Anda di halaman 1dari 32

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH SIMULASI BHD TERHADAP KEMAMPUAN

NELAYAN DALAM MEMBERIKAN PERTOLONGAN

PERTAMA DI DESA WORI

Dosen Pengampu : Ns. Hj. Silvia Dewi M. Riu, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh

Kelompok II

Fadilah Junita 1901044

Nurhaya Ipa 2001084

Reka Puspita Djumaati 1901073

Fitriani Edhis 1901063

Yuliana Sako 1901066

Bryant Rantung 1901017

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kasus kegawatdaruratan yang dapat mengancam jiwa jika tidak

mendapatkan penanganan yang baik dari petugas kesehatan adalah cardiac

arrest atau henti jantung. Penyakit kardiovaskular yaitu gangguan jantung,

pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler,

serangan jantung, dan kondisi lainnya. Empat dari lima kematian akibat

kardiovaskuler disebabkan oleh serangan jantung dan stroke, (WHO, 2016).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2017 penyakit

kardiovaskular merenggut nyawa sebanyak 17,9 juta orang setiap tahun, yaitu

31% dari seluruh kematian yang ada di dunia. Kematian yang dakibatkan oleh

penyakit kardiovaskuler lebih dari 75% terjadi di Negara berpenghasilan

rendah dan menengah.

Pertolongan yang tepat dalam kasus ini adalah Basic Life Support (BLS),

dalam bahasa Indonesia BLS dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD).

Basic Life Support atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Bantuan Hidup

Dasar (BHD) adalah segala usaha yang dilakukan untuk dapat

mempertahankan kehidupan pada saat seseorang mengalami kondisi

kegawatdaruratan yang mengancam jiwa (AHA, 2016). Salah satu BHD yang

dapat dilakukan adalah Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) atau dikenal

juga dengan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yaitu sekumpulan usaha atau

intervensi yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan dan


mempertahankan fungsi organ penting pada korban dengan henti jantung dan

henti nafas.

Menurut AHA Guidelines tahun 2016, Basic Life Support atau BHD

dilakukan pada orang dengan keadaan kegawatdaruratan seperti henti nafas

(respiratory arrest), dan henti jantung (cardiac arrest). Penyebab utama

kematian diluar rumah sakit dan di rumah sakit adalah serangan jantung

mendadak. Menurut penelitian di Amerika Serikat serangan jantung di luar

rumah sakit atau Out of Hospital Cardiac Arrests (OHCAs) terjadi di rumah

sebanyak 70%, dan 50% tidak disaksikan. Hasil dari OHCA hanya 10,8%

korban dewasa dengan serangan jantung non-traumatik yang telah menerima

upaya resusitasi dari layanan darurat medis atau Emergency Medical Service

(EMS) mampu bertahan hidup sampai rumah sakit. Sedangkan serangan

jantung di rumah sakit atau In Hospital Cardiac Arrest (IHCA) mendapatkan

hasil yang lebih baik, dengan 22,3% sampai 25,5% orang dewasa yang masih

mampu bertahan hidup (Kleinman dkk, 2015).

Hasil dari pengamatan peneliti di Eropa yaitu Resusitasi Jantung Paru

(RJP) dapat meningkatkan kelangsungan hidup di rumah sakit (Mauri R, et all,

2015). Bantuan Hidup Dasar (BHD) berupa Resusitasi Jantung Paru (RJP)

menjadi pertolongan pertama yang mana sebagai upaya pertolongan dan

perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapatkan

pertolongan yang lebih sempurna dari dokter, yang harus diberikan kepada

setiap orang yang mengalami kegawatdaruratan seperti perdarahan, henti nafas

dan henti jantung. Sehingga, sangat diperlukan untuk mengajarkan mengenai

keterampilan BHD pada siapa saja, terutama orang dewasa. Dalam hal ini
artinya kita semua membutuhkan peningkatan jumlah bystander BHD di

lingkungan masyarakat.

Indonesia adalah negara kepulauan yang hampir 70% wilayahnya terdiri

dari laut. Kondisi geografis seperti ini sebagian besar penduduk pesisir

mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan tradisional tersebar di

Wilayah Indonesia terutama di daerah pesisir dan kepulauan, tetapi sampai

sekarang belum ada data yang akurat menyangkut keberadaan nelayan

tradisional tersebut. Keahlian melaut diperoleh secara turun-temurun. Nelayan

tradisional belum memperoleh pendidikan dan pelatihan formal terkait melaut

yang baik dan benar. Aspek keselamatan dan kesehatan saat melaut dan alat

yang digunakan belum terstandar. Risiko cidera, penyakit dan tenggelam akibat

melaut yang tidak terstandar meningkat lebih tinggi dan ketidaktahuan nelayan

tradisional terhadap tindakan awal kegawatdaruratan terkhususnya tindakan

pemberian bantuan hidup dasar pada korban tenggelam, sampai saat ini belum

pernah dieksplorasi.

Tenggelam adalah penyebab utama ketiga kematian akibat kecelakaan

yang tidak disengaja di seluruh dunia dan diperkirakan global secara signifikan

didapatkan bahwa masyarakat meremehkan masalah kesehatan terkait dengan

tenggelam. Salah satu pencegahan yang penting dilakukan untuk

meminimalisir resiko tenggelam adalah melakukan pencegahan, yaitu dengan

memberikan pemahaman akan faktor resiko dan memberikan edukasi akan

penyelamatan dan bantuan hidup dasar. Bantuan Hidup Dasar (BHD)

merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas dan membantu

pernafasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat selain alat bantu nafas
sederhana. Kombinasi nafas bantuan dan kompresi dada disebut resusitasi

jantung paru (RJP).

Ketidakmampuan dalam menangani pasien gawat darurat umumnya

disebabkan oleh kegagalan mengenal risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya

sarana yang memadai dan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam

mengenal keadaan risiko tinggi secara dini yang harus dilakukan secara efektif

dan efisien. Kesalahan atau ketidaktepatan pemberian pertolongan pertama pre

hospital dalam melakukan pertolongan dapat menyebabkan kecacatan atau

kematian penderita gawat darurat. Upaya yang harus dilakukan untuk

meminimalkan angka kematian penderita gawat darurat harus mempersingkat

response time.

Peningkatan pengetahuan masyarakat dalam upaya pemberian pertolongan

pertama prehospital perlu dilakukan. Masyarakat yang tidak paham tentang

pemberian pertolongan pertama akan cenderung memberikan pertolongan

seadanya tanpa memikirkan tindakan yang dilakukan itu tepat atau tidak.

Selain itu, masyarakat awam biasanya hanya menunggu tim penolong datang

tanpa memikirkan bagaimana kondisi korban yang akan ditolong padahal

masyarakat awam dikatakan sebagai penolong pertama dan utama.

Hasil penelitian sebelumnya, dengan judul Pengaruh Pendidikan

Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) Pada

Kecelakaan Lalu Lintas Pada Siswa Sma Negeri 1 Sanana Kabupaten

Kepulauan Sula Maluku Utara, ternyata ada pengaruh antara pendidikan

kesehatan terhadap tingkat pengetahuan Bantuan Hidup Dasar pada kecelakaan

lalu lintas di SMA Negeri 1 Sanana Kabupaten Kepulauan Sula Maluku Utara.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti berniat untuk meneliti

apakah ada “Pengaruh Simulasi Bhd Terhadap Kemampuan Nelayan Dalam

Memberikan Pertolongan Pertama Di Desa Wori”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “apakah ada Pengaruh Simulasi BHD Terhadap Kemampuan Nelayan

Dalam Memberikan Pertolongan Pertama Di Desa Wori”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Pengaruh Simulasi BHD Terhadap Kemampuan

Nelayan Dalam Memberikan Pertolongan Pertama Di Desa Wori

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui kemampuan nelayan dalam memberikan pertolongan

pertama sebelum diberikan simulasi BHD

b. Untuk mengetahui kemampuan nelayan dalam memberikan pertolongan

pertama sesudah diberikan simulasi BHD

c. Untuk menganalisa Pengaruh Simulasi BHD Terhadap Kemampuan

Nelayan Dalam Memberikan Pertolongan Pertama Di Desa Wori

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan ilmu bagi perkembangan dunia pendidikan

keperawatan kepada tenaga pendidik dan mahasiswa keperawatan

terhadap simulasi BHD terkhususnya pada kemampuan nelayan dalam

memberikan pertolongan pertama, sehingga dapat mencegah terjadinya


kecelakaan pada masyarakat sekitar dan dapat diterapkan dalam

praktik mandiri keperawatan di masa mendatang

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi fakultas

kesehatan terutama pada mahasiswa keperawatan yang nantinya

dapat mengetahui apakah ada pengaruh Simulasi BHD Terhadap

Kemampuan Nelayan Dalam Memberikan Pertolongan Pertama

b. Bagi Tempat Penelitian

Dengan hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi

masukan dan sebagai bahan evaluasi kembali mengenai pengaruh

Simulasi BHD Terhadap Kemampuan Nelayan Dalam

Memberikan Pertolongan Pertama

c. Bagi Responden

Lewat penelitian yang dilakukan diharapkan responden dapat

mengetahui pengaruh Simulasi BHD Terhadap Kemampuan

Nelayan Dalam Memberikan Pertolongan Pertama

d. Bagi Peneliti

Dengan penelitian yang dilakukan diharapkan peneliti mampu

memahami dan menjadikan ilmu guna dalam memberikan

pelayanan kesehatan pada masyarakat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR BANTUAN HIDUP DASAR

1. Pengertian bantuan Hidup dasar

Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan untuk

mempertahankan jalan nafas dan membantu pernafasan dan sirkulasi tanpa

menggunakan alat selain alat bantu nafas sederhana. Kombinasi nafas

bantuan dan kompresi dada disebut resusitasi jantung paru (RJP). (Soaret

al., 2013).

Bantuan hidup dasar merupakan sekumpulan intervensi yang bertujuan

untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital organ pada

korban henti jantung dan henti nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian

konpresi dada dan bantuan nafas (Hardisman, 2014).

Menurut Krisanty (2009) bantuan hidupa dasar adalah memberikan

bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada pasien henti

jantung atau henti nafas melalui RJP.

2. Indikasi Bantuan Hidup Dasar

a. Henti Nafas

Henti nafas dapat disebabkan karena tenggelam, stroke, obstruksi jalan

nafas oleh benda asing, inhalasi asap, kelebihan dosis obat, terkena

aliran listrik, trauma, suffocation, miocard cardiac invark (MCI),

koma.
b. Henti Jantung/Cardiac arrest

Henti jantung dapat diakibatkan : fibrilasi ventrikel, takhikardi

ventrikel, asistol (Krisanty, 2009).

c. Tujuan Bantuan Hidup Dasar

Tindakan BHD memilki berbagai macam tujuan yaitu:

a. Mempertahankan dan mengemabalikan fungsi oksigenasi organ-

organ vital (otak, jantung, dan paru-paru)

b. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.

c. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari

korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas.

d. Rantai keselamatan bantuan hidup dasar

Langkah langkah bantuan hidup dasar pada korban dewasa.

a. Identifikasi korban henti jantung dan aktivasi SPGDT segera.

1) Melaukan 3A (aman)

Sebelum melakukan pertolongan harus diingat bahwa tidak

jarang anda memasuki keadaan yang berbahay. Selain resiko

infeksi anda juga dapat menjadi korban jika tidak

memperhatikan kondisi sektar pada saat melakukan

pertolongan. Maka ada beberapa hal yang harus dilakukan

penolong pada korban yaitu:

 Memastikan keamanan anda

Keamanan sendiri merupakan prioritas utama, karena

bagaimana kita dapat melakukan pertolongan jika

kondisi kita sendiri berada dalam bahaya.


 Memastikan kemanan lingkungan

Ingat rumus do no futher harm. Karena ini juga meliputi

lingkungan sekitar penderita yang belum terkena cedera.

Sebagai contoh ketika terjadi kecelakaan lalu lintas,

ingatah para penonton agar cepat-cepat menyingkir

karena ada bahaya seperti ledakan/api.

 Memastikan keamanan penderita

Prioritas terakhir dalam melakukan bantuan adalah

penderita sendiri, karena penderita ini sudah mengalami

cedera dari awal.

2) Memastikan kesadaran korban dan mengecek pernapasan

Penolong harus memastikan korban tidak merespon dengan

cara memanggil korban dengan lantan, lalu menepuk-nepuk

korban atau menggoyang-goyangkan bahu korban. Penolong

harus memastikan pernapasan korban, jika korban tidak sadar

dan bernapas secara abnormal penolong harus memastikan

korban mengalami henti jantung.

3) Meminta pertolongan

Minta bantuan ke orang sekitar tempat kejadian. Hal ini

dangat penting karena akan sangat sulit menolong pasien

seorang diri, apabila ada lebih dari satu penoong maka akan

lebih efektif menangani korban, seperti mengaktifkan EMS dan

mengamankan lokasi .

4) Penilaian awal
Penilaian awal denngan menggunakan C – A – B

1) Circulation

Periksa nafas dan nadi karotis (nadi leher) korban

secara bersamaan maksimal 10 detik. Lakukan

pengecekan nafas dengan melihat naik turunnya dada

korban, dengarkan dan rasakan dengan pipi udara yang

dihembuskan oleh korban. Lakukan pengecekan nadi

dengan meraba arteri karotis yang ada di leher dengan

meletakkan dua jari di bawah sudut rahang yang ada di

sisi penolong.

Dari penilaian awal ini, dapat diperoleh informasi

tentang korban apakah si korban hanya mengalami

pingsan, henti nafas atau bahkan henti jantung. Jika

korban tidak bernafas, nadi tidak ada dan tidak ada

respon, maka pasien dapat dikatakan henti jantung. Pada

keadaan ini, langkah-langkah yang harus dilakukan

adalah mengaktifkan sistem tanggap darurat dan

menghubungu pusat layanan kesehatan darurat.

