Pembimbing Tim:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
Jakarta, Desember 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab oleh berkat dan rahmat-Nya
proposal penelitian ini dapat terselesaikan.
Proposal penelitian yang berjudul GAMBARAN ANKLE BRACHIAL INDEX PADA
PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 ini dibuat dengan sebagai salah satu kontribusi
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dalam
penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana yang telah
memberi kesempatan untuk mengembangkan penelitian di Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Koja.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari proposal penelitian ini.Untuk
itu diharapkan saran dan kritik yang membangun agar proposal ini dapat disempurnakan lagi.
Penulis berharap proposal penelitian ini dapat diterima dan selanjutnya penelitian ini dapat
dilakukan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ 2
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
I.1
I.2
I.3
I.4
I.6
II. 2
II. 3
Disain ............................................................................................... 15
III.2
III. 3
III.4
III. 5
III. 6
III. 7
III. 8
III. 9
III. 10
III. 11
LEMBAR PENGESAHAN
Dekan
BAB I
PENDAHULUAN
3
I.1
Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik dengan
karaterisktik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Secara epidemiologi diabetes seringkali tidak terdeteksi sehingga
morbiditas dan mortalitas dini tyerjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Faktor resiko
secara epidemiologi adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan la,amua obesitas,
distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmanai dan hiperinsulinemia. Semua faktor
tersebut berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya
DM tipe 2.
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
kompilikasi vaskular kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Manisfestasi
kompllikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular)
berupa kelainan pada retina, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung
(kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar bermanisfetasi komplikasi kronik DM dapat
terjadi pada oembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh
darah perifer (tungkai bawah). Penyakit yang terjadi pada tungkai bawah disebut dengan
PAP (penyakit arteri perifer).
Penyakit arteri perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi yang sangat sering dari
makrovaskular. PAP merupakan manisfestasi dari aterosklerosis yang ditandai oleh
penyakit penyumbatan aterosklerotik pada extremitas bawah. PAP juga merupakan
petanda adanya penyakit aterosklerotik ditempat lain seperti pembuluh darah yang
mendarahi otak, jantung dan organ lain yang kesemuanya mengancam nyawa.
Faktor resiko terjadinya PAP antara lain merokok, diabetes melitus, usia tua, dislipidemia,
hipertensi, hiperhomosisteinemia, dan peningkatan fibrinogen. Gejala klinis yang sering
muncul pada PAP adalah klaudikasio intermiten, yang merupakan stadium II dari
klasifikasi Fontaine. Untuk mendiagnosis PAP bisa dilakukan pemeriksaan Ankle
Brachial Indez (ABI). Pemeriksaan ultrasonografi doppler dengan menghitung ABI
sangat berguna untuk mengetrahui adanya PAP, sering kali PAP tidak ada keluhan klasik
klaudikasio. ABI digunakan untuk memprediksi resiko kejadian kardiovaskular.
Di RSUD Koja, banyak ditemui pasien Diabetes Mellitus (DMT2) dengan gejala
Penyakit Arteri Perifer (PAP). Untuk mengukur kejadian PAP pada pasien DMT2,
dilakukan pemeriksaan skor ABI.
4
I.2
Rumusan Masalah
Di RSUD Koja pasien penyakit Diabetes Mellitus (DM) banyak ditemukan, namun
selama ini penilaian ABI pada pasien diabetes belum rutin dilakukan. Karena itu perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran nilai ABI pada pasien
Diabetes Mellitus.
I.3
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan umum:
Pertanyaan khusus:
1. Bagaimana profil pasien DM di RSUD Koja?
2. Faktor risiko apa saja yang didapatkan pada penyakit arteri perifer di RSUD Koja?
I.4
Tujuan Penelitian
Tujuan umum:
Tujuan khusus:
Dikethuinya faktor risiko apa saja yang didapatkan pada penyakit arteri perifer di
RSUD Koja.
I.5
Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya gambaran ABI pada penyakit DM di RSUD Koja, maka dapat
diketahui gambaran nilai ABI pada pasien DM di RSUD Koja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,
5
Tinjauan Pustaka
arteriol dari ginjal, retina, dan saraf perifer. Tipe kedua, tipe occlusive, yang dijumpai pada
6
makroangiopati di arteri koroner dan pembuluh darah perifer dimana hal ini ditandai
dengan proses aterosklerosis. Proses aterosklerosis dari diabetes mellitus disebabkan oleh
disfungsi endotel, diabetes terhadap platelet dan akibatnya pada koagulasi dan rheology.
chemokines,
pengingkatan
produksi
sitorkin
pro
inflamasi
memperkuat ekspresi adhesi molekul sel. Peningkatan produksi faktor jaringan dan PIA-1
akan mebuat keadaan protrombotik , sementara itu terjadi juga aktivasu penurunan
endothelium-derived nitric oxide dan prostacyclin favor plarelet activation.
II.I.3
Lapisan sel endotel berperan aktif dalam memproduksi zat vasodilatator yang
disebut endothelium derived relaxing factors (EDRF) yang dikenal juga sebagai Nitric
Oxide (NO), berfungsi untuk modulasi hubungan antara elemen sel darah dan dinding
pembuluh darah, memperantarai keseimbangan normal atara thrombosis dan fibrinolisis,
pasien dengan DMT2 menujukan ketidaknormalan dari fungsi endotel.
Sebab paling utama adalah gangguan dari bioavailabilitas dari NO dimana akan
menggangu pembuluh darah yang menyebabkan aterosklerosis. Mekanisme yang
berkonstribusi yaitu hiperglikemi, resistensi insulin, dan produksi Free Fatty Acid
(FFA).Hiperglikemi menghambat endothelium nitric oxide sintetase (eNOS) dan
memingkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS), yang memperburuk hemostasis
yang dijaga endothelium, transport glukosa didawn regulasi dari hiperglikemia.
Resistensi insulin akan berperan pada hilangnya hemostasis normal NO melalui
pembebasan berlebihan dari FFAs. FFAs bisa memperburuk efek hemostasis pembuluh
darah normal, termasuk aktivasi protein kinase C (PCK), penghambatan dari phospatidil
inositol kinase (PI-3 kinase)(sebagai agonis pathway eNOS) dan produksi ROS.
Efek disfungsi endotel terjadi aktivasi RAGE (Receptor advance glycation End
Product), peningkatan keadaan/keseimabangan peradangan lokal dari pembuluh
darah.Diperantari oelh peningkatan factor transkripsi, NF-kB danAktivator protein1.Peningkatan pro inflamasi local ini, bersama-sama dengan hilangnya fungsi normal NO
yang dihubungkan dengan peningkatan kemotaksis leukosit, adhesi, transmigrasi, dan
transformasi dalam sel foam. Proses belakangan inilah yang memperhebat peningkatan
stress oksidatif. Transformasi sel foam meurpakan prekusor pembetukan artheroma.
Diabetes juga berhubungan dengan abnormalitas dari fungsi Vascular Smooth
Muscle (VSCM), dimana terdapat aktivasi proaterogenik dari VSCM melalui mekanisme
yang sama dengan sel endotel, termasuk penurunan PI-3 kinase, juga peningkatan stress
oksidatif dan upregulasi PKC, RAGE, dan NF-kB, sehingga menyebabkan formasi lesi
aterosklerosis. Efek ini juga meningkatkan apoptosis VSCM dan produksi jaringan,
sementara menurunkan sintesis de novo dari komponen stabil plaq, seperti kolagen.
Kejadian ini memperkuat proses aterosklerosis dan dihubungkan dengan desabilitsasi dari
plaque dan presipitasi dari kejadian klinis.
II.I 4 Diabetes Melitus dan Platelet
Trombosit berperan terhadap terjadinya thrombosis. Kelaianan pada trombosis
akan mempengaruhi disrupsi dari plaq dan atero thrombosis. Pada pasien dengan DMT2,
8
ambilan trombosit akan glukosa meninggi pada keadaan hiperglikemi dan menghasilan
stress oksidatif, sehingga aggregasi trombosit menguat pada DM. Kelainan lain pada
trombosit pada DM juga di jumpai peningkatan glokoprotein 1 b dan II b/IIIa yang sangat
penitng pada trombosis lewat peran mereka pada adhesi dan aggregasi 4
II.I.5 Diabetes Melitus, Koagulasi dan Theologi
Ini dihubungkan dengan peningkatan produksi dari fakyor jaringan dari sel
endotel, proliferasi VSMCs dan juga peningkatan dari konsentrasi faktor VII plasma,
sementara itu pada hiperglikemia terjadi juga penurunan konsentrasi antirtombin dan
protein C, dimana ini akan memperburuk fungsi fibrinolitik dan kelebihan dari PAI-1 .
