Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENGABDIAN MASYARAKAT

PELATIHAN PERTOLONGAN BANTUAN HIDUP DASAR


BAGI SISWA SMK NEGERI 2 BANJARBARU

Oleh :

NASRULLAH W, MMRS : 197208042002121001


MUHAMMAD RASYD, S.Kep, MPH : 197606122005011003
ANDRE FANSURNA, S.ST,M.Kes : 198209302006041008 :

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pelatihan Bantuan Hidup Dasar
Bagi Siswa SMK Negeri 2 Banjarbaru
Bidang Pengabdian : Keperawatan
Ketua Tim Pengusul
Nama Lengkap : Nasrullah Wilutono, MMRS
Jenis Kelamin : Laki-laki
NIP : 197208042002121001
Disiplin Ilmu : Ilmu Keperawatan
Pangkat/Golongan : Penata tk I/IIId
Jabatan Fungsional : Dosen Non Fungsional
Program Studi : D.III Keperawatan
Alamat : Jln. H.Mistar Cokrokusumo No. 3A, Banjarbaru
Telpon/Fax/email : 082153018927/ wilutono.prudence@gmail.com
Alamat rumah : Jln. Taruna Praja komplek Taman Bunga Lestari no
36 RT 16 Ds. Sei. Sipai Martapura
Jumlah Anggota : 5 orang
Lokasi Kegiatan : SMKN 2 Banjarbaru
Lokasi Kegiatan/Mitra (1) : SMKN 2 Banjarbaru
Wilayah Mitra : Banjarbaru
Kabupaten/Kota : Banjarbaru
Provinsi : Kalimantan Selatan
Jarak PT ke lokasi mitra : 7.000 meter (7 KM)
Jumlah yang diusulkan : Rp. 10.255. 000

Banjarbaru, 6 Mei 2019

Ketua Jurusan Keperawatan Ketua Tim Pengusul

AGUS RACHMADI, A.Kep, M.Msi : Nasrullah Wilutono, MMRS


NIP. 196808101990031004 NIP. 197208042002121001

Reviewer 1 Reviewer 2

Ir. Jumar MP. Dr. Bahrul Ilmi, M.Kes


NIP. 196510241993031001 NIP. 196610061990031002

Kepala Pusat PPM Direktur Poltekkes Banjarmasin

Dr. Mahdalena, S.Pd,M.Kes H.Mahpolah, M.Kes


NIP. 197008251996032002 NIP. 196310161988031001
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah sampai saat ini masih merupakan penyebab

kematian nomor satu di dunia. Setiap tahunnya di dunia diperkirakan akan semakin banyak

orang yang meninggal karena penyakit jantung an pembuluh darah jika dibandingkan dengan

penyakit lainnya. Dari survey yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada

tahun 2004, diperkirakan sebanyak 17,1 juta orang meninggal (29,1 % dari jumlah kematian

total) karena penyakit jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional penyakit jantung sebesar 7,2%. Pada

tahun 2030, WHO memperkirakan terjadi 23,6 juta kematian karena penyakit jantung dan

pembuluh darah.

Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling sering

diketahui dan bersifat fatal adalah kejadian henti jantung mendadak. Menurut American Heart

Organization (AHA), kejadian henti jantung mendadak merupakan penyebab kematian

tertinggi di Amerika dan Kanada pada tahun 2010. Untuk mempertahankan kelangsungan

hidup, terutama jika henti jantung mendadak terjadi, harus secepatnya dilakukan tindakan

bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar atau dalam masyarakat awam lebih dikenal dengan

istilah Resusitasi jantung Paru (RJP), secara definisi merupakan layanan kesehatan dasar yang

dilakukan terhadap pasien yang menderita penyakit yang mengancam jiwa sampai pasien

tersebut mendapatkan pelayanan kesehatan secara paripurna (AHA,2010). Dalam Advanced

Cardiac Life Support Guidelines 2010, bantuan hidup dasar akan memberikan hasil terbaik jika

dilakukan dalam waktu 5 menit pertama saat pasien diketahui tidak sadarkan diri dengan
menggunakan automated external defibrillator (AED). Umumnya karena waktu yang ditempuh

setelah dilakukan permintaan tolong awal dengan jarak antara sistem pelayanan

kegawatdaruratan medis serta lokasi kejadian akan memakan waktu lebih dari 5 menit, maka

untuk mempertahankan angka keberhasilan yang tinggi, tindakan bantuan hidup dasar harus

segera dilakukan. Keberhasilan kejut jantung dengan defibrilasi akan menurun antara 7 – 10 %

per menit jika tidak dilakukan tindakan bantuan hidup dasar.

Berdasarkan data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika

Serikat sekitar 330.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner di luar rumah sakit

atau di ruang gawat darurat, sedangkan 250.000 diantaranya meninggal di luar rumah sakit.

Selain paramedis, kaum awam juga berperan sebagai pelaksana bantuan hidup dasar di luar

rumah sakit. Untuk menjaga kualitas para pelaksana bantuan, baik dari kaum awam maupun

paramedis, diperlukan pelatihan bantuan hidup dasar yang berintegrasi secara komprehensif.

Mengingat pentingnya bantuan hidup dasar dalam menentukan tingkat keberhasilan

tindakan medis selanjutnya serta kelangsungan hidup penderita, maka tim pengabdian

masyarakat Jurusan Keperawatan Poltekkes Banjarmasin melakukan pelatihan Resusitasi

Jantung Paru (RJP) bagi siswa SMKN 2 Banjarbaru guna melatih kemampuan Bantuan Hidup

Dasar (BHD) siswa sejak dini

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan

masalah yakni bagaimana melakukan pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) bagi siswa

SMAN 1 Banjarbaru guna melatih kemampuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) siswa sejak dini ?
C. Tujuan

1. Tujuan Umum.

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari karya tulis ini

adalah melakukan pelatihan Resusitasi Jantung Paru (RJP) bagi siswa SMAN 1 Banjarbaru

guna melatih kemampuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) siswa sejak dini

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan diseminasi informasi tentang pentingnya penanganan kedaruratan bagi

masyarakat awam, khususnya kalangan pelajar

b. Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan motorik siswa dalam penanganan

gawat darurat, terutama kasus henti jantung


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bantuan Hidup Dasar

1. Definisi Bantuan Hidup Dasar

Bantuan hidup dasar adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang dilakukan

pada pasien yang mengalami henti jantung baik dewasa maupun anak sebelum diberikan

tindakan pertolongan medis lanjutan (AHA,2010). Bantuan hidup dasar bertujuan untuk

memberikan bantuan sirkulasi dan pernafasan yang adekuat sampai keadaan henti jantung

teratasi atau hingga pasien dinyatakan meninggal

2. Henti Nafas

Dalam American Heart Association (AHA) Guidelines for Cardiopulmonary

Resuscitation (CPR) and Emergency Cardiovascular Care (ECC) (2010), henti nafas

adalah berhentinya pernafasan spontan karena gangguan jalan nafas baik parsial maupun

total atau karena gangguan pada pusat pernafasan. Penyebab henti nafas yakni sumbatan

pada jalan nafas, baik parsial maupun total, akibat kondisi-kondisi seperti adanya benda

asing, muntahan, edema laring atau bronkus, bahkan tumor. Selain itu gangguan pada paru-

paru dapat menyebabkan henti nafas, seperti adanya infeksi paru dan edema paru serta

kondisi tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing seperti

pneumothoraks, hematothoraks, dan efusi pleura.


3. Henti Jantung

Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung

untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit

primer dari jantung maupun penyakit sekunder non-jantung.

4. Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa

Berdasarkan panduan bantuan hidup dasar terbaru yang dikeluarkan oleh American

Heart Association (AHA) dan European Society of Resuscitation, pelaksanaan bantuan

hidup dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan

diteruskan dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan C-A-B-D (Circulation-

Airway-Breathing-Defibrillator)

Gambar 2.1. Alur bantuan hidup dasar

Sumber: Adult Basic Life Support : 2010 American Heart Association Guidelines for

Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care

a. Penilaian respons

Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa pada dirinya sudah

aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan cara menepuk-

nepuk dan menggoyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.


Hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita :

 Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka

usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau

usahakan pasien diposisikan ke dalam posisi mantap; sambil terus melakukan

pemantauan terhadap tanda-tanda vital penderita tersebut secara terus-menerus

sampai bantuan datang.

 Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau bernafas tidak

normal (gasping) maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung, maka

langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat

darurat.

b. Pengaktifan sistem layanan gawat darurat

Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan respons

dari penderita, sambil melanjutkan bantuan hendaknya penolong meminta bantuan

orang terdekat untuk menelpon sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode biru bila

di rumah sakit). Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu, maka

sebaiknya penolong menelpon sistem layanan gawat darurat. Saat melaksanakan

percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan lokasi pasien,

kondisi pasien, serta bantuan yang sudah diberikan kepada pasien

c. Kompresi Jantung (Circulation)

Kompresi jantung merupakan tindakan yang dilakukan untuk menciptakan aliran

darah melalui peningkatan tekanan intratorakal untuk menekan jantung seccara tidak
langsung. dilakukan dengan menekan secara kuat dan berirama di bagian setengah

bawah sternum. Tekanan tersebut diharapkan menciptakan aliran darah serta

menghantarkan oksigen terutama untuk otot miokardium serta otak.

Sebelum melakukan kompresi pada penderita, penolong harus melakukan pemeriksaan

awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi saat akan dilakukan

pertolongan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan perabaan denyutan arteri

karotis dalam waktu maksimal 10 detik. Melakukan pemeriksaan denyut nadi bukan hal

yang mudah untuk dilakukan, bahkan tenaga kesehatan yang menolong mungkin

memerlukan waktu yang agak panjang untuk memeriksa denyut nadi, sehingga :

 Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan

langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak tidak

sadarkan diri atau penderita tanpa respons yang bernafas tidak normal.

 Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher pasien dan mencari

trakea dengan 2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai

menemkan batas trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri karotis

berada).

Pelaksanaan Kompresi Dada

Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah

bawah dinding sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah yang akan melalui

peningkatan tekanan intratorakal serta penekanan langsung pada dinding jantung.

Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada :

 Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras


 Tentukan lokasi kompresi di dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang

telah saling berkaitan di bagian bawah sternum, 2 jari di atas processus xyphoideus

 Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi (minimal 100x/menit)

 Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm)

 Penolong awam lakukan kompresi 100x/menit tanpa interupsi. Penolong terlatih

tanpa alat bantu napas lanjutan lakukan kompresi dan ventilasi dengan

perbandingan 30 : 2 (setiap 30 kali kompresi efektif, berikan 2 napas bantuan)

 Evaluasi penderita dengan melakukan pemeriksaan denyut arteri karotis setelah 5

siklus kompresi

 Dalam keadaan berlutut, harus diperhatikan posisi setengah berlutut penolong agar

dapat memberikan kekuatan kompresi yang memadai

5. Manajemen Jalan Nafas dan Pernafasan (Airway dan Breathing)

Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup dasar ini sesuai dengan panduan

yang terbaru dari American Heart Association mengenai bantuan hidup dasar, bahwa

penderita yang mengalami henti jantung umumnya memiliki penyebab primer gangguan

jantung sehingga kompresi secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu untuk

mencari sumbatan benda asing pada jalan nafas.

Setelah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 kali maka dilanjutkan dengan

pemberian bantuan nafas sebanyak 2 kali yang diawali dengan membuka jalan nafas. Posisi

penderita saat diberikan bantuan nafas tetap terlentang, jikalau mungkin dengan dasar yang

keras dan datar dengan posisi penolong tetap berada di samping penderita. Hal yang

diperhatikan dalam ventilasi :


a. Berikan nafas bantuan 2 kali dalam waktu 1 detik setiap tiupan

b. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk

memperlihatkan pengangkatan dinding dada

c. Berikan bantuan nafas bersesuaian dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali

bantuan nafas setiap 30 kali kompresi

6. Teknik Membuka Jalan Nafas (Airway)

Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan melemah

termasuk otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lidah dan epiglotis

terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan nafas. Jalan nafas dapat dibuka oleh penolong

dengan metode :

a. Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke belakang sambil mengangkat dagu).

Tindakan ini aman dilakukan bila penderita tidak dicurigai mengalami

gangguan/trauma tulang leher.

b. Bila penderita dicurigai mengalami gangguan/trauma leher, maka tindakan untuk

membuka jalan nafas dilakukan dengan cara menekan rahang bawah ke arah

belakang/posterior (jaw thrust).

7. Pemberian nafas buatan (Ventilasi)

Tindakan pemberian nafas bantuan dilakukan kepada penderita henti jantung setelah

satu siklus kompresi selesai dilakukan (30 x kompresi). Pemberian nafas bantuan bisa

dilakukan dengan metode :

a. Mulut ke mulut
Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat. Oksigen

yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara melakukan

pertolongan yaitu dengan membuka sedikit mulut pasien, tarik nafas panjang dan

tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat,

setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan sampai dada terangkat. Tetap pertahankan

head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien, lihat apakah dada

pasien turun waktu ekshalasi

b. Mulut ke hidung

Nafas buatan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut sulit dilakukan misalnya

karena tismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai chin lift, kemudian

tiupkan udara seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka mulut pasien waktu ekshalasi

c. Mulut ke Sungkup

Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakan diatas dan melingkupi

mulut dan hidung pasien. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan sehingga

muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat. Cara melakukan pemberian nafas

mulut ke sungkup :

 Letakan sungkup pada muka pasien dan dipegang dengan kedua ibu jari

 Lakukan head tilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup ke muka pasien agar rapat

kemudian tiup melalui lubang sungkup sampai dada terangkat

 Hentikan tiupan dan amati turunnya pergerakan dinding dada


d. Dengan Kantung Pernafasan

Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang

menempel pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini 1600 ml. Alat ini bisa

digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan atau disambungkan dengan sumber

oksigen. Bila alat tersebut disambungkan dengan oksigen, maka kecepatan aliran

oksigen bisa sampai 12 L/menit (ini dapat memberikan konsentrasi oksigen yang

diinspirasi sebesar 7,4%). Penolong hanya memompa sekitar 400-600 ml (6-7ml/kg)

dalam satu detik ke pasien, bila tanpa oksigen dipompakan 10 ml/kg berat badan

pasien dalam 1 detik.

Gambar 2.2. Teknik EC Clamp dengan kantung pernafasan.

Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan nafas dan

meletakan sungkup menutupi muka dengan teknik EC Clamp (bila seorang diri),

yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong membentuk huruf C dan mempertahankan

sungkup di muka pasien. Jari-jari ketiga, empat, dan lima membentuk huruf E

dengan meletakkannya dibawah rahang bawah untuk mengangkat dagu dan rahang
bawah; tindakan ini akan mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka jalan

nafas.

Hal yang harus diperhatikan pada tindakan ini antara lain :

 Bila dengan 2 penolong, satu penolong pada posisi diatas kepala pasien

menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah agar

tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup dan mulut, jari-jari yang lain

mengangkat rahang bawah dengan mengekstensikan kepala sembari melihat

pergerakan dada. Penolong kedua secara perlahan (2 detik) memompa kantong

sampai dada terangkat

 Bila satu penolong, dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir sungkup

dan jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah (E-C Clamp), tangan yang lain

memompa kantung nafas sembari melihat dada terangkat

8. Bantuan hidup dasar dengan 2 penolong

Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan bantuan hidup dasar dengan 2

penolong :

a. Tiap penolong harus mengerti peranan masing-masing. Satu orang penolong

memberikan pernafasan buatan sedangkan penolong yang lain melakukan kompresi

dada. Bila penolong kedua tiba di tempat kejadian saat pertolongan sedang dilakukan

oleh penolong pertama, maka penolong kedua memberikan bantuan setelah penolong

pertama melakukan satu siklus bantuan yang diakhiri dengan 2 nafas bantuan.

b. Penolong yang melakukan kompresi dada memberikan pedoman dengan cara

menghitung dengan suara yang kuat.


c. Sebaiknya perputaran penolong dilakukan setiap 5 siklus. Sebelum melakukan

perpindahan tempat, penolong yang melakukan kompresi memberikan aba-aba

bahwa akan melakukan perpindahan tempat setelah kompresi ke-30 dan melanjutkan

pemberian 2 nafas buatan. Sedangkan penolong yang memberikan nafas buatan,

segera mengambil tempat di samping pasien untuk melakukan kompresi. Hal

tersebut terus berlanjut sampai bantuan dinyatakan boleh dihentikan

9. Komplikasi yang mungkin terjadi saat melakukan bantuan hidup dasar :

a. Aspirasi regurgitasi

b. Fraktur costae-sternum

c. Pneumotoraks, hematotoraks, kontusio paru

d. Laserasi hati atau limpa

B. Bantuan Hidup Dasar pada Anak

Secara garis besar, prinsip pertolongan bantuan hidup dasar baik dewasa maupun anak

harus dikerjakan secara berurutan. Namun sangat perlu diperhatikan mengenai cara pemberian

bantuan hidup dasar adalah jumlah penolong dan adanya usaha nafas atau tidak. Untuk anak

usia > 8 tahun, pertolongan sama dengan dewasa


Gambar 2.3. Alur Bantuan Hidup Dasar pada Anak

1. Penilaian respons

Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa tindakan yang

dilakukan bersifat aman untuk melakukan pertolobagi penolong dan anak yang ditolong.

Penilaian respons dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita

sambil memperhatikan adanya tanda trauma pada anak tersebut.

Hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita :

a. Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka

usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau

usahakan pasien diposisikan ke dalam posisi mantap; sambil terus melakukan

pemantauan terhadap tanda-tanda vital penderita tersebut secara terus-menerus

sampai bantuan datang.

b. Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau bernafas tidak

normal (gasping) maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung,

maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem

layanan gawat darurat.

2. Pengaktifan sistem layanan gawat darurat

Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan

respons dari penderita, sambil melanjutkan bantuan hendaknya penolong meminta

bantuan orang terdekat untuk menelpon sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode
biru bila di rumah sakit). Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu,

maka sebaiknya penolong menelpon sistem layanan gawat darurat. Saat melaksanakan

percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan lokasi pasien,

kondisi pasien, serta bantuan yang sudah diberikan kepada pasien. Bila penolong seorang

diri dan henti jantung tidak disaksikan, lakukan RJP terlebih dahulu selama 2 menit lalu

aktifkan sistem layanan gawat darurat dan ambil AED.

3. Kompresi Dada (Circulation)

Pemeriksaan denyut nadi pada bayi dilakukan pada arteri brakialis atau arteri

femoralis. Sedangkan untuk anak berumur lebih dari satu tahun dapat dilaukan mirip

pada orang dewasa.

Kompresi dada dilakukan segera pada anak dan bayi yang tidak sadarkan diri,

tidak ada denyut nadi serta tidak bernafas. Teknik kompresi pada bayi berbeda dengan

teknik kompresi pada orang dewasa yakni menggunakan teknik kompresi 2 jari atau 2 ibu

jari, sedangkan pada anak berumur kurang dari 8 tahun teknik satu tangan.

Gambar:
Kompresi dada 2 jari pada bayi
(1 penolong)

Gambar:
Teknik kompresi dada 2 ibu jari
pada bayi (2 penolong)
a. Kompresi dada pada anak umur 1 – 8 tahun

1. Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan jari-jari

pada tulang iga anak

2. Menekan sternum sedalam 2,5 – 4 cm kemudian lepaskan dengan rasio

menekan, melepas, dengan kecepatan 100 kali per menit

3. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan nafas dan berikan 2 kali nafas buatan

sampai dada terangkat untuk 1 penolong.

4. Kompresi dan nafas buatan dengan rasio 15:2 (2 penolong).

b. Kompresi dada pada bayi

1. Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari berada di

bawah garis intermammari.

2. Menekan sternum sedalam 1,25 – 2,5 cm kemudian angkat tanpa melepas jari

dari sternum, dengan kecepatan 100 kali per menit.

3. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan nafas dan berikan 2 kali nafas buatan

sampai dada terangkat untuk 1 penolong.

4. Kompresi dan nafas buatan dengan rasio 15:2 (2 penolong).

3. Jalan Nafas dan Pernaafasan (Airway & Breathing)

Setelah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 kali (untuk 1 penolong) atau 15

kompresi (untuk 2 penolong) maka dilanjutkan dengan pemberian nafas bantuan sebanyak

2 kali yang diawali dengan membuka jalan nafas. Teknik pemberian nafas bantuan pada

anak, hamper serupa dengan teknik pada dewasa. Namun harus diperhatikan pemberian
volume pernafasan agar tidak berlebihan jika memberikan nafas bantuan dengan kantong

pernafasan untuk mencegah pneumothoraks.


4. Posisi Mantap pada Anak dan Bayi

Jika bayi atau anak telah kemali ke dalam sirkulasi spontan, maka bayi maupun anak

tersebut dibaringkan ke dalam posisi mantap.. Untuk anak berumur 1 – 8 tahun, posisi

mantap serupa dengan orang dewasa, namun hal tersebut berbeda dengan bayi. Untuk bayi

langkah yang dilakukan adalah :

a. Gendong bayi di lengan penolong sambil menopang perut dan dada bayi dengan

kepala bayi terletak lebih rendah untuk mencegah tersedak karena lidah bayi tersebut

atau aspirasi karena muntah.

b. Usahakan tidak menghalangi mulut dan hidung bayi.

c. Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi dan pernafasan sampai

pertolongan medis datang.


BAB III

METODE PENGABDIAN MASYARAKAT

A. KELOMPOK SASARAN

Sasaran kegiatan pengabdian masyarakat adalah siswa SMK Negeri 2 Banjarbaru, .

B. METODE PENGABDIAN

Kegiatan ini dilakukan dengan metode pembelajaran kelas yaitu beberapa metode yaitu

ceramah dan tanya jawab, simulasi dan demonstrasi langsung dengan alat peraga.

C. KETERKAITAN

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini sangat berkaitan dengan program

pemerintah dalam upaya pencegahan kematian dan kecacatan pada kasus gawat darurat. Selain

paramedis, kaum awam juga berperan sebagai pelaksana bantuan hidup dasar di luar rumah

sakit. Untuk menjaga kualitas para pelaksana bantuan, baik dari kaum awam maupun

paramedis, diperlukan pelatihan bantuan hidup dasar yang berintegrasi secara komprehensif.

D. RANCANGAN EVALUASI

Kriteria hasil dalam pencapaian pengabdian masyarakat sebagai berikut :

a. Peserta pelatihan mampu memberikan Bantuan Hidup Dasar dengan Cepat dan Tepat

b. Mendemonstrasikan metode Evakuasi dan Transportasi Korban dengan Tepat


E. JADWAL PELAKSANAAN

Jadwal pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah sebagai berikut :

Tabel 1

Jadual Kegiatan

No Waktu Kegiatan Keterangan


1 Minggu I Kontrak pertemuan Tim
dengan mahasiswa
sasaran Pengabmas
2 Minggu II Memberikan Materi dan Tim dan siswa
Simulasi BHD SMKN 2
Banjarbaru
3 Mingggu III Membuat Laporan Tim
Kegiatan Pengabmas
F. RANCANGAN ANGGARAN BELANJA

I.  Peralatan Penunjang  
Harga
Harga
Justifikasi Peralatan
Material Kuantitas Satuan %
Pemakaian Penunjang
(bulan)
(Rp)
1. Modul Pelatihan Bahan simulasi 60 lembar 15.000 900.000
 
2. CPR Mouth Barrreir Bahan simulasi 60 lembar 35.000 2.100.000
SUB TOTAL (Rp) 3.000.000 11

II.  Bahan Habis Pakai


3. ATK :  Membuat 3 rim 50.000 150.000
a. Kertas HVS Sidu proposal,
A4 70 gr seminar hasil,  
b. Refill Tinta Canon dan laporan 1 buah  75.000   75.000
c. Pulpen 70 buah 4.000 280.000
4. Fotocopy, penjilidan Bahan seminar 20 eksp 35.000 700.000
proposal dan laporan proposal,
akhir seminar hasil,
dan laporan
5. Spanduk Bahan Promosi 2 eksp 100.00 200.000  
0
6. Note Book   60 7.500 450.000  
7. Konsumsi Pelatihan Makan dan 40 orang x 2 50.000 4.000.000  
snack selama keg
kegiatan
SUB TOTAL (Rp) 5.855.000 7

III. Perjalanan
Perjalanan ke Lokasi Penjajakan 2 kali x 4 50.000 400.000  
orang
Perjalanan ke Lokasi Pelaksanaan 2 kali x 8 50.000 800.000  
kegiatan orang

SUB TOTAL (Rp) 1.200.000 12


IV. Lain-Lain
1. Perijinan Survey 1 kali 300.00 200.000  
0
SUB TOTAL (Rp) 200.000 11
TOTAL ANGGARAN YANG DIPERLUKAN (Rp) 10.255.00 100
0
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ashar. Maret 2011. Planning cardiac emergency medical service with Mobile
application in aceh rural. http://www.acehpublication.com/adic2011/ADIC2011-
039.pdf. diakses Kamis, 20 September 2016 pukul 08:30 WIB.
Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar
(BLS).http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar. diakses Kamis, 20
September 2016 pukul 08:30 WIB.
American Hearts Association (2015). Guidelines Update for CPR and ECC

Anda mungkin juga menyukai