Anda di halaman 1dari 35

Proposal

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN BANTUAN HIDUP


DASAR (BHD) DENGAN MEDIA KOMIK UNTUK
MENINGKATKAN PENGETAHUAN SISWA
SMA PGRI 2 PALEMBANG

ICHA KRISTINA

21116120

STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2020
Proposal

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN BANTUAN HIDUP


DASAR (BHD) DENGAN MEDIA KOMIK UNTUK
MENINGKATKAN PENGETAHUAN SISWA
SMA PGRI 2 PALEMBANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Keperawatan

ICHA KRISTINA

21116120

STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah kesehatan


masyarakat yang mempengaruhi semua sektor kehidupan. Kecelakaan lalu
lintas di Indonesia oleh World Health Organisation (WHO) dinilai menjadi
pembunuh terbesar ketiga setelah penyakit jantung dan tuberculosis (TBC).
(Widodo, 2015).
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit
tidak menular (63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang
disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan
90% dari kematian “awal” tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Salah satu penyebab kematian nomor satu pada penyakit
tidak menular setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler (Kemenkes
RI, 2014).
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan
fungsi jantung dan pembuluh darah (Kemenkes RI 2014).
Salah satu gangguan kardiovaskuler yang paling sering menjadi
penyebab kematian adalah henti jantung. Henti jantung merupakan salah
satu keadaan berhentinya fungsi mekanis jantung secara mendadak, yang
dapat reversible dengan penanganan yang sesuai tetapi akan menyebabkan
kematian apabila tidak ditangani dengan segera (Joseph Loscalzo 2012).
Selain serangan jantung, untuk jumlah prevalensi penderita henti
jantung (cardiac arrest) di Indonesia tiap tahunnya belum didapatkan data
yang jelas, walaupun demikian diperkirakan sekitar 10 ribu warga, yang
berarti 30 orang per hari mengalami henti jantung. Kejadian terbanyak
dialami oleh penderita jantung koroner (Depkes, 2015).
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara
tiba-tiba yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit
jantung. Cardiac arrest terjadi ketika malfungsi sistem listrik di jantung.
Pada cardiac arrest kematian terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti
bekerja dengan benar. Hal ini disebabkan oleh tidak normal, atau tidak
teratur, irama jantung atau disebut aritmia (American Heart Association,
2014).
Henti jantung sering terjadi secara tiba-tiba tanpa gejala awal. Henti
jantung dipicu oleh kerusakan listrik jantung yang menyebabkan tidak
teraturnya detak jantung (aritmia). Apabila kerja pompa jantung yang
terganggu, jantung tidak dapat mengirim darah ke otak, paru-paru dan organ
lainnya. Setelah terjadinya henti jantung, seseorang akan mengalami henti
nafas yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan tidak terabanya denyut
nadi. Kematian akan terjadi dalam beberapa menit jika korban tidak
menerima pertolongan segera (AHA 2015).
AHA, 2017 menyatakan bahwa tidak ada persyaratan usia minimum
untuk belajar CPR. Kemampuan untuk melakukan CPR lebih didasarkan
pada kekuatan tubuh daripada usia. Studi telah menunjukkan bahwa anak-
anak berusia sembilan tahun dapat belajar dan mempertahankan
keterampilan CPR. Diharapkan para penolong dapat berbicara dan mengerti
instruksi dari instruktur jika terjadi masalah.
Aspek dasar pertolongan pada henti jantung mendadak adalah bantuan
hidup dasar (BHD), aktivasi sistem tanggap darurat, RJP sedini mungkin,
serta dengan defibrilasi cepat menggunakan defibrillator eksternal otomatis
atau Automatic External Defibrillator (AED). (Kleinman et al. 2015).
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan tindakan darurat untuk
membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan
sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu. Bantuan hidup dasar
biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang diantaranya akan
menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus diberikan
secara cepat dan tepat, sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk,
cacat bahkan kematian pada korban kecelakaan (Pusat Siaga Bantuan
Kesehatan 188 DIY, 2014).
Bantuan Hidup Dasar (BHD) ditujukan untuk memberikan perawatan
darurat bagi para korban, sebelum pertolongan yang lebih mantap dapat
diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya (Sudiatmoko, A,
2011).
Menurut Nugroho (2017), ketika pasien segera menerima Bantuan
Hidup Dasar (BHD), pasien tersebut memilki kesempatan hidup yang lebih
mungkin terjadi, oleh karena itu menghubungi Emergency Call adalah
langkah awal yang harus dilakukan oleh penolong, kemudian penolong
segera melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) untuk membantu pasien
agar tetap bertahan hidup. Hal tersebut sesuai dengan data American Heart
Association (2015) sebesar 40,1% korban respiratory arrest (henti nafas)
dan cardiac arrest (henti jantung) yang terselamatkan setelah dilakukan
RJP.
Salah satu hal yang sangat penting untuk dipahami oleh semua profesi
kesehatan termasuk orang awam yaitu konsep dasar gawat darurat. Ada tiga
hal yang paling kritis dalam konsep dasar gawat darurat, yang pertama
adalah kecepatan waktu kali pertama korban ditemukan, kedua yaitu
ketepatan dan akurasi pertolongan pertama diberikan, dan yang ketiga
adalah pertolongan oleh petugas kesehatan yang kompeten. Hampir 90%
korban meninggal ataupun cacat disebabkan oleh korban terlalu lama
dibiarkan atau waktu ditemukan telah melewati the golden time dan
ketidaktepatan serta akurasi pertolongan pertama saat kali pertama korban
ditemukan yang dibuktikan oleh statistik (Team INTC, 2014).
Pengetahuan bantuan hidup dasar (BHD) merupakan sebuah
pengetahuan dan keterampilan karena jika hanya mengetahui teorinya saja
tanpa melakukan latihan atau praktek, maka mental tidak terlatih ketika
