Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH SUPPORT KELUARGA TERHADAP

KEPATUHAN MINUM OBAT PASCA STROKE


PADA LANSIA DI RSUD PROF.DR.H
ALOEI SABOE

PROPOSAL PENELITIAN

FRISKA PRIMA RITA


NIM. C01417060

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menjadi penyebab
utama kematian di Indonesia. Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang
berusia dibawah 45 tahun terus meningkat, akibat stroke diprediksi akan
meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker. Stroke
merupakan sebuah penyakit yang menyerang arteri menuju ke otak. Penyakit ini
merupakan penyakit nomor 5 yang paling mematikan dan penyakit nomor satu
yang menyebabkan kecacatan di Amerika Serikat (ASA, 2019). Kecacatan yang
dialami pasien pasca stroke dapat menghambat mereka dalam melakukan
aktivitas sehari-hari seperti mandi, berjalan, menaiki tangga, menyiapkan makan,
dan bepergian ( Cameron et al., 2014; Jimanez-caballero & Ramirez-moreno,
2016).
Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah penyakit
jantung. Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut
silent killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan alliran darah ke
otak. Angka kejadian stroke didunia kira-kira 200 per 100.000 penduduk dalam
setahun. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal
sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahkan bisa menjadi cacat berat.
Selain menyumbangkan angka kematian tinggi akibat stroke, Indonesia juga
memiliki angka beban stroke terbanyak kedua setelah Mongolia yaitu sebanyak
3.382,2/100.000 orang berdasarkan DALYs (disability-adjusted life-year).
Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 10,9% dan mengalami
kenaikan sebanyak 3,9% dalam lima tahun terakhir.(Made et al., 2019).
Menurut World Stroke Organization bahwa 1 diantara 6 orang di dunia
akan mengalami stroke di sepanjang hidupnya, sedangkan data American
Health Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 40 detik terdapat 1 kasus
baru stroke dengan prevalensi 795.000 klien stroke baru atau berulang terjadi
setiap tahunnya dan kira-kira setiap 4 menit terdapat 1 klien stroke meninggal.
Angka kematian akibat stroke ini mencapai 1 per 20 kematian di Amerika
Serikat. (Mutiarasari, 2019)
Berdasarkan data World Healt Organization (WHO) tahun 2016 bahwa
stroke merupakan penyebab kedua kematian dan penyebab keenam yang
paling umum dari cacat. Sekitar 15 juta orang menderita stroke yang pertama
kali setiap tahun, dengan sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta
mengakibatkan kematian (3,5 juta perempuan dan 3,1 juta laki-laki). stroke
merupakan masalah besar di negara-negara berpenghasilan rendah daripada di
negara berpenghasilan tinggi. Lebih dari 81% kematian akibat stroke terjadi di
negara-negara berpenghasilan rendah presentase kematian dini karena stroke
naik menjadi 94% pada orang dibawah usia 70 tahun.
Pasien Stroke akan mengalami gejala-gejala seperti lumpuh separuh
badan, mulut mencong, afasia, kemampuan berfikir yang menurun, penglihatan
dan pendengaran terganggu, mudah lupa atau demensia, gangguan seksual,
mengompol, bahkan sampai tidak dapat buang air besar sendiri. Keterbatasan-
keterbatasan fisik tersebut akan menjadi bentuk kecacatan menyebabkan citra
diri penderita terganggu, merasa diri tidak mampu, jelek, memalukan, dan
sebagainya. Pasien stroke yang memiliki dukungan keluarga yang kuat dengan
fungsi keluarga yang baik akan membantu kebutuhan pemulihan kearah yang
lebih baik, memotivasi penderita untuk melanjutkan hidupnya sembari
meyakinkan bahwa banyak orang berhasil pulih dari stroke kemudian melakukan
aktivitas normal (Wurtiningsih, 2012). Menurut Friedman (2010) dukungan
keluarga sangat berperan penting dalam mendampingi pasien stroke karena
dapat meningkatkan keberhasilan dalam menjalani rehabilitasi. Selain itu,
dengan adanya dukungan dari keluarga, pasien akan merasakan dorongan
semangat sehingga kepatuhan pasien juga akan meningkat (Setyoadi, Nasution
& Kardinasi, 2018). Ketidakpatuhan dalam mengikuti proses pengobatan akan
dapat meningkatkan risiko berkembangnya atau memperburuk penyakit yang
diderita (Arifin & Damayanti, 2015).
Keluarga sangat berpengaruh bagi semua individu yang terlibat dalam
masalah. Masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga dapat
menyebabkan ditemukannya faktor-faktor risiko pada anggota keluarga yang
lain. Salah satunya adalah anggota keluarga yang sudah lansia, dimana lansia
yang sudah tak mandiri dan bergantung pada orang lain, tidak bisa melakukan
aktivitas sendiri, membutuhkan pengasuh. Adanya gangguan kognitif dan
fungsional yang menurun, masalah psikososial yang kompleks, dan memiliki
multipel penyakit, penyakit stroke yang di derita lansia dapat menimbulkan
masalah, masalah terbesarnya adalah tentang kepatuhan minum obat, karena
lansia sudah mengalami berbagai penurunan, bagi lansia dukungan sosial
sungguh diperlukan karena fungsi tubuh lansia umumnya menurun. Lansia
penderita stroke tidak lepas dari konsumsi obat setiap harinya sehingga perlu
orang terdekat untuk selalu meningingatkan akan jadwal minum obat.
Berdasarkan data jumlah kasus stroke lansia di Rsud. Prof. Dr. Aloei
Saboe kota Gorontalo jumlah pasien stroke dari bulan januari sampai dengan
maret 2020 terdiri dari intracerebral haemorrhage berjumlah 162 pasien,
cerebral infarction 1.249, stroke, not specified as haemorrhage or infarction 100
pasie.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Rsud. Prof. Dr. Aloei
Saboe kota Gorontalo pada 5 orang pasien stroke mengungkapkan bahwa
pasien kurang mendapatkan perhatian dari keluarga pasien. Terungkap bahwa
keluarga tidak menjaga pasien saat sementara di rawat dan pasien hanya
nampak sendiri. Hal ini menyebabkan pasien terkadang tidak minum obat
dengan teratur dan terkadang jam minum obat terlewati. Ketidakpatuhan inipun
menurut pasien sering terjadi dirumah karena pasien sudah merasa lebih sehat.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh support keluarga terhadap kepatuhan minum obat di
Rsud. Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat di identifikasikan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Data yang di dapatkan di Ruangan SUBBIDANG MEDICAL RECORD RSUD
Prof. Dr. H. Aloei Saboe jumlah pasien penderita stroke intracerebral
haemorrhage berjumlah 162 pasien, cerebral infarction 1.249, stroke, not
specified as haemorrhage or infarction 100 pasien.
2. Kurangnya dukungan keluarga dalam merawat pasien stroke selama di rumah
menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam minum obat.
1.3 RUMUSAN MASALAH
Apakah ada pengaruh support keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pasca stroke pada lansia di Rsud. Prof. Dr. Aloei Saboe?

