Anda di halaman 1dari 48

Manajemen Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Ny.

R Dengan
Ketidakberdayaan

Febri Warni Hulu


febriwarnihulu@gmail.com

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Stroke merupakan gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat
dari gangguan aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah
di otak, sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zatzat
makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel. Stroke merupakan penyebab
kematian nomor tiga di negara maju setelah penyakit jantung dan kanker pada
kelompok usia lanjut, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat pertama
(Misbach dan Kalim ,2017). Menurut WHO (World Health Organization) tahun
2012, kematian akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh
tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke
disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. (Purwaningtiyas , 2014)

Prevalensi stroke menurut data World Stroke Organization menunjukkan bahwa


setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian
terjadi akibat penyakit stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87% kematian
dan disabilitas akibat stroke terjadi pada negara berpendapatan rendah dan
menengah. Selama 15 tahun terakhir, rata-rata stroke terjadi dan menyebabkan
kematian lebih banyak pada negara berpendapatan rendah dan menengah
dibandingkan dengan negara berpendapatan tinggi. Prevalensi stroke bervariasi
di berbagai belahan dunia. Prevalensi stroke di Amerika Serikat adalah sekitar 7
juta (3,0%), sedangkan di Cina prevalensi stroke berkisar antara (1,8%)
(pedesaan) dan (9,4%) (perkotaan). Di seluruh dunia, Cina merupakan negara
dengan tingkat kematian cukup tinggi akibat stroke (19,9% dari seluruh kematian
di Cina), bersama dengan Afrika dan Amerika Utara (Mutiarasari, 2019). Di
negara Indonesia sendiri berdasarkan hasil Rikesdas tahun 2018 prevalensi
penyakit stroke meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu dari (7%) menjadi
(10,9%).

Secara nasional, prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis


dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar (10,9%) atau diperkirakan
sebanyak 2.120.362 orang. Berdasarkan kelompok umur kejadian penyakit stroke
terjadi lebih banyak pada kelompok umur 55-64 tahun (33,3%) dan proporsi
penderita stroke paling sedikit adalah kelompok umur 15-24 tahun. Laki-laki dan
perempuan memiliki proporsi kejadian stroke yang hampir sama. Sebagian besar
penduduk yang terkena stroke memiliki pendidikan tamat SD (29,5%). Prevalensi
penyakit stroke yang tinggal di daerah perkotaan lebih besar yaitu (63,9%)
dibandingkan dengan yang tinggal di pedesaan sebesar (36,1%) (Kemenkes RI,
2018). Dan di provinsi Bali sendiri prevalensi terjadinya penyakit stroke yaitu
sebesar (10,7%) (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018).

Dampak stroke pada aspek fisik adalah adanya kelemahan atau kekakuan dan
kelumpuhan pada kaki dan tangan. Setelah serangan stroke, tonus otot akan
menurun dan bahkan bisa menghilang. Tanpa pengobatan orang akan cenderung
menggunakan bagian tubuh yang tidak lumpuh untuk melakukan gerakan
sehingga bagian tubuh yang lemah akan menimbulkan kecacatan permanen. Dan
stroke tersebut juga mempunyai dampak yang mendalam pada aspek kehidupan
pasien yang mengalaminya, Seperti mengalami masalah psikososial karena
terdapatnya perubahan fisik didalam dirinya. Perubahan itulah yang membuat
pasien mengalami ketidakberdayaan dan terdapatnya keterbatasan aktivitas yang
biasa dilakukan sehari-hari oleh pasien. (Siti dan Bram, 2019).

Selain mengalami gangguan fisik pasien stroke juga secara psikologis mengalami
suatu “kehilangan” yang sangat besar dan berharga dalam hidupnya, yakni
“kehilangan” kebebasan untuk bergerak, bekerja, kehilangan kegagahan,
kekuatan anggota tubuh, dan kehilangan kemandirian, hal ini berdampak pada
konsep diri pasien stroke (Dewi, 2015).

Perubahan itulah yang membuat pasien mengalami ketidakberdayaan dan


terdapatnya keterbatasan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari oleh pasien
dan dengan kondisi seperti ini pasien sangat tergantung pada orang lain. Pada
pasien stroke secara khusus mengalami kehilangan kesehatan aspek
biopsikososial, misalnya kehilangan fungsi dan kesehatan tubuh. dimana
gangguan pada satu aspek akan berdampak pada aspek lain. Perubahan fisik pada
pasien akibat proses penyakit dan program terapi merupakan stressor yang dapat
menimbulkan masalah fisik dan psikososial. Masalah psikososial yang timbul
dari respon individu terhadap penyakit yaitu ketidakberdayaan. (Siti dan Bram
2019)

Ketidakberdayaan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, ketidak adekuatan


koping sebelumnya (seperti : depresi), serta kurangnya kesempatan untuk
membuat keputusan (Carpenito, 2009).

Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak


akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. (Pardede,
2020).

Koping merupakan upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan


eksternal/ internal tertentu yang dinilai membebani atau melewati batas sumber
daya yang ada dalam diri seorang individu (Wanti Yesi, dkk. 2016). Mekanisme
koping merupakan usaha yang digunakan seseorang untuk mempertahankan rasa
kendali terhadap situasi yang mengurangi rasa nyaman, dan menghadapi situasi
yang menimbulkan stres. Mekanisme koping terbagi atas dua yaitu mekanisme
koping adaptif dan maladaptif. Individu cendrung menggunakan mekanisme
koping adaptif pada situasi yang dapat diatasi dan individu menggunakan
mekanisme koping maladaptif pada situasi yang berat dan diluar kemampuan
individu. Berdasarkan penelitian Vonala F & Ernawati N, (2016) Mekanisme
koping pada penderita pasca stroke di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I
Kabupaten Pekalongan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh
(51,2%) penderita pasca stroke di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I
Kabupaten Pekalongan memiliki mekanisme koping maladaptif yaitu 22
responden dari 43 responden. Berdasarkan data rekam medis angka prevalensi
pasien stroke di poliklinik syaraf rumah sakit PMI kota Bogor mengalami
peningkatan dari 2 bulan terakhir yaitu bulan Februari 2017 yaitu (203 pasien)
sedangkan di bulan maret 2017 yaitu (237 pasien). Maka angka prevalensi pada
pasien stroke di bulan Februari dan Maret tahun 2017 sebanyak 15% (442 pasien)
dari keseluruhan pasien dengan penyakit lain di poliklinik syaraf RS PMI kota
Bogor.

Penelitian (2019) oleh Siti Nuraliyah dan Bram Burmanajaya dengan judul
Mekanisme Koping dan Respon Ketidakberdayaan pada Pasien Stroke dimana
Selanjutnya dalam penelitian ini didapatkan beberapa respon ketidakberdayaan.
Respon emosional merupakan respon ketidakberdayaan yang paling sering
dialami responden yaitu sebesar sebanyak 85,2% (46 orang).

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan di Kelurahan Dwikora Jalan Bakti
Luhur, ditemukan pasien dengan ketidakberdayaan akibat stroke yang atas nama
Ny. K mengatakan keluhan utama nya adalah merasa tidak berdaya dan merasa
cemas dengan keadaannya saat ini, Ny.K mengataakan bahwa dia sangat jarang
mandi semenjak dia mengalami sakit stroke ini Ny.K (60 tahun) Keluarganya
selalu memberikan dukungan agar Ny.K melakukan pengobatan secara rutin dan
percaya bahwa penyakitnya bisa disembuhkannamun, Ny.K tidak pernah
menghiraukan dukungan dan semangat dari keluarganya, bahkan ia sering tidak
menghiraukan anak anaknya, tidak mau makan dan uring-uringan pada setiap
anggota keluarga yang mencoba membujuknya. Dia lebih banyak terbaring di
tempat tidur dan tidak pernah melakukan aktivitas lain selain tidur, makan dan
sangat jarang mandi.

1.1 Rumusan masalah


Berdasakan uraian latar belakang maka penulis membuat rumusan masalah sebagai
berikut: Asuhan Keperawatan Pada Ny.K dengan Ketidakberdayaan di Jalan Bakti
Luhur Kelurahan Dwikora.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Dapat mengetahui gambaran ketidakberdayaan pasien dengan stroke
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui karekteristik pasien stroke (Usia,jenis kelamin,
pendidikan, perkerjaan,lama menderita)
2. Diketahuinya gambaran ketidakberdayaan pada pasien dengan stroke
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Stroke


2.1.2 Pengertian
Stroke adalah gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat

dari gangguan aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh

darah di otak, sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen

atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel. Stroke

merupakan penyebab kematian nomor tiga di negara maju setelah penyakit

jantung dan kanker pada kelompok usia lanjut, sedangkan di Indonesia

menduduki peringkat pertama (Misbach dan Kalim ,2017).

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis

mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Istilah stroke

biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif &

Hardhi, 2015).
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GDPO)

dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan

sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, 2009).

2.1.3 Etiologi

Menurut Muttaqin (2008), penyebab dari stroke iskemik ada lima, yaitu :

1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus)
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.

2) Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental , peningkatan viskositas
/hematokritmeningkat dapat melambatkan aliran darah
serebral.
3) Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik.
3. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab
perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a) Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

d) Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan


persambunganpembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena.
e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a) Hipertensi yang parah.
b) Cardiac Pulmonary Arrest
c) Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a) Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2.1.4 Tanda dan Gejala


Stroke biasanya terjadi sangat mendadak dan sangat cepat.Pada saat ini
pasien membutuhkan pertolongan dan segera mungkin dibawa ke pelayanan
kesehatan. Pada saat terjadi serangan stroke pasien akan memperlihatkan
gejala dan tanda-tanda.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada stroke akut adalah:
1. Adanya serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti :
(hemiparesis) atau lumpuh pada sebelah badan yang kanan atau yang
kiri saja.
2. Mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan atau terbakar
3. Mulut atau lidah mencong jika diluruskan
4. Sukar berbicara, bicara tidak lancar atau tidak jelas
5. Tidak memahami pembicaraan orang lain
6. Kesulitan mendengar, melihat, menelan, berjalan menulis membaca,
serta tidak memahami tulisan
7. Kecerdasan menurun dan sering mengalami vertigo (pusing atau sakit
kepala)
8. Menjadi lupa atau demensia
9. Penglihatan terganggu seperti lapang pandangan tidak terlihat,
gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda
sesaat (hemianopsia)
10. Tuli satu telinga atau pendengaran kurang
11. Emosi tidak stabil seperti mudah menangis dan tertawa
12. Kelopak mata sulit dibuka dan selalu ingin tidur
13. Gerakan tidak terkoordinasi seperti kehilangan keseimbangan
14. Biasanya diawali dengan Transient Ischemic Attack (TIA) atau
serangan stroke sementara
15. Gangguan kesadaran seperti pingsan bahkan sampai koma
2.1.5 Komplikasi Stroke
Menurut Laila Henderson, (Pudiastuti 2011) pada stroke yang berbaring
lama atau tidak melakukan gerak dapat menyebabkan masalah emosi dan
fisik, diantaranya :
a. Bekuan Darah Pada kaki yang beku akan menyebabkan mudah
terbentuknya penimbunan cairan dan pembengkakan, selain itu juga
dapat menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang
terbentuk dari satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus Bagian tubuh yang biasa mengalami memar adalah
pinggul, bokong, sendi, kaki dan tumit bila memar ini tidak dirawat
maka bisa menjadi infeksi.
c. Atrofi dan Kekakuan Sendi Hal ini disebabkan karena kurangnya
gerak dan mobilisasi

2.2 Konsep Ketidakberdayaan


2.1.1 Pengertian Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah pengalaman tentang kurangnya kontrol
seseorang terhadap situasi termasuk persepsi bahwa sesuatu tidak
akan bermakna mampu mempengaruhi terhadap hasil yang ingin dicapai
(Nanda, 2012)

Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya


tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang
dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan.
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau
tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang
diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang
diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau
mengendalikan situasi yang akan terjadi Ketidakberdayaan merupakan
persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil
secara bermakna, kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi
terakhir atau yang baru saja terjadi. Sedangkan menurut Ketidakberdayaan
merupakan keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa
kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu (Pardede , 2020).

2.2.2 Etiologi
Etiologi ketidakberdayaan Menurut buku asuhan keperawatan jiwa
(Keliat, Budi Anna. 2019)
• Nyeri
• Ansietas
• Harga diri rendah
• Strategi koping tidak efektif
• Kurang pengetahuan untuk mengelola masalah
• Kurang dukungan sosial

2.2.3 Tanda dan Gejala


a. Mayor
Subjektif :
1. Mengatakan ketidakmampuan
2. Frustasi karena tidak mampu mengatasi situasi
Objektif :
1. Tidak mampu merawat diri
2. Tidak mampu mencari informasi
3. tidak mampu memutuskan
4. Bergantung pada orang
b. Minor
Subjektif :
1. Menyatakan keraguan tentang kemampuannya
2. Menyatakan kurang mampu mengontrol situasi
3. Malu
Objektif :
1. Kurang partisipasi dalam perawatan
2. Depresi

2.2.4 Batasan Karakteristik Klien Dengan Ketidakberdayaan


Ketidakberdayaan yang dialami klien dapat terdiri dari tiga tingkatan
antara lain :
1. Rendah
Klien mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi

dan bersikap pasif

2. Sedang

Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat


mengakibatkan ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
Klien tidak melakukan praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien
tidak ikut memantau kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan
ekspresi ketidakpuasan terhadap ketidakmampuan melakukan
aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien menujukkan ekspresi keraguan
tentang performa peran.
3. Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik
yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program
pengobatan dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap
perawatan diri, situasi, dan hasil). Pada klien NAPZA biasanya klien
cenderung jatuh pada kondisi ketidakberdayaan berat karena tidak
memiliki kendali atas situasi yang memepngaruhinya untuk
menggunakan NAPZA atau ketidakmampuan mempertahankan
situasi bebas NAPZA.

2.1.5 Proses Terjadinya Masalah


Kebanyakan individu secara subyektif mengalami perasaan
ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat dalam bermacam-macam situasi.
Individu sering menunjukkan respon apatis, marah atau depresi terhadap
kehilangan kontrol. Pada ketidakberdayaan, klien mungkin mengetahui
solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut di luar
kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan
berlangsung lama, dapat mengarah ke keputusasaan. Perawat harus hati-
hati untuk mendiagnosis ketidakberdayaan yang berasal dari perspektif
pasien bukan dari asumsi. Perbedaan budaya dan individu terlihat pada
kebutuhan pribadi, untuk merasa mempunyai kendali terhadap situasi
(misalnya untuk diberitahukan bahwa orang tersebut mempunyai penyakit
yang fatal (Pardede, 2020).

2.1.6 Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


1. Faktor predisposisi
a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua
menderita gangguan jiwa)
2) Gaya hidup (tida merokok, alkohol, obat dan zat adiktif) dan
Pengalaman penggunaan zat terlarang
3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up,
tanggal terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang
mengganggu pelaksana aktivitas harian pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita
sampai kejang-kejang atau pernah mengalami riwayat trauma
kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan
limbic.
6) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel,
kanker terminal atau stroke
b. Psikologis
1) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat
tinggal
2) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai
kemampuan komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat
mengekspresikan perasaan terkait dengan penyakitnya atau
kondisi dirinya
3) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang
secara progresif menimbulkan ketidakmampuan, misalnya:
sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah
dicapai)
5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya
yang sekarang
6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang
terlalu otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
7) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten
selama tahap perkembangan balita hingga remaja, kurang minat
dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun
sebagai saksi
9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi,
mudah cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak
berdaya
10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c. Sosial Budaya
1) Usia 30 – meninggal berpotensi mengalami ketidaberdayaan
2) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai
kecenderungan yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan
tergantung dari peran yang dijalankan dalam kehidupannya
3) Pendidikan rendah
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik,
status finansial atau orang terdekat yang berlangsung lebih dari
6 bulan)
5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai
kontrol (misalnya kontrol lokus internal).
6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan
orang lain, tidak mampu berpartisipasi dalam sosial
kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan kadang
menghindar dari orang lain
7) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun
secara pasif.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi
ketidakberdayaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal.
Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik
dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal biasanya keluarga dan
masyarakat kurang mendukung atau mengakui keberadaannya yang
sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya. Sedangkan
durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu
terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan,
dengan jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang
berat. Hal tersebut dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan
memperberat kondisi ketidakberdayaan yang dialami oleh klien.

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor presiptasi


timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut:
a. Biologis
1) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu,
program pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya
jangka panjang, sulit dan kompleks) (proses intoksifikasi dan
rehabilitasi).
2) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang
menimbulkan kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi
pada lobus frontal, temporal dan limbic
4) Terdapat gangguan sistem endokrin
5) Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6) Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik
dan gender
8) Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
b. Psikologis
1) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan
aktivitas sosial yang berdampak pada keputusasaan.
3) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri,
kehilangan pekerjaan.
4) Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena
ketidakmampuan melakukan tanggungjawab peran.
5) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan
orang lain
c. Sosial budaya
1) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan
atau kehidupannya yang sekarang
2) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga
(berada dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun
penyebab yang lain
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik,
status finansial atau orang terdekat yang berlangsung dalam 6
bulan terakhir)
5) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
6) Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya
dan ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di
masyarakat.
2.1.7 Faktor penilaian terhadap stressor
a. Kognitif
1) Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat
energi.
2) Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustrasi terhadap
kemampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
3) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
4) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai
kendali atau pengaruh terhadap situasi, perawatan diri atau hasil.
5) Mengungkapkan ketidakpuasan karena ketergantungan dengan
orang lain.
6) Kurang dapat berkonsentrasi.
b. Afektif
1) Merasa tertekan atau depresi terhadap penurunan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan klien terhadap program
pengobatan
2) Marah
3) Iritabilitas, ketidaksukaan
4) Perasaan bersalah
5) Takut terhadap persaingan oleh pemberian perawatan
6) Perasaan cemas atau ansietas
c. Fisiologis
1) Perubahan tekanan darah
2) Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
3) Muka tegang
4) Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin
5) Gangguan tidur, terutama disertai ansietas

c. Perilaku
1) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat
mengakibatkaan iritabilitas
2) Tidak ada pertahanan pada praktik perawatan diri ketika
ditantang
3) Tidak memantau kemajuan pengobatan
4) Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau mengambil
keputusan pada saat diberikan kesempatan.
5) Kepasifan hingga apatis
6) Perilaku menyerang
7) Menarik diri
8) Perilaku mencari perhatian
9) Gelisah atau tidak bisa tenang
d. Sosial
1) Enggan untuk mengungkapkan persaannya yang sebenarnya
2) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
3) Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain

2.1.8 Faktor sumber koping


a. Personal ability

1) Pengetahuan klien tentang masalah yang dirasakan


(ketidakberdayaan).
2) Kemampuan klien mengatasi masalah yang dirasakan
(ketidakberdayaan).
3) Jenis upaya klien mengatasi masalah yang dirasakan
(ketidakberdayaan).
4) Kemampuan dalam memecahkan masalah.
b) Sosial support
1) Caregiver utama dalam keluarga.
2) Kader kesehatan yang ada di lingkungan tempat tinggal.
3) Peer group yang ada turut serta dalam memberi dukungan.

c) Material asset
1) Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan
yang dimiliki (tanah, rumah, tabungan) serta fasilitas
yang membantunya selama proses gangguan fisiologis.
2) Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES.
3) arak/ akses pelayanan kesehatan yang dikunjungi

d) Positif belief
1) Keyakinan dan nilai positif tentang ketidakberdayaan yang
dirasakan: tidak ada.

2) Keyakinan dan nilai positif tentang pelayanan kesehatan yang


ada.

2.1.8 Faktor Mekanisme Koping


a. Konstruktif
1) Menilai pencapaian hidup yang realitis
2) Mempunyai penilaian yang yang nyaman dengan perubahan
fisik dan peran yang dialami akibat penyakitnya
3) Dapat menjalankan tugas perkembangannya sesuai dengan
keterbatasan yang terjadi akibat perubahan status kesehatannya
4) Kreatif: pasien secara kreaktif mencari informasi terkait
perubahan status kesehatannya sehingga dapat beradaptasi
secara normal
5) Di tengah keterbatasan akibat perubahan status kesehatan dan
peran dalam kehidupan sehari-hari, pasien amsih tetap produktif
menghasilkan sesuatu
6) Mampu mengembangkan minat dan hobi baru sesuai dengan
perubahan status kesehatan dan peran yang telah dialami
7) Peduli terhadap orang lain disekitarnya walaupun mengalami
perubahan kondisi Kesehatan

b. Destruktif
1) Tidak kreatif/kurang memiliki keinginan dan minat melakukan
aktivitas harian (pasif)
2) Perasaan menolak kondisi perubahan fisik dan status kesehatan
yang dialami dan marah-marah dengan situasi tersebut
3) Tidak mampu mengekspresikan perasaan terkait dengan
perubahan kondisi kesehatannya dan menjadi merasa tertekan
atau depresi
4) Kurang atau tidak mempunyai hubungan akrab dengan orang
lain, kurang minat dalam interaksi sosial sehingga mengalami
menarik diri dan isolasi sosial
5) Tidak mampu mencari informasi kesehatan dan kurang mampu
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat
berakhir pada penyerangan terhadap orang lain
6) Ketergantungan terhadap orang lain (regresi)
7) Enggan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya
(represi/supresi).
2.1.9 Rentang respon ketidakberdayaan

Respon adaftif Respon Maladaftif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak Berdaya Putus Asa


a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap
penyakit fisik. Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan
berakhir dengan penggunaan mekanisme koping yang tidak
adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak adekuat dapat
menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian

Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu


tidak mampu memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan
mempengaruhi kemmapuan individu mengkaji situasi dan
memperkirakan upaya yang akan dilakukan. Ketidakpastian
menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa

Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih


dan harapan hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam
upaya bunuh diri.

2.1.10 Intervensi Keperawatan Diagnosa Ketidakberdayaan


1. Tujuan Intervensi Keperawatan
a. Tujuan Umum
Klien menunjukkan kepercayaan kesehatan dengan criteria :
merasa mampu melakukan, merasa dapat mengendalikan dan
merasakan ada sumber-sumber
b. Tujuan Khusus
Klien menunjukkan partisipasi: keputusan perawata kesehatan
ditandai dengan ;
1) Mengungkapkan dengan kata-kata tentang segala
perasaan ketidakberdayaan
2) Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya
3) Menghubungkan tidak adanya penghalang untuk
bertindak
4) Mengungkapkan dengan kata-kata kemampuan untuk
melakukan tindakan yang diperlukan
5) Melaporkan dukungan yang adekuat dari oramg terdekat,
termasuk teman dan tetangga
6) Melaporkan waktu, keuangan pribadi dan ansuransi
kesehatan yang memadai
7) Melaporkan ketersediaan alat, bahan, pelayanan dan
transportasi

2. Rencana Intervensi Keperawatan


a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
berpengaruh pada ketiakberdayaan (misalnya;pekerjaan,
aktivitas hiburan, tanggung jawab peran, hubungan antara
pribadi)
Rasional : mengidentifikasi situasi/hal-hal yang berpotensi
dapat dikendalikan dan dapat digunakan sebagai sumber
kekuatan/powe bagi klien.
b. Diskusikandengan pasien pilihan yang realistis dalam
perawatan, berikan penjelasan untuk pilihan tersebut.
Rasional: Memberikan kesempatan pada klien untuk berperan
dalam proses perawatan, termasuk untuk meningkatkan
pemikiran positif klien, dan meningkatkan tanggung jawab
klien.
c. Libatkan pasien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas
perawatan/rencana terapi
Rasional: Pelibatan klien dalam proses pembuatan keputusan,
mampu meningkatkan rasa percaya diri.
d. Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan
kepada pasien (jelaskan semua prosedur, peraturan dan pilihan
untuk pasien, berikan waktu untuk menjawab pertanyaan dan
minta individu untuk menuliskan pertanyaan sehingga tidak
terlupakan)
Rasional: Meningkatkan kemampuan berpikir positif terhadap
proses perawatan yang sedang dijalani oleh klien, pelibatan
klien dalam setiap pengambilan keputusan menjadi hal penting.
e. Bantu pasien mengidentifikasi situasi kehidupannya yang dapat
dikendalikan (perasaan cemas, gelisah, ketakutan).
Rasional: Kondisi emosi pasien mengganggu kemampuannya
untuk memecahkan masalah. Bantuan diperlukan agar dapat
menyadari secara akurat keuntungan dan konsekuensi dari
alternative yang ada.
f. Bantu klien mengidentifikasi situasi kehidupan yang tidak dapat
ia kendalikan (adiksi), Disukusikan dan ajarkan cara melakukan
manipulasi menghadapi kondisi-kondisi yang sulit
dikendalikan, misalnya afirmasi.
Rasional: Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan yang
berhubungan dengan ketidakmampuan sebagai upaya mengatasi
masalah yang tidak terselesaikan dan menerima hal-hal yang
tidak dapat diubah.
g. Bantu pasien mengidentifikasi faktor pendukung,
kekuatankekuatan diri (misalnya kekuat an baik itu berasal dari
diri sendiri, keluarga, orang terdekat, atau teman).
Rasional: Pada pasien dengan ketidakberdayaan dibutuhkan
faktor pendukung yang mampu mensupport pasien, dari dalam
sendiri dapat berupa penguatan nilai-nilai spiritual, Jika dalam
proses perawatan kekuatan lain tidak adekuat.
h. Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien untuk
menangani keadaan dan sampaikan perubahan positif dan
kemajuan yang dialami pasien setiap hari.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan
atas upaya dan usaha yang sudah dilakukan oleh klien.
i. Biarkan pasien mengemban tanggung jawab sebanyak mungkin
atas praktik perawatan dirinya. Dorong kemandirian pasien,
tetapi bantu pasien jika tidak dapat melakukannya.
j. Rasional: memberikan pilihan kepada pasien akan
meningkatkan perasaannya dalam mengendalikan hidupnya.
k. Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang telah
dibuatnya.

Intervensi Spesialis
a. Terapi individu dapat dilakukan : Terapi kognitif
b. Terapi Keluarga : Terapi komunikasi, family psikoedukasi
c. Terapi Kelompok : Supportif terapi
d. Terapi Komunitas : Multisistemik terapi

2.1.11 Evaluasi
1. Penurunan tanda dan gejala ketidakberdayaan
2. Peningkatankemampuan diri klien mengendalikan
perasaan ketidakberdayaan
3. Peningkatan kemampuan keluarga dalam
merawat klien dengan ketidakberdayaan
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Inisial Klien : Ny. K


Usia : 60 Tahun
No Reg :
Tgl MRS :
Tgl Masuk
Ruangan I : Kondisi saat ini : Kondisi pasien saat ini yaitu pasien mengalami immobilitas fisik
pada ekstermitas bawah, dikarenakan stroke yang dialami klien. Klien berkata bahwa
badannya lemas dan tidak bisa beraktivitas, pasien berkata hanya bisa terbaring
ditempat tidur, pasien berkata bahwa kegiatan nya selalu dibantu oleh keluarga. Ny.K
cemas karena pasien tidak dapat beraktivitas seperti sebelumnya, pasien merasa malu,
juga merasa seperti diasingkan oleh keluarganya, dan takut selalu sering merepotkan
keluarga, dan anaknya karena kegiatan sehari-hari seprti BAK,BAB harus dibantu
oleh anak dan cucunya
Ruangan II :
Ruangan III :
Tgl Pengkajian : 11 Oktober 2021
Alamat :
Keluhan Utama : Klien mengeluh tidak dapat
saat MRS menggerakkan ekstermitas
bawah
1. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI

FAKTOR PREDISPOSISI FAKTOR PRESIPITASI STRESSOR


Nature Origin Number – Timing
Biologi Internal Sejak 4 tahun yang Stroke Hemoragik
1. Stroke hemoragik Tidakberdaya karena lalu
2. Ny.K mengalami stroke selama 4 tahun sakit yang dia derita,
3. Ny. K menderita hipertensi sejak 20 tahun yang lalu badan lemas, dan
4. Ny. K tidak pernah melakukan check up rutin merasa kecewa.
FAKTOR PREDISPOSISI FAKTOR PRESIPITASI STRESSOR
Nature Origin Number – Timing
Psikologi • Jarang Internal Sejak 4 tahun yang Kecewa, malu,
1. Ny.K memiliki kepribadian yang tertutup berkomunikasi lalu ketidakberdayaan
2. Ny. K merasa diasingkan oleh anak-anaknya • merasa
3. Ny. K merasa malu karena tidak dapat melakukan diasingkan
aktivitas keluarga
• sering merasa
tertekan
• sering merasa
malu

Sosiocultural

1. Ny. K seorang perempuan umur 60 tahun


2. Ny . K menikah dan memiliki 7 orang anak
3. Ny.K merupakan ibu rumah tangga
4. Sebelumnya Ny.K aktif terlibat dalam kegiatan
dilingkungan tempat tinggal seperti PA atau ibadah
5. Ny.K merupakan orang jawa dan menurut Ny.K tidak
ada kebiasaan yang bertentangan dengan kesehatan
6. Ny.K beragama Kristen dan taat menjalankan ibadah
7. Ny.K jarang check up penyakitnya

Genogram Keterangan Genogram :

60
Ny.K berstatus janda, dan suami telah meninggal, dia
th
memiliki 3 orang anak, dan Ny.k ke 3 tinggal Bersama anak
nya beserta menantu dan cucunya

Keterangan: : meninggal
: perempuan
: laki-laki
: klien
: cerai
: garis keturunan
: garis perkawinan
: tinggal serumah dengan klien
2. PENILAIAN TERHADAP STRESSOR

DIAGNOSA
STRESSOR KOGNITIF AFEKTIF FISIOLOGIS PERILAKU SOSIAL
KEPERAWATAN
Biologi : • Menurut Ny. K, • Ny.K • Pusing • Ketergantungan 1) Enggan Ketidakberdayaan
Stroke Hemoragik penyakit stroke Marah dan • Sulit tidur terhadap orang untuk
disebabkan oleh bingung • Tidak nafsu lain mengungkapkan
karena penyakit dengan makan • Tidak ada perasaannya
hipertensi yang penyakit • Ny.AKtampak pertahanan yang sebenarnya
dialaminya yang dia lemas pada praktik 2) Tidak
sehingga • Ny. K • Pemeriksaan perawatan diri mampu
mennyebabkan Merasa TTV ketika ditantang bersosialisasi
terjadinya tertekan TD: 160/100 • Tidak dengan orang
stroke terhadap mmhg memantau lain
• Tidak tahu apa penurunan N : 90 x / menit kemajuan
yang harus dia fisik yang P : 24 x / menit pengobatan
lakukan dengan dialaminya
S: 36,5 0C • Menarik diri
penyakitnya • Perilaku
mencari
perhatian
• Gelisah
Psikologis :
Tidak dapat
menjalankan aktivitas,
malu, ketergantungan
kepada keluarga
Sosialcultural:

