Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan defisit neurologis serebral fokal
atau global yang berkembang secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam yang
disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan spontan pada otak (stroke hemoragik)
maupun suplai darah inadekuat pada bagian otak (stroke iskemik) sebagai akibat aliran darah
yang rendah, trombosis atau emboli yang berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan
vena), jantung dan darah (Ropper & Samuel dalam Setiati et al., 2015). Stroke merupakan
penyakit kerusakan neurologis dan fungsional yang terjadi secara mendadak disebabkan karena
kurangnya atau terputusnya aliran darah yang mengalir keotak akibat adanya gumpalan darah,
plak , atau karena pecahnya pembuluh darah akibat tekanan darah yang tinggi secara tiba-tiba ke
otak. Hal ini mengakibatkan sel-sel otak mengalami kekurangan oksigen serta energi dan
menyebabkan kerusakan otak permanen yang mengakibatkan kecacatan sampai kematian dini
( Depkes RI, 2013). Keterlambatan untuk mendapatkan pertolongan medis dapat meningkatkan
jumlah kematian dan kecacatan. Data yang didapat dari WHO tahun 2016, stroke membunuh
satu orang setiap enam detik di dunia. Dengan perkiraan setiap tahun 15 juta orang menderita
stroke. Dimana lima juta penderita mengalami kematian dan lima juta penderita stroke lainnya
mengalami kecacatan Hanya 15 persen saja pasien penderita stroke yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan, hal ini di sebabkan kurangnya rasa sadar dari pihak keluarga
akan penanganan dan perawatan yang di berikan kepada penderita stroke (Sutrisno, 2007).

Gejala klinis stroke yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi. Kejadian stroke diawali dengan gejala berupa muka terasa tebal,
telapak kaki dan tangan kebas/mati rasa, secara mendadak merasa lemas di bagian lengan atau
kaki terutama di satu sisi tubuh saja, kesulitan berjalan, pusing, hilangnya
keseimbangan/koordinasi tubuh secara mendadak, kesulitan untuk berbicara, mengerti, atau
bingung secara tiba-tiba, kesulitan untuk melihat dengan satu atau dua mata secara mendadak,
dan nyeri kepala mendadak tanpa penyebab yang jelas.

Data dari Riskesdas tahun 2018 ditemukan prevalensi stroke di Indonesia sebesar
10,9 per 1.000 penduduk. Stroke lebih banyak menyerang pada penderita usia >75 tahun 50,2 per
1.000 penduduk, pada jenis kelamin laki-laki 11,0 per 1.000 penduduk, penduduk daerah
perkotaan 12,6 per 1.000 penduduk, tidak/belum pernah sekolah 21,2 per 1.000 penduduk dan
tidak bekerja 21,8 per 1.000 penduduk. Di Kalimantan Selatan sendiri tecatat sebagai salah satu
provinsi di Indonesia, menempati urutan ke- 5 prevalensi stroke tertinggi di Indonesia.
Prevalensi stroke di Kalimantan Selatan diperkirakan sebesar 9,2 per mil (Riskesdas, 2013).
Jumlah pasien rawat inap sendiri pada ruang Stroke RS.BOEJASIN Pelaihari yang mengalami
stroke Non Hemoragik dari bulan Juni sampai bulan September 2020 tercatat sebanyak 86 orang.

Terlambatnya penanganan terhadap kejadian stroke sekitar 83,9% disebabkan oleh


keterlambatan pra rumah sakit. Penyebab pertama keterlambatan sebanyak 62,3% karena
kurangnya pengetahuan keluarga tentang faktor resiko dan peringatan gejala stroke sehingga
menyepelekan tanda-tanda dini stroke, keluarga dan penderita berharap gejala dan tanda akan
menghilang 2,7% serta sebanyak 7,1% penderita stroke yang tinggal sendiri, penderita yang
tinggal jauh dari sarana kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Hariyanti, Tita, et al. (2015)
tentang Health Seeking Behaviour masih ada keluarga yang tidak mengamati adanya wajah mencong
(58 %) dan tidak segera membaringkan pasien dengan posisi kepala lebih tinggi (56 %).Dalam
penelitian ini keluarga pasien tidak banyak yang melakukan pengamatan terhadap wajah mencong
karena lebih fokus pada kelumpuhan dan kesulitan bicara pasien dibandingkan meminta pasien
untuk tersenyum sebagai deteksi terhadap adanya ketidaksimetrisan pada wajah . Perlakuan
membaringkan pasien dengan posisi kepala lebih tinggi juga kurang banyak dilakukan karena
kurangnya informasi tentang penanganan awal stroke ketika di rumah. Pemberian posisi kepala
lebih tinggi pada pasien stroke akan memudahkan aliran balik vena pada cerebral yang menuju
ke jantung.

Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang kurang tentang faktor resiko dan
peringatan gejala stroke cenderung terlambat memberikan penanganan awal terhadap stroke
masalah demografi, serta ketiadaan sarana transportasi dan masalah ekonomi. Keluarga sangat
berperan dalam fase pemulihan ini, sehingga sejak awal. Perawatan keluarga diharapkan terlibat
dalam penanganan penderita (Mulyatsih,2008). Pengambilan keputusan untuk tindakan
kesehatan pada pasien stroke bergantung dari sikap dan pengetahuan keluarga pasien stroke
sendiri. . Sikap keluarga dalam memberikan perawatan pada pasien yang dilatarbelakangi oleh
minimnya pengetahuan yang mereka punya tentang penyakit stroke serta perawatannya inilah
yang nantinya memberikan kemungkinan terjadinya serangan stroke ulang.

Keberhasilan penanganan stroke sangat tergantung dari kecepatan, kecermatan dan


ketepatan terhadap penanganan awal (Kemenkes, 2014).Waktu emas (golden window) dalam
penanganan stroke adalah ± 3 jam, artinya dalam 3 jam awal setelah mendapatkan serangan
stroke, pasien harus segera mendapatkan terapi secara komprehensif dan optimal dari tim gawat
darurat rumah sakit untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal (Morton. 2012). Kasus
paling sering di Indonesia dalam hal penanganan pasien ke rumah sakit sejak awal serangan
stroke terjadi adalah keterlambatan penanganan (Wirawan & Putra, 2013).

Kecacatan pada pasien stroke berhubungan dengan buruknya upaya pencegahan


sekunder dan pencarian pertolongan medis saat serangan. Tindakan pencegahan dan respon
pencarian bantuan berhubungan dengan pengetahuan tentang stroke. Stroke saat ini harus
dipandang sebagai kedaruratan medis selain serangan jantung. Keterlambatan untuk
mendapatkan pertolongan medis dapat meningkatkan jumlah kematian dan kecacatan.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan beban akibat stroke tersebut
adalah dengan memberikan tindakan atau penanganan segera pada saat serangan pertama pada
pasien stroke (Utaminingsih,2015), dengan ini diharapkan masyarakat cepat dan tanggap akan
adanya gejala stroke dan cepat membawa penderita ke pusat rujukan terdekat atau segera
menghubungi ambulans,. Ada beberapa tindakan yang dilakukan keluarga pada saat kejadian
stroke antara lain penderita langsung diantar kerumah sakit agar segera mendapatkan
penanganan, diantar terlebih dahulu ke petugas kesehatan (dokter, perawat, bidan). Gejala-gejala
awal stroke tersebut perlu dikenali agar penanganan stroke secara dini dapat dilakukan dengan
baik dimulai dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat. Keluarga diharapkan mempunyai
pengetahuan dalam mengenali tanda awal stroke sehingga dapat mengambil keputusan untuk
segera membawa pasien ke fasilitas kesehatan atau memanggil tim emergency. Keberhasilan
penanganan stroke akut dimulai dari pengetahuan masyarakat dan petugas kesehatan, bahwa
stroke merupakan keadaan gawat darurat sehingga penanganan stroke dapat dilakukan secepat
mungkin. Penanganan stroke harus dilakukan secara dini oleh keluarga..

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


tentang “Hubungan penanganan awal kejadian stroke dengan pengetahuan keluarga”

1.2 RUMUSAN MASALAH

Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan beban akibat penyakit stroke
tersebut adalah meningkatkan outcome dengan memberikan tindakan atau penanganan segera
setelah serangan stroke serta memberikan pelayanan yang komprehensif selama perawatan di
rumah sakit. Sekitar 80% penderita stroke datang ke rumah sakit lebih dari tiga jam setelah
serangan. Keterlambatan ini merupakan masalah utama yang dihadapi penderita stroke untuk
mendapatkan pertolongan segera.

Semakin baik pengetahuan seseorang tentang stroke maka penanganan terhadap


anggota keluarga yang terkena serangan stroke semakin baik pula. Hal ini disebabkan karena
pengetahuan merupakan salah satu factor utama seseorang dalam memberikan tindakan atau
pertolongan pertama yang tepat untuk penderita serangan stroke. Keberhasilan penanganan
serangan stroke sangat tergantung dari kecepatan, kecermatan dan ketepatan terhadap
penanganan awal atau waktu emas dalam penanganan serangan awal stroke yang sangat efektif
ketika diberikan dalam waktu kurang lebih 3 jam setelah serangan (Saudin, Agoes,&Rini, 2016).
Efektifitas dari penanganan serangan pertama stroke tersebut akan semakin menurun dengan
semakin lamanya awal tindakan yang diberikan pada saat serangan pertama stroke. Keberhasilan
tindakan sangat bergantung terhadap upaya meminimalkan keterlambatan untuk segera datang ke
instalasi.

Berdasarkan data yang didapat dari jumlah pasien rawat inap pada ruang Stroke
RS.BOEJASIN Pelaihari yang mengalami stroke Non Hemoragik dari bulan Juni sampai bulan
September 2020 sebanyak 86 orang. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap lima orang
keluarga yang menemani pasien menjalani pengobatan dirumah sakit, empat diantaranya
menyatakan bahwa mereka tidak mengatahui gejala awal stroke sehingga setelah mengalami
serangan stroke lebih dari tiga jam baru diantar ke fasilitas kesehatan. Mereka merasa gejala
yang dirasakan merupakan hal yang biasa sehingga mereka tetap melakukan aktivitas seperti
biasanya dan lebih sering hanya dengan pengobatan alternatif,seperti memijat dan meminum
ramuan tradisional..Ketiadaan penyuluhan terkait penyuluhan penyakit Stroke menjadi salah satu
faktor keterlambatan penanganan stroke juga.