Gangguan rheologi pada pasien DM dihubungkan dengan peningkatan viskositas dan
fibrinogen. Dan ini akan meningkatkan resiko aterogenesis melalui perburukan efek dari
pembuluh darah sebagai pengaruh dari sel darah (rheologi). Gangguan ini menyebabkan
terjadinya aterosklerosis pada pasien DM yang dalam hal ini berhubungan dengan
lamanya DM dan perburukan dari kontrol gula darah.
Lesi aterosklerotik paling sering terjadi pada shear stress yang rendah, bahkan
akan lebih hebat pada yang sgear stress tidak di jumpai. Pada posisi ini kemampuan
vascular wal turnover dan juga transport pro inflamasi yaitu pro ateroskleotik dari
dinding pembuluh darah menjadi sangat rendah.
II.I.6 Faktor-faktor Resiko pada PAD
a. Usia
Prevalensi dari PAP meningkat dengan tajam sesuai dengan pertambahan usia, dari 3 %
pada pasien yang lebih muda dari 60 tahun hingga 20% pada pasien yang lebih tua dari
75 tahun. Data dari studi Framingham menghasilkan bahwa prevalensi dari PAP
meningkat 10 kali pada laki-laki usia 30-44 tahun hingga 65-74 tahun dan hamper 20 kali
lipat pada wanita pada kelompok umur yang sama. Untuk klaudikasio intermiten,
prevalensi meningkat dengan peningkatan usia dan dihubungkan dengan peran
peningkatan komorbditas yang lain.
b. Hipertensi
Pada studi Framingham menunjukanpeningkatan2,5-4 kali lipat resiko klaudiokasio
intermiten dengan hipertensi. Tekanan darah yang proporsional pada studi dibetes
membuktikan pengurnagn dari kejadian kardiovaskular pada PAP. Pada guidelines
terbaru
dari
JNC
pada
deteksi,
evaluasi,
dan
pengobatan
hipertensu,
PAP
9
tidak khas. Gejala klinis tersering adalah klaudikasio intermiten pada tungkai yang
ditandai dengan rasa pegal, nyeri , kram otot, atau rasa lelah otot. Biasanya timbul
sewaktu melakukan aktifitas
klaudikasio terjadi pada distal dari tempat lesi penyempitan atau sumbatan.
10
Klaudikasio pada daerah betis timbul pada pasien dengan penyakit pada
pembuluh darah daerah femoral dan poplitea. Keluhan lebih sering terjadi pada tungkai
bawah dibandingkan tungkai atas. Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering
terjadi pada tungkai bawah. Dengan gejala klinis nyeri pada saat istirahat dan dingin
pada kaki. Sering kali gejala tersebut muncul malam hari ketika sedang tidur dan
membaik setelah posisi dirubah. Jika iskemi berat nyeri dapat menetap walaupun sedang
istirahat. Tanda fisik pemeriksaan fisik dari gangguan pembuluh darah disebut sangat
kritis bila ditemukan tanda klasik 5Ps, yaitu :pulselessness, paralysis, paraesthesia,
pain dan pallor. Apabila sirkulasi darah tidak diperbaiki, akan mulai terjadinya ulkus
yang awalnya kering, berwarna keabuan atau hitam sehingga akhirnya menjadi tisu mati
atau gangren. Untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit arteri perifer dinilai
gambaran klinis yang dialami pasien dengan menggunakan klasifikasi dari Fontaine.
ABI
Istirahat
Latihan
>0.9
0.8-0.9
0.5-0.79
<0.5
>0.9
0.5-0.9
0.15-0.49
<0.15
11
Diagnosis
Normal
Obstruksi ringan
Obstruksi sedang
Obstruksi berat
Gangguan kompresi
II.I. 9 Pengobatan
Pengobatan yang ditujukan untuk penyakit ini ialah untuk
mengatasi gejala
klaudikasio intermiten, yang meliputi revaskularisasi dan dengan pengobatan non invasif.
Latihan fisik ( exercise ), merupakan pengobatan yang paling efektif. Hal tersebut telah
dibuktikan pada lebih dari 20 penelitian. Latihan fisik meningkatkan jarak tempuh sampai
terjadinya gejala klaudikasi. Setiap latihan fisik berupa jalan kaki kira-kira selama 30
sampai 45 menit atau sampai terasa hampir mendekat nyeri maksimal. Program ini
dilakukan selama 6 12 bulan. Hal ini disebabkan karena peningkatan aliran darah
kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi, metabolisme
mukuloskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas darah.
II.2
Obat
Dosis
Aspirin
81-325 mg/hari
Clopidogrel
75 mg/hari po
Pentoxifylline
1,2 gr/hari po
Ciolastazol
100 mg 2x/hari
Ticlopidine
500 mg/hari
Kerangka Teori
Faktor risiko:
Hipertensi
Diabetes mellitus
Kebiasaan merokok
Alkohol
Usia
Jenis kerlamin
BBR
Ankle-Brachial Index
CT-angiography
Magnetik resonance
Contrast Angiography
13
Ankle-Brachial Index
BAB III
METODA PENELITIAN
III.1
Desain
Disian penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan pendekatan studi cross
sectional.
III.2
III.3
14
Subjek penelitian adalah mereka yang termasuk dalam populasi terjangkau dan
memenuhi kriteria penelitian yaitu penyakit Diabetes Melitus dan memenuhi kriteria
inklusi.
Metode pengambilan sample adalah dengan cara non-probability sampling yaitu
consecutive sampling
III.4
Besar Sampel
Untuk menjawab pertanyaan, besar sampel tidak dibatasi karena merupakan penelitian
deskriptif observasional.
III.5
Kriteria inklusi
o Semua pasien Diabetes Melitus yang dirawat di rawat jalan dan rawat inap
Penyakit Dalam RSUD Koja atau di ruang selain rawat inap Penyakit Dalam
namun dikonsulkan ke bagian Penyakit Dalam RSUD Koja dalam periode 9
November 18 Desember 2015
o Pasien bersedia untuk di wawancarai
o Pasien masih bisa berdiri
Kriteria eksklusi
o Pasien menolak diwawancarai
o Semua pasien Diabetes Melitus yang sedang hamil
III.6
Identifikasi Variabel
Untuk menjawab pertanyaan, variabel yang digunakan adalah:
III.7
Hipertensi
Alkohol
Jenis Kelamin
BBR
Usia
ABI
Rokok
Batasan Operasional
-
Hipertensi
o Definisi: Tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg, diastolik diatas 90 mmHg
o Cara ukur: Pasang manset alat sfignomanometer di lengan atas kiri, lalu dengan
stetoskop didengar pulsasi arteri di fossa anterior cubiti
15
Numerik
Kategorik: [0] Hipertensi ringan (sistol: 140-159 dan diastole 90-99) [1]
Hipertensi sedang (sistol 160-179 dan diastol 100-109) [2] Hipertensi berat
(180/110)
Usia:
o Definisi: Lama hidup sesorang yang dinyatakan dalam tahun
o Cara ukur: Wawancara
o Alat ukur: Tidak ada
o Hasil ukur:
Numerik
Kategorik: [1] <60 tahun [2] 60-80 tahun [3] >80 tahun
Rokok
o Definisi: Mengkonsumsi rokok apapun merknya, dengan menghisap atau
menghirup dalam-dalam asap rokok tersebut
o Cara ukur: Wawancara
o Alat ukur: Tidak ada
o Hasil ukur: Kategorik [0] Tidak merokok [1] Merokok
Diabetes melitus
o Definisi: Glukosa darah puasa 126 mg/dL atau 2j sesudah makan 200 mg/dL
disertai gejala yang khas, atau glukosa darah diulang 2x dengan hasil puasa 126
mg/dL atau 2j sesudah makan 200 mg/dL
o Cara ukur: memeriksa kadar glukosa darah puasa atau 2 jam sesudah makan
o Alat ukur: Metoda enzimatik Heksokinase
o Hasil ukur: kategorik, [0] Bukan DM atau [1] DM
o Hasil ukur: Kategorik, [0] >0.9 Normal [1] 0.8-0.9 PAP ringan [2] 0.5-0.79 PAP
sedang [3] PAP berat <0.5
-
Alkohol
o Definisi: pola seorang individu mengkonsumsi alkohol dalam bentuk minuman
secara aktif
o Cara ukur: Wawancara
o Alat ukut: Tidak ada
o Hasil ukur: Kategorik [0] Tidak mengkonsumsi [1] Mengkonsumsi alcohol
III.8
Alur Penelitian
Inap PD dan Rawat Inap selain PD namun dikonsulkan ke PD
Pemeriksaan ABI
III.9
Cara Kerja
17
1. Semua pasien dengan DM diminta mengisi kuesioner sesuai dengan yang terlampir
dalam lampiran 1.
2. Diperiksa faktor risikonya (dengan anamnesis).
a. TD untuk hipertensi
b. Riwayat rokok
c. Riwayat alkohol
d. TB dan BB untuk IMT
3. Diperiksa ABI.
III.10 Analisis Data
Analisis univariat
-
Analisis bivariate
-
Digunakan uji korelasi antara DM dengan PAD, Hipertensi, Jenis Kelamin, Usia,
Rokok, Alkohol, IMT, ABI.
Kegiatan
9 -11-2015
Proposal
Pengumpulan
-2015
-2015
data
Pengolahan
data
18
Analisis data
Publikasi
1. Proposal
a. Membuat judul
b. Membentuk tim
c. Mengumpulkan literature
d. Membuat pendahuluan X
e. Membuat tinjauan pustaka
f. Membuat metode penelitian
g. Membuat anggaran
2. Pengumpulan Data
a. Mengkoordinasikan kegiatan penelitian dengan dokter Penyakit Dalam di Koja
b. Membagi tugas untuk menjaring pasien di Poli Penyakit Dalam dan Ruang
Rawat Inap RSUD Koja
c. Mendata semua pasien yang masuk kriteria inklusi
d. Melakukan penelitian
3. Pengolahan Data
a. Menginput data dalam bentuk excel
b. Memproses data dengan menggunakan SPSS 20
c. Melakukan konsultasi dengan dokter Penyakit Dalam di RSUD Koja dan FK
UKRIDA
4. Analisis Data
a. Membuat tabulasi hasil penelitian
b. Melakukan konsultasi dengan pakar penyakit dalam
c. Membuat artikel penelitian
5. Publikasi
a. Menetapkan jurnal ilmiah untuk publikasi artikel
b. Mengirim artikel
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Antono D, Ismail D. Penyakit arteri perifer. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 5.
Jakarta: Interna publishing; 2009.h. 1831-6.
2. Lamina C, Meisinger C, Heid IM, Rantner B, Doring A, Lowel H, et al. Ankle brachial
index and peripheral arterial disease. Gesundheitswesen; 2005.p.67.
3. Joshu A, Beckman, Mark A, Creager,Libby P. Diabetes and atherosclerosis epiemiologi,
pathophysiology, and management. JAMA; 2002.p.2570-81.
4. Almahameed A. Peripheral Arterial Disease : Recognition and Medical Managment.
Cheleveland Clinic Journal of Medicine. 2006;73;621-38.
5. Waspadji S, Guan H, Liu ZM, Cheng SW, Rhee SY, Palmers P, et al. Multicountry study
on the prevalence and clinical features of peripheral arterial disease in asian type 2
diabetes patients at high risk of atherosclerosis. Diabetes research and clinical practice;
2006.p.82-92.
6. Norman PE, Davis WA, Bruce DG. Peripheral arterial disease and risk of cardiac death in
type 2 diabetes. Diabetes care; 2006.p.575-80.
7. Vascular
Disease
Foundation.
Ankle
Brachial
Index.
Available
20
21