benar-benar menghadapi kejadian sebenarnya. Pengetahuan P3K setiap
siswa mendapat pembelajaran dan pelatihan di setiap sekolahnya.Terutama
siswa yang aktif dalam ekstrakurikuler PMR. Untuk itu siswa semestinya
mempunyai pengetahuan tentang BHD, namun pentingnya BHD tidak
disertai dalam penerapannya, karena selama ini pengetahuan BHD hanya
didapat dari buku-buku dan penyuluhan kesehatan (Rosita dan Suci, 2015).
Bantuan Hidup dasar (BHD) bertujuan untuk membebaskan jalan
napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa
menggunakan alat bantu. Menurut Turambi, dkk (2016), mengatakan bahwa
para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan salah satu bagian
dari masyarakat yang berkompetensi untuk dilatih, dimana mereka berada
pada usia remaja yang rentan akan situasi kegawatdaruratan tersebut.
Diharapkan siswa mampu memberikan pengetahuan sekaligus kesiapan
ketika menghadapi situasi kritis.
Penelitian Turambi, dkk (2016) tentang Pengaruh Pelatihan Bantuan
Hidup Dasar Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Siswa
Kelas XI dan XII SMA Negeri 2 Langowan. Berdasarkan hasil penelitian 20
responden sebelum dilakukan penelitian, pengetahuan dan keterampilan
responden berada pada kategori kurang 20 (100%), dan setelah dilakukan
pelatihan tentang bagaimana melakukan BHD, berada pada kategori baik
(100%).
Penelitian yang dilakukan Lontoh, dkk (2013) tentang pengaruh
bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan resusitasi jantung paru siswa –
siswai SMA Negeri 1 Toili. Didapatkan hasil Terjadi peningkatan
pengetahuan dari sebelum diberikan pelatihan dan sesudah diberikan
pelatihan, yang baik dari 8,3% menjadi 94,4%.
Menurut Mediawati (2011) menyatakan, media pendidikan yang
efektif untuk menimbulkan minat belajar dan meningkatkan hasil belajar
siswa adalah media komik, karena dengan media komik akan tercipta
suasana yang menyenangkan dan tidak membosankan baik bagi pengajar
maupun peserta didik. Media komik terbukti mampu meningkatkan hasil
belajar siswa sebesar 75%. Peningkatan hasil belajar didahului dari
ketertarikan siswa yang bisa meningkatkan minat dan aktivitas siswa dalam
mempelajari materi yang diberikan (Wahyuningsih, 2012).
Media komik banyak digunakan sebagai media pembelajaran bagi
siswa, salah satunya media pembelajaran bagi siswa SMP. Seperti pada
penelitian Sari (2012), tentang pengaruh media komik dalam pembelajaran
siswa dalam memahami pelajaran di SMPN 3 Cirebon. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa media komik mampu membangkitkan minat siswa
dalam belajar dan menghilangkan pesan yang bersifat verbalisme, seperti
pada pembelajaran dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Hasil
penelitian menyatakan ada pengaruh media pembelajaran dengan media
komik terhadap pengetahuan siswa (p=0,000).
Menurut Khoirun (2017), tentang kerucut pengalaman Edgar Gale
dalam pemberian informasi yang melibatkan penginderaan memiliki tingkat
perbedaan dalam daya ingat. Audiens yang melihat gambar dapat mengingat
sebesar 30%, mendengarkan dan melihat dapat mengingat sebesar 50%.
Sedangkan untuk daya serap informasi yang didapatkan melalui penglihatan
sebesar 83% dan untuk pendengaran sebesar 90% (Kemenkes RI, 2008).
Hal ini menunjukkan bahwa ceramah dengan menggunakan media komik
dapat meningkatkan daya ingat seseorang sebesar 90% dan daya serap
informasi sebesar 80%. Sehingga seseorang yang menggunakan lebih dari
satu inderanya akan lebih mudah menyerap informasi yang disampaikan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah upaya menerjemahkan
apa yang telah diketahui tentang kesehatan ke dalam perilaku yang
diinginkan dari perorangan ataupun masyarakat melalui proses pendidikan
(Grout) (Susilo Rakhmat, 2011)
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan 22 januari 2020 di
SMA PGRI 2 Palembang didapati jumlah siswa kelas XI IPA sebanyak 144
siswa, dalam satu kelas terdapat 35 siswa yang sudah pernah mengikuti
penyuluhan tentang P3K disekolah yang diadakan oleh PMI kota
Palembang. Dari wawancara 16 siswa, “apakah kalian tahu apa itu bantuan
hidup dasar?”, 10 siswa mengatakan “saya pernah mendengar tentang
bantuan hidup dasar saat mengikuti penyuluhan disekolah”, sedangkan 6
siswa lainnya mengatakan “bantuan hidup dasar itu hampir sama dengan
pemberian pertolongan pertama kak yaitu membantu korban tanpa
menggunakan alat”.
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa pengetahuan
siswa tentang bantuan hidup dasar rendah. Peneliti menjadikan fenomena
yang menarik dan penting untuk diteliti, yaitu Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Bantuan Hidup Dasar Dengan Media Komik Untuk
Meningkatkan Pengetahuan Siswa SMA PGRI 2 Palembang. Peneliti
tertarik melakukan penelitian ini karena lokasi SMA yang strategis dan
mudah dijangkau, di lorong Gotong Royong Plaju Palembang. SMA ini juga
berada sekitar lingkungan masyarakat dan berdekatan dengan Universitas
PGRI Palembang serta tidak jauh dari RS Muhammadiyah Palembang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan
masalah sebagai berikut : “Apakah terdapat Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) Dengan Media Komik Untuk Meningkatkan
Pengetahuan Siswa SMA PGRI Palembang?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan
bantuan hidup dasar (BHD) dengan media komik untuk meningkatkan
pengetahuan siswa SMA PGRI Palembang.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui karakteristik responden
b) Mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang bantuan hidup
dasar (BHD) sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan
media komik
c) Mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang bantuan hidup
dasar (BHD) sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan
media komik
d) Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan bantuan hidup dasar
dengan media komik untuk meningkatkan pengetahuan siswa

D. Ruang Lingkup
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, maka
ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya untuk responden siswa SMA
saja. Penelitian ini dalam ruang lingkup pada keperawatan gawatdarurat,
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaruh pendidikan
kesehatan bantuan hidup dasar (BHD) dengan media komik untuk
meningkatkan pengetahuan siswa. Populasi pada penelitian ini berjumlah
144 orang responden. penelitian ini dilakukan di SMA PGRI 2 Palembang
pada tanggal 22 januari 2020. Peneliti tertarik melakukan penelitian ini
karena lokasi SMA yang strategis dan mudah dijangkau, di lorong Gotong
Royong Plaju Palembang. SMA ini juga berada sekitar lingkungan
masyarakat dan berdekatan dengan Universitas PGRI Palembang serta tidak
jauh dari RS Muhammadiyah Palembang. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif dengan memberikan pendidikan kesehatan
pengetahuan sebelum menggunakan komik dan sesudah menggunakan
komik.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi mengenai
“Pengaruh pendidikan kesehatan bantuan hidup dasar dengan media komik
untuk meningkatkan pengetahuan siswa SMA di kota palembang”.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu landasan bagi para
pembaca dan penelitian lain dalam penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Kegiatan ini merupakan sarana untuk mengetahui tentang Pengaruh
pendidikan kesehatan bantuan hidup dasar dengan media komik untuk
meningkatkan pengetahuan siswa sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan di STIKes Muhammadiya Palembang. Dari
hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
peneliti terutama tentang Pengaruh pendidikan kesehatan bantuan hidup
dasar dengan media komik untuk meningkatkan pengetahuan siswa SMA di
kota palembang.
b. Bagi Sekolah
Untuk memberikan informasi kepada siswa mengenai bantuan hidup
dasar di SMA Palembang.
c. Bagi STIKes Muhammadiyah Palembang
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan
ajar terkait tentang Pengaruh pendidikan kesehatan bantuan hidup dasar
dengan media komik untuk meningkatkan pengetahuan siswa dan hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan, ilmu
pengetahuan dan dapat dimaanfaatkan oleh mahasiswa untuk bahan
informasi baru atau tambahan.

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No. Judul/ Metodologi Hasil Persamaan Perbedaan
Penulis/Tahun
1 Pengaruh One-Group Sebelum 1.1.Variabel 1.1.Variabel
Pelatihan Pre test- diberikan Independen Dependen
Bantuan Hidup post test pelatihan 2.2.Cara 2.2.Tempat
Dasar Design bantuan hidup pengambilan penelitian
Terhadap dasar dengan data dengan3.3.Jumlah
Pengetahuan kategori kurang kuesioner sampel
Resusitasi 41,70%, cukup 4.4.Desain
Jantung Paru 50,30%, dan penelitian
Siswa-Siswi baik 8.30%. One-Group
SMA Negeri 1 Setelah Pre test-
Toili. Lontoh diberikan post test
Christie (2013) pelatihan Design
selama satu 5.5.Responden
hari, baik dari yang diteliti
8.30% menjadi 6.6.Hasil
94,4%. kurang penelitian
dari 41,70% 7.7.Uji
menjadi 0,00%. Wilcoxon
Signed
Rank Test

No. Judul/ Metodologi Hasil Persamaan Perbedaan


Penulis/Tahun
2 Hubungan Deskriptif kategori 1.1.Variabel 1.1.Variabel
Pengetahuan Korelasi pengetahuan Independen Dependen
Pertolongan baik 55%,2.2.Cara 2.2.Tempat
Pertama Pada kurang pengambilan penelitian
Kecelakaan 27,5%, cukup data dengan3.3.Jumlah
(P3K) dengan 17,5%. kuesioner sampel
Perilaku Sedang 4.4.Desain
Menolong perilaku penelitian
dewan Kerja menolong deskriptif
Hizbul Wathan kategori korelasi
di SMA tinggi 47,5%, 5.5.Responden
Muhammadiya sedang 35%, yang diteliti
h Gombong. rendah 6.6.Hasil
Widodo (2015) 17,5%. penelitian
7.7.Uji Chi
Square
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bantuan Hidup Dasar (BHD)

1. Definisi Bantuan Hidup Dasar


Bantuan hidup dasar atau basic life support (BLS) merupakan dasar
untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung. Aspek dari BLS
meliputi pengenalan langsung terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan
aktivasi sistem tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau
resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defiblillator
eksternal otomatis/ automated exsternal defiblilator (AED). pengenalan dini
dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai
bagian dari BLS (Berg et al, 2010).
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu tindakan darurat,
sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas atau henti jantung
( yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah
kematian biologis (Muttaqin, 2009). Tujuan pemberian bantuan hidup dasar
menurut Pro Emergency (2011) adalah berusaha memberikan sirkulasi
sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal
sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba
bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan
bantuan hidup jantung lanjutan.

2. BHD untuk Masyarakat Awam


1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis
Pertama-tama pastikan keamanan korban dan penolong. Setelah aman
periksa respon korban dengan cara memanggil, menepuk wajah atau bahu
korban. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah korban sadar
atau tidak. Jika tidak diperlukan, jangan pindahkan korban. Apabila korban
sadar, biarkan korban dengan posisi nyaman dan bila perlu ulangi penilaian
kesadaran. Jika korban tidak sadar, segera memanggil bantuan dengan cara
meminta bantuan kepada orang sekitar yang berada di tempat kejadian atau
meminta bantuan menggunakan telpon dan memberitahu posisi penolong
dimana (Koster et.al, 2010).
Memanggil bantuan ini penting dilakukan agar petugas yang lebih
berkompeten dapat dengan segera memberikan informasi yang harus
dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan. (AHA, 2015)
2. Periksa Denyut Nadi
Seperti yang disarankan pedoman di 2015, penyedia kesehatan akan
terus memeriksa denyut nadi, membatasi waktu tidak lebih dari 10 detik
untuk menghindari keterlambatan dalam inisiasi kompresi dada. Idealnya,
pemeriksaan nadi dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan nafas yang
terengah-engah atau nafas yang berhenti, untuk meminimalkan
keterlambatan dalam deteksi henti jantung dan inisiasi RJP. Biasanya pada
penyelamat yang awam, hal ini tanpa disadari tidak dilakukan (Kleinman et
al. 2015).
3. Lakukan RJP dini
Ketika menemukan pasien dengan henti jantung dan henti napas
mulailah kompresi dada secepat mungkin setelah mengenali kasus henti
jantung. Hal ini dikarenakan pasien berpacu terhadap waktu, semakin lama
pasien mendapatkan pertolongan tentunya prognosis dari pasien semakin
buruk. Rentan waktu saat terjadinya kejadian sampai dengan dilakukannya
pertolongan pertama adalah 1-5 menit, ini dapat meningkatkan survival rate
dari pasien (>50%) (Botha et al. 2012).
Perubahan besar pedoman 2015 bagi tim penolong terlatih, yang
diperintahkan untuk melakukan urutan RJP dengan kompresi dada terlebih
dahulu daripada nafas (C-A-B vs A-B-C). Hal ini dilakukan untuk
meminimalkan waktu inisiasi dari kompresi dada. Setelah kompresi dada
telah dimulai, selanjutnya dilakukan pemberian nafas melalui mulut ke
masker atau perangkat bagmask untuk memberikan oksigenasi dan ventilasi
(Kleinman et al. 2015).
Sistem resusistasi harus membuat penilaian dan peningkatan system
perawatan secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan
peluang untuk memperbaiki tingkat kelangsungan hidup pasien diluar
rumah sakit. Peningkatan kualitas berkelanjutan mencangkup evaluasi yang
sistematis, penentuan tolak ukur dan analisis. Upaya ini diperlukan untuk
mengoptimalkan perawatan resusistasi, sehingga kesenjangan antara
performa resusitasi ideal dan sebenarnya dapat dipersempit (AHA, 2015).
4. Defibrilasi dini dengan AED
Setelah mengaktifkan sistem layanan kedaruratan, penyelamat tunggal
mengambil AED (jika dekat dan mudah diakses) dan kemudian kembali ke
korban untuk memasang AED dan memberikan RJP kepada korban. Ketika
tim penyelamat yang hadir 2 orang atau lebih, 1 penyelamat memulai RJP,
sementara kedua penyelamat yang lain mengaktifkan sistem layanan
kedaruratan dan mendapatkan AED dan peralatan darurat lainnya. Petunjuk
AED digunakan secepat mungkin, dan kedua tim penyelamat diharapkan
dapat memberikan RJP dengan kompresi dada dan ventilasi. Dalam hal ini,
urutan intervensi RJP harus dilakukan oleh tiga penyelamat terlatih setelah
mengaktifkan sistem layanan kedaruratan. Langkah-langkah khusus untuk
penyelamat dan penyedia layanan kesehatan harus melakukan RJP
konvensional dengan nafas buatan, dan RJP dengan penggunaan AED
ditentukan oleh tingkat pengetahuan pada penyelamat. Pelaksanaan
pertolongan pada henti jantung di bagi menjadi tiga tingkatan. (Kleinman et
al. 2015).

Tabel. BHD sesuai dengan tingkat pengetahuan. (Kleinman et al. 2015)


Langkah Penolong yang Penolong yang terlatih Penyedia layanan kesehatan
tidak terlatih
1 Memastikan Memastikan keamanan Memastikan keamanan
keamanan tempat tempat kejadian tempat kejadian
kejadian
2 Cek respon Cek respon Cek respon
3 Meminta Meminta pertolongan Meminta pertolongan terdekat
pertolongan kepada orang terdekat atau mengaktifasikan tim
kepada orang dan Mengaktifkan resusistasi. Tim resusistasi bisa
terdekat. Segera system tanggap darurat diaktifkan setelah memeriksa
menghubungi atau (911 respon pernapasan dan denyut nadi
meminta orang kegawatdaruratan)
menghubungi 911 jika mukin seseorang
(telepon tetap merespon pastikan
berada di dekat telepon ada berada
korban dengan disisi korban.
telfon di speaker)
4 Ikuti intruksi dari Periksa tidak ada nafas Periksa tidak ada nafas
operator atau hanya terengah- atau hanya terengah-engah dan
engah : jika tidak ada cek denyut nadi (idealnya secara
nafas, mulai RJP bersamaan).Pengaktifan dan
dengan kompresi pengambilan AED / peralatan
darurat baik oleh penyedia
layanan kesehatan atau oleh orang
lain. Dan segera setelah mengecek
tidak ada napas dan tidak ada
identifikasi henti jantung.
5 Lihat tidak ada Jawab pertanyaan Segera mulai RJP dan
nafas atau hanya dari pengarah dan menggunakan defibrillator AED
teregahengah, ikuti ikuti instrusinya bila tersedia
petunjuk dari
pengarah.
6 Ikuti petunjtuk dari Menyuruh orang Ketika tim penyelamat sudah tiba
pengarah. lain untuk mengambil lakukan RJP dan sediakan
AED jika tersedia defibrillator atau AED
5. Pelaksanaan Tindakan Bantuan Hidup Dasar
Setiap orang dapat menjadi penyelamat untuk korban cardiac arrest.
Keterampilan CPR dan penerapannyatergantung pada pelatihan,
pengalaman, dan keyakinan yang dimiliki oleh penyelamat. Penekanan dada
adalah dasar dari CPR. Semua penyelamat meskipun belum pernah
mengikuti pelatihan harus memberikan kompresi dada untuk semua korban
serangan jantung. Karena pentingnya, penekanan dada menjadi tindakan
awal CPR untuk semua korban tanpa memandang usia. Tim penyelamat
yang mampu harus menambahkan ventilasi untuk kompresi dada (Travers et
al, 2010).
Selama bertahun-tahun, CPR telah berkembang dari teknik yang
hampir dilakukan secara eksklusif oleh dokter dean juga profesional
kesehatan. Dalam keterampilan menyelamatkan nyawa cukup mudah bagi
siapa saja yang ingin belajar. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa
beberapa faktor yang menghalangi siswa, masyarakat, maupun penolong
atau penyelamat untuk melakukan tindakan, yakni rasa takut bahwa mereka
akan melakukan kesalahan saat CPR, takut tanggung jawab hukum, takut
infeksi dan lain sebagainya. Keefektifan CPR yang diberikan segera setelah
cardiac arrest memiliki 2 atau 3 kesempatan korban dapat bertahan hidup,
tetapi hanya 32% dari korban cardiac arrest mendapat CPR dari
penyelamat. Sayangnya, kurang dari 8% orang yang menderita cardiac
arrest diluar rumah sakit dapat bertahan hidup (American Heart
Association, 2015).

6. Bantuan Sirkulasi, Bantuan Napas dan Ventilasi dan Pembebasan


Jalan Napas
Pedoman AHA (2015) mengatur ulang langkah RJP “A-B-C”
menjadi “C-A-B”, sehingga memungkinkan setiap penyelamat memulai
kompresi dada segera mungkin. Pada menit-menit awal korban mengalami
henti jantung, dalam darah korban masih terdapat residu oksigen dalam
bentuk ikatan oksihemoglobin yang dapat diedarkan dengan bantuan
sirkulasi buatan melalui kompresi dada. Dengan perubahan urutan CAB,
kompresi dada akan dimulai lebih cepat serta penundaan karena ventilasi
menjadi minimal. Tempat kompresi jantung yang benar adalah bagian
tengah tulang dada. Posisi tangan yang salah dapat mengubah mekanisme
kompresi dada dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas dan efektivitas
RJP (Kleinman et al. 2015).
Tangan penolong saat melakukan kompresi pada orang dewasa, dua
tangan berada di separuh bagian bawah tulang dada (sternum). Pada anak-
anak posisi penempatan tangan dilakukan di separuh bagian bawah tulang
dada dapat menggunakan satu tangan atau dua tangan. Untuk posisi tangan
pada bayi, apabila penolong hanya satu orang digunakan dua jari di bawah
dada, tepat di bawah baris putting. Penolong dua orang atau lebih,
menggunakan dua jari bergerak melingkar di bagian tengah dada, tepat di
bawah baris putting. Kedalaman pada saat kompresi dada sewaktu
melakukan RJP secara manual, adalah 2 inci (5 cm) dan tidak boleh
melebihi 2,4 inci (6 cm). Pada bayi kedalaman yang dilakukan adalah
sepertiga dari diameter dinding depan dada atau sekitar 1,5 inci (4 cm),
sedangkan pada anak-anak dilakukan kompresi sedalam 2 inci (2 cm).
Hal ini bertujuan untuk menciptakan aliran darah dengan menambah
tekanan intrathoraks dan secara langsung mengkompresi jantung, yang pada
akhirnya menghasilkan aliran darah dan penyaluran oksigen ke jantung dan
otak. Apabila melakukan kompresi yang melebihi kedalaman yang
direkomendasikan ini dapat menyebabkan komplikasi. Untuk kecepetan
kompresi dada pada orang dewasa, bayi dan anak-anak yang mengalami
henti jantung, penolong perlu melakukan kompresi dada 100 hingga
120/min. Jumlah kompresi dada diberikan per menit saat RJP berlangsung
adalah faktor penentu utama kondisi Return of Spontaneous Circulation
(ROSC) dengan fungsi neurologis yang baik (AHA 2015).
1. Tindakan kepala tengadah (head tilt)
2. Tindakan dagu diangkat (chin lift)
3. Tindakan mendorong rahang (jaw-thrust)
7. Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi atau macam proses
pemulihan, masing-masing memiliki tujuan. Tidaka ada satu posisi tunggal
yang sempurna untuk semua korban. Posisi harus stabil, setengah lateral
dengan kepala dependen dan tidak ada tekanan yang bisa menghalangi dada.
Untuk menempatkan seseorang dalam proses pemulihan :
a). Berlutut di lantai di salah satu sisi korban.
b).Tempatkan lengan terdekat dari anda kekanan tubuh korban diluruskan
kearah kepala.
c). Selipkan tangan korban yang lain di bawah sisi kepala korban, sehingga
punggung tangan korban menyentuh pipi korban.
d). Menekuk lutut terjauh dari anda ke sudut kanan.
e). Memiringkan korban kearah penyelamat dengan hati-hati kemudian
menarik lutut yang ditekuk.
f). Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akan menahan
agar korban tidak tergulir terlalu jauh.
g). Membuka jalan nafas korban dengan memiringkan kepala dan membuka
dagu dengan perlahan.
h). Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan nafas korban.
i). Tetap bersama korban sembari memonitor pernafasan dan denyut nadi
terus menerus sampai bantuan tiba.
j). Jika memungkinkan ubah ke posisi miring yang lain setelah 30 menit.

6. Heimlich Manuver
Keadaan darurat untuk mencegah terjadinya mati lemas saat jalan
napas dari korban terblokir oleh benda atau makanan adalah dengan cara
Heimlich manuver. Dasar dari teknik ini adalah penolong berada di
belakang dari korban, dengan tangan penolong berada di sekitar pinggang
korban. Kemudian membuat kepalan dengan ibu jari menghadap ke atas
bagian bawah tulang rusuk dan melakukan tekanan mendorong secara cepat
ke atas. Dilakukan sampai benda yang menghalangi jalan napas keluar
(Heimlich manuver, 2014).
Pada bayi atau anak-anak hal yang dapat kita lakukan dalam kondisi
seperti ini adalah meletakkan korban di atas permukaan, kemudian kita bisa
berdiri atau berlulut di kaki korban atau tahan bayi di pangkuan kita
menghadap jauh. Tempatkan jari di bagian tengah di bawah tulang rusuk
dan di atas tali pusarnya tekan bagian tersebut kemudian dorong keatas
dengan gentle, ulangi sampai benda atau makanan keluar (Heimlich
manuver, 2014).

Heimlich Manuver (sumber : Heimlich manuver, 2014)

7. Komplikasi Yang Disebabkan RJP Menurut Pro Emergency (2011).


Walaupun dilakukan dengan benar, RJP bisa menyebabkan
komplikasi:
a). Patahnya tulang iga terutama pada orang tua.
b). Pneumotoraks (udara dalam rongga dada, tetapi diluar paru,
sehingga menyebabkan penguncupan paru-paru)
c). Hemotoraks (darah dalam rongga dada, namun diluar paru,
sehingga menyebabkan penguncupan paru-paru)
d). Luka serta memar pada paru-paru.
e). Luka pada hati dan limpa.
f). Distensi abdomen (perut kembung) akibat dari peniupan yang
salah.