Kemudian segera lakukan RJP yang benar dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

 Letakkan korban pada permukaan datar dan keras

untukmemastikan bahwa korban mendapatkan

penekanan yang adekuat


 Pastikan bagian dada korban terbuka untuk meyakinkan

penempatan tangan yang benar dan untuk melihat

rekoil dada.

 Letakkan tangan di tengah dada korban, tumpukan

salah satu pangkal tangan pada daerah separuh bawah

tulang dada dan tangan tangan yang lain di atas tangan

yang bertumpu tersebut.

 Lengan harus lurus 90o terhadap dada korban, dengan

bahu penolong sebagai tumpuan atas.

 Tekan dada dengan kecepatan 100-120x/menit, dengan

kedalaman minimal 5cm tetapi tidak boleh lebih dari

6cm.

 Cara menghitun 1,2,3,4,5,6,7,8,9,20,1,2,3,4,5,6,7,8,9,30

atau menghitum 1-30.

 Selama melakukan penekanan, pastikan bahwa dinding

diberikan kesempatan untuk mengembang kembali ke

bentuknya semula (rekoil penuh).

 Penolong harus meminimalkan intrupsi, untuk

memaksimalkan kompresi dada.

2) Airway

Pemeriksaan pada pernapasan jika terdapat benda asing

di jalan nafas.

 Head – tilt / chin – lift technique (teknik tekan

dahi / angkat dagu) dengan menekan dahi sambil


menarik dagu hingga melewati posisi netral

tetapi jangan sampai menyebabkan hiperekstensi

leher.

 Jaw – trust maneuver ( manuver dorongan

rahang) yang dilakukan bila dicurigai terjadi

cedera pada kepala, leher atau tulang belakang

pada korban. Lalu membuka mulut korban.

 Periksa jalan nafas dan lakukan finger swab, jika

terdapat benda asing di jalan nafas.

3) Breathing

 Berikan 2 x napas bantuan setiap selesai

melakukan 30 x penekanan dada, dengan durasi

selama 1 detik untuk tiap pemberian napas.

Pastikan dada mengembang untuk tiap pemberian

bantuan napas.

 Beri kesempatan ke paru-paru untuk mengempis

setelah tiupan napas .

 Lakukan 30 kompresi dada diikuti dengan

bantuan napas.

4) Evaluasi dan posisi pemulihan ( recovery position ).

 Jika tidak teraba nadi karotis, penolong kembali

melanjutkan RJP. Jika ada nadi dan napas belum

ada, korban / pasien diberikan bantuan napas

sebanyak 10 – 12 kali.
 Jika nadi teraba, kaji pernapasan korban dengan

melihat gerakan dinding dada.

 Jika pernapasan tidak ada, berikan rescue

breaathing dengan menghitung satu ribu, dua

ribu, tiga ribu, empat ribu, lima ribu. Setelah tiup

– tiupan rescue breathing dalam satu menit.

 Lakukan pemeriksaan ulang nadi korban tiap 2

menit.

 Berikan korban posisi recovery jika nadi ada,

pernapasan ada, korban tidak sadar, dan tidak ada

trauma

5) Langkah – langkah pemberian posisi pemulihan, sebagai

berikut:

 Lengan yang dekat penolong diluruskan ke arah

kepala.

 Lengan yang satunya menyilang dada, kenmudian

tekankan tangan tersebut ke pipi korban

 Tangan penolong yang lain raih tungkai di atas

lutut dan angkat..

 Tarik tungkai hingga tubuh pasisen hingga

terguling ke arah penolong. Baringkan miring

dengan tungkai atas membentuk sudut dan

menahan tubuh dengan stabil agar tidak

menelungkup.
 Periksa pernapasan terus – menerus

B. KONSEP DASAR PERTOLONGAN PERTAMA

1. Pengertian Pertolongan Pertama

Pengertian pertolongan pertama adalah upaya pertolongan dan

perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapatkan

pertolongan yang lebih sempurna dari dokter (Abu Al Fatih, 2014). Ini

berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan

yang sempurna, tetapi hanyalah pertolongan sementara yang di lakukan

petugas. Pemberian pertolongan pertama harus secara cepat dan tepat

menggunkan sarana dan pasarana yang ada di tempat kejadian bila

tindakan pertolongan pertama ini di lakukan dengan benar dan baik akan

mengurangin cacat atau penderitaan bagi korban dan bahkan dapat

menyelamatkan korban dari kematian, tetapi bila tindakan pertolongan

pertama ini tidak berjalan baik makan kemungkinan besar memperburuk

keadaan dan bahkan dapat mengakibatkan cacat dan kematian.

Tujuan dari pertolongan pertama adalah menyelamatkan nyawa

atau mencegah kematian, mencegah cacat yang` lebih berat (mencegah

kondisi memburuk), dan menunjang penyembuhaan dengan

mengurangin rasa sakit, takut dan mencegah infeksi.

2. Pelatihan Pertolongan Pertama Pada Korban

Pelatihaan pertolongan pertama pada korban dinamakan Medical

First Respondent (MFR) ini adalah pelatihaan dasar untuk seorang

penolong yang pertama kali tiba di lokasi kejadian. Seorang penolong


harus memilikin kemapuan dalam penanganan kasus gawat darurat dan

terlatih dalam tingkatan paling dasar untuk menolong. Sebelum korban

di bawa ke rumah sakit penolong mempunyai kewajiban yaitu:

a) Menjaga keselamatan diri, anggota tim, korban dan orang-orang di

sekitar

b) Menjangkau korban

c) Dapat mengenalin dan mengatasin masalah yang mengancam jiwa

d) Meminta bantuan

e) Memberikan pertolongan pertama berdasarkan keadaan korban 6.

Membantu pelaku pertolongan lainnya

f) Ikut menjaga kerahasian medis korban

g) Berkomonikasi dengan pertugas lainnya

h) Mempersiapkan korban untuk di bawa ke tempat medis

Seorang penolong harus mempunyain kualitas yang bertanggung

jawab, kemapuan bersosialisasi, jujur, dan percaya diri, kematangan

emosi, berpilaku profesional. Peralatan dasar MFR yang harus di

gunakaan saat menolong korban yaitu berupa sarung tangan, kacamata,

pelindung, baju pelindung, masker penolong, masker resusitasi jantung

paru (RJP). Perlindungan diri seorang penolong di lakukan dengan

dasar pemikiran bahwa semua darah dan cairan yang keluar dari tubuh

korban bersifat menular sehingga perlu perlindungam terhadap tubuh

seorang penolong sebagai upaya pencegahan. Beberapa tindakaan

umum untuk perlindungan diri yaitu mencuci tangan, membersihkan

dengan desinfektan memakai bahan pembunuh kuman sehingga


membuat sterilisasi. Seorang penolong melakukan penilaian dini pada

korban (bila sadar) dengan memperkenalkan diri supaya korban tidak

panik lagi, mengenalin dan mengatasin cidera, gangguan yang

mengancam jiwa, stabilkan dan teruskan pemantauan penderita. Dalam

melakukan pertolongan pertama seorang penolong jangan panik,

memperhatikan pernapasaan dan denyut jantung, menghentikan

pendarahan secepat mungkin, perhatikan tanda-tanda syok dan segera di

tanganin, jangan memindahkan korban dengan buru-buru bila tidak ada

keadaan bahaya lain. Melakuakan pemeriksaan fisik kepada korban

sehingga kita dapat mengetahuin apa yang harus kita lakukan

pertolongan ke pada korban, pemeriksaan fisik ini di lakukan secara

menyeluruh dapat di lakukan dari ujung kepal sampai ujung kaki namun

bisa juga berubah sesuai dengan kondisi korban hal ini di lakukan

supaya mudah dalam menangani korban.

3. Peralatan pertolongan pertama

a. Macam-macam alat pelindung diri (APD)

1) Sarung tangan

2) Lateks

3) Baju pelindung

4) Masker penolong

5) Masker resusitasi

6) Helm

b. Peralatan pertolongan pertama

1) Kasa steril
2) Bantalan kasa

3) Pembalut

4) Pembalut gulung/pita

5) Pembalut segitiga/mitela

6) Pembalut tabung

7) Pembalut rekat/plister

8) Cairan anti septik

9) Alkohol 70%

10) Iodine

11) Cairan pencuci mata

12) Peralatan stabilisasi, papan spinal panjang, papan spinal pendek

13) Pinset

14) Senter

15) Selimut

16) Kartu penderita

17) Alat tulis

18) Oksigen

19) Tensimeter dan stetoskop

20) Tandu

4. Penilaian Korban

Ditahap ini penolong harus mengenali dan mengatasi keadaan yang

mengancam nyawa penderita dengan cara yang tepat, cepat dan

sederhana. Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya masalah,

khususnya pada sistem pernafasan dan sistem sirkulasi maka penolong


langsung melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam Penilaian Dini adalah:

1) Kesan umum harus di lakukan untuk menentukan korban

mengalamin kasus trauma atau kasus medis.

a. Kasus trauma adalah kasus yang di sebabkan oleh luka yang

terlihat jelas atau teraba contohnya seperti luka terbuka, luka

memar, patah tulang.

b. Kasus medis adalah kasus yang di sebabkan oleh riwayat

kesehatan seperti sesak nafas atau pun alergi terhadap suatu

obat, dalam kasus ini para penolong harus berupaya mencari tau

dulu riwayar gangguan korban.