1.4 TUJUAN PENELITIAN


1.4.1 TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui pengaruh support keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pasca stroke pada lansia di Rsud. Prof. Dr. Aloei Saboe
1.4.2 TUJUAN KHUSUS
1. Mengidentifikasi support keluarga pasca stroke pada lansia di Rsud. Prof.
Dr. Aloei Saboe
2. Mengidentifikasi kepatuhan minum obat pasca stroke pada lansia di Rsud.
Prof. Dr. Aloei Saboe
3. Menganalisa pengaruh support keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pasca stroke pada lansia di Rsud. Prof. Dr. Aloei Saboe

1.5 MANFAAT PENELITIAN


1.5.1 MANFAAT TEORITIS
Aplikasi ilmu yang didapat di dalam pendidikan dengan kondisi nyata di
Rumah Sakit. Dapat menambah wawasan, pola pokir, pengalaman, dan
meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh Support keluarga terhadap
kepatuhan minum obat pasca stroke pada lansia di RSUD.Prof.Dr.H. Aloei
Saboe serta dapat dimanfaatkan sebagai referensi.
1.5.2 MANFAAT PRAKTIS
1. Bagi institusi Pendidikan
Memberikan informasi serta dapat digunakan sebagai referensi bagi
peneliti selanjutnya dan dapat menjadi bahan penelