Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka semakin maju pula perkembangan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan ini pula yang terjadi dalam bidang kedokteran, dimana penyakit yang dulu belum ditemukan obatnya, kini telah mulai ditemukan obatnya. Namun semakin berkembangnya ilmu kedokteran bukan hanya diiringi dengan kondisi yang masyarakat yang lebih baik dan lebih sehat, tetapi juga diiringi dengan perkembangan penyakit yang semakin meningkat dalam masyarakat. Dimana dulu penyakit- penyakit yang minoritas berkembang dalam masyarakat, sekarang menjadi penyakit yang mayoritas diderita oleh masyarakat Indonesia. Penyakit-penyakit yang kini mengalami peningkatan penderita dan kini banyak di jumpai dalam masyarakat adalah penyakit stroke, jantung, kanker, dan sebagainya. Stroke adalah salah satu bagian dari penyakit yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, namun penyakit ini juga menjadi momok bagi siapa saja. Stroke termasuk salah satu dari sepuluh penyakit penyebab kematian teratas di dunia. Berdasarkan laporan terbaru WHO terdapat 6,7 juta kematian terjadi akibat stroke dari total kematian yang disebabkan penyakit tidak menular (WHO, 2014). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar tujuh per mil dan yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil sedangkan Sumatera Barat 7,4 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil sedangkan Sumatera Barat sebesar 12,2 per mil. (Riskesdas, 2013). Menurut data BPS Kota Padang Panjang tahun 2015, stroke adalah penyebab kematian kelima di Kota Padang Panjang dengan persentase 8% setelah penyakit ketuaan/lansia, diabetes melitus, hipertensi, jantung (Badan Pusat Statistik [BPS], 2015). Menurut data rekam medik RSUD Padang Panjang pada tahun 2013 rata-rata pasien stroke per bulan adalah sebanyak 42 orang. Hal ini bisa menjadi pertimbangan bahwa memang insiden terjadinya stroke di kota Padang Panjang cukup banyak. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke (Ennen, 2004; Marsh&Keyrouz, 2010; American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (American Heart Association, 2014). Stroke merupakan penyakit yang menyerang jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini disebabkan karena adanya sumbatan, penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak tersebut (Iskandar, 2011). Kondisi yang sering dialami oleh seseorang yang terserang stroke cukup beragam, seperti kelumpuhan, perubahan mental, gangguan daya pikir, kesadaran, konsentrasi, fungsi intelektual, gangguan komunikasi, gangguan emosional dan kehilangan indera perasa (Vitahealth, 2003). Terjadinya keadaan psikologis yang negatif pada panderita stroke tersebut disebabkan karena adanya perubahan pada Activities of Daily Living (ADL), misalnya dalam urusan rumah tangga, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan mobilisasi, dan juga kelelahan (Van Den Port, dalam Rohardija, Komariah & Adiningsih, 2012). Feibel (dalam Anjarsari, 2010) melaporkan bahwa sepertiga dari 113 penderita pasca stroke mengalami depresi atau tekanan yang sangat besar dan akan semakin memberat dan makin sering dijumpai sesuadah 6 bulan sampai 2 tahun setelah serangan stroke. Ada banyak gejala yang timbul bila terjadi serangan stroke, seperti lumpuh separuh badan, mulut mencong, bicara pelo, sulit menelan, sulit berbahasa (kurang dapat mengungkapkan apa yang ia inginkan), tidak dapat buang air besar sendiri, sering lupa (baik derajat ringan sampai berat) bahkan sampai mempengaruhi tingkat kesadaran seseorang. Dari pemaparan diatas dapat dilihat stroke mempengaruhi aspek-aspek kehidupan personal, sosial, pekerjaan, fisik, psikologis, ketergantungan pada orang lain dan ketergantungan secara ekonomi serta gangguan afektif lainnya. Dampak yang ditimbulkan penyakit stroke menyebabkan si penderita berada dalam kondisi mental yang tidak sehat. Kondisi-kondisi tersebutlah yang mengakibatkan turunnya harga diri dan meningkatkan stress. Kondisi tersebut dirasakan sebagai suatu bentuk kekecewaan atau krisis yang dialami oleh penderita. Merasa kehilangan tujuan hidupnya, merasa jauh dengan teman kesehatan fisik secara menyeluruh. Tekanan-tekanan tersebutlah yang biasanya mengganggu proses pengobatan secara medis maupun psikologis, sehingga akan semakin tinggi pula resiko psikologis yang dihadapi oleh penderita. Namun hal ini dapat diminimalisir dengan kemampuan si penderita dalam menerima keadaan dirinya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Pengakuan tersebut tidak diikuti oleh perasaan malu maupun rasa bersalah yang nantinya individu akan menerima kodrat mereka apa adanya. Agar tidak terjadi hal yang membuat keadaan semakin buruk, perlu adanya dukungan sosial dari keluarga dan orang-orang terdekat yang selalu memberikan dukungan-dukungan dan arahan positif, yang nantinya dapat mempengaruhi kesembuhan penderita pasca stroke. Bentuk dukungan sosial yang diberikan oleh lingkungan sosial dapat berupa kesempatan untuk bercerita, meminta pertimbangan, bantuan nasehat, atau bahkan tempat untuk mengeluh. Selain itu, lingkungan dapat memberikan dukungan sosial berupa perhatian, bantuan materiil dan spirituil serta penghargaan dari lingkungannya. Dukungan sosial akan sangat diperlukan oleh penderita pasca stroke karena akan mengurangi ketegangan psikologis dan menstabilkan kembali emosi para penderita pasca stroke. Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui hubungan antara dukungan sosial dan penerimaan diri pada penderita pasca stroke di Wilayah kerja Puskesmas Bukit Surungan Padang Panjang. Sampel yang akan diteliti adalah pasien pasca stroke yang dirawat di rumah, dimana pasien rawat jalan pasca stroke sudah lepas dari masa akut dan dapat diajak berkomunikasi dengan baik. Sehingga diharapkan dapat melihat ada atau tidaknya dukungan sosial dan penerimaan diri pada penderita pasca stroke.