Anda di halaman 1dari 6

Pengetahuan Basic Life Support Pada Mahasiswa Kedokteran

Tingkat Pertama Universitas Sebelas Maret Terhadap


Pasien Henti Jantung Mendadak
Fathia Amalia Faizal
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
fathia.amalia@student.uns.ac.id

Abstract. Sudden cardiac arrest cases are a concern today. Unhealthy lifestyle is a risk factor
for that disease. If a person experiences sudden cardiac arrest, first aid should be known as
Basic Life Support. Basic life support can improve patients' life chances when done during the
golden time. Therefore, everyone must have knowledge of Basic Life Support and its
application, especially medical students. Medical students have a greater responsibility when
dealing with such cases than the surrounding community. Confidence and skill are needed to
help patients with sudden cardiac arrest. Unfortunately, both that things among medical
students is still very low. In the future, there will be training in theory and practice so that
medical students are ready to help patients with sudden cardiac arrest anywhere and anytime.

Keywords: Basic Life Support, Pre Clinical Student, Medicine, Sudden Cardiac Arrest

1. PENDAHULUAN

Menurut, American Heart Association (AHA), pada tahun 2002, setiap dua menit terdapat
dua orang meninggal karena kasus Henti Jantung Mendadak (HJM). Hal ini menjadikan HJM
menjadi penyebab kematian terbesar di dunia. Sementara itu, pada tahun 2006, Departemen
Kesehatan mencatat sekitar tiga puluh orang per hari terkena HJM dengan mayoritas akibat Penyakit
Jantung Koroner (PJK).
Pada tahun 2016, PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia)
menyebut kejadian HJM terjadi sekitar 300.000-350.000 per tahunnya. Kendati demikian, terdapat
peningkatan peluang hidup apabila dilakukan pertolongan pertama dengan CPR (Cardiopulmonary
Resuscitation) atau teknik resusitasi jantung paru oleh orang di sekitarnya (bystander). Akan tetapi,
data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa HJM akan sering terjadi seiring dengan
meningkatnya PJK dan stroke yang diprediksi menyentuh angka 23,3 juta kematian pada tahun
2030. (Gatra, 2017)
Henti Jantung Mendadak (HJM) adalah keadaan ketika jantung berhenti berdenyut dan
memompa. Akibatnya, tidak akan terjadi aliran darah menuju otak dan organ-organ vital. Pada
umumnya, penderita HJM dapat mengalami kematian jika tidak ditangani dalam hitungan menit. Hal
ini biasa disebut “Golden Time”. Dokter spesialis jantung Jetty R.H. Sedyawan mengungkapkan
bahwa dalam pertolongan pertama harus ditangani dalam tiga menit pertama setelah terjadinya henti
jantung mendadak. Artinya jika pertolongan pertama dilakukan dalam rentang waktu tersebut,
korban mungkin akan bertahan hidup dan tak mengalami kerusakan otak. Hanya saja ketika golden
time ini lewat, maka risiko kerusakan otak akan semakin tinggi.
Henti jantung mendadak tidak sama dengan serangan jantung. Serangan jantung terjadi ketika
adanya sumbatan aliran darah menuju jantung. Biasanya sumbatan ini diakibatkan oleh timbunan
lemak atau zat lainnya. Sementara HJM, diakibatkan tidak adanya impuls atau rangsangan dari otak.
Selama serangan jantung, jantung biasanya tidak berhenti berdenyut secara mendadak. Akan tetapi,
HJM dapat terjadi setelah atau selama proses penyembuhan serangan jantung. Penderita penyakit
jantung memiliki risiko lebih tinggi terkena HJM. Namun, HJM mungkin saja terjadi pada orang
normal dan tidak memiliki risiko terkena kasus ini. (NHLBI, 2018)
Salah satu penyebab paling banyak kasus HJM adalah fibrilasi ventrikel (v-fib). V-fib
merupakan salah satu tipe aritmia, yaitu ketidakaturan irama jantung. Selama v-fib, ventrikel atau
bilik tidak berdenyut secara normal, namun berdenyut lebih cepat dan tidak berirama. Ketika ini
terjadi, jantung memompa sedikit darah atau bahkan tidak ada ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
berakibat fatal jika tidak ditangani dalam hitungan menit. Penyakit jantung iskemik, PJK, kelainan
genetik, bahkan stress fisik dapat mengakibatkan HJM. (NHLBI, 2018)
Tanda awal dari HJM adalah kehilangan kesadaran atau pingsan. Beberapa orang merasakan
jantung berdegup cepat atau merasa pusing sebelum pingsan. Bahkan dalam beberapa jam sebelum
HJM, beberapa orang mengalami nyeri dada, napas yang pendek, mual, hingga muntah. (Mayo
Clinic, 2018)
Kasus henti jantung mendadak dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kasus HJM ini
paling banyak terjadi di luar rumah sakit (Out of Hospital Cardiac Arrest). Sayangnya, tidak semua
orang terlatih untuk memberikan pertolongan pertama. Padahal, penanganan kasus HJM dikenal
dengan golden time, seperti yang telah disebutkan diatas. Pertolongan pertama ini lebih dikenal
dengan Basic Life Support (BLS). Pada nyatanya, BLS ini dapat mengembalikan fungsi jantung
untuk kembali berdenyut dan memompa darah ke seluruh tubuh. (Ditjen Yankes, 2018)
Basic Life Support dimaksudkan untuk dilakukan oleh semua orang, baik yang memiliki
dasar pengetahuan kesehatan, maupun yang tidak, sehingga panduan BLS tidak memerlukan
tindakan penggunaan obat atau kemampuan atau skill khusus tertentu. Prinsip utama BLS adalah
mengalirkan sirkulasi darah, dan pemberian nafas melalui jalan nafas yang bersih, sehingga proses
kerusakan organ-organ tubuh dapat dihambat. (Ditjen Yankes, 2018)
Dalam beberapa pekerjaan, BLS menjadi prasyarat yang harus dipenuhi, misalnya pada
penjaga pantai, polisi, pemadam kebakaran, bahkan sopir ambulan. Di lapangan, BLS ini dilakukan
sembari menunggu tim medis untuk memberikan bantuan lanjut. Pada beberapa negara, dapat
dijumpai alat defibrilasi jantung atau Automated External Defibrillator (AED). Namun sayangnya,
di Indonesia belum dapat dijumpai di tempat-tempat umum. Pemerintah seharusnya memberikan
perhatian pada ini karena penggunaan AED meningkatan peluang hidup pasien HJM.
Pada tahun 2010, American Heart Association (AHA) menerbitkan kembali panduan basic
life support. Pada kasus HJM, basic life support diberikan dalam tiga langkah utama, yaitu C-A-B.
Circulation dilakukan dengan kompresi dada agar sirkulasi darah tercukupi ke seluruh tubuh.
Airway untuk memastikan jalan nafas bebas dari benda yang menyumbat. Breathing adalah
pemberian bantuan nafas agar ketersediaan oksigen tercukupi. Tiga langkah utama ini harus
dilakukan secara berurutan dan tidak terlewati.
Di Indonesia, pelatihan bantuan hidup dasar belum diterima semua orang termasuk sejumlah
mahasiswa kedokteran. Mahasiswa kedokteran memiliki andil pada kejadian yang berhubungan
dengan nyawa, seperti HJM, di masyarakat. Menurut American Heart Association, pada tahun 2015,
diperkirakan korban henti jantung dapat terselamatkan sebesar 40,1% setelah dilakukan CPR oleh
bystander. Pentingnya mahasiswa pra klinik untuk memiliki keterampilan ini dapat menurunkan
jumlah kasus kematian akibat HJM karena banyaknya kematian akibat terlambatnya pertolongan
pertama. Selain itu, seringkali mahasiswa pra klinik merasa takut karena merasa belum resmi
menjadi dokter. Walaupun seharusnya awam juga memiliki keterampilan BLS, namun mahasiswa
kedokteran memiliki tanggung jawab lebih besar saat menjadi bystander.
Peneliti memilih mengambil sampel pada mahasiswa kedokteran tingkat pertama Universitas Sebelas
Maret karena mahasiswa kedokteran tingkat pertama menjadi langkah awal dalam membangun generasi
dokter yang berkualitas. Pada mahasiswa kedokteran tingkat pertama di Universitas Sebelas Maret, sudah
pernah diberikan simulasi bantuan hidup dasar pada masa orientasi, namun hanya sekilas dan terbatas
pada pasien dengan trauma kepala yang jelas berbeda penanganannya. Oleh karena itu, perlu diuji
seberapa tahu mahasiswa tersebut agar dapat memberikan pertolongan pertama pada pasien kasus henti
jantung mendadak.

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Sugiyono (2009:15),
metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan,
menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat
dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Responden

10

10
7

S k o r R en d ah S k o r S ed an g Sko r Ti n ggi

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari wawancara secara langsung didapatkan data sebanyak
dua puluh tujuh responden. Sebanyak lima belas pertanyaan diajukan, lalu didapatkan hasil 10 orang
meraih skor tergolong tinggi (87%-100%), 10 orang meraih skor tergolong sedang (67%-87%), dan 7
orang meraih skor tergolong rendah (<67%). Dari sepuluh orang yang meraih skor tergolong tinggi,
empat diantaranya berhasil menjawab sempurna yang mana keempat orang ini telah mendapat
pelatihan Basic Life Support secara lanjut. Hal ini sesuai dari studi Asad abbas et al. (Assad Abbas et
al, 2011, p.631)
Figur. 1 Perbandingan Skor Hasil Responden Berdasarkan Survei BLS

Lima belas pertanyaan yang diajukan terdiri dari: 4 pertanyaan mengenai konsep Basic Life
Support, 6 pertanyaan mengenai teknik Circulation, 2 pertanyaan mengenai teknik Airway, 2
pertanyaan mengenai teknik Breathing, dan 1 pertanyaan mengenai Recovery Position.

Tabel. 1 Respons Jumlah Jawaban Benar dan Salah Setiap Nomor Berdasarkan Survei BLS
Jumlah Jawaban Jumlah Jawaban
Pertanyaan
Benar Salah
Pengertian BLS 23 4
Hal yang dilakukan sebelum memulai BLS 24 3
Prinsip-Prinsip BLS untuk Henti Jantung Mendadak 17 10
Hal yang dilakukan setelah memulai BLS 22 5
Kecepatan CPR 16 11
Kedalaman CPR 14 13
Recoil dada pada CPR 25 2
Perbandingan CPR dan pemberian napas buatan 16 11
Tumpuan saat CPR 16 11
Sudut CPR yang benar 25 2
Salah satu teknik airway 25 2
Penerapan teknik airway 26 1
Salah satu teknik breathing 21 6
Penggunaan ambu bag untuk teknik breathing 20 7
Tujuan Recovery Position 27 0
*BLS (Basic Life Support), CPR (Cardiopulmonary Resuscitation)
Konsep BLS perlu dipahami secara matang karena hal tersebut merupakan dasar untuk
melakukan hal selanjutnya. Akan tetapi, tidak ada satu soal pun yang terjawab benar secara sempurna.
Terutama untuk soal prinsip-prinsip BLS pada henti jantung mendadak hampir setengah responden
menjawab salah. Hal ini tentu menjadi perhatian karena prinsip-prinsip BLS pada pasien HJM
berbeda dengan pasien pada trauma kecelakaan.
Pada teknik Circulation, pengetahuan akan CPR masih sangat kurang. Padahal, hal utama dari
melakukan BLS adalah CPR. CPR digunakan untuk mengembalikan fungsi pompa jantung agar tubuh
tetap mendapat sirkulasi. Dibutuhkan pelatihan secara berkala untuk memiliki keahlian CPR yang
baik. (Shresta, 2012, p.141-145)
Teknik Airway terdiri dari head tilt-chin lift dan jaw thrust manuever. Responden sudah
cukup mengetahui teknik airway dan penerapannya. Teknik airway digunakan agar jalan napas
terbebas dari sumbatan.
Pada teknik breathing, responden sudah cukup baik untuk mengetahuinya. Hal ini terbukti
bahwa hanya 6-7 responden yang menjawab salah. Teknik breathing digunakan agar tubuh mendapat
asupan oksigen.
Semua responden sudah mengetahui tujuan dari recovery position. Recovery position
dilakukan sembari menunggu petugas medis datang ke lokasi kejadian.
Penelitian ini tidak memberikan pertanyaan mengenai teknik Defibrilasi karena penggunaan
AED di Indonesia hanya sebatas di rumah sakit. AED belum terdapat di fasilitas umum sehingga
masyarakat masih kurang awam dalam penggunaannya. Padahal, AED adalah metode defibrilasi
terbaik yang efektif dan aman bagi pasien OHCA. (Marenco et al, 2003, p.1193).
Salah satu strategi terbaik agar pengetahuan BLS ini dapat diketahui semua orang adalah
melalui mahasiswa kedokteran apabila ia membagi ilmunya dengan orang terdekatnya. (Pande et al,
2014, p.42-45). Hal ini karena kredibilitas mahasiswa kedokteran meningkat jika dilatih oleh pelatih
dari latarbelakang kesehatan (Altintas et al, 2005, p.157-169). Oleh karena itu, mahasiswa kedokteran
seharusnya mendapatkan pembelajaran BLS secara periodik dan sedari dini. Problem-based learning
menjadi suatu program yang dapat meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa kedokteran. (Robak et
al, 2006, p1-10), sehingga apabila terdapat kasus HJM, mahasiswa kedokteran yang terlatih akan lebih
cepat tanggap dan efektif. Hal ini disebabkan mahasiswa kedokteran memiliki kesempatan praktik
lebih kecil daripada dokter maupun perawat. (Smith, Gilcreast, Pierce, 2008, p.59-65). (Meissner,
Kloppe, Hanefeld, 2012, p.31)

4. SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan Basic Life Support pada mahasiswa
kedokteran tingkat pertama Universitas Sebelas Maret tergolong rendah. Hal ini berdasarkan
perngetahuan secara teoritis dan tidak secara praktik.

5. SARAN
Kejadian Henti Jantung Mendadak semakin tahun semakin meningkat. Dibutuhkan penolong terlatih
di tengah-tengah masyarakat guna mengantisipasi kematian akibat terlambatnya pertolongan pertama.
Mahasiswa kedokteran diharapkan memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menjadi penolong
terlatih. Oleh karena itu, dibutuhkan pelatihan lebih lanjut secara teori maupun praktik mengenai
Basic Life Support terutama untuk pasien Henti Jantung Mendadak.

6. DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. Bukhari, S. I., Ahmad, F. (2011). Knowledge of first aid and basic life support amongst
medical students: a comparison between trained and untrained students. JPMA, 61, 613.
Diakses dari https://jpma.org.pk

Almesned, A., Almeman, A., Alakhtar, A. M., AlAboudi, A. A., Alotaibi, A. Z., Al-Ghasham, Y. A.,
& Aldamegh, M. S. (2014). Basic life support knowledge of healthcare students and
professionals in the Qassim University. International Journal of Health Sciences, 8(2), 141–
150. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25246881%0A

Altintas, K. H., Aslan, D., Yildiz, A. N., Subasi, N., Elçin, M., Odabasi, O., Sayek, I. (2005). The
Evaluation of First Aid and Basic Life Support Training for The First Year University Students.
The Tohoku Journal of Experimental Medicine, 205(2), 157–169.
https://doi.org/10.1620/tjem.205.157

American Heart Association (AHA). (2015). Adult Basic Life Support: Guidelines for CPR and
Emergency Cardiovascular Care. Diakses 3 Juni 2019 dari, http://circ.ahajournals.org/content/
122/18_suppl_3/S685