Hambatan
interaksi
interpersonal
akibat
penyakitnya

Spritual :
Tidak dapat
menjalankan
kegiatan
agama yaitu
ibadah di hari
Minggu dan
kegiatan PA
DIAGNOSA
STRESSOR KOGNITIF AFEKTIF FISIOLOGIS PERILAKU SOSIAL
KEPERAWATAN
Merasa • Pusing • Ketergantungan 1) Enggan Anxiety
Klien memikirkan khawatir dan • Sulit tidur terhadap orang untuk
bagaimana jika dia sedih • Tidak nafsu lain mengungkapkan
tak sembuh juga, makan • Tidak ada perasaannya
Biologis
dikarenakan • Ny.AKtampak pertahanan yang sebenarnya
usianya yang lemas pada praktik 2) Tidak
Stroke Hemoragik mampu
menua, dan dia • Pemeriksaan perawatan diri
semakin takut akan TTV ketika ditantang bersosialisasi
tetap tidak mampu TD: 160/100 • Tidak dengan orang
melakukan aktivitas mmhg memantau lain
lagi N : 90 x / menit kemajuan
P : 24 x / menit pengobatan
S: 36,5 0C • Menarik diri
• Perilaku
mencari
perhatian
Gelisah
Psikologis :
Tidak dapat
menjalankan aktivitas,
malu, ketergantungan
kepada keluarga
Sosialcultural:

Hambatan
interaksi
interpersonal
akibat
penyakitnya

Spritual :
Tidak dapat
menjalankan kegiatan
agama yaitu ibadah di
hari Minggu dan
kegiatan PA
DIAGNOSA
STRESSOR KOGNITIF AFEKTIF • FISIOLOGIS • PERILAKU SOSIAL
KEPERAWATAN
Klien memikirkan Merasa sedih • Tidak nafsu • Menarik diri 1) Enggan Resiko Harga Diri
Biologis
bagaimana jika makan • Perilaku untuk Rendah
Stroke Hemoragik
tidak lagi mendapat • Ny.AKtampak mencari mengungkapkan Situasional
teman bercerita lemas perhatian
karena usianya • Pemeriksaan • Gelisah perasaannya
yang menua dan TTV yang sebenarnya
anak anaknya yang TD: 160/100 2) Tidak
sibuk mmhg mampu
N : 90 x / menit bersosialisasi
P : 24 x / menit dengan orang
S: 36,5 0C lain
Psikologis :
Tidak dapat
menjalankan
aktivitas, malu,
ketergantungan
kepada
keluarga
Sosialcultural:

Hambatan
interaksi
interpersonal
akibat
penyakitnya

Spritual :
Tidak dapat
menjalankan
kegiatan
agama yaitu
ibadah di hari
Minggu dan
kegiatan PA
Pohon Diagnosis Harga Diri rendah situasional

Kecemasan

Ketidakberdayaan

Stroke Hemoragik
3. SUMBER KOPING

DIAGNOSA MATERIAL
PERSONAL ABILITY SOSIAL SUPPORT BELIEF TERAPI
KEPERAWATAN ASSET
Ketidakberdayaan - Ny.K mampu - Ny. K mendapat -Sosial ekonomi -Ny. K Terapi generalis:
menyebutkan dukungan dari anak Ny.K menengah berharap agar • SP 1-2
penyakitnya anna dan cucunya tidak ketidakberdayaan
- Ny.k mengakui bahwa ia - Saudara atau kerabat -Ny.K tinggal merepotkan
merasa tidak berdaya dekat sering Bersama anak anak-anaknya
untuk melakukan mengunjungi Ny.K dan menantunya Terapi spesialis:
lagi
aktivitas lebih karena
-Biaya • Terapi Kognitif
penyakitnya dan -Ny.K yakin
didukung dengan umur pengobatan
bahwa Tuhan
yang sudah semakin ditanggung oleh
akan
menua BPJS
memulihkannya
- Ny.K kadang kadang
-Tiap bulan Ny.K
berjemur karena dia tidak
mendapat Bansos
mau badannya semakin
kaku. dari pemerintah

Kecemasan -Ny K mampu - Ny. K mendapat -Sosial ekonomi -Ny. K Terapi spesialis:
mengungkapkan perasaan dukungan dari anak Ny.K menengah berharap agar • Relaksasi progresif
• Psikoedukasi
cemas anna dan cucunya tidak keluarga
-Ny K berkata, bahwa jika ia merepotkan • Behavior therapy
mulai merasa cemas, ia akan • Psikoedukasi
menonton TV sembari - Saudara atau kerabat -Ny.K tinggal anak-anaknya keluarga
melihat cucunya bermain. dekat sering Bersama anak lagi
mengunjungi Ny.K dan menantunya
-Ny.K yakin
-Biaya bahwa Tuhan
pengobatan akan
ditanggung oleh memulihkannya
BPJS
-Tiap bulan Ny.K
mendapat Bansos
dari pemerintah
Resiko Harga Diri -Ny.K menyibukkan diri - Ny.K mendapat -Sosial ekonomi -Ny. K Mengidentifikasi
Rendah Situasional dengan membaca serta dukungan dari anak- Ny.K menengah berharap agar kemampuan dan
menonton TV anaknya tidak aspek positif yang
-Ny.K tinggal dimiliki
merepotkan
Bersama anak
anak-anaknya
dan menantunya
lagi
-Biaya
-Ny.K yakin
pengobatan
bahwa Tuhan
ditanggung oleh
akan
BPJS
memulihkannya
-Tiap bulan Ny.K
mendapat Bansos
dari pemerintah
4. MEKANISME KOPING

ANALISA/KESAN
UPAYA YANG DILAKUKAN
KONSTRUKTIF DESTRUKTIF
1. Ny.K berkata bahwa jika ada masalah, dia hanya akan diam atau langsung 2. Ny.A selalu berdoa 1. Ny.K berkata
tidur dan tidak membicarakannya dengan keluarga kepada Allah SWT bahwa jika ada
2. Ny.K taat beribadah, setiap merasa sedih dan cemas, ia akan berdoa untuk masalah, dia
3. Ny. K berkata bahwa dia selalu bergantung kepada anak anaknya dalam kesembuhannya. hanya akan diam
aktivitasnya atau langsung
tidur dan tidak
membicarakannya
dengan keluarga
3. Ny. K berkata
bahwa dia selalu
bergantung kepada
anak anaknya
dalam aktivitasnya

5. STATUS MENTAL
1. Penampilan Tampak lemas, kuku Panjang, rambut kotor
2. Pembicaraan Susah berbicara akibat dari kelumpuhan sebelah dari anggota tubuh (afasia )
3. Aktivitas motorik Tubuh sulit digerakkan
4. Interaksi selama wawancara Cukup kooperatif, meskipun afasia
5. Alam perasaan Cemas, bingung mengenai kondisinya
6. Afek Datar
7. Persepsi Ny.K mengalami gangguan dalam proses sensori-persepsi
8. Isi pikir Mengalami masalah karena sebagian memori terlupakan
9. Proses piker masalah karena sebagian memori terlupakan
10. Tingkat kesadaran Ny.K dapat menyebutkan kembali nama suami
11. Daya ingat Ny.K tidak dapat mengingat beberapa kejadian dalam hidupnya
12. Kemampuan berhitung Kemampuan berhitung cukup baik
13. Penilaian Ny.K belum mampu menyebutkan bagaimana caranya agar lekas sembuh
14. Daya tilik diri Ny.K menyadari bahwa saat ini ia mengalami penyakit., Ny.k hanya bisa
berdoa supaya lekas sembuh agar tidak terus merepotkan anak-anaknya. Ny.K
menyadari ia memiliki anak-anak cucu, dan keluarga yang menyayanginya dan
mendukung kesembuhannya

6. DIAGNOSA DAN TERAPI

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN TERAPI DIAGNOSA MEDIS DAN TERAPI MEDIS


KEPERAWATAN
1. Ketidakberdayaan
Terapi generalis: Stroke Hemoragik dengan terapi medis yaitu Latihan
Sp1. Assement ketidakerdayaan dan latihan berpikir positif mobilisasi fisik
Sp2. Manfaat mengembangkan harapan positif dan latihan
mengontrol perasaan

Terapi spesialis:
Terapi Kognitif
2.Ansietas
Sp1: mendiskusikan penyebab,terjadinya proses terjadi,
tanda gejala,akibat
Sp2 :melatih teknik releksasi fisik
Sp3:melatih mengatasi ansietas dengan distraksi dan
hipnotis lima

Terapi Spesialis: TS, PMR, Logo ACT

3. resiko harga diri rendah situasional


Sp1 . mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP)

Tanggal: 10 Oktober 2021 S:


Jam: 14.00 wib 1. Klien mengatakan perasaan tidak berdaya sedikit
berkurang dan akan berpikir positif
Dx : Ketidakberdayaan
1. Melakukan salam teraupetik O:

2. Menanyakan kepada klien faktor penyebab penyakit - Klien mengidentifikasi hal positif yang
dimilki
3. Menanyakan kepada klien mengapa tidak berdaya - Klien menceritakan ketidak berdayaannya,
4.melakukan Sp1. Assement ketidakerdayaan dan latihan berpikir positif penyebab dll

A: Masalah belum teratasi

P Klien: dilanjutkan intervensi

P perawat: Evaluasi terapi satu tercapai.


melanjutkan terapi kedua
Tanggal: 11 Oktober 2021 S:
Jam: 15.00 wib 2. Klien mengatakan perasaan tidak berdaya
berkurang dan mulai memiliki harapan positif dan
Dx : Ketidakberdayaan
berkata mulai dapat mengontrol perasaannya
1. Melakukan salam teraupetik
O:
2. Menanyakan kepada klien faktor penyebab penyakit
- Klien mengidentifikasi hal positif yang
3. Menanyakan kepada klien mengapa tidak berdaya dimilki
4. melakukan Sp2. Manfaat mengembangkan harapan positif dan latihan - Klien mulai mengontrol perasaan
mengontrol perasaan
A: Masalah teratasi

P Klien: intervensi dihentikan

P perawat: Evaluasi terapi satu tercapai.


melanjutkan terapi kedua
IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP)

Tanggal : 12 Oktober 2021


Jam 13.00 S: -Klien mengatakan kecemasan sedikit
berkurang dan akan berpikir positif
Dx:Kecemasan
O: - Klien tampak tenang saat mengungkapkan
1. Menanyakan kepada klien mengapa merasa cemas
perasaanyan dan selalau melakukan terapi tarik
2. Mengajarkan Sp 1 Mendiskusikan penyebab, terjadinya proses
napas dalam
terjadi, tanda dan gejala dan akibat

A: Masalah berkurang / tujuan tercapai

P Klien: Intervensi diteruskan


P perawat: Evaluasi terapi satu tercapai.
melanjutkan terapi kedua
Tanggal : 13 Oktober 2021
Jam 13.00 S: -Klien mengatakan kecemasan berkurang
Dx:Kecemasan O: - Klien tampak tenang saat mengungkapkan
perasaanyan dan selalau melakukan terapi tarik
1. Melakukan salam teraupetik
napas dalam
2. Menanyakan kepada klien mengapa merasa cemas
3. Mengajarkan Sp2 :Melatih teknik relaksasi fisik
A: Masalah teratasi

P Klien: Intervensi dihentikan


P perawat: Evaluasi terapi satu tercapai.
Melanjutkan terapi kedua
IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP

Tanggal: 14 Oktober 2021 S:


Jam: 12.00 wib -Klien menjelaskan kemampuan positif yang
dimiliki
-klien menjelasakan tentang aspek positif diri
Dx: Harga Diri rendah situasional
O:
1. Melakukan salam teraupetik
2. mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki - Klien tampak tenang saat mengungkapkan
perasaanyan
Klien mengidentifikasi hal positif yang dimilki

A: Masalah berkurang

P Klien: Intervensi diteruskan


P perawat: Evaluasi terapi satu tercapai.
melanjutkan terapi kedua

TTD
Perawat
Tanggal: 15 Oktober 2021 S:
Jam: 12.00 wib -Klien menjelaskan kemampuan positif yang
dimiliki
-klien menjelaskan tentang aspek positif diri
Dx: Harga Diri rendah situasional
O:
1. Melakukan salam teraupetik
2. mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki - Klien tampak tenang saat mengungkapkan
perasaanya
Klien mengidentifikasi hal positif yang dimilki

A: Masalah teratasi

P Klien: Intervensi dihentikan


P perawat: Evaluasi terapi satu tercapai.
melanjutkan terapi kedua

TTD
Perawat
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Tahap Pengkajian


Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari
pasien dan tetangga sekitar. Maka penulis melakukan pendekatan kepada pasien
melalui komunikasi teraupetik yang lebih terbuka membantu klien untuk
memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada pasien. Adapun
upaya tersebut yaitu :
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien
agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara dalam pengkajian ini,
penulis tidak menemukan kesenjangan karena ditemukan hal sama seperti:
diteori: ketidakberdayaan merupakan fisiologis dari penyakit pasien, tanpa
objek yang spesifik karena ketidaktahuan dan mendahului pengalamanya yang
baru seperti penyakitnya saat ini

4.2 Tahap Perencanaan


Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian dan penentuan
diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis hanya menyusun rencana
tindakan keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan yaitu :
Kecemasan. Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada
kesenjangan sehingga penulis dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin dan
didukung dengan seringnya bimbingan dengan pembimbing. Secara teoritis
digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
muncul saat pengkajian. Adapun upaya yang dilakukan penulis yaitu :
1. Klien menunjukan sikap marah dan tertekan terhadap perburukan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan
2. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat mengakibatkan
ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak melakukan
praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau kemajuan
pengobatan. Klien menunjukan ekspresi ketidakpuasan terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien
menunjukan ekspresi keraguan tantang performa peran.

4.3 Tahap Implementasi


Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 3 masalah keperawatan yakni:
diagnosa keperawatan, ketidakberdayaan, Kecemasan dan resiko harga diri rendah
situasional merupakan keadaan emosi dan pengalaman subyektif induvidu, tanpa
objek spesifik karena ketidaktahuan dan mendahului semua pengalaman yang di
alami penyakit Stroke Hemoragik

4.4 Tahap Evaluasi


Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenali dan mengekspresikan emosinya
c. Mampu mengenal ketidakberdayaan
d. Mampu mengatasi ketidakberdayaan dengan aspek positif
e. Mampu mengembangkan harapan positif dan latihan mengontrol perasaan
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan diatas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa:
1) Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan
status klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data
pengkajian. Selama proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi
terapeutik serta membina hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada
kasus Ketidakberdayaan : Stroke
2) Diagnosa keperawatan yang utama pada klien dengan Ketidakberdayaan : Stroke
3) Perencanaan intervensi dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan
strategi pertemuan pada pasien.
4) Evaluasi keperawatan yang dilakukan menggunakan metode subyektif, obyektif
,assessment dan planing.

5.2 Saran
1. Untuk Keluarga
Diharapkan agar individu dan keluarga bisa mengerti tentang penyakit stroke, dan
meningkatkan perilaku hidup sehat dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup.
2. Untuk Masyarakat/Pembaca
Diharapkan kasus dan materi ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar dan data untuk
menangani dan menghadapi kasus kecemasan pada masalah psikososial.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis.


Ed.9.Jakarta: EGC.

2. Dewanto, George. (2009). Panduan Praktis Diagnosa & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta: EGC.

3. Eri Yunani, (2012). Gambaran konsep diri post stroke laki-laki dan perempuan.
(online). RSUD Kraton Kabupatan Pekalongan

4. Halim, R., Gesal, J., & Sengkey, L. S. (2016). Gambaran pemberian terapi pada
pasien stroke dengan hemiparesis dekstra atau sinistra di Instalasi Rehabilitasi
Medik RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode Januari-Maret tahun 2016. e-
CliniC, 4(2). DOI: https://doi.org/10.35790/ecl.v4i2.13734
5. Hulu, E. K., & Pardede, J. A. (2016). Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Pre Operatif Di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan. Jurnal
Keperawatan, 2(1).

6. Keliat, B,A. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

7. Kemenkes RI. Riset Kesehatan


Dasar(Riskades),2013.http://.depkes.go.id/resources/download/general/hasil%20
riskesdas%202013.pdf

8. Marbun, A., Pardede, J. A., & Perkasa, S. I. (2019). Efektivitas Terapi Hipnotis
Lima Jari terhadap Kecemasan Ibu Pre Partum di Klinik Chelsea Husada Tanjung
Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal Keperawatan Priority, 2(2), 92-99.
https://doi.org/10.34012/jukep.v2i2.568

9. Misbach,J. (2008). Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam : Rasyid,A.; dan


Murwati, C. A. (2020). Stroke dengan masalah risiko harga diri rendah
situasional (Doctoral dissertation, STIKES Panti Waluya Malang).

10. Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

11. NANDA. (2018). Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: ECG

12. Nuraliyah, S., & Burmanajaya, B. Mekanisme Koping dan Respon


Ketidakberdayaan pada Pasien Stroke.
https://doi.org/10.34011/juriskesbdg.v11i1.227

13. Pardede, J. A. (2020). Konsep Ketidakberdayaan. https://osf.io/preprints/hd3g6/,.


14. Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Kecemasan.

15. Pardede, J., Simanjuntak, G. V., & Manalu, N. (2020). Effectiveness of deep
breath relaxation and lavender aromatherapy against preoperative patient
anxiety. Diversity and Equality in Health and Care, 17(4), 168-173.

16. Purwaningtiyas, P. Hubungan Antara Gaya Hidup Dengan Kejadian Stroke Usia
Dewasa Muda Di RSUD DR. Moewardi Surakarta Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta., 2014 http://eprints.ums.ac.id/32390/2/BAB%
20I.pdf.

17. Smeltzer, S.C & Bare B.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (Edisi
8). Jakarta : EGC

18. Soertidewi,L.; (Ed). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif.Hal 1-


9 Jakarta: Balai Penerbit Universitas Indonesia.

19. Stuart, Keliat & Pasaribu (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan
Jiwa Stuart. Edisi Indonesia (Buku 1). Singapura:Elsevier

20. Vonala F & Ernawati N., 2016 Hubungan Konsep Diri (Citra Diri Dan Harga Diri)
dengan Strategi Koping Pada Penderita Pasca Stroke di Wilayah Kerja
Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan. Skripsi Program Studi Ners
Sekolah Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan. https://e-
skripsi.umpp.ac.id/detail/absdownload/3fe94a002317b5f9259f82690aeea4cd,.

21. Wanti, Y., Widianti, E., & Fitria, N. (2016). Gambaran Strategi Koping Keluarga
dalam Merawat Anggota Keluarga yang Menderita Gangguan Jiwa Bera. Jurnal
Keperawatan Padjadjaran, 4(1). https://doi.org/10.24198/jkp.v4i1.140

Anda mungkin juga menyukai