, strain Streptococcus group A apapun dapat menyebabkan demam rematik.
Faktor Host
Kurang lebih sebanyak 3-6% populasi suseptible terkena demam rematik akut. Pada
level genetik, diketahui bahwa suseptibilitas demam rematik akut memiliki karakteristik yang
diturunkan. Temuan ini dilakukan terutama pada individu kembar monozigot. Suspetibilitas
ini kaitannya erat dengan alel dari Human Leukocyte Antigen (HLA) II. Tinginya ekspresi
beberapa alloantigen tertentu pada sel B, misalnya D8-17, ditemukan pada pasien dengan
riwayat demam rematik akut. Gen ini juga ternyata diekspresi pada keluarganya.
Respon Imun
Ketika host yang suseptibel terinfeksi streptococcus group A, reaksi autoimun dapat
terjadi, yang berujung pada perusakan jaringan tubuh normal (hal ini akibat dari cross-
reactivity antara epitop organisme bakteri dengan epitop manusia). Cross-reactive epitop ini
ada pada protein streptococcus M dan karbohidrat N-acetylglucosamine dari streptococcus
group A. Diketahui bahwa epitop tersebut secara imunologis mirip dengan beberapa antigen
yang dimiliki manusia, misalnya myosin, tropomyosin, keratin, actin, laminin, vimentin, dan
N-acetylglucosamine. Saat ini diketahui bahwa awal dari perusakan sel adalah karena adanya
antibodi cross-reactive yang menempel pada endotel valvula jantung, sehingga menyebabkan
aktifnya sel T CD4+, dan ujungnya menyebabkan inflamasi yang dimediasi oleh sel T.

Gambar : Pathway patofisiologi demam rematik dan penyakit jantung rematik (Fauci, 2012)

5
Kerusakan Jantung
Sebanyak 60% pasien demam rematik akut dapat mengalami penyakit jantung
rematik. Lapisan endokardium, miokardium, dan perikardium dapat mengalami kerusakan.
Kerusakan valvular (katup) terutama, merupakan kerusakan khas pada penyakit jantung
rematik. Katup mitral hampir selalu terserang, dan terkadang juga memengaruhi katup aorta;
meski demikian, kerusakan katup aorta tanpa adanya kerusakan katup mitral sangat jarang
terjadi. Kerusakan katup awalnya dapat menyebabkan regurgitasi. Selama beberapa tahun,
terutama apabila terjadi secara rekuren, maka dapat terjadi penebalan cuspis, perlukaan,
kalsifikasi, dan stenosis valvular. Oleh karena itu, manifestasi yang menjadi karakteristik
penyakit jantung rematik antara lain regurgitasi mitral, dan terkadang juga diikuti oleh
regurgitasi aorta. Inflamasi myokardium dapat menyebabkan perubahan jalur konduksi
listrik, yang pada EKG menyebabkan pemanjangan interval PR (AV block derajat satu,
ataupun derajat yang lebih tinggi meskipun jarang terjadi), dan mengecilnya bunyi jantung 1.

Patologi Anatomi
Protein M pada Streptococcus group A ( M1,M5,M6, dan M19 ) bereaksi silang
dengan glikoprotein pada jantung seperti miosin dan tropomiosin, dan endotelium katup.
Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-heliks koil protein
yang adalah bagian dari struktur membran katup. Katup yang paling sering terkena secara
urutan mulai dari yang tersering adalah mitral, aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam banyak
kasus katup mitral diikuti 1 atau 3 katup lainnya.
Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati endotelium
katup, dan diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal kabohidrat dengan pelepasan TNF dan
Interleukin.
Selama demam rematik akut fokal inflamasi ditemukan pada berbagai jaringan yang
terutama dapat dibedakan di dalam jantung yang disebut badan Aschoff. Badan Aschoff ini
terdiri dari fokus-fokus eosinofil yang menelan kolagen dikelilingi limfosit, terutama sel T
terkadang plasma sel dan makrofag besar yang disebut sel Anitschkow, yang merupakan
patognomonik dari demam rematik. Sel yang berbeda ini memiliki sitoplasma yang
berlimpah dan nukleisemtral bulat-panjang dimana kromatin ditengah, ramping, seperti pita
bergelombang yang disebut caterpillar cell.
Selama fase akut, inflamsi difus dan badan Aschoff dapat ditemukan pada ketiga
lapisan dari jantung, perikardium, miokardium dan endokardium yang disebut sebagai
pankarditis. Pada perikardium, inflamasi diikuti oleh eksudat fibirinous atau serofibrinous
sehingga diistilahkan perikarditis bread and butter yang biasanya akan bersih tanpa sekule.
Padamiokarditis, badan Aschoff tersebar luas pada jaringan intersitial dan sering juga
perivaskulat. Keterlibatan terus menerus endokardium dan katup sisi kiri oleh fokus-
fokusinflamasi menghasilkan nekrosis fibrinoid di dalam cuspis atau sepanjang korda
tendinae dimana terletak vegetasi kecil berukuan 1-2mm yang disebut veruka di sepanjang
garis penutupan. Proyeksi ieregular seperti kutil ini mungkin timbul dari presipitasi fibrin
pada daerah erosi, berhubungan dengan inflamasi yang terjadi dan degenrasi kolagen dan
menyebabakan gangguan kecil fungsi jantung.

6
Lesi sub endokardial, mungkin akan eksaserbasi oleh regurgitasi jets yang memulai
penebalan iregular disebut plak MacCallum biasanya pada atrium kiri. PJR kronik memiliki
karakter inflamasi akut dan subsekuen fibrosis. Dalam partikel kecil, daun katup menjadi
menebal dan retraksi menyebabkan deformitas permaen. Perubahan anatomi utama pada
katupmitral atau trikuspid adalah penebalan daun katup, fusi komisural dan pemendekan,
serta penebalan dan fusi dari korda tendinae, membentuk seperti mulut ikan (fish-
mouthdefromity) Pada penyakit kronis, katup mitral selalu abnormal, tetapi keterlibatan katup
lain seperti aorta mungkin secara klinis adalah yang paling penting.
Secara mikroskopis terdapat fibrosis difus dan sering terdapat neovaskularisasi yang
mengurangi lapisan awal dan susunan daun katup avaskular. Badan Aschoff digantikan oleh
jaringan parut fibrosis sehingga bentuk diagnostik dari lesi ini jarang ditemukan padas
pesimen jaringan autopsi dari pasien dengan PJR kronik.

Gambar 3. Gambaran patologi anatomi pasien penyakit jantung rematik akut dan kronis.
Gambar A. Mitral valvulitis reumatik akut bertumpang tindih dengan PJR kronik. Veruka
terlihat sepanjang garis- garis penutupan daun katup mitral (lihat tanda panah). Episode
valvulitis sebelumnya menyebabkan penebalan fibrous dan fusi chorda tendinae.
Gambar B. Tampilan mikroskop dari badan Aschoff pada pasien dengan karditis rematik
akut. Intersitium miokardium memiliki banyak sel inflamasi mononuklear meliputi beberapa
histiosit yang besar dengan nukleoli prominen dan histiosis binuklear prominen dan sentral
nekrosis.
Gambar C dan D mitral stenosis dengan penebalan fibrous difu dan distorsi daun katup, fusi
komisural ( lihat tanda panah) dan penebalan pemendekan korda tendinae. Dilatasi nyata dari
atrium kiri terlihat pada atrium kiri. Gambar D Katup terbuka. Adanya neovaskularisasi pada
anterior daun katup mitral (tanda panah).
Gambar E spesimen dari aorta stenosis reumatik, memperlihatkan penebalan dan distorsi dari
cusps dengan fusikomisural (Kumar, 2013)

7
LI 1.5 Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Reumatik

Pembagian stadium
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium:
1. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus
hemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak
jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisik
sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar
getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari
dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi
saluran napas bagian atas pada penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik, yang
biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung
reumatik.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali
chorea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinik
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan
dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor)
demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan
gejala apa-apa.

8
Manifestasi Klinik menurut Jones :

Manifestasi klinis mayor demam reumatik dikenal sebagai poliartritis, karditis, korea, eritema
marginatum dan nodul subkutan.

Arthritis
Arthritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada demam reumatik akut
(Majeed H.A 1992). Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya adalah
sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku dan bahu. Munculnya
tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat 12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang.
Nyeri ini akan menghilang secara perlahan lahan.
Radang sendi jarang yang menetap lebih dari satu minggu sehingga terlihat sembuh
sempurna. Proses migrasi artritis ini membutuhkan waktu 3-6 minggu. Sendi-sendi kecil jari
tangan dan kaki juga dapat dikenai. Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis
terapetik pada arthritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak membaik dalam 24-72 jam, maka
diagnosis dapat diragukan.

Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insiden 40-50 % (Majeed
HA 1992), atau berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Kadang- kadang
arthritis itu asimptomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri sendi. Karditis ini hanya bisa
mengenai endokardium saja. Endokarditis terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup
mitrallah yang terbanyak dikenai dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta
sendiri jarang dikenai. Adanya regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik yang
menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik (bising Carey
Coombs). Dengan dua dimensi ekokardiografi dapat mengevaluasi kelainan anatomi jantung
sedangkan dengan Doppler dapat menentukan fungsi jantung. (Massel, 1958). Miokarditis
dapat bersamaan dengan endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung.
Perikarditis tak akan berdiri sendiri, biasanya pankarditis.

Chorea
Keadaan ini merupakan gangguan sistem saraf pusat yang ditandai oleh gerakan tiba-
tiba, tanpa tujuan dan tidak teratur, seringkali disertai dengan kelemahan otot dan emosi yang
tidak stabil. Korea merupakan manifestasi demam reumatik yang terlambat, dan manifestasi
lainnya dapat masih ada atau tidak ada pada waktu korea ini muncul. Korea biasanya muncul
pada periode laten yang panjang (lebih dari beberapa bulan) dari infeksi streptokokus
sebelumnya dan pada waktu seluruh manifestasi demam reumatik lainnya mereda. Jika tidak
ditemukan adanya manifestasi reumatik sebelumya, kasus seperti ini disebut korea murni.
Gejala korea seringkali bertahap. Pasien mungkin tidak biasanya gelisah dan gugup dan
mengalami keulitan waktu menulis, menggambar dan melakukan pekerjaan tangan. Mereka
tersandung atau jatuh, menjatuhkan barang, dan meringis. Ketika gejala menjadi lebih berat,
gerakan spasmodik meluas ke seluruh bagia tubuh, dan kelemahan muskular menjadi
semakin nyata, yaitu pasien tidak dapat berjalan, berbicara atau bangun. Seringkali
kelemahan cukup berat sehingga merangsang paralisis.

9
Eritema Marginatum
Ruam merah muda yang lenya ini bersifat khas pada demam reumatik. Area
eritomatosa seringkali mempunyai pusat yang jelas dan tepi bulat atau serpiginosa. Eritema
ini bervariasi ukurannya dan terutama terjadi pada tubuh dan bagian proksimal ekstremitas,
tidak pernah pada wajah, eritema bersifat sementara, berpindah-pindah, tidak gatal, tidak
indurasi, dan memucat pada tekanan.

Nodul subkutanius
Nodul ini biasanya kecil, seukuran kacang polong, pembengkakan yang kurang nyeri
pada tonjolan tulang dan oleh karena itu seringkali tidak disadari oleh pasien. Kulit diatasnya
dapat bergerak bebas. Lokasi yang khas adalah tendo ekstensor dari tangan dan kaki, siku,
tepi patella, kulit kepala, diatas skapula, dan diatas processus spinosus vertebra.

Kriteria kinis minor


Ini meliputi demam, artralgia, nyeri perut, takikardi dan epistaksis, gambaran klinis
yang sering terjadi pada demam reumatik tapi juga biasa terjadi pada beberapa penyakit lain
dan oleh karena itu mempunyai nilai diagnostik minor.
Jika didukung oleh bukti bukti infeksi streptokok grup A sebelumnya, adanya dua manifestasi
mayor atau satu manifestasi mayor dan dua minor menunjukkan kemungkinan demam
reumatik akut yang tinggi.

Tabel kriteria Jones, diperbaharui 1992


Bukti-bukti pendukung
Manifestasi mayor Manifestasi minor dari infeksi Streptokok
grup A sebelumnya
Karditis Kelainan klinis Kultur tenggorokan positif
Poliartritis Artralgia atau tes antigen streptokok
Korea Demam cepat.
Eritema marginatum Kelainan laboratorium Titer antibodi streptokokus
Nodul subkutan Reaktan fase akut naik atau meninggi.
meningkat
Laju endap darah
Protein reactive-C
Interval PR memanjang
Jika didukung oleh bukti bukti infeksi streptokok grup A sebelumnya, adanya dua
manifestasi mayor atau satu manifestasi mayor dan dua minor menunjukkan
kemungkinan demam reumatik akut yang tinggi
Sumber: American Heart Association, 1992

10
LI 1.6 Diagnosis & Diagnosis Banding Penyakit Jantung Reumatik

Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk pertama
kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal sebagai kriteria
Jones. Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor yang pada dasarnya
merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik. Pada perkembangan
selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American Heart Associationdengan
menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Apabila ditemukan 2 kriteria
mayor, atau 1 kriteriam mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi
streptokokus sebelumnya, kemungkinan besar menandakan adanya demam rematik. Tanpa
didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik harus selalu
diragukan, kecuali padakasus demam rematik dengan manifestasi mayor tunggal berupa
korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang biasanya terjadi jika demam rematik baru
muncul setelah masa laten yang lama dan infeksi strepthkokus. Perlu diingat bahwa kriteria
Jones tidak bersifat mutlak, tetapi hanya sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis
demam rematik. Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
kesalahan diagnosis, baik berupa overdiagnosis maupun under diagnosis.

Kriteria Mayor :
a. Poliartritis
Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas,dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik
paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Berlangsung
beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga
dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu
yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain
mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi
(monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar
dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-
kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikanlaju endap darah, serta
harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang
tinggi.

b. Karditis
Merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan
satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase
akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung
rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan
adanya salah satu tanda berikut: bising baru, kardiomegali, perikarditis, dan gagal
jantung kongestif.

c. Korea
Ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuanyang berlangsung
cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi
tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidak-
stabilan emosi.

11
d. Eritema marginatum
khas pada demam rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di
bagian tengah tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang
dan meluas secara sentrifugal. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan
pada kasus yang berat.

e. Nodulus subkutan
Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit
diatasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini
pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.

Kriteria Minor
a. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada
kriteria objektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik inaktif yang pernah diidap seseorang penderita seringkali tidak
tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya atau bahkan tidak
terdiagnosis.

b. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradanganatau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri padaotot
atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yanglazim
terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor
apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

c. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39°C,
terutama jika terdapat karditis. merupakan pertanda infeksiyang tidak spesifik, dan
karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.

d. Peningkatan kadar reaktan fase akut


berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis
merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi
fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea
merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju
endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun
protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada
gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat
meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak
bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokusakut dapat dipertanyakan.

e. Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal


system konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada
demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik.

Diagnosis banding : Diagnosis banding lainnya adalah purpura Henoch-Schoenlein, reaksi


serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, artritis pasca infeksi, artritis septik, leukimia dan
endokarditis bakterialis subakut.

12
Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Keadaan umum anak , melihat ictus cordis pada dinding dada, memperhatikan
gerakan-gerakan lain pada dinding dada. Pada anak dengan penyakit demam reumatik
ditemukan sesak napas, batuk-batuk, pembengkakan pada ektremitas tersering bagian bawah.
Palpasi : Memastikan ictus cordis yang mungkin terlihat pada inspeksi, meraba denyut
jantung, melihat apakah kuat angkat atau tidak.
Perkusi : Mengetahui batas-batas jantung. Bila ada kardiomegali maka batas jantung akan
semakin luas.
Auskultasi : Mendengarkan bunyi-bunyi jantung. Pada kasus ada gangguan pada katup
mitral dan aorta sehingga bunyi jantung S1 dan S2 terganggu.
Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung adalah suatu prosedur yang melibatkan penusukan sebuah arteri dan atau
vena, biasanya di pangkal paha, agar kateter yang kecil, panjang, dan fleksibel dapat dituntun
memasuki jantung dan pembuluh-pembuluh besar di sekitar jantung. Alat ini bergerak
menuju ke jantung dengan bantuan fluoroskopi.
Kateterisasi intervensional adalah suatu jenis kateterisasi jantung, yakni pengobatan betul-
betul dapat dilakukan dengan menggunakan kateter khusus. Kateter-kateter khusus ini
termasuk kateter balon yang dapat membuka katup jantung atau arteri yang sempit, juga
dapat menutup kebocoran pembuluh atau lubang tertentu dalam jantung.
Agar penderita tidak tegang dan tidur, selama pemeriksaan penderita diberi obat penenang
dan penghilang nyeri, atau anestesi umum

Pemeriksaan penunjang

1. Kultur tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur Streptococcus Grup A negatif
pada fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab
kemungkinan akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi
Streptococcus dengan strain yang lain.

2. Rapid antigen test


Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki
angkaspesifitas lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%,
sehingga pemeriksaan kultur tenggorok sebaiknya dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.

3. Elektrokardiogram
Adanya pemanjangan interval P-R menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem
konduksi pada nodus atrioventrikel.

13
4. Antistreptococcal antibodiAntibodi
Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman tersebut, dengan
adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknyaantibodi ini sangat
dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada
orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak. Pemeriksaantiter ASTO memiliki
sensitivitas 80-85%.Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada
anak-anak dikatakan positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%). Antobodi
ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akutdemam rematik
atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A ditenggorokan.

5. Protein fase akut


Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein
positif; yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat
antirematik.

6. Pemeriksaan Imaging
A. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang
merupakan gejala gagal jantung.
B. Doppler-echocardiogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi
ventrikel. Pada keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase
akut, yang kemudian akan mengalami resolusi dalam beberapa minggu sampai bulan.
Pasien dengan carditis sedang sampai berat mengalami mitral dan atau aorta
regurgitasi yang menetap.

14
LI 1.7 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Reumatik

Patalaksana penyakit jantung reumatik aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :

A. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.

Status Jantung Penatalaksanaan


Tirah baring selama 2 minggu dan mobilisasi bertahap selama 2
Tanpa Karditis
minggu
Karditis tanpa Tirah baring selama 4 minggudan mobilisasi bertahap selama 4
Kardiomegali minggu
Karditis dengan Tirah baring selama 6 minggu dan mobilisasi bertahap selama 6
Kardiomegali minggu
Karditis dengan Tirah baring selama dalam keadaan gagal jantung dan mobilisasi
gagal jantung bertahap selama 3 bulan

B. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman Sterptococcus


dengan pemberian:
1) Penisilin Benzatin 600.000 U untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg
dan l,2 juta U bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan sekali. Injeksi secara
intramuskuler.
2) Penisilin oral 4 x 250 mg/hari untuk anak besar dan 4 x 125 mg/hari bila berat
badan kurang dari 20 kg diberikan selama 10 hari.
3) Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin 50
mg/kg BB/hari selama 10 hari.

C. Obat anti radang diberikan untuk menekan gejala radang akut yang timbul meskipun
adanya radang dan perjalanan penyakitnya sendiri tidak berubah. Oleh karena itu
obat anti radang sebaiknya hanya diberikan bila diagnosis telah ditegakkan.

