“ MENINGITIS TUBERKULOSIS”
Oleh :
NIM : 21220023
2. Etiologi
Pada laporan ini meningitis tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis
merupakan faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis. Pada
kasus meningitis secara umum disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,
bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak (Kahan, 2013).
3. Faktor Risiko
Faktor resiko terjadinya meningitis tuberkulosis adalah (Tai, 2013) :
1. Usia (anak-anak > dewasa )
2. Koinfeksi-HIV
3. Malnutrisi
4. Keganasan
5. Penggunaan agen imunosupresif
4. Klasifikasi
Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis
dapatdiklasifikasikan menjadi tiga stage yang terdiri atas :
a. Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit neurologis.
b. Stage II Pasien confused atau memiliki defisit neurologis seperti kelumpuhansaraf
kranialis atau hemiparesis.
c. Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis yang berat
5. Anatomi Fisiologi
Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan cairan
serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri dari 3
lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater (Whiteley, 2014).
Mual,
Lepas muatan listrik
Perfusi Jaringan Muntah
Serebral Tidak Kompenesasi
Efekif Ventilansi
Kejang
Ketidakseimbang
an nutrisi kurang Berkurangnya Hiperventilasi
dari kebutuhan koordinasi otot
tubuh
Pola Nafas Tidak
Gangguan Mobilitas Efektif
fisik
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis tuberkulosis (Tai, 2013) :
Hidrosefalus
Cairan subdural
Abses otak
Cedera kepala
Gangguan pendengaran
Peningkatan tekanan dalam otak ( tekanan itrakranial )
Kerusakan otak
Kejang
Serangan otak
Araknoiditis
12. Penatalaksanaan
Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yaitu :
1. Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yaitu
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
2. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid dan rifampisin
hingga 12 bulan.
Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis tuberkulosis berupa :
1) Rifampisin (R)
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui
sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan
kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk
oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB/ hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari
dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan
isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis
isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke
jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Distribusi rifampisin
ke dalam cairan serebrospinal lebih baik pada keadaan selaput otak yang
sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek samping
rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata
menjadi warna oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan
muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia
dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg (Heemskerk, 2011).
2) Isoniazid ( H )
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman
intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan
tubuh, termasuk cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan asites, jaringan
kaseosa, dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan
secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg/ kgBB / hari,
dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satukali pemberian.
Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet100 mg dan 300 mg, dan
dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml.Konsentrasi puncak di darah, sputum, cairan
serebrospinal dapat dicapaidalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit
selama 6-8 jam.Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid
dandapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua
efektoksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer. Keduanya
jarangterjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien
dewasadengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia.
Bagimencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin
dengandosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100
mgisoniazid (Heemskerk, 2011).
3. Pirazinamid ( Z )
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik
padajaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Obat inibersifat
bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diabsorbsibaik pada saluran
cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / haridengan dosis maksimal 2 gram /
hari. Kadar serum puncak 45 μg / mltercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid
diberikan pada fase intensifkarena pirazinamid sangat baik diberikan pada saat
suasana asam yangtimbul akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Efek
sampingpirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna,
danhiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk
tablet 500mg (Heemskerk, 2011).
4. Etambutol ( E )
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisid
jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu,
berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap
obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB/ hari, maksimal 1,25
gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 μg dalam waktu 24 jam.
Etambutol tersedia dalambentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi
dengan baikoleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis satu
ataudua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian jugapada
keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutoladalah neuritis optik
dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkalipenggunaannya dihindari pada
anak yang belum dapat diperiksa tajampenglihatannya. Rekomendasi WHO yang
terakhir mengenaipelaksanaan tuberkulosis pada anak, etambutol
dianjurkanpenggunaannya pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB /
hari.Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan kecurigaanTB
resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapatdigunakan
(Heemskerk, 2011).
5. Streptomisin ( S )
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap
kumanekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektifuntuk
membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarangdigunakan dalam
pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannyapenting pada pengobatan fase
intensif meningitis tuberkulosis danMDR-TB (multi drug resistent-tuberculosis).
Streptomisin diberikansecara intramuskular dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari,
maksimal 1gram / hari, dan kadar puncak 45-50 μg / ml dalam waktu 1-2
jam.Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapitidak
dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.
13. Pencegahan
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung
dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan perumahan dan di
lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah
dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan dengan bersih
sebelum makan dan setelah dari toilet. Meningitis TB dapat dicegah dengan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan
pemberian imunisasi Bacillus Calmet-Guerin (BCG). Aktifitas klinik yang mencegah
kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat
pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan ke lemahan dan kecacatan akibat
meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-
kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami
dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidak mampuan untuk belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat
(Thomas, 2011).
14. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Fisik
2. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Celebral berhubungan dengan Peningkatan TIK
3. Pola nafas tidak efektif b.d Penyempitan Jalan Nafas
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Tirah Baring
15. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional
1 Nyeri Akut, berhubungan dengan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Untuk pengkajian nyeri secara
Agen Pencedera Fisik, ditandai komprehensif.
dengan: Ekspetasi: setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan selama Untuk mengetahui perubahan
Ds: 3x24 jam, diharapkan status - Identifikasi lokasi, karakteristik, skala nyeri secara berkala.
tingkat nyeri dapat teratasi, durasi, frekuensi, kualitas,
- Klien mengeluh nyeri hebat pada ditandai dengan: intensitas nyeri Untuk mengetahui persepsi
kepala - Identifikasi skala nyeri nyeri klien.
Do: Kriteria Hasil - Identifikasi respon non verbal Untuk mengetahui penyebab
- Keadaan umum lemah - Identifikasi faktor yang nyeri.