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana hubungan penanganan awal kejadian stroke dengan pengetahuan keluarga.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penanganan awal kejadian
stroke dengan pengetahuan keluarga.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi gambaran pengetahuan keluarga tentang faktor resiko dan gejala
awal stroke.
1.3.2.2 Mengetahui hubungan antara pengetahuan keluarga dengan perilaku keluarga pada
penanganan awal kejadian stroke.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi program pelayanan kesehatan,
pemerintah, dan masyarakat.
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk bahan pertimbangan dalam
usaha mengurangi kejadian stroke.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan referensi dalam bidang keperawatan khususnya mengenai
pemenuhan peran keluarga dalam penanganan awal kejadian stroke. Sehingga
mahasiswa dapat memberikan penjelasan kepada penderita dan keluarga tentang
pentingnya penanganan cepat kasus stroke untuk mengurangi kecacatan dan
menghindari kematian.
1.4.3 Bagi Keluarga Pasien
Sebagai gambaran bagi pasien dan keluarga mengenai pentingnya penanganan
cepat terhadap kejadian stroke agar menghindari kecacatan permanen bahkan kematian
1.4.4 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh di perkuliahan, serta sebagai bekal menjadi seorang tenaga
kesehatan untuk dapat mengaplikasikan ilmu keperawatan berkaitan dengan pentingnya
peran keluarga dalam menangani kejadian awal stroke.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan Keluarga Tentang Stroke

2.1.1 Konsep Dasar Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap


suatu objek melalui indra yang dimilikinya sehingga menghasilkan pengetahuan
(Notoatmodjo, 2014). Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat suatu hal,
termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun
tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap
suatu objek tertentu (Mubarok, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


terbentuknya perilaku seseorang (over behavior) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007) yaitu

1. Know (Tahu)
Yaitu mengingat, menghafal suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Comprehension (Pemahaman)
Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menginterprestasikan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat diinterpretasi dengan benar.
3. Application (Penerapan)
Yaitu kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip dan prosedur materi yang telah
dipelajari pada waktu, situasi atau kondisi sesungguhnya.
4. Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek dalam bentuk komponen-
komponen. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat
menggambarkan/membuat bagan, membedakan atau memisahkan, mengelompokkan dan
lain sebagainya.
5. Synthesis (Sintesis)
Yaitu kemampuan untuk melakukan/menghubungkan bagian-bagian kedalam satu bentuk
keselarasan yang baru dengan kata lain. Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun
formulir baru dengan formasi yang ada.
6. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian
didalam suatu bentuk keselarasan yang baru dengan kata lain evaluasi adalah kemampuan
untuk menilai dan menyusun formulir dari formula-formula yang ada.

Berdasarkan hal tersebut diatas disebutkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses
mulai dari mengingat, memahami, selanjutnya mampu melanjutkan ,menjabarkan dan
mampu untuk menilai dari suatu objek atau stimulus tertentu (Notoadmojo, 2003). Ada
beberapa factor yang dapat mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarok (2007):

1. Tingkat pendidikan.

2. Pekerjaan

3. Umur

4. Minat

5. Pengalaman

6. Kebudayaan lingkungan sekitar

7. Informasi

2.1.2 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan


menjadi dua :

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan


Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperolah kebenaran
pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah, atau metode penemuan sistematik
dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi :
1). Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum
adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah,
upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan
dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah
tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and
error (gagal atau salah) atau metode coba-salah/coba-coba.

2). Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-


tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan
tersebut baik atau tidak. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan
otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama,
maupun ahli ilmu pengetahuan.

3). Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, yang bermakna bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal
ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

4). Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan


pikirannya melalui induksi atau deduksi. Induksi yaitu : proses penarikan kesimpulan
yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum.
Deduksi yaitu : pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum kepada khusus.
2. Cara modern
Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis
dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah” atau lebih populer disebut
metodologi penelitian yaitu dengan mengembangkan metode berfikir induktif. Mula-mula
mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan
kemudian hasilnya dikumpulkan dan diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum
(Notoatmodjo,2003). Memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung dan
membuat pencatatan. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :

1. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan
pengamatan.

2. Gejala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan
pengamatan.

3. Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada
kondisi tertentu.

2.1.3 Cara pengukuran pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden
Kedalam pengetahuannya yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003).

2.1.4 Pengertian Stroke.


Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau
berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke
hemoragik). Tanpa darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi,
sehingga sel-sel pada sebagian area otak akan mati. Kondisi ini menyebabkan bagian
tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik.
Stroke adalah kondisi gawat darurat yang perlu ditangani secepatnya, karena sel
otak dapat mati hanya dalam hitungan menit. Tindakan penanganan yang cepat dan tepat
dapat meminimalkan tingkat kerusakan otak dan mencegah kemungkinan munculnya
komplikasi.
Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak
mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi control
gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak berfungsi (American Heart Association
[AHA], 2015)

2.1.5 Klasifikasi Stroke


Stroke di bagi menjadi 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1) Stroke Hemoragi
Merupakan stroke yang disebabkan oleh perdarahan intra serebral atau
perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh darah otak pada area
tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak (AHA, 2015). Perdarahan yang
terjadi dapat menimbulkan gejala neurologik dengan cepat karena tekanan pada
saraf di dalam tengkorang yang ditandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat,
pernapasan cepat, pupil mengecil, kaku kuduk, dan hemiplegia (Sylvia, 2005 ;
Yeyen, 2013). Stroke hemoragi dibagi menjadi dua jenis antara lain:
a. Perdarahan Intraserebral
Pembuluh darah karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
oedema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat sehingga mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Sering dijumpai pada daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan Subaraknoid
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri
sehingga menimbulkan nyeri kepala yang hebat.
2) Stroke Iskemik
Merupakan stroke yang disebabkan oleh suatu gangguan peredaran darah
otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan
tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh
trombus (bekuan) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh organ
selain otak (Sylvia, 2005). Stroke ini ditandai dengan kelemahan atau
hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah, pendangan kabur, dan disfagia (Wanhari,
2008 dalam Yeyen, 2013).
2.1.6 Penyebab Stroke
Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu
dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :
1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, yang adalah penyebab
paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara tiba-tiba,
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah
tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya 12 menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral (Valante et al, 2015).
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama karena
konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak (Valante et al,
2015).
4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan perdarahan dan
hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan dapat menjadi
stupor atau tidak responsif. Akibat dari keempat kejadian di atas maka terjadi
penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi.

2.1.6 Faktor Resiko Stroke


Faktor risiko terjadinya stroke secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu, faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi (AHA,
2015).
1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis kelamin, dan
riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015). Faktor genetik seseorang berpengaruh
karena individu yang memiliki riwayat keluarga dengan stroke akan memiliki
risikotinggi mengalami stroke, ras kulit hitam lebih sering mengalami hipertensi dari
pada ras kulit putih sehingga ras kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena
stroke (AHA,2015). Stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun semakin
bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke, hal ini sejalan dengan
hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) tahun 2013 yang menyatakan
bahwa usia diatas 50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda pada setiap
pertambahan usia. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko stroke, menurut
Wardhana (2011) laki-laki memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan
perempuan, hal ini terkait kebiasaan merokok, risiko terhadap hipertensi,
hiperurisemia, dan hipertrigliserida lebih tinggi pada laki-laki. Seseorang yang
pernah mengalami serangan stroke yang dikenal dengan Transient Ischemic Attack
(TIA) juga berisiko tinggi mengalami stroke, AHA (2015) menyebutkan bahwa 15%
kejadian stroke ditandai oleh serangan TIA terlebih dahulu.
2) Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan), hipertensi,
hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, dan pola
hidup tidak sehat (AHA, 2015). Secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya
stroke yang diperantarai oleh sekelompok penyakit yang 14 ditimbulkan akibat
obesitas, selain itu obesitas juga salah satu pemicu utama dalam peningkatan risiko
penyakit kardiovaskuler (AHA, 2015). Hipertensi merupakan penyebab utama
terjadinya stroke, beberapa studi menunjukkan bahwa manajemen penurunan
tekanan darah dapat menurunkan resiko stroke sebesar 41% (AHA, 2015 ; WHO,
2014). Hiperlipidemia atau kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar lemak di
dalam darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada aliran darah (AHA, 2015).
Menurut Stroke Association (2012) dan AHA (2015) individu yang merokok dan
mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke
karena dapat memicu terbentuknya plak dalam pembuluh darah. Faktor-faktor diatas
dapat diubah untuk menurunkan resiko stroke dengan menerapkan pola hidup sehat.
a) Usia
Dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-anak.
Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas) dan
resiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya
degeneratif organ-organ dalam tubuh (Nurarif et all, 2013). Status umur
berpengaruh terhadap tingkat kecemasan ibu. Semakin bertambah umur maka
penalaran dan pengetahuan semakin bertambah. Tingkat kematangan seseorang
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan
dimana individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap
stresor yang muncul. Sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matang
akan bergantung dan peka terhadap rangsangan sehingga sangat mudah
mengalami gangguan kecemasan (Maslim, 2004). Berikut kategori umur
menurut Depkes RI (2009) :
1) Usia Muda 18-40 tahun
2) Usia Tua 41- 65 tahun

b) Jenis kelamin
Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia
dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden
stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rata-rata
25%-30% Walaupun para pria lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih
muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai
menopause. Hal ini, hormon merupakan 15 yang berperan dapat melindungi
wanita sampai mereka melewati masaMasa melahirkan anak (Burhanuddin,
Wahidudin, Jumriani, 2012). Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan
memiliki peluang yang sama juga dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal
ini membuktikan bahwa resiko laki-laki dan perempuan untuk terserang stroke
pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki risiko terkena stroke iskemik
atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20% daripada wanita. Namun,
wanita memiliki resiko perdarahan subaraknoid sekitar 50%. Sehingga baik jenis
kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena
stroke pada usia dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).
c) Genetik (herediter)
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada risiko
stroke. Namun, sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang
berperan dalam terjadinya stroke.
d) Ras dan etnis
Insiden stroke lebih tinggi pada orang berkulit hitam daripada berkulit
putih setelah dilakukan kontrol terhadap hipertensi, dan diabetes mellitus. Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi :
a) Hipertensi
Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga timbul
perdarahan otak. Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ
tubuh, terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer.
Kemungkinan terjadinya komplikasi tergantung kepada seberapa 16 besar
tekanan darah itu, seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari
kondisi sebelumnya, dan kehadiran faktor risiko lain. Insiden stroke dapat
bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan
darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke
iskemik, perdarahan intrakranial, maupun perdarahan subaraknoid.
b) Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar
1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi
kolesterol jika mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah
yang menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari
semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding pembuluh
darah yang disebut aterosklerosis. Bila di daerah pembuluh darah menuju ke
otot jantung terhalang karena penumpukan kolesterol maka akan terjadi
serangan jantung. Sementara bila yang 17 tersumbat adalah pembuluh darah
pada bagian otak maka sering disebut stroke (Burhanuddin et all, 2012).
Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi
kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga
mengganggu suplai darah ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL
(lemak jahat) yang akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang
kemudian diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah yang akan
menghambat aliran darah (Junaidi, 2011).
c) Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada
pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah
otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran
darah dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah
sehingga menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia
dapatmenurunkan sintesis prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran
arteri, meningkatkanya pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis
protein pada dinding arteri. Diabetes melitus juga dapat menimbulkan
perubahan pada sistem vaskular (pembuluh darah dan jantung), diabetes
melitus mempercepat terjadinya arteriosklerosis yang lebih berat, lebih
tersebar sehingga risiko penderita stroke meninggal lebih besar. Pasien yang
memiliki riwayat diabetes melitus dan menderita stroke mungkin diakibatkan
karena riwayat 18 diabetes melitus diturunkan secara genetik dari keluarga
dan diperparah dengan pola hidup yang kurang sehat seperti banyak
mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap saji yang tidak
diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak
(Burhanuddin et all, 2012).
d) Penyakit Jantung
Penyakit atau kelainan jantung dapat mengakibatkan iskemia pada otak. Ini
disebabkan karena denyut jantung yang tidak teratur dapat menurunkan total
curah jantung yang mengakibatkan aliran darah di otak berkurang (iskemia).
Selain itu terjadi pelepasan embolus yang kemudian dapat menyumbat
pembuluh darah otak. Ini disebut dengan stroke iskemik akibat trombosis.
Seseorang dengan penyakit atau kelainan jantung beresiko terkena atroke 3
kali lipat dari yang tidak memiliki penyaki atau kelainan jantung. (Hull,
1993)
e) Obesitas
Obesitas merupakan faktor predisposisi penyakit kardiovaskuler dan stroke
(Wahjoepramono, 2005). Jika seseorang memiliki berat badan yang
berlebihan, maka jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke
seluruh tubuh, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Patel, 1995).
Obesitas dapat juga mempercepat terjadinya proses aterosklerosis pada
remaja dan dewasa muda (Madiyono, 2003). Oleh karena itu, penurunan
berat badan dapat mengurangi risiko terserang stroke. Penurunan berat badan
menjadi berat badan yang normal merupakan cerminan dari aktivitas fisik
dan pola makan yang baik.
f) Merokok
Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi
pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun
setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah
berhenti merokok.Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi
fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang
timbulnya aterosklerosis (Pizon & Asanti, 2010). Arteriskle rosis dapat
menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah yang lambat
karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan tekanan
pembuluh darah atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran
melambat dan menyempit. Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang
berperan pada perkembangan arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL
(kolestrol baik) atau menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan
kolesterol LDL yang berlebihan (Burhanuddin et all, 2012)

2.1.7 Manisfestasi Klinis


Pada stroke akut gejala klinis meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang timbul secara
mendadak karena lesi pada hemisfer yang berlawanan.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma), terjadi karena
lobus temporalis medial mengalami infark.
4. Afasia (kesulitan dalam bicara).
5. Disatria (bicara cadel atau pelo).
6. Gangguan penglihatan, diplopia (penglihatan ganda) diakibatkan karena gangguan
jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual.
7. Apraksia/ ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya,
terjadi karena gangguan peredaran darah ke batang otak.
8. Verigo, mual, muntah dan nyeri kepala.

2.1.7 Pengetahuan Keluarga Tentang Gejala Awal Stroke


Kejadian stroke seringkali terkesan mendadak, namun sesungguhnya tidaklah
demikian. Sebelum serangan stroke terjadi, telah ada gejala-gejala yang memberikan
petunjuk adanya resiko stroke pada diri seseorang. Tanda- tanda peringatan stroke
yang perluh diwaspadai antara lain:
1. Sering pusing disertai mual dan pening yang berlangsung terus menerus meskipun
telah minum obat penahan rasa sakit.
2. Muka terasa tebal, telapak kaki dan tangan kebas atau mati rasa.
3. Koordinasi anggota gerak (tangan dan kaki) tidak seperti biasanya, misalnya sulit
digerakkan
4. Mengalami kesulitan ketika akan mengenakan sandal jepit
5. Tangan sulit diperintah untuk meraih suatu benda atau benda yang semula telah
dipegang erat tiba-tiba jatuh.
6. Gagal meletakkan benda pada tempat yang pas
7. Sulit ketika mengancingkan baju
8. Tulisan menjadi jelek atau bahkan tidak bisa dibaca
9. Mendadak mengalami kebingungan
10. Penglihatan pada satu mata atau keduanya mendadak buram
11. Mengalami kesulitan menelan makanan
12. Ketika minum sering berceceran karena minuman tidak dapat masuk kedalam
mulut dengan semestinya
13. Mengalami gangguan kognitif dan demensia ketika berkomunikasi dengan orang
lain.
14. Sering kejang, pingsan dan bahkan koma