B. Pengetahuan
1. Definisi
Menurut Bloom (1908) dalam Efendi (2009), Pengetahuan adalah
hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, peraba. Tetapi
sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif domain adalah hal yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior) perilaku yang didasari
pengetahuan biasanya bersifat langgeng.
Proses adopsi perilaku, menurut Notoatmodjo S (1977) dalam Sunaryo
(2004) yang mengutip mendapat Rogers (1974), sebelum seseorang
mengadopsi perilaku, didalam seseorang tersebut terjadi suatu proses yang
berurutan (akronim AIETA) yaitu :
a). Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.
b). Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.
c). Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang
tentang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d). Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.
e). Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan adalah salah satu dasar terbentuknya perilaku pada seseorang,
sehingga ketika perawat menjalankan salah astu perannya sebagai educator
dalam pendidikan kesehatan hal yang perlu dilakukan yakni memberikan
pengetahuan atau informasi terkait tujuan dari pendidikan kesehatan itu
sendiri.

2. Tingkat pengetahuan
Menurut Rogers (1974) dalam Efendi (2009) pengetahuan yang
tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan sebagai berikut
:
a). Tahu (know).
Tahu diartikan sebagai pengingat akan suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
merupakan mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang sudah diterima. Tahu
adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b). Memahami (comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan bisa menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.

c). Aplikasi (application).


Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini
bisa diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.
d). Analisis (analysis).
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
e). Sintesis (synthetic).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang telah ada.
Contohnya : bisa menyususn, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan
terhadap suatu teori yang sudah ada.
f). Evaluasi (evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang sudah ditentukan atau
menggunakan kriteria yang telah ada.

C. Komik
Media pembelajaran yang valid (dinyatakan validator), praktis (mudah
digunakan) dan efektif (meningkatkan hasil belajar) dapat dikatakan sebagai
media dengan kualitas baik. (Sari, 2016).
Kualitas komik sebagai media pembelajaran dikatakan baik apabila
memenuhi tiga kriteria yakni valid (layak diuji cobakan), praktis (mudah
digunakan diukur dengan angket respon siswa) serta efektif (membantu
proses belajar diukur dengan tes hasil belajar siswa). (Pardimin & Widodo,
2017).
Komik merupakan media pembelajaran yang telah dikembangkan dan
layak digunakan untuk mengacu pada kevalidan media dan pendapat siswa
serta menunjukkan bahwa media praktis dan mudah digunakan. (Sepriyanti
& Tapia, 2018).

D. Kerangka Teori
Henti jantung sering sekali terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan.
Henti jantung apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat
menyebabkan prognosis buruk bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Untuk mengurangi dampak buruk atau keparahan dalam henti jantung yang
dialami diperlukan suatu pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap orang
untuk melakukan suatu tindakan pertolongan awal. Pengetahuan tentang
BHD pada siswa SMA dirasakan penting dalam mengurangi angka
kematian akibat henti jantung dan dalam pertolongan pertama bertujuan
memberikan efek yang menguntungkan dan hasil akhir pada penanganan
pasien. Pengetahuan ini akan dinilai berdasarkan jawaban questionare yang
berisikan materi tentang BHD dan akan diinterpretasikan menjadi baik,
sedang dan kurang. Pengetahuan ini dipengaruhi faktor yaitu pengalaman
mendapatkan materi sebelumnya dan penyuluhan.

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Bantuan Hidup Dasar Dengan Media Komik Untuk
Meningkatkan Pengetahuan Siswa SMA PGRI 2 di Kota Palembang.

Pengetahuan sebelum Pengetahuan sesudah


dengan komik dengan komik

Keterangan :
: Variabel yang diteliti

B. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
operasional
Pengetah Belum Kuesioner Purposive Mean: Interval
uan memahami Sampling >75%
sebelum dan Median:
dengan mengerti <25%
komik cara
melakukan
bantuan
hidup dasar
Pengetah Dengan Kuesioner Purposive Baik <75% Ordinal
uan skala sampling Cukup
sesudah presentase <50%
dengan baik, Kurang
komik cukup, >25%
kurang

C. Hipotesis Penelitian
1. Adanya pengaruh pendidikan kesehatan bantuan hidup dasar dengan
tingkat pengetahuan siswa
2. Adanya tingkat pengetahuan siswa yang memahami tentang bantuan
hidup dasar
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah Pra-Eksperimental dengan Desain one group
pre-post test yakni suatu rancangan penelitian dengan melibatkan dua
pengukuran pada subjek yang sama terhadap suatu pengaruh atau perlakuan
tertentu dan pengukuran kedua dilakukan setelah perlakuan. Dasar
pemikirannya sederhana, yaitu bahwa apabila suatu perlakuan tidak
memberi pengaruh maka perbedaan rata-ratanya adalah nol (Trihendradi,
2009).
Dalam penelitian ini variabel independenya adalah bantuan hidup
dasar (BHD) dan veriabel dependennya yaitu tingkat pengetahuan siswa.

B. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek di teliti
(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI
IPA di SMA PGRI 2 Palembang yang berjumlah 144 orang.

C. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang cirinya diselidiki atau
diukur. Unit sampel dapat sama dengan populasi tetapi juga berbeda
(Hartono,2013). Pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode
sampling menggunakan sampel yang di ambil dengan perhitungan sampel
eksperimental menurut Supranto J (2000) dengan teknik pengambilan
sampel Systematic Random Sampling dan didapatkan sampel dalam
penelitian ini yaitu 16 responden. Instrument yang digunakan yaitu
kuisioner. Teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono,2016).

Kelas Jenis Kelamin Jumlah


XI IPA Laki-laki 39
XI IPA Perempuan 105

a. Kriteria inklusi dalam sampel penelitian ini adalah:


1). Siswa kelas XI IPA di SMA PGRI 2 Palembang
2). Siswa kelas XI yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
1). Siswa yang menolak menjadi responden.
2). Siswa kelas XI yang tidak ada jam belajar, izin/sakit.

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin


2006 (Nursalam,2003 & Setiawan,2011):
n= N
1+ N (d)²

Keterangan:
n= Besar Sampel
N= Besar Populasi
d= Tingkat kepercayaan
jadi, besar sampel yang diteliti:
n= N
1+ N (d)²
n= 35
1+ 144 (0,05) ²
= 35
1,145
=30, 56 (dibulatkan menjadi 30 sampel)
Sampel penelitian ini adalah 30 orang siswa

D. Tempat Penelitian dan waktu penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA PGRI 2 Palembang
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan tanggal 22 Januari 2020

3. Teknik pengumpulan data


1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri atau meneliti dari
hasil ukuran, pengamatan, survey, dan lain-lain. Data primer dari
penelitian ini menggunakan lembar kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang hal-hal pribadi atau hal-hal yang
diketahui. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang telah disiapkan untuk responden siswa kelas XI SMA
PGRI 2 Palembang yang belum mengetahui tentang bantuan hidup dasar
untuk mendapatkan data primer tersebut, peneliti datang langsung
ketempat responden yang ingin diteliti.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak lain
(Setiadi,2013). Pengumpulan data sekunder didapat dari buku dan jurnal,
serta kumpulan beberapa fakta yang diperoleh oleh peneliti. Data yang
diperoleh oleh peneliti berupa data bersangkutan tentang bantuan hidup
dasar, tingkat pengetahuan siswa tentang bantuan hidup dasar, dan faktor
yang mempengaruhi pengetahuan siswa.

4. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar lebih mudah dan
hasilnya lebih baik dalam arti lebih lengkap, jelas, dan cermat serta
sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto,2010).
1. Dokumentasi
Menurut Arikunto (2000), studi dokumentasi dalam penenlitian ini
dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan profil sekolah,
kurikulum yang digunakan, prestasi belajar biologi siswa dari uas siswa,
perangkat pembelajaran biologis seperti silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran.

2. Kuesioner
Untuk memperoleh data tentang variabel independen yaitu bantuan
hidup dasar. Kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dan akan
dilakukan uji validitas dengan r hitung > r tabel dan uji rebilitas r tabel.
Kuesioner bantuan hidup dasar
a. Ya
b. Tidak
Kuesioner tingkat pengetahuan
a. S: setuju
b. TS: tidak setuju
c. SS: sangat setuju
d. STS: sangat tidak setuju
3. Uji Validitas dan Rehabilitas
a. Uji validitas
Berguna untuk mengetahui kevalidan atau kesesuaian kuesioner
yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dari para responden
atau sampel penelitian. Uji validitas product moment pearson correlation
menggunakan prinsi mengkorelasikan atau menghubungkan anatara
masing-masing skor item atau soal dengan skor total diperoleh dari
jawaban responden atau kuesioner (Sugiono,2010)
b. Uji Reabilitas
Uji reabilitas merupakan upaya untuk menstabilakan dan melihat
adakah konsitensi responden dalam menjawab pertanyaan, yang terkait
dengan konstruksi dimensi variabel. Konstruksi dimensi ini berupa
kuesioner (Sugiono,2010). Suatu kuesioner dikatakan reliable apabila
kuesioner tersebut mempunyai ketetapan hasil, artinya jika dikenakan
pada objek yang sama pada lain waktu hasilnya tetap.

5. Pengolahan data dan Analisa Data


1. Pengolahan data
Pengeolahan data menurut (setiadi,2013) dalam proses pengolahan
data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh adalah:
a. Pengolahan data (Edditting)
Penelitian ini memeriksa kembali kebenaran yang telah
diperoleh dari responden dan melakukan pengecekan kelengkapan
instrument saat responden mengembalikan kepada penenliti. Secara
umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan
isi kuesioner tersebut, diantaranya:
1. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.
2. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup
jelas atau tebaca,
3. Apakah jawabannya pertanyaan konsisten dengan jawaban
pertanyaan lainnya.
4. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban
pertanyaan lainnya.
b. pengkodean (coding)
Peneliti telah mengklarifikasi quesioner dengan memberi
tanda atau kode berupa angka pada masing-masing jawaban. Dalam
hal ini mengklasifikasi jenis kelamin 1 untuk laki-laki, 2 untuk
perempuan.
c. Pemasukan data (Entry Data)
Penelitian telah memasukkan data yang telah dikumpulkan
kedalam program statistik computer berbentuk “kode” (angka)
untuk dilakukan pengolahan data. Dalam penelitian ini skor untuk
sangat sering = 4, sering= 3, jarang= 2, tidak pernah= 1.
d. Pembersihan data (cleaning).
Penelitian ini melakukan pengecekan kembali terhadap data
yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak dalam
perangkat program computer, kemudian dilakukan pembersihan
data pada penelitian ini tidak didapatkan missing data.

6. Analisis Data
Data yang telah diolah dengan computer risasi kemudian
dideskripsikan sehingga dapat diperoleh maka atau arti dari hasil
penelitian (Notoadmojo,2012). Analisa data dalam penenlitian ini melalui
prosedur bertahap yaitu analisa univariat dan bivariat.
a. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penenlitian
(Nursalam,2013). Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui
distribusi frekuensi dari semua variabel yang diteliti baik variabel
independen yaitu bantuan hidup dasar maupun variabel independen yaitu
tingkat pengetahuan siswa (Arikunto, 2010).
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi yaitu variabel independen bantuan hidup
dasar dan variabel dependen tingkat pengetahuan siswa. Analisis
purposive sampling ini bertujuan untuk melihat antaran 2 variabel
menggunakan uji statistik kai kuadrat untuk menguji 2 kelompok data
baik variabel independen ataupun variabel dependennya dengan tingkat
kepercayaan 95% pada α 0,05 dimana:
1. Bila P value ≤ α (0,05), menunjukkan adanya pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen.
2. Bila P value > α (0,05), menunjukkan tidak ada pengaruh antara
variabel independen dengan variabel dependen.

7. Etika Penelitian
Masalah pada penelitian dalam ilmu keperawatan, hampir 90% subjek
penelitian yang digunakan adalah manusia. Oleh karena itu, peneliti harus
memahami prinsip-prinsip penelitian. Secara umum prinsip etika dalam
penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian.
(Nursalam, 2012) yaitu :

a. Prinsip Manfaat
1. Bebas dari Penderitaan
Perlakuan dalam penelitian ini dilaksanaakan tanpa
mengakibatkan kerugian kepada subjek yang diteliti.
2. Bebas dari Eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian dihindarkan dari keadaan
yang tidak menguntungkan dalam bentuk apapun. Subjek diyakinkan
bahwa partisipasinya ataupun informasi yang diberikan dalam proses
penelitian tidak akan dipergunakan untuk hal-hal yang dapat
merugikan subjek dan akan dijaga kerahasiaannya.
3. Resiko (Benefits Ratio)
Penelitian ini sudah dipertimbangkan, tidak ada resiko yang
berakibat merugikan kepada subjek setiap dilakukan pegumpulan
data.

b. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)


1. Hak untuk ikut/tidak menjadi Responden (Right to self
determination)
Subjek diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak
kesediaan untuk menjadi responden maupun tidak, tanpa adanya
sanksi atau paksaan dalam bentuk apapun. Peneliti mengantisipasi
dengan adanya pemberian informed consent Sebelum pengisian
kuesioner.
2. Hak Untuk Mendapatkan Jaminan dari Perlakuan yang Diberikan
Peneliti memberikan penjelasan secara detail mengenai proses
penelitian yang dilakukan, subjek terjamin kerahasiaannya. Selain itu,
peneliti juga menjelaskan tujuan, manfaat dan kerugian yang dialami
subjek.
3. Informed consent
Subjek mendapat informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian
yang akan dilaksankan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi
atau menolak menjadi responden. Pada Informed consent tercantum
bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk
pengembangan ilmu keperawatan.

8. Prinsip Keadilan (Righ to justice)


a. Hak Untuk Mendapatkan Perlakuan yang Adil (Right in fire Treathment)
Subjek dilakukan secara adil dan baik sebelum, selama, dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila
mereka tidak bersedia. Subjek diperlakukan secara adil dengan
mendapatkan intervensi yang sama.
b. Hak Atas Kerahasiaannya (Right to Privacy)
Subjek berhak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dijaga
kerahasiaannya, sehingga perlu adanya tanpa nama (anonimity) dan
rahasia (covidentially)
9. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur dalam pengumpulan data penelitian ini melalui dua
tahapan yaitu tahan persiapan dan tahap pelaksanaan:
1. Tahap persiapan
a. Tahap administrasi
Peneliti telah menyampaikan surat permohonan izin
penenlitian kepada ketua STIKes Muhammadiyah Palembang,
selanjutnya meminta izin kepada dosen berwajib. Setelah
mendapatkan izin penelitian membuat daftar responden dan
mendatangi responden untuk melakukan dokumentasi kuesioner.
b. Persiapan penelitian
Responden diperoleh dari siswa kelas XI di SMA PGRI 2
Palembang, dengan menentukan jumlah sampel sesuai kriteria
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti telah bekerja sama dengan dosen untuk mengecek daftar
responden yang telah dibuat.
a. Tahap pertama peneliti datang ke seluruh siswa kelas XI SMA
PGRI 2 Palembang.
b. Tahap kedua penelitian melakukan pendekatan kepada
responden, kemudian memperkenalkan diri kepada responden
serta menjelaskan pengertian dari bantuan hidup dasar dan
dokumentasi hasil belajar siswa, selanjutnya peneliti menjelaskan
tujuan untuk mengetahui pengaruh bantuan hidup dasar dengan
media komik untuk meningkatkan pengetahuan siswa dan
melakukan proses penelitian
c. Tahap ketiga yaitu setelah responden menyetujui untuk menjadi
respoden penelitian, maka peneliti meminta responden untuk
menandatangani lembar persetujuan atau informed concent.
d. Tahap keempat, peneliti melakukan dokumentasi dengan melihat
hasil belajar siswa melalui rapor kemudian peneliti membaca
kuesioner pada semua responden.
e. Tahap kelima, setelah memberikan kuesioner kepada seluruh
responden, peneliti mengumpulkan data dan melakukan
pengecekan kembali terhadap kelengkapan isi kuesioner
3. Tahap Terminasi
Tahapan pelaksanaan penelitian telah dilakukan, peneliti
mengucapakan terima kasih kepada responden yang telah
bersedia dan ikut serta dalam proses penelitian tersebut.

Daftar Pustaka

Aehlert, Barbara RN (2013). Emergency Medical Responder. New York.


McGraw-Hill Higher Education.
AHA, 2015. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association
2015 untuk CPR & ECC.
Badan Intelejen Negara. (2013). Kecelakaan Lalulintas Menjadi Pembunuh
Terbesar Ketiga. Edisi 23 maret 2013. Dibuka pada website
http://www.bin.go.id/. Di akses 15 januari 2020 jam 09.30 WIB.
Cahyaningrum.(2011). Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap
Tingkat Pengetahuan Pertolongan Pertama Siswa Dan Siswi SMA
Negeri 1 Kartasura. Diakses pada tanggal 21 Mei 2011 jam 10.00 WIB.
Heimlich manuver, 2014. The basic heimlich maneuver. , (727), p.4820.
Available at: www.heimlichinstitute.org%1F [Accessed Januari 27,
2020].
Kardiovaskuler Indonesia, P. dokter spedialis, 2015. Pedoman tatalaksana
sindrom koroner akut.
Kleinman, M.E. et al., 2015. Part 5: Adult basic life support and cardiopulmonary
resuscitation quality: 2015 American Heart Association guidelines update
for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care.
Circulation, 132(18), pp.S414–S435.
Lontoh, Christie. (2013). Pengaruh Pelatihan Teori Hidup Dasar Terhadap
Pengetahuan Resusitasi Jantung Paru Siswa-Siswi SMA Negeri 1 Toili.
Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume: 1. Manado. Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Pusbankes 118. (2013). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).
Edisi X. Yogyakarta: Tim Pusbankes 118 – PERSI DIY.
Widodo, (2015). Hubungan pengetahuan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K) dengan Perilaku Menolong Anggota Dewan Hiizbul
Wathan(HW)di SMA Muhammadiyah Gombong. Gombong: Stikes
Muhammadiyah Gombong.

Anda mungkin juga menyukai