Anda di halaman 1dari 12

LI.

1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TRAUMA URETRA


LO.1.1 DEFINISI
Trauma uretra dapat mempengaruhi dua bagian yang berbeda dari uretra. Trauma uretra anterior biasanya
merupakan hasil dari cedera straddle. Trauma ini terjadi ketika seseorang menopang cedera dari pukulan
tajam ke perineum sejak uretra terletak di dekat kulit di daerah ini. Cedera ini dapat terjadi, misalnya, ketika
seorang anak paksa melintasi kursi sepeda atau bar atau pagar. Trauma uretra anterior dapat menyebabkan
jaringan parut disebut striktur uretra, jaringan parut yang dapat memperlambat atau memblokir aliran urin
dari penis.
Trauma uretra posterior hampir selalu terjadi sebagai akibat dari cedera parah seperti patah tulang panggul
berikut kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian yang signifikan. Pada laki-laki, trauma uretra posterior
dapat menyebabkan uretra yang benar-benar robek tepat di bawah prostat. Ini luka parah juga dapat
menyebabkan jaringan parut yang memperlambat atau menghambat aliran normal urin. Untuk perempuan,
cedera uretra yang langka dan hampir selalu terkait dengan patah tulang panggul atau luka, air mata, atau
trauma langsung ke daerah vagina.
Cedera yang menyebabkan kerusakan yang signifikan pada uretra dapat menyebabkan striktur kemih atau
penghalang. Akibatnya, seseorang mungkin mengalami berbagai gejala, termasuk:

Lemah atau lambat aliran urine


Dribbling
Frekuensi kencing
Urgensi untuk buang air kecil
Nokturia, suatu kondisi di mana seseorang harus sering buang air kecil pada malam hari yang
Retensi urin

LO.1.2 EPIDEMIOLOGI
Posterior uretra cedera paling sering dikaitkan dengan patah tulang panggul,dengan insidens 5% 10%. Dengan rata-rata 20 patah
tulang panggul per100.000 penduduk, cedera ini tidak biasa. [1] anterior uretra cedera kurangsering didig
nosis emergently; dengan
demikian, insiden sebenarnya sulit untukmenentukan. Namun, banyak orang dengan yg berhubungan dgn
bengkakstriktur saluran
kencing ingat cedera tumpul n.perineum Pendahuluan ataumengangkang cedera, membuat frekuensi bena
r anterior cedera uretra yangjauh lebihtinggi. Menembus cedera uretra langka, dengan pusat utama trauma
pelaporan hanya sedikit per tahun.
LO.1.3 ETIOLOGI
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar.
Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra.
Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan ruptur uretra
pars membranasea.

Trauma tumpul pada selangkangan/straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pars
bulbosa
Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra
karena false route/salah jalan.

LO.1.4 KLASIFIKASI

Trauma urethra biasanya terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita. Sering ada hubungan dengan
fraktur pelvis dan straddle injury. Urethra pria terdapat dua bagian yaitu:
a. Anterior, terdiri dari: urethra pars glanularis, pars pendulans dan pars bulbosa
b. Posterior, terdiri dari pars membranacea dan pars prostatika
Berdasarkan anatomi ruptur urethra dibagi atas:
a. Ruptur urethra posterior yang terletak proksimal diafragma urogenital
b. Ruptur urethra anterior yang terletak distal diafragma urogenital
Derajat cedera urtera dibagi dalam 3 jenis :
Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Pada foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak
memanjang.
Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma
urogenital masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih
terbatas di atas diafragma urogenitalis.
Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.
Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga dibawah diafragma
urogenital dampai ke perineum.

tipe I: peregangan posterior uretra akibat gangguan ligamen puboprostatic, meskipun uretra
yang utuh

Jenis II: cedera uretra posterior atas diafragma urogenital

Jenis III: cedera uretra membran, memperluas ke proksimal uretra bulat (yaitu dengan laserasi
diafragma urogenital)

Jenis IV: kandung kemih cedera dasar yang melibatkan leher kandung kemih memperluas ke
uretra proksimal
o

sfingter internal yang terluka, maka potensi untuk inkontinensia

Jenis IVa: cedera dasar kandung kemih, tidak melibatkan leher kandung kemih (tidak dapat
dibedakan dari tipe IV radiologis)

Jenis V: cedera uretra anterior (terisolasi)

http://radiopaedia.org/articles/goldman-classification-of-urethral-injuries
LI.2 MM TRAUMA URETRA ANTERIOR
LO.2.1 DEFINISI
Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle injury
(cedera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan
urerta yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, rupture parsial, atau rupture total dinding uretra
LO.2.2 ETIOLOGI
Trauma uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada pelvis dan uretra.
Secara klasik, trauma uretra anterior disebabkan oleh straddle injury atau tendangan atau pukulan pada
daerah perineum, dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis dan benda tumpul. Straddle
injury dapat menyebabkan laserasi atau kontusio dari uretra. Trauma tembus uretra (luka tembak atau luka
tusuk) dapat juga menyebabkan trauma uretra anterior. Penyebab lain dari trauma uretra anterior adalah
trauma penis yang berat, trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuknya benda asing. Instrumentasi
atau iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial. Trauma tumpul uretra anterior paling sering terjadi
pada pukulan ke segmen bulbar seperti terjadi ketika mengangkangi suatu objek atau dari serangan
langsung atau tendangan ke perineum
LO.2.3 MANIFESTASI
Pada rupture uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan skrotum.
Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi reptur
uretra total penderita mengeluh tidak bias buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian
bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan ditemukan kandung kemih yang penuh.

LO.2.4 PATOFISIOLOGI
Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tetapi
masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika
fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat
menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran
seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.

Trauma uretra anterior paling sering terjadi karena pukulan benda tumpul ke perineum yang
menyebabkan rusaknya jaringan uretra. Luka-luka awal sering diabaikan oleh pasien dan pada akhirnya
trauma uretra anterior tersebut dapat memberikan manifestasi klinis beberapa tahun kemudian sebagai
striktur yang merupakan hasil penyempitan dari jaringan parut yang disebabkan oleh iskemia pada tempat
trauma.
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan trauma uretra anterior. Trauma tumpul adalah
diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars bulbosa paling sering (85%), karena fiksasi
uretra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis, tidak seperti uretra pars pendulosa yang mobile. Trauma
tumpul pada uretra pars bulbosa biasanya disebabkan oleh straddle injury atau trauma pada daerah
perineum. Uretra pars bulbosa terjepit diantara ramus inferior pubis dan benda tumpul, menyebabkan
memar atau laserasi pada uretra
Tidak seperti trauma pada uretra pars prostatomembranous, Trauma tumpul uretra anterior jarang
berhubungan dengan trauma organ lainnya. Kenyataannya, straddle injury menimbulkan cedera cukup
ringan, membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat kejadian. Pasien biasanya datang dengan
striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun.
Cedera uretra anterior dapat juga berhubungan dengan trauma penis (10% - 20% dari kasus).
Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan intim, dimana penis yang
sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita, menyebabkan robeknya tunika albuginea.Trauma
uretra posterior terjadi ketika ada gesekan yang kuat pada persimpangan prostatomembranous pada
trauma tumpul panggul. Uretra pars prostatika dalam posisi tetap karena adanya tarikan dari ligamen
puboprostatic. Pergeseran tulang panggul pada fraktur akibat trauma (fracture type injury) menyebabkan
uretra pars membranosa mengalami peregangan atau bahkan robek.

a. Kontusio
- Tidak terdapat robekan, hanya terjadi memar
- Hematoma perineal biasanya menghilang tanpa komplikasi
b. Laserasi
Straddle injury yang berat dapat menyebabkan robeknya urethra dan terjadi ekstravasasi urine
yang bisa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding abdomen yang bila tidak
ditangani dengan baik bisa menyebabkan infeksi dan sepsis
LO.2.5 DIAGNOSIS DAN BANDING
Pemeriksaan penunjang urethra anterior
Urethrogram retrograd akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi urethra,
sedangkan pada kontusio urethra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya
ekstravasasi, maka kateter urethra boleh dipasang.
Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika
terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau hematoma kupukupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi. Pemeriksaan uretrogafi retrograd pada
kontusio uretra tidak menunjukkan adanya ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra
menunjukkan adanya ekstravasasi kontras di pars bulbosa.
Diagnosis trauma uretra ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (radiologis).
Dari anamnesis kecurigaan ruptur uretra anterior timbul bila ada riwayat cedera kangkang
(straddle injury) atau instrumentasi dan ada darah yang menetes dari uretra. Pada ruptur uretra anterior
terdapat memar atau hematom pada penis dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra
merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa
kencing sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan
mungkin ditemukan kandung kemih yang penuh.
Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan adanya darah pada meatus atau kelenjar prostat yang
melayang pada pemeriksaan colok dubur. Ekstravasasi darah di sepanjang jalur fasia perineum merupakan
indikasi trauma pada uretra. Adanya temuan pie in the sky dapat diungkapkan dengan sistografi biasanya
menunjukkan adanya gangguan uretra
Pemeriksaan radiologis trauma uretra yang sering dilakukan uretrografi retrograd, pemeriksaan
ini harus dilakukan sebelum pemasangan kateter uretra untuk menghindari trauma lebih lanjut pada
uretra. Ekstravasasi kontras menunjukkan lokasi kerusakan. Pengelolaan selanjutnya didasarkan pada
temuan uretrografi dan kombinasi dengan kondisi umum pasien.
Uretrografi retrograd adalah studi pencitraan standar untuk diagnosis cedera uretra. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menggunakan injeksi kontras pelan-pelan 20-30 ml ke dalam uretra. Pemeriksaan
dilakukan untuk melihat ekstravasasi, yang dapat diketahui dengan adanya titik-titik dan lokasi dari
gambaran air mata (urethral tear) pada uretra.
Sistokopi dapat menjadi pemeriksaan tambahan yang berharga dalam evaluasi trauma uretra lakilaki. Pada penanganan akut, kelayakan pemeriksaan endoskopi awal dapat ditentukan. Pada penanganan

tertunda, kualitas uretra dapat dievaluasi untuk perbaikan bedah. Ketika sistoskopi dikombinasikan
dengan uretrografi retrograd dan sistografi, estimasi yang lebih akurat dari panjang striktur dapat
diketahui, memfasilitasi keputusan dalam strategi operasi.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan adalah uretrografi , USG, CT Scan dan
MRI. Pemeriksaan uretrografi retrograde dapat memberi keterangan letak dan tipe ruptur uretra.
Uretrografi retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi, bila terdapat laserasi uretra, sedangkan
kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya ekstravasasi maka kateter
uretra boleh dipasang.
Pemeriksaan ultrasonografi bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam penilaian awal trauma
uretra, tetapi dapat sangat berguna dalam menentukan posisi dari haematom pelvis dan high- riding vesica
urinaria saat diindikasikan pemasangan kateter suprapubis. CT dan MRI bukan merupakan pemeriksaan
awal untuk penilaian awal trauma uretra, tetapi berguna dalam menentukan distorsi anatomi pelvis setelah
trauma berat dan menilai hubungan trauma dengan uretra penil, vesica urinaria, ginjal dan organ
intraabdominal.
Temuan CT dapat membantu dalam memprediksi adanya kemungkinan trauma uretra. Pada CT
scan dapat ditemukan adanya distorsi struktur periprostatik atau haematom muskulus ischiocavernosus
atau obturator pada CT tanpa kontras, ekstravasasi bahan kontras sekitar dasar VU pada CT fase
ekskretori. MRI memiliki kegunaan dalam merencanakan pendekatan pembedahan pada gangguan uretra
posterior. Meskipun MRI tidak memiliki peran dalam evaluasi uretra pada keadaan akut, MRI berguna
dalam menilai anatomi pelvis pasca trauma, menentukan posisi/letak prostat dan sejumlah fibrosis pelvis,
dan mengestimasi panjang defek prostatomembraneous
Diagnosis bandingGambaran uretrografi pada trauma uretra adalah gambaran uretrografi pada
uretritis dan divertikel. Uretritis merupakan inflamasi pada uretra yang dapat di sebabkan oleh bakteri
atau virus. Patogen yang paling umum ialah Neisseria gonorrhea, Chlamydia trachomatis, Candida
albicans, Herpes simplex, Trichomonas vaginalis, dan organism fekal seperti Escherichia coli dan
Streptococcus fecalis. Uretritis pada pria lebih simptomatik daripada pada wanita
LO.2.6 TATLAKSANA
Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat menimbulkan
penyulit striktura uretra dikemudian hari, maka setelah 4 6 bulan perlu dilakukan pemeriksaan
uretrografi ulangan. Pada rupture uretra parsial dengan ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi
untuk mengalihkan aliran urin. Kateter sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah
diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras atau tidak timbul
striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse.Tidak jarang
ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom yang luas sehingga diperlukan
debridement dan insisi hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi uretra dilakukan setelah luka menjadi
lebih baik.

Tabel . Klasifikasi trauma tumpul uretra anterior dan posterior dengan tata laksana sesuai derajat
trauma
LO.2.7 PROGNOSIS
LI.3. TRAUMA URETHRA POSTERIOR
LO.3.1 DEFINISI
Rupture uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang
mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan
robekan uretra pars prostate-membranasea.
Klasifikasi
Colapinto dan McCollum (1976) membagi derjat cedera uretra dalam 3 jenis :
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).
2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, selanjutnya diafragma
urogenitalia masih utuh.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak.
LO.3.2 ETIOLOGI
a. Urethra pars membranacea adalah bagian urethra yang melewati diafragma urogenitalis
(diafragma U.G) dan merupakan bagian yang paling mudah terkena trauma, bila terjadi
fraktur pelvis
b. Diafragma U.G yang mengandung otot otot yang berfungsi sebagai sphincter urethra
melekat / menempel pada daerah os pubis bagian bawah
c. Bila terjadi trauma tumpul yang menyebabkan fraktur daerah tersebut, maka urethra pars
membranacea akan terputus pada daerah apex prostat dan pada daerah prostat
membranaeous junction
LO.3.3 MANIFESTASI
Pada rupture uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan
abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. Bila disertai rupture kandung kemih
bias ditemukan tanda rangsangan peritoneum
a. Pasien mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada perut bagian bawah
b. Darah menetes dari urethra adalah gejala yang paling penting dari ruptur urethra. Gejala
ini merupakan indikasi untuk dilakukan urethrogram retrogade. Kateterisasi merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan infeksi periprostatika dan perivesika
hematoma serta dapat menyebabkan laserasi yang partial menjadi total
c. Tanda tanda fraktur pelvis dan nyeri suprapubik dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik
d. Pada pemeriksaan colok dubur, bisa didapatkan prostat mengapung (floating prostat)
pada ruptura total dari urethra pars membranacea oleh karena terputusnya ligamen
puboprostatika

LO.3.4 PATOFISIOLOGI
Trauma uretra posterior biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau karena fraktur pelvis.
Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatica
tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranosa terikat di diafragma urogenital.
Uretra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma urogenital dan terjadi perubahan posisi
prostat ke arah superior (prostat menjadi terapung / floating prostat) dengan terbentuknya hematoma
periprostat dan perivesical. Rupture uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total,
uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas
ke cranial.

a. Trauma urethra posterior biasanya disebabkan oleh karena trauma tumpul dan fraktur
pelvis
b. Urethra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma U.G dan terjadi
perubahan posisi prostat ke arah superior (prostat terapung=floating prostat) dengan
terbentuknya hematoma periprostat dan perivesical
LO.3.5 DIAGNOSIS DAN BANDING
Rupture uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa:
(1) perdarahan per-uretram,
(2) retensi urin, dan
(3) pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu
hematom. Pada pemeriksaan uretrografi retrigrad mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi
kontra pada pars prostate-membranasea
Pemeriksaan penunjang trauma urethra posterior
a. Pemeriksaan radiologis
b. Retrograd urethrogram: menunjukkan ekstravasasi

LO.3.6 TATLAKSANA

Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain (abdomen dan
fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh karena itu sebaiknya di bidang
urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra. Tindakan yang berlebihan akan
menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada kavum pelvis dan prostat serta menambah
kerusakan pada uretra dan struktur neovaskuler di sekitarnya. Kerusakan neurovaskuler menambah
kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan inkontinensia.

Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk diversi urin.
Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic realignment yaitu melakukan
pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua
ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca
rupture dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari.
Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretoplasti) setelah 3 bulan pasca trauma dengan
asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang sehingga tindakan rekonstruksi
membuahkan hasil yang lebih baik.
Komplikasi
Penyulit yang terjadi pada rupture uretra adalah striktura uretra yang seringkali kambuh, disfungsi
ereksi, dan inkontinensia urin. Disfungsi ereksi terjadi pada 13-30% kasus disebabkan karena kerusakan
saraf parasimpatik atau terjadinya insufisiensi arteria. Inkontinensia urine lebih jarang terjadi, yaitu 2-4%
yang disebabkan karena kerusakan sfingter uretra eksterna.
Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang dapat diatasi dengan
uretrotomia interna (sachse). Meskipun masih bisa kambuh kembali, striktura ini biasanya tidak
memerlukan tindakan uretoplasti ulangan.
a. Kateterisasi urethra merupakan kontraindikasi pada pasien ruptur urethra
b. Setelah kegawatan dapat diatasi, maka dipasang sistosomi suprapubik dengan membuka buli
buli dan melakukan inspeksi buli buli secara baik untuk meyakinkan ada / tidaknya laserasi buli
buli
c. Dalam minggu pertama setelah dipasang sistosomi suprapubik, pemasangan kateter urethra dapat
dicoba dengan bantuan endoskopi dengan anestesi. Bila tindakan ini berhasil, kateter
dipertahankan kurang lebih 4 minggu (kateter silikon)
LO.3.7 PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo, B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
http://emedicine.medscape.com/article/451797-overview#a7
http://www.urologyhealth.org/urologic-conditions/urethral-trauma

Anda mungkin juga menyukai