Indikator T
- Klien tampak gelisah memperberat dan memperingan
Keluhan Nyeri 1
- Kesadaran delirium nyeri Untuk mengetahui faktor yang
Meringis 1
- TTV: TD: 115/75 mmHg, RR: - Identifikasi pengetahuan dan mempengaruhi nyeri.
Diaforesis 1 keyakinan tentang nyeri
25 x/mnt, T: 36,20C, HR: 66 Keterangan:
x/mnt - Identifikasi pengaruh budaya Untuk mengetahui pengaruh
terhadap respon nyeri nyeri pada kualitas hidup
- Pengkajian Nyeri 1. Menurun
P: Peningkatan TIK - Identifikasi pengaruh nyeri pada pasien.
2. Cukup Menurun
Q: nyeri berputar-putar kualitas hidup
3. Sedang
R: Kepala - Monitor keberhasilan terapi Untuk mengetahui perubahan
4. Cukup Meningkat
S: Skala Nyeri 8 komplementer yang sudah skala nyeri setelah diberikan
5. Meningkat tindakan.
- T: Terus Menerus diberikan
- Monitor efek samping penggunaan Untuk mengetahui perubahan
analgetik
Indikator T Terapeutik skala nyeri secara berkala.
Frekuensi Nadi 5
PolaNafas 5 - Berikan teknik nonfarmakologis Untuk menurunkan rasa nyeri
Tekanan Darah 5 untuk mengurangi rasa nyeri (mis.,
TENS, hipnosis, akupressure, Untuk mengoptimalkan
Keterangan: penurunan rasa nyeri pada
terapi musik, biofeedback, terapi
pijat,aromaterapi, teknik imajinasi pasien
1. Memburuk
2. Cukup memburuk terbimbing, kompres Untuk meningkatkan kualitas
3. Sedang hangat/dingin, terapi bermain) istirahat dan mengurangi nyeri
4. Cukup membaik - Kontrol lingkungan yang
5. Membaik memperberat rasa nyeri (mis., Agar pasien memahami
suhu ruangan, pencahayaan, penyebab dan pemicu dari nyeri
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur Agar pasien mengert cara
- Pertimbangkan jenis dan sumber mengurangi nyeri
nyeri dalam pemilihan strategi
Agar pasien mengetahui
meredakan nyeri
perubahan nyeri secara berkala
Edukasi
Agar pasien dapat menurunkan
- Jelaskan penyebab, periode, dan nyeri secara mandiri
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri Untuk mengoptimalkan
- Anjurkan memonitor nyeri secara penurunan persepsi nyeri pada
mandiri pasien
- Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi : analgetik, jika perlu.
4 Intoleransi Aktivitas berhubungan Toleransi Aktivitas Manajemen Energi Mengetahui status kekuatan
dengan Tirah Baring, ditandai otot pasien
dengan: Setelahdilakukantindakankeperaw Aktivitas-aktivitas :
atanselama 3x24 jam, diharapkan
Ds: status toleransi aktivitas dapat Observasi Mengetahui status kelelahan
teratasi, ditandai dengan : fisik dan emosional pasien
- Klien mengalami kejang - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
berulang kurang dari 5 menit Indikator T yang mengakibatkan kelelahan Mengetahui penyebab
Do: - Monitor kelelahan fisik dan
Frekuensi Nadi 5 kelelahan pasien
emosional
- Keadaan umum lemah - Monitor lokasi dan
- Kesadaran delirium Kekuatan Tubuh bagian 5 Meningkatkan kenyamanan
ketidaknyamanan selama
- TTV: TD: 115/75 mmHg, RR: atas pasien untuk beristirahat
melakukan aktivitas
25 x/mnt, T: 36,20C, HR: 66 Terapeutik
x/mnt Kekuatan tubuh bagian 5 Membantu pasien untuk
- Klien tampak gelisah bawah - Sediakan lingkungan nyaman dan ambulasi dan mobilisasi
Saturasi oksigen 5 rendah stimulus
- Lakukan latihan rentang gerak Memfasilitasi istirahat total
pasif dan atau aktif pada pasien
- Berikan aktivitas distraksi yang
Skala Indikator : menenangkan Mencegah terjadinya
- Fasilitasi duduk di sisi tempat kecemasan mengenai status
1. Menurun tidur, jika tidak dapat berpindah terkini
2. Cukup menurun atau berjalan
3. Sedang Meningkatkan energi melalui
Edukasi
4. Cukup meningkat asupan nutrisi pasien
5. Meningkat - Anjurkan tirah baring
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA
Albert, S.M. & Freedman, V.A. (2011). Public health and aging : maximizing function and
well-being. New york: Springer Publishing Company
Drake, R .(2014).Gray’s basic anatomy. Philadelphia: Elsevier
Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta
Huldani. 2012. Diagnosis dan Penatalaksanaan Meningitis TB. Universitas Lambung
Mangkurat Fakultas Kedokteran Banjarmasin
Schwantz SI (2012). Buku Ajar Penderita Meningitis TB. Yogjakarta: EGC
Schunke,M. 2013. Atlas Anatomi Manusia. Prometheus: Kepala, Leher & Neuroanatomi:
EGC
PPNI, T, P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) : Definisi dan
Indikator Diagnostik (Cetakan III) I ed ). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T.P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan (Cetakan II) I ed). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T.P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Cetakan II) I ed). Jakarta : DPP PPNI.
World Health Organization (WHO). 2015. Tuberkulosis : Global tuberkulosis report 2015.
Ganeva : WHO Press