Oleh :
Reviewer 1 Reviewer 2
A. Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah sampai saat ini masih merupakan penyebab
kematian nomor satu di dunia. Setiap tahunnya di dunia diperkirakan akan semakin banyak
orang yang meninggal karena penyakit jantung an pembuluh darah jika dibandingkan dengan
penyakit lainnya. Dari survey yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada
tahun 2004, diperkirakan sebanyak 17,1 juta orang meninggal (29,1 % dari jumlah kematian
total) karena penyakit jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional penyakit jantung sebesar 7,2%. Pada
tahun 2030, WHO memperkirakan terjadi 23,6 juta kematian karena penyakit jantung dan
pembuluh darah.
Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering
diketahui dan bersifat fatal adalah kejadian henti jantung mendadak. Menurut American Heart
tertinggi di Amerika dan Kanada pada tahun 2010. Untuk mempertahankan kelangsungan
hidup, terutama jika henti jantung mendadak terjadi, harus secepatnya dilakukan tindakan
bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar atau dalam masyarakat awam lebih dikenal dengan
istilah Resusitasi jantung Paru (RJP), secara definisi merupakan layanan kesehatan dasar yang
dilakukan terhadap pasien yang menderita penyakit yang mengancam jiwa sampai pasien
Cardiac Life Support Guidelines 2010, bantuan hidup dasar akan memberikan hasil terbaik jika
dilakukan dalam waktu 5 menit pertama saat pasien diketahui tidak sadarkan diri dengan
menggunakan automated external defibrillator (AED). Umumnya karena waktu yang ditempuh
setelah dilakukan permintaan tolong awal dengan jarak antara sistem pelayanan
kegawatdaruratan medis serta lokasi kejadian akan memakan waktu lebih dari 5 menit, maka
untuk mempertahankan angka keberhasilan yang tinggi, tindakan bantuan hidup dasar harus
segera dilakukan. Keberhasilan kejut jantung dengan defibrilasi akan menurun antara 7 – 10 %
Berdasarkan data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika
Serikat sekitar 330.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner di luar rumah sakit
atau di ruang gawat darurat, sedangkan 250.000 diantaranya meninggal di luar rumah sakit.
Selain paramedis, kaum awam juga berperan sebagai pelaksana bantuan hidup dasar di luar
rumah sakit. Untuk menjaga kualitas para pelaksana bantuan, baik dari kaum awam maupun
paramedis, diperlukan pelatihan bantuan hidup dasar yang berintegrasi secara komprehensif.
tindakan medis selanjutnya serta kelangsungan hidup penderita, maka tim pengabdian
Jantung Paru (RJP) bagi siswa SMKN 2 Banjarbaru guna melatih kemampuan Bantuan Hidup
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan
masalah yakni bagaimana melakukan pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) bagi siswa
SMAN 1 Banjarbaru guna melatih kemampuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) siswa sejak dini ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum.
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari karya tulis ini
adalah melakukan pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) bagi siswa SMAN 1 Banjarbaru
guna melatih kemampuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) siswa sejak dini
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN PUSTAKA
Bantuan hidup dasar adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang dilakukan
pada pasien yang mengalami henti jantung baik dewasa maupun anak sebelum diberikan
tindakan pertolongan medis lanjutan (AHA,2010). Bantuan hidup dasar bertujuan untuk
memberikan bantuan sirkulasi dan pernafasan yang adekuat sampai keadaan henti jantung
2. Henti Nafas
Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) (2010), henti nafas
adalah berhentinya pernafasan spontan karena gangguan jalan nafas baik parsial maupun
total atau karena gangguan pada pusat pernafasan. Penyebab henti nafas yakni sumbatan
pada jalan nafas, baik parsial maupun total, akibat kondisi-kondisi seperti adanya benda
asing, muntahan, edema laring atau bronkus, bahkan tumor. Selain itu gangguan pada paru-
paru dapat menyebabkan henti nafas, seperti adanya infeksi paru dan edema paru serta
kondisi tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing seperti
Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung
untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit
Berdasarkan panduan bantuan hidup dasar terbaru yang dikeluarkan oleh American
hidup dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan
Airway-Breathing-Defibrillator)
Sumber: Adult Basic Life Support : 2010 American Heart Association Guidelines for
a. Penilaian respons
Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa pada dirinya sudah
aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan cara menepuk-
Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka
usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau
Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau bernafas tidak
normal (gasping) maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung, maka
langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat
darurat.
orang terdekat untuk menelpon sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode biru bila
di rumah sakit). Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu, maka
percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan lokasi pasien,
darah melalui peningkatan tekanan intratorakal untuk menekan jantung seccara tidak
langsung. dilakukan dengan menekan secara kuat dan berirama di bagian setengah
awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi saat akan dilakukan
karotis dalam waktu maksimal 10 detik. Melakukan pemeriksaan denyut nadi bukan hal
yang mudah untuk dilakukan, bahkan tenaga kesehatan yang menolong mungkin
memerlukan waktu yang agak panjang untuk memeriksa denyut nadi, sehingga :
Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan
langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak tidak
sadarkan diri atau penderita tanpa respons yang bernafas tidak normal.
Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher pasien dan mencari
trakea dengan 2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai
menemkan batas trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri karotis
berada).
Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah
bawah dinding sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah yang akan melalui
telah saling berkaitan di bagian bawah sternum, 2 jari di atas processus xyphoideus
Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm)
tanpa alat bantu napas lanjutan lakukan kompresi dan ventilasi dengan
siklus kompresi
Dalam keadaan berlutut, harus diperhatikan posisi setengah berlutut penolong agar
Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup dasar ini sesuai dengan panduan
yang terbaru dari American Heart Association mengenai bantuan hidup dasar, bahwa
penderita yang mengalami henti jantung umumnya memiliki penyebab primer gangguan
jantung sehingga kompresi secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu untuk
pemberian bantuan nafas sebanyak 2 kali yang diawali dengan membuka jalan nafas. Posisi
penderita saat diberikan bantuan nafas tetap terlentang, jikalau mungkin dengan dasar yang
keras dan datar dengan posisi penolong tetap berada di samping penderita. Hal yang
b. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk
Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan melemah
termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lidah dan epiglotis
terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan nafas. Jalan nafas dapat dibuka oleh penolong
dengan metode :
a. Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke belakang sambil mengangkat dagu).
membuka jalan nafas dilakukan dengan cara menekan rahang bawah ke arah
Tindakan pemberian nafas bantuan dilakukan kepada penderita henti jantung setelah
satu siklus kompresi selesai dilakukan (30 x kompresi). Pemberian nafas bantuan bisa
a. Mulut ke mulut
Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen
yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara melakukan
pertolongan yaitu dengan membuka sedikit mulut pasien, tarik nafas panjang dan
tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat,
setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan sampai dada terangkat. Tetap pertahankan
head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien, lihat apakah dada
b. Mulut ke hidung
Nafas buatan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut sulit dilakukan misalnya
karena tismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai chin lift, kemudian
tiupkan udara seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka mulut pasien waktu ekshalasi
c. Mulut ke Sungkup
Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakan diatas dan melingkupi
mulut dan hidung pasien. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan sehingga
muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat. Cara melakukan pemberian nafas
mulut ke sungkup :
Letakan sungkup pada muka pasien dan dipegang dengan kedua ibu jari
Lakukan head tilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup ke muka pasien agar rapat
Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang
menempel pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini 1600 ml. Alat ini bisa
digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan atau disambungkan dengan sumber
oksigen. Bila alat tersebut disambungkan dengan oksigen, maka kecepatan aliran
oksigen bisa sampai 12 L/menit (ini dapat memberikan konsentrasi oksigen yang
dalam satu detik ke pasien, bila tanpa oksigen dipompakan 10 ml/kg berat badan
meletakan sungkup menutupi muka dengan teknik EC Clamp (bila seorang diri),
yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong membentuk huruf C dan mempertahankan
sungkup di muka pasien. Jari-jari ketiga, empat, dan lima membentuk huruf E
dengan meletakkannya dibawah rahang bawah untuk mengangkat dagu dan rahang
bawah; tindakan ini akan mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka jalan
nafas.
Bila dengan 2 penolong, satu penolong pada posisi diatas kepala pasien
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah agar
tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup dan mulut, jari-jari yang lain
Bila satu penolong, dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir sungkup
dan jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah (E-C Clamp), tangan yang lain
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan bantuan hidup dasar dengan 2
penolong :
dada. Bila penolong kedua tiba di tempat kejadian saat pertolongan sedang dilakukan
oleh penolong pertama, maka penolong kedua memberikan bantuan setelah penolong
pertama melakukan satu siklus bantuan yang diakhiri dengan 2 nafas bantuan.
bahwa akan melakukan perpindahan tempat setelah kompresi ke-30 dan melanjutkan
a. Aspirasi regurgitasi
b. Fraktur costae-sternum
Secara garis besar, prinsip pertolongan bantuan hidup dasar baik dewasa maupun anak
harus dikerjakan secara berurutan. Namun sangat perlu diperhatikan mengenai cara pemberian
bantuan hidup dasar adalah jumlah penolong dan adanya usaha nafas atau tidak. Untuk anak
1. Penilaian respons
dilakukan bersifat aman untuk melakukan pertolobagi penolong dan anak yang ditolong.
a. Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka
usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau
b. Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau bernafas tidak
bantuan orang terdekat untuk menelpon sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode
biru bila di rumah sakit). Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu,
maka sebaiknya penolong menelpon sistem layanan gawat darurat. Saat melaksanakan
percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan lokasi pasien,
kondisi pasien, serta bantuan yang sudah diberikan kepada pasien. Bila penolong seorang
diri dan henti jantung tidak disaksikan, lakukan RJP terlebih dahulu selama 2 menit lalu
Pemeriksaan denyut nadi pada bayi dilakukan pada arteri brakialis atau arteri
femoralis. Sedangkan untuk anak berumur lebih dari satu tahun dapat dilaukan mirip
Kompresi dada dilakukan segera pada anak dan bayi yang tidak sadarkan diri,
tidak ada denyut nadi serta tidak bernafas. Teknik kompresi pada bayi berbeda dengan
teknik kompresi pada orang dewasa yakni menggunakan teknik kompresi 2 jari atau 2 ibu
jari, sedangkan pada anak berumur kurang dari 8 tahun teknik satu tangan.
Gambar:
Kompresi dada 2 jari pada bayi
(1 penolong)
Gambar:
Teknik kompresi dada 2 ibu jari
pada bayi (2 penolong)
a. Kompresi dada pada anak umur 1 – 8 tahun
1. Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan jari-jari
3. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan nafas dan berikan 2 kali nafas buatan
1. Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari berada di
2. Menekan sternum sedalam 1,25 – 2,5 cm kemudian angkat tanpa melepas jari
3. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan nafas dan berikan 2 kali nafas buatan
kompresi (untuk 2 penolong) maka dilanjutkan dengan pemberian nafas bantuan sebanyak
2 kali yang diawali dengan membuka jalan nafas. Teknik pemberian nafas bantuan pada
anak, hamper serupa dengan teknik pada dewasa. Namun harus diperhatikan pemberian
volume pernafasan agar tidak berlebihan jika memberikan nafas bantuan dengan kantong
Jika bayi atau anak telah kemali ke dalam sirkulasi spontan, maka bayi maupun anak
tersebut dibaringkan ke dalam posisi mantap.. Untuk anak berumur 1 – 8 tahun, posisi
mantap serupa dengan orang dewasa, namun hal tersebut berbeda dengan bayi. Untuk bayi
a. Gendong bayi di lengan penolong sambil menopang perut dan dada bayi dengan
kepala bayi terletak lebih rendah untuk mencegah tersedak karena lidah bayi tersebut
c. Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi dan pernafasan sampai
A. KELOMPOK SASARAN
B. METODE PENGABDIAN
Kegiatan ini dilakukan dengan metode pembelajaran kelas yaitu beberapa metode yaitu
ceramah dan tanya jawab, simulasi dan demonstrasi langsung dengan alat peraga.
C. KETERKAITAN
pemerintah dalam upaya pencegahan kematian dan kecacatan pada kasus gawat darurat. Selain
paramedis, kaum awam juga berperan sebagai pelaksana bantuan hidup dasar di luar rumah
sakit. Untuk menjaga kualitas para pelaksana bantuan, baik dari kaum awam maupun
paramedis, diperlukan pelatihan bantuan hidup dasar yang berintegrasi secara komprehensif.
D. RANCANGAN EVALUASI
a. Peserta pelatihan mampu memberikan Bantuan Hidup Dasar dengan Cepat dan Tepat
Tabel 1
Jadual Kegiatan
I. Peralatan Penunjang
Harga
Harga
Justifikasi Peralatan
Material Kuantitas Satuan %
Pemakaian Penunjang
(bulan)
(Rp)
1. Modul Pelatihan Bahan simulasi 60 lembar 15.000 900.000
2. CPR Mouth Barrreir Bahan simulasi 60 lembar 35.000 2.100.000
SUB TOTAL (Rp) 3.000.000 11
III. Perjalanan
Perjalanan ke Lokasi Penjajakan 2 kali x 4 50.000 400.000
orang
Perjalanan ke Lokasi Pelaksanaan 2 kali x 8 50.000 800.000
kegiatan orang
Muhammad Ashar. Maret 2011. Planning cardiac emergency medical service with Mobile
application in aceh rural. http://www.acehpublication.com/adic2011/ADIC2011-
039.pdf. diakses Kamis, 20 September 2016 pukul 08:30 WIB.
Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar
(BLS).http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar. diakses Kamis, 20
September 2016 pukul 08:30 WIB.
American Hearts Association (2015). Guidelines Update for CPR and ECC