Ditjen Yankes. (2018). Bantuan Hidup Dasar / Basic Life Support Dalam Kehidupan Bermasyarakat.
Diakses 3 Juni 2019, dari http://yankes.kemkes.go.id/read-bantuan-hidup-dasar--basic-life-
support-dalam-kehidupan-bermasyarakat-4232.html

Marenco, J. P., Wang, P. J., Link, M. S., Homoud, M. K., & Estes III, N. A. M. (2003). Improving
Survival From Sudden Cardiac Arrest. Jama, 285(9), 1193.
https://doi.org/10.1001/jama.285.9.1193

Mayo Clinic. (2018). Sudden Cardiac Arrest. Diakses 3 Juni 2019, dari https://www.mayoclinic.org/
diseases-conditions/sudden-cardiac-arrest/symptoms-causes/syc-20350634

Meissner TM, Kloppe C, Hanefeld C. (2012). Basic life support skills of high school students before
and after cardiopulmonary resuscitation training: a longitudinal investigation. Scand J Trauma
Resusc Emerg Med., 14, 20:31.

National Heart, Lung, and Blood Institute. (2018). Sudden Cardiac arrest. Diakses 3 Juni 2019, dari
https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/sudden-cardiac-arrest

Pande, S., Pande, S., Parate, V., Pande, S., & Sukhsohale, N. (2014). Evaluation of retention of
knowledge and skills imparted to first-year medical students through basic life support
training. Advances in Physiology Education, 38(1), 42–45.
https://doi.org/10.1152/advan.00102.2013

Robak, O., Kulnig, J., Sterz, F., Uray, T., Haugk, M., Kliegel, A., … Domanovits, H. (2006). CPR in
medical schools: learning by teaching BLS to sudden cardiac death survivors--a promising
strategy for medical students?. BMC medical education, 6, 27. doi:10.1186/1472-6920-6-27

Rosyid (Ed). (2017, September 15). CPR Meningkatkan Peluang Hidup Penderita Henti Jantung
Mendadak. Gatra.com. Diakses dari https://www.gatra.com/detail/news/284850-cpr-
meningkatkan-peluang-hidup-penderita-henti-jantung-mendadak

Shrestha, R., Batajoo, K. H., Piryani, R. M., & Sharma, M. W. (2012). Basic life support: knowledge
and attitude of medical/paramedical professionals. World Journal of Emergency Medicine,
3(2), 141–145. https://doi.org/10.5847/wjem.j.issn.1920-8642.2012.02.011

Smith KK, Gilcreast D, Pierce K. (2008). Evaluation of staff's retention of ACLS and BLS skills.
Resuscitation, 78, 59-65. https://doi.org/10.1016/j.resuscitation.2008.02.007

Surachman, Arif. (2016). Panduan Gaya Penulisan Sitir Karya Ilmiah. Diakses dari Universitas
Gadjah Mada, Situs Web Perpustakaan http://lib.ugm.ac.id/data/panduan_sitiran.pdf

LAMPIRAN

Kuisioner Wawancara Survei BLS


1. Apa yang dimaksud BLS pada pasien Henti Jantung Mendadak?
2. Sebelum melaksanakan BLS, hal yang harus diperhatikan adalah?
3. Berikut yang termasuk prinsip BLS pasien Henti Jantung Mendadak adalah?
4. Hal yang harus dilakukan setelah prinsip BLS terpenuhi adalah?
5. Kecepatan CPR adalah?
6. Kedalaman CPR adalah?
7. Apakah penekanan pada CPR harus recoil sempurna?
8. Perbandingan antara pemberian CPR dan napas buatan adalah?
9. Tumpuan penolong pada saat melakukan CPR adalah?
10. Sudut yang dibentuk antara lengan dan dada pada saat melakukan CPR adalah?
11. Salah satu teknik airway adalah?
12. Jika pasien diduga mengalami cedera kepala, leher, atau belakang, teknik yang digunakan
adalah?
13. Salah satu teknik breathing yang digunakan adalah?
14. Penggunaan ambu bag termasuk salah satu teknik breathing?
15.Salah satu tujuan dari posisi mantap adalah?

Anda mungkin juga menyukai