LI 1.8 Komplikasi Penyakit Jantung Reumatik

Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah
gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis
reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark
(kematian sel jantung).

15
LI 1.9 Pencegahan Penyakit Jantung Reumatik

1. Pencegahan Primordial
Tahap pencegahan ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat
supaya tetap sehat dan terhindar dari segala macam penyakit termasuk
penyakit jantung. Untuk mengembangkan tubuh maupun jiwa serta memelihara
kesehatan dankekuatan, maka diperlukan bimbingan dan latihan supaya dapat
mempergunakantubuh dan jiwa dengan baik untuk melangsungkan hidupnya sehari-
hari. Cara tersebut adalah dengan menganut suatu cara hidup sehat yang mencakup,
memakan makanan dan minuman yang menyehatkan, gerak badan sesuai
dengan pekerjaan sehari-hari dan berolahraga, usaha menghindari dan mencegah
terjadinyastres, dan memelihara lingkungan hidup yang sehat.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ini ditujukan pada penderita DR. Terjadinya DR
seringkalidisertai pula dengan adanya PJR akut sekaligus. Maka usaha pencegahan
primer terhadap PJR akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang
menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolitycus grup A pada
pemeriksaan THT(telinga, hidung, tenggorokan), di antaranya dengan melakukan
pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang THT, yang biasanya
menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas badan. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui kuman apa yang menyebabkan radang pada THT tersebut. Selain
itu, dapat juga diberikan obat antiinfeksi, termasuk golongan sulfa untuk mencegah
berlanjutnya radang dan untuk mengurangikemungkinan terjadinya DR. Pengobatan
antistreptokokus dan antirematik perludilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer
terhadap terjadinya PJR akut.

3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi
streptococcus beta hemolitycus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan
tersebutdilakukan dengan cara, di antaranya:

a) Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A


Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah
diagnosisditegakkan, yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit
selama 10hari. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, dapat diganti dengan
eritromisindengan dosis maksimum 250 mg yang diberikan selama 10 hari.Hal ini
harus tetap dilakukan meskipun biakan usap tenggorok negatif, karenakuman masih
ada dalam jumlah sedikit di dalam jaringan faring dan tonsil.

b) Obat anti radang


Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang
akutdemam reumatik, seperti salisilat dan steroid. Kedua obat tersebut efektif
untuk mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih khusus
lagi,salisilat digunakan untuk demam rematik tanpa karditis dan steroid digunakan
untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju
endapan darah cepat menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan dengan
beratnya penyakit.

16
c) Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian
besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup. Selain itu
diberikan juga makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas, dan serat untuk
menghindari konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan
dapat diberikan tambahan berupa vitamin atau suplemen gizi.

d) Tirah baring
Semua pasien demam rematik akut harus tirah baring di rumah sakit. Pasien harus
diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir
selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, sehingga pengamatan
yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.

4. Pencegahan Tertier
Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana penderita
akan mengalami klasifikasi dari PJR, seperti stenosis mitral, insufisiensi mitral,
stenosis aorta, dan insufisiensi aorta.
LI 1.10 prognosis penyakit jantung rematik

Prognosis demam reumatik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur,
ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa
kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20%
penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun. Kira-kira 75% pasien
dengan demam reumatik akut sembuh kembali setelah 6 minggu, dan kurang dari 5 % tetap
memiliki gejala korea atau karditis yang tidak diketahui lebih dari 6 bulan setelah pengobatan
rutin.

17
Daftar Pustaka

Brooks, G.F (2007). Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology (24th ed.). New
York: McGraw-Hill Medical.

Fauci, A. (2012). Harrisons Principles of Internal Medicine Self – Assessment and Board
Review 18th Edition. New York: McGraw-Hill Professional

Kumar, V. (2013). Robbins basic pathology (9th ed.). Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders.

Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta : FKUI, 2002. 599-613.

Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar lmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing

18

Anda mungkin juga menyukai