2.1.8 Komplikasi
Pasien yang mengalami gejala berat rentan terhadap komplikasi diantaranya:
1. Pneumonia, aspirasi yang berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas, imobilitas
atau hipoventilasi.
2. Septikemia akibat ulkus dekubitus/ infeksi saluran kemih.
Keadaan ini diakibatkan karena berbaring terlalu lama dan malas berpindah posisi
yang menyebabkan luka lecet dan infeksi pada bagian tubuh yang sering menjadi
tumpuan berbaring seperti panggul, pantat dan kaki.
3. Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis),
Terhentinya gerakan otot tungkai sehingga aliran didalam pembuluh darah vena
tungkai terganggu yang meningkatkan resiko untuk terjadinya penggumpalan darah
pada tungkai yang mengalami kelumpuhan.
4. emboli paru, Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung
5. Ketidakseimbangan cairan
6. Hipertensi/ hipotensi
Peningkatan TIK pada stroke menyebabkan terjadinya penekanan pada batang
otak sehingga batang otak mengalami iskemik dan neuron penghambat simpatik
dibatang otak menjadi tidak aktif dan kerja saraf simpatik meningkat yang
mengakibatkan tekanan sistemik meningkat.
7. Kejang
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi
neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal otak.
8. Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Ruangan intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah dan cairan
serebrospinalis.
9. Kontraktur, tonus otot abnormal.
10. Malnutrisi
11. Inkontinentia urine, bowel
Diakibatkan karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi
dalam respons terhadap pengisian kandung kemih. Kontrol sfingter urinarius eksternal
hilang/berkurang.
Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka panjang,
meliputi:
1. Ulkus decubitus
Keadaan ini diakibatkan karena berbaring terlalu lama dan malas berpindah
posisi yang menyebabkan luka lecet dan infeksi pada bagian tubuh yang sering
menjadi tumpuan berbaring seperti panggul, pantat dan kaki.
2. Epilepsi
Terjadi akibat jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu
seperti perubahan keseimbangan asam-basa atau elektrolit.
3. Jatuh berulang dan fraktur
4. Pastisitas dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu (frozen shoulder)
Keadaan ini diakibatkan oleh imobilisasi sendi dalam jangka waktu yang
lama karena tidak adanya perbaikan fungsi motoris mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan jaringan ikat pada capsul sendi yang menyebabkan sendi sulit untuk
digerakkan.
5. Depresi
Terjadi akibat penderita stroke merasa tidak mampu menjalani hidupnya serta
tidak mendapat dukungan dari keluarga.

2.1.9 Periode emas penatalaksanaan stroke


Periode emas (golden period) dalam penanganan stroke adalah ± 3 jam, artinya
dalam 3 jam awal setelah mendapatkan serangan stroke, pasien harus segera
mendapatkan terapi secara komprehensif dan optimal dari tim gawat darurat rumah
sakit untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal (Morton dalam Saudin,
Agoes & Rini, 2016). Periode emas penatalaksanaan stroke adalah kurang dari 3 - 4,5
jam onset serangan dan hasil terbaik dicapai dalam waktu 90 menit (Ashraf et al.,
2015)
2.1.10 Penatalaksanaan Medis Fase Akut
Penatalaksanaan medis pada fase akut kejadian stroke antara lain:
1. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen serta penggunaan ventilator, karena
henti pernapasan biasanya menjadi faktor yang mengancam kehidupan pada situasi
ini.
2. Monitor peningkatan tekanan intrakranial
Peninggian TIK akan menurunkan tekanan perfusi serebral sehingga akan
menurunkan aliran darah ke otak pada daerah penumbra. Pada edema berat akan
menyebabkan terjadinya herniasi dan dapat berujung pada kematian.
3. Monitor fungsi pernapasan: Analisis Gas Darah
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel
dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral.
4. Monitor jantung dan tanda-tanda vital , pemeriksaan EKG
Semua pasien harus menjalani EKG pada hari pertama masuk rumah sakit dan
menjalani pemantauan telemetri pada 24 jam pertama. Adanya peningkatan tensi,
bradikardia, distritmia, dispneu merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.
5. Evaluasi status cairan dan elektrolit
Hipovolemia sering ditemukan pada pasien stroke yang harus dikoreksi dengan
pemberian kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (Dex 5 %, Nacl) harus dihindari
karena dapat mempehebat edema serebri.
6. Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan dan cegah resiko injuri.
Kejang dapat terjadi akibat iritasi serebral dan keadaan kejang memerlukan banyak
oksigen.
7. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan pemberian
makanan serta mencegah resiko aspirasi dan gangguan menelan.
8. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
Obat antikoagulan meningkatkan aliran darah ke otak dan mencegah kloting yang
merupakan kontraindikasi pada stroke haemoragik.
9. Monitor tanda- tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi
sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks. Perubahan kesadaran menunjukan
peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit serta
mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
10. Terapi trombolitik intra arteri dapat bermanfaat pada pasien yang ditangani kurang
dari 3 jam pertama setelah serangan stroke.
2.1.11 Pencegahan Stroke
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya stroke
antara lain:
1. Berhenti merokok
Merokok sangat besar perannya dalam meningkatkan tekanan darah, karena nikotin
yang terdapat didalam rokok yang memacu hormon adrenalin serta menyempitkan
pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah meningkat.
2. Manipulasi diet (rendah lemak hewani, rendah garam, menghindari konsumsi
alkohol berlebihan)
Beberapa penelitian menunjukan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi
hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri
dan menurunkan resiko terjadinya stroke.
3. Penggunaan obat- obat penurun kolesterol
4. Rutin mengontrol tekanan darah
Sebisa mungkin lakukan pemerisaan darah minimal sebulan sekali. Apabila
ditemukan tekanan darah cenderung meningkat dapat mengantisipasi resiko stroke
dengan cepat.
Keluarga diharapkan agar mempunyai pengetahuan yang baik tentang
peringatan gejala stroke, mampu mengenali dan menginterpretasikan stroke dengan
segera mengantar pasien ke fasilitas kesehatan/ mencari bantuan kesehatan.

2.2 Perilaku Keluarga Pada Penanganan Awal Stroke


2.2.1. Defenisi Perilaku Keluarga.
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati
secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku
terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), Mekanisme
(mekanisme), Adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003). Pada garis besarnya
perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.
Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam
mempengaruhi perilaku manusia (Notoatmodjo, 2007).
2.2.1 Perilaku kesehatan
Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor
baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence Green (1980) dalam
Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan terbagi menjadi tiga teori penyebab
masalah kesehatan yang meliputi :
a. Faktor predisposisi (Predisposing factors),merupakan faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.
b. Faktor pemungkin (Enabling factors), merupakan faktor yang memungkinkan
atau menfasilitasi perilaku atau tindakan artinya bahwa faktor pemungkin
adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
dimana lingkungan yang jauh atau jarak dari pelayanan kesehatan yang
memberikan kontribusi rendahnya perilaku perawatan.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku antara lain adanya dukungan petugas dan
dukungan keluarga.
Teori Adopsi perilaku dari Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
mengemukakan bahwa untuk mengubah perilaku seseorang akan melewati 5
tahapan yaitu:
1) Awarenes (kesadaran)
2) Interest (perhatian atau ketertarikan dengan ide baru)
3) Valution (perilaku terhadap ide)
4) Trial (usaha untuk mencoba)
5) Adoption (bila menerima ide baru).
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip dari Lewin perilaku ketaatan
pada individu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Pengetahuan,merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan merupakan hal yang
sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang.
b. Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek.
c. Ciri-ciri individual meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status
sosial ekonomi.
d. Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga dalam membantu pasien
melaksanakan perawatan dan pengobatan.
2.2.3 Perilaku Sehat dan Perilaku Sakit
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang/organisme terhadap
stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan minuman serta lingkungan. Perilaku kesehatan diklasifikasikan sebagai
berikut
2.2.3.1 Perilaku pemeliharaan kesehatan/ health maintenance
Merupakan perilaku/usaha seseorang untuk memelihara/ menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha penyembuhan jika sakit, yang terdiri dari tiga aspek, antara
lain:
1. Perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
2. Perilaku peningkatan kesehatan jika seseorang dalam keadaan sehat, perluh
diupayakan peningkatan kesehatan yang seoptimal mungkin.
3. Perilaku gizi (makanan dan minuman), untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan juga sebaliknya dapat menurunkan kesehatan seseorang bahkan dapat
mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap
makanan dan minuman tersebut.
2.2.3.2 Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan/perilaku pencarian pengobatan/health seeking behavior.
Perilaku ini menyangkut upaya/tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit/kecelakaan. Perilaku/tindakan ini dimulai dari mengobati diri sendiri/self
treatment sampai mencari pengobatan keluar negeri.
2.2.3.3. Perilaku kesehatan lingkungan
Terjadi jika seseorang merespon lingkungan (fisik maupun sosial budaya),
bagaimana seseorang mengelolah lingkungannya sehingga tidak mengganggu
kesehatannnya sendiri, keluarga dan masyarakatnya.

2.2.3 Perilaku Keluarga dalam Penanganan Awal Stroke


Waktu emas (golden window) dalam penanganan stroke adalah ± 3 jam,
artinya dalam 3 jam awal setelah mendapatkan serangan stroke, pasien harus segera
mendapatkan terapi secara komprehensif dan optimal dari tim gawat darurat rumah
sakit untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal (Morton. 2012). Jadi dengan
adanya pengetahuan yang baik dan tepat maka status kesehatan penderita lebih
meningkat. Pengetahuan yang baik akan mendorong keluarga untuk berperilaku yang
tepat dalam hal ini.
Sebelum pasien diantar kerumah sakit, keluarga atau orang terdekat pasien
perlu melakukan tindakan pertolongan sementara untuk menyelamatkan nyawa pasien
yaitu:
1. Tenangkan diri, periksa napasnya, jika tidak ada pergerakan segera memanggil
ambulance atau tenaga medis untuk memberikan pertolongan kepada pasien sesegera
mungkin di tempat kejadian.
2. Sebelum pertolongan medis datang, keluarga dapat melakukan pertolongan awal
dengan membaringkan pasien di tempat yang aman dan melakukan prosedur sebagai
berikut:
a. Baringkan dengan hati-hati di tempat tidur yang rata dan mengatur posisi kepala
(ditinggikan 300 ) sambil tubuh pasien diselimuti hingga sebatas pundak
b. Jika pasien dalam kondisi sadar, tenangkan diri pasien sambil menunggu
pertolongan medis datang.
c. Jika stroke didahului jatuh sehingga menyebabkan perdarahan, hentikan perdarahan
dengan menekan pada bagian yang mengalami perdarahan selama 5 menit.
d. Jika pasien memakai gigi palsu, maka lepaskan terlebih dahulu gigi palsu tersebut
untuk memudahkan jalan napas baginya.
3. Ketika seseorang diduga mengalami serangan stroke maka harus dilakukan
pengecekan sederhana yang disingkat FAST (Face, Arms, Speech, Time). Segera
diperhatikan wajah pasien apakah ada yang tertarik sebelah (tidak simetris), meminta
pasien mengangkat tangan, berbicara, serta memperhatikan kapan dimulainya
serangan itu. Apabila ditemukan wajah yang tidak simetris, tangan yang tidak dapat
diangkat dan bicara tidak jelas, maka selanjutnya harus segera menghubungi petugas
kesehatan/mengirim pasien ke sarana kesehatan.
4. Jika pasien tidak sadar, maka Ketika pasien baru mengalami stroke sebelum di antar
ke rumah sakit, yang pertama kali dilakukan oleh keluarga yaitu melakukan
pertolongan darurat dengan cara membaringkan pasien di suatu tempat yang rata dan
keras, misalnya lantai atau kasur yang keras sambil mengamati tanda- tanda visual
pada diri pasien untuk melakukan tindakan ABC (Airway, breathing and circulation).
a. Airway: Tindakan untuk memperlancar jalan napas pasien, dengan cara:
1) Membuka jalan napas pasien, dengan cara:
a) Meletakkan satu tangan penolong pada dahi korban, dan ujung telunjuk dan
jari tengah tangan yang lain diletakkan dibawah dagu pasien.
b) Gunakan tangan untuk mendorong kepala ke belakang dan ujung jari untuk
mengangkat dagu pasien dan menyokong rahang bawah.
2) Hilangkan sumbatan, jika ada sumbatan /obstruksi seperti gigi palsu, makanan,
cairan atau lidah yang jatuh kebelakang.
b. Breathing: Menambahkan pasokan oksigen lewat hidung/ mulut, dengan cara:
1) Perhatikan gerakan dada, dengarkan aliran udara.
2) Membuka mulut pasien lebar- lebar, menempatkan mulut penolong
mengelilingi mulut korban
3) Menekan lubang hidung pasien sehingga hidungnya tertutup
4) Menghembuskan napas ke dalam mulut pasien hingga terlihat pengembangan
dada.
c. Chest compression
Sebelum melakukan chest compression (kompresi dada) perhatikan napas pasien.
Jika pasien tudak bernapas atau bernapas tidak normal maka segera lakukan
kompresi dada, dengan cara:
1) Berlutut disamping pasien
2) Tentukan titik kompresi, yakni di tulang dada setinggi kedua puting pada laki-
laki atau 1/3 bagian bawah tulang dada.
3) Lakukan kompresi dengan kedua tangan yang saling mengunci
4) Posisikan tubuh vertikal diatas pasien dengan lengan lurus dan manfaatkan
berat tubuh penolong sebagai tenaga agar tidak cepat lelah
5) Lakukan 30 kali kompresi dada secara berirama dan tepat dengan kedalaman
minimal 5 cm dan kecepatan lebih dari 100 kali/ menit
6) Kurangi istirahat selama melakukan kompresi
7) Setelah kompresi 30 kali berikan napas buatan dua kali.
8) Rasio yang dipakai 30: 2 baik untuk 2 penolong maupun 1 penolong.
9) Hentikan kompresi jika:
a) Bantuan telah datang
b) Penolong kelelahan
c) Pasien sadar atau meninggal
Penanganan stroke harus secepat mungkin. Stroke yang terlambat mendapat
penanganan akan mengakibatkan kelumpuhan luas dan gangguan pada kognitif,
sehingga diperlukan penanganan yang secepat mungkin untuk menurunkan angka
cacat fisik akibat stroke.Pengiriman tim emergency dari sejak menerima panggilan
hingga siap diberangkatkan harus kurang dari 90 detik. Waktu yang dibutuhkan hingga
tim emergency tiba di tempat pasien <8 menit.
Pasien harus segera diantar ke rumah sakit yang memiliki unit stroke agar
dapat diberikan penatalaksanaan yang tepat untuk meminimalkan resiko dan efek dari
stroke yang merugikan. Rumah sakit yang tidak mampu melakukan prosedur
penatalaksaan stroke diharapkan agar segera menghubungi rumah sakit yang mampu
dengan tujuan agar pasien segera dirujuk dan diberikan penanganan.

Anda mungkin juga menyukai