2) Memeriksa respon hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

berat ringan gangguan yang terjadi di dalam otak. Respon dinilai

berdasarkan reaksi yang diberikan korban terhadap rangsangan yang

diberikan oleh penolong. Respon korban di bagi menjadi 4 bagian:

a. Awas: korban ini sadar dan mengetahuin keberadaannya,

biasanya korban tanggap terhadap orang, waktu dan tempat,

sedikit gangguan dapat bermakna beberapa korban mungkin

terkena sadar penuh tetapi tidak menyadarin keadaan lingkungan

atau dimana mereka berada.

b. Suara: korban hanya bisa menjawab atau bereaksi bila di panggil

atau mendengar saura. Penderita ini dikatakan respon terhadap

rangsang suara. Seorang korban yang tidak bisa menjawa tempat

dan waktu mungkin termasuk golongan ini.


c. Nyeri : Korban hanya bereaksi bila diberikan respon (rangsang)

nyeri, misal dengan cubitan yang kuat, penekanan ditengah

tulang dada (bila tidak ada cedera dada) oleh penolong. Bila

korban respon terhadap suara, maka rangsang nyeri tidak perlu

diberikan. Reaksi yang mungkin bisa dilihat ketika diberi

ransang nyeri adalah membuka mata, erangan, melipatatau

menjatuhkan alat gerak, dan gerakan ringan lainnya. Laporannya

adalah korban respon terhadap nyeri.

d. Tidak Respon : Korban tidak berekasi dengan rangsang apapun

yang dilakukan penolong. Jika dijumpai kasus ini, maka

penolong harus segera melakukan penatalaksanaan penanganan

jalan nafas dan lainnya.

Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan rinci dan sistematis

mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dapat kita gunakan

tiga metode yaitu penglihatan (inspection), perabaan (palpation),

dan pendengaran (auscultation). Dalam melakukan pemeriksaan

ada beberapa hal yang harus di perhatiakan yaitu adalah

perubahaan bentuk bandingkan sisi sehat dan sisi sakit, luka

terbuka biasanya terlihat dengan jelas karena mengkeluarkan

darah, nyeri daerah cidera lunak bila di tekan, dan bengkak berada

di daerah yang mengalamin cidera.

5. Cara mengangkat dan memindahkan korban

Pada saat keadaan berbahaya kita harus memindahkan korban

dengan cara yang baik dan benar sehingga tidak mengakibatkan cidera
tambahan parah atau mengakibatkan luka tambah serius. Mekanika

tubuh penggunaan tubuh dengan baik untuk memfasilitasi pengangkatan

dan pemindahaan korban untuk mencegah cedera pada pertolongan

pertama, cara yang salah dapat mengakibatkan cedera pada penolong,

saat mengangkat ada beberapa hal yang di perhatikan:

1) Rencana pemindahaan sebelum mengangkat

2) Gunakan tungkai jangan gunakan punggung

3) Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh

4) Lakukan gerakan seara menyeluruh dan upayakan agar bagian tubuh

saling menopang

5) Bila dapat kurangin jarak atau ketinggian yang harus di laluin korban

6) Pastikan posisi dan angkat korban secara bertahap

7) Hal-hal tersebut di atas harus selalu dilakukan bila akan

memindahkan atau mengangkat korban, kunci yang paling utama

adalah menjaga kelurusna tulang belakang upayakan kerja

berkelompok terus berkomonikasi dan lakukan koordinasi. Mekanika

tubuh yang baik akan akan sangat membantu saat mengangkat

korban.

Dalam memindahkan korban ada beberapa hal yang di perhatikan:

1) Pada saat memindahkan jangan sampai cedera pada korban

bertambah atau semakin parah.

2) Ragu-ragu hubungin medis untuk mengangkat korban.

3) Syarat utama dalam mengangkat korban yaitu keadaan fisik yang

baik, terlatih dan dijaga dengan baik.


4) Nyeri pinggang (low back pain) merupakan hal yang paling

sering dikeluhkan oleh tenaga medis di lapangan.

5) Saat mengangkat dengan tangan, telapak tangan menghadap ke

arah depan.

6) Jaga titik berat beban sedekat mungkin ke tubuh anda.

7) Gunakan alat bantu.

8) Jarak antara kedua lengan dan tungkai adalah selebar bahu. jarak

terlalu rapat dapat mengurangin stabilitas dan jarak terlalu lebar

dapat mengurangin tenaga.

C. PENELITIAN TERKAIT

1. Penelitian terkait dengan judul “Sosialisasi dan Simulasi Pemberian

Bantuan Hidup DasarPada Nelayan Tradisional di Desa Kawa

Kabupaten Seram Bagian Barat” dilakukan oleh La Rakhmat Wabula,

Maritje S. J. Malisngorar tahun 2021. Kegiatan ini dilaksanakan pada

tanggal 02 Juli 2021 bertempat di Balai Desa Kawa Kabupaten

Seram Bagian Barat. Metode yang digunakan dalam program

pengabdian masyarakatini adalah berupa penyuluhan atau sosialisasi

(ceramah) dan demonstrasi (simulasi). Media yang digunakan yaitu

power point, LCD, dan speaker. Maluku merupakan salah satu

provinsi bahari di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya

hidup sebagai nelayan tradisional dan tinggal di Kawasan Pesisir.

Sebaran masyarakat Desa Kawa adalah hidup di daerah pesisir yang

berhadapan dengan lautan dimana bermata pencaharian utama adalah

nelayan. Letak Desa Kawa denganpelayanan kesehatan (Puskesmas)


dibatasi dengan transportasi darat dan lautan dengan jarak tempuh ± 45

menit. Hal ini membuat masyarakat tidak terlalu peka dengan masalah

kesehatan dan terbiasa hidup mandiri namun tidak tahu akan

tndakan mandiri dalam menangani sebuah masalah

kegawatdaruratan. Berdasarkan data yang diperoleh di Masyarakat

Desa Kawa selama ini sering terjadi kecelakaan berupa tenggelam,

sehingga masyarakat ingin tahu akan penanganan pertama pada

kasus tenggelam. Hal inididasari pada lokasidesa yang jauh dari

tenaga penolong (paramedis dan medis) dan tempat pertolongan

(Puskesmas), sehingga masyarakat berkeinginan kuat untuk bisa

secara mandiri melakukan cara pertolongan (Bantuan Hidup Dasar)

pada kasus kecelakaan yang terjadi di laut, salah satunya adalah

tenggelam.

2. Penelitian terjait dengan judul “Pelatihan pertolongan pertama korban

tenggelam pada nelayan dengan metode simulasi” dilakukan oleh Rizeki

Dwi FibriansariArista Maisyaroh, Eko Prasetya Widianto tahun

2022.Pengetahuan tentang pertolongan pertama pada korban tenggelam

bagi masyarakat pesisir sangat diperlukan untuk meningkatkan

keberhasilan bantuan, terutama para nelayan yang memiliki resiko dari

pekerjaaan di wilayah perairan, akan tetapi kondisi saat ini sangat sedikit

edukasi yang diberikan kepada masyarakat sebagai penolong pertama di

tempat kejadian. Penelitian ini menggunakan metode simulasi yang

efektif, dapat mengajarkan seseorang secara mudah dalam memahami

pengetahuan baru. Hasil ini menunjukan bahwa metode simulasi sangat


efektif digunakan untuk melatih orang awam dalam melakukan

pertolongan pertama korban tenggelam.


BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep adalah model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai elemen yang diidentifikasi seabagai isi penting

(Sugiono, 2017).

Simulasi Bantuan Hidup Pertolongan Pertama


Dasar

Keterangan :

= Yang diteliti

= Pengaruh

B. Hipotesa Penelitian

Hipotesa adalah hasil yang akan diungkapkan dari sebuah penelitian

maupun hasil yang diantisipasi. Hipotes ini dibagi dua macam penelitian ini,

yaitu hipotes nol (Ho) dan hipotesa alternatif (Ha) (Swajana, 2017).

Hipotesa pada penelitian ini, antara lain :

Ha : Ada pengaruh Simulasi BHD terhadap kemampuan nelayan dalam

memberikan pertolongan pertama di desa Wori

Ho: Tidak ada pengaruh Simulasi BHD terhadap kemampuan nelayan

dalam memberikan pertolongan pertama di desa Wori

C. Variabel penelitian

1. Variabel independent (variabel bebas)


Variabel independent adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel

lain. ketika variabel bebas berubah, variabel lain juga dapat berubah

(Sugiono, 2017). Variabel independent : Simulasi Bantuan Hidup Dasar

2. Variabel dependen (variabel terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen artinya variabel independen berubah, variabel dependen

berubah (Sugiona, 2017). Variabel dependen : Pertolongan Pertama

D. Definisi operasional

Definisi operasional adalah deskripsi dari semua variabel dan istilah yang

digunakan dalam pencarian yang akhirnya memudahkan pembaca untuk

menemukannya (Suyanto, 2018).

Variabel Defini Parameter Alat Skala Skor


operasional ukur
(Independen) Usaha yang 1. Airway SOP - i

Simulasi diberikan untuk 2. Breathing s

Bantuan menjaga jalan 3. circulation j

Hidup dasar nafas tetap j

terbuka, dan

menunjang

sirkulasi, tanpa

alat-alat medis

yang dapat

dilakukan oleh

para nelayan di
desa wori

(dependen) Pertolongan 1. Pengetahuan Kuesione Ordinal 1. Memaha

Pertolongan pertama yang nelayan r mi

pertama dilakukan sesuai terhadap 2. Tidak

kemampuan dan pertolongan Memaha

pengetahuan pertama pada mi

nelayan di desa korban

wori
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah pra eksperimen dimana

metode ini meliputi hanya satu kelompok atau kelas yang diberikan pra dan

pasca uji. Rancangan penelitian one group pretest and posttest design,

dilakukan terhadap satu kelompok tanpa adanya kelompok control atau

pembanding.

O1 X O2

Keterangan :

O1 : Nilai pretest, sebelum dilakukan simulasi BHD

X : Simulasi BHD

O2 : Nilai posttest, setelah dilakukan simulasi BHD

B. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitiaan ini akan dilakukan di desa Wori Kecamatan Bunaken

Kota Manado

2. Waktu

Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan Agustus 2022 di desa

Wori Kecamatan Bunaken Kota Manado

C. Populasi dan Teknik Sampel

1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan (universum) dari objek penelitian

berupa manusia, hewan, tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa,

sikap hidup, dan sebagainya sehingga objek ini dapat menjadi

sumber data penelitian (Bungin, 2000). Populasi pada penelitian

ini ialah seluruh nelayan di desa Wori Kecamatan Bunaken Kota

Manado

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau sebagai wakil populasi yang akan

diteliti. Jika penelitian yang dilakukan sebagian dari populasi

maka bisa dikatakan bahwa penelitian tersebut adalah penelitian

sampel.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling pada penelitian ini adalah purposive sampling.

Pengambilan sampel ini didasari atas suatu pertimbangan tertentu

oleh peneliti (Notoatmojo, 2012)

4. Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan syarat sampel penelitian dan

mewakili dari populasi (Arikunto, 2010). Kriteria inklusi dalam

penelitian ini, antara lain :

1. Bersedia menjadi responden

2. Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan

b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi

karenaberbagai sebab (Nersalam,2015). Kriteria eksklusi pada

penelitian ini adalah :

1. Para nelayan yang sedang sakit parah

2. Para nelayan yang tidak mampu melakukan BHD

3. Nelayan yang tidak bersedia menjadi responden

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data agar penelitian dapat berjalan dengan baik (Polit,

2012). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah SOP

(Standar Operational Prosedure) dan Kuesioner.

1. Variabel Independen

Pada variabel ini menggunkan SOP (Standar Operasional

Prosedur) adalah suatu prosedur yang menjadi pendoman atau tata

cara yang akan digunakan dalam peneltian.

2. Variabel Dependen

Pada variabel ini akan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah

daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk

mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2014).


1. Data Primer

Data primer yaitu dimana data diperoleh langsung dari

sasarannya. Pada penelitian ini, data didapatkan langsung dari

responden dengan menggunakan kusioner yang dibagikan kepada

responden

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain,

tidak langsung diperoleh dari subjek penelitiannya.

F. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap

variabel dari distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti

baik variabel dependen maupun variabel independen.

Analisa univariat dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi

kemampuan nelayan sebelum diberikan simulasi BHD dan

kemampuan nelayan sesudah diberikan simulasi BHD

2. Analisa Bivariate

Analisa Bivariate merupakan seperangkat analisa pengamatan dari

dua variabel yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh antara variabel (Fowler, 2009).

Analisa Bivariate merupakan analisa untuk mengetahui apakah

ada atau tidaknya pengaruh simulasi BHD terhadap kemampuan

nelayan dalam memberikan pertolongan pertama di desa wori.

Analisa pengolahan data yang dilakukan menggunakan uji


Wilcoxon. Uji Wilcoxon adalah uji non parametric yang

diinginkan untuk mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata dari

sampel yang diambil apabila data tidak berdistribusi normal

(Polit,2012).

G. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian. Prinsip

etik diterapkan dalam kegiatan penelitian dimulai dari penyusunan

proposal hingga penelitian ini di publikasikan (Notoatmodjo, 2018).

Dalam melaksanakan penelitian ada 3 prinsip yang harus dipegang,

yakni:

a) Menghormati harkat dan martabat manusia, responden diberi

kebebasan untuk memberikan informasi atau tidak dan responden

juga berhak mengundurkan diri jika resoponden merasa dirugikan

b) Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian, peneliti harus

menjaga privasi responden

c) Keadilan dan keterbukaan, peneliti harus menjamin semua responden

mendapat perilaku dan keuntungan yang sama tanpa ada perbedaan.

Anda mungkin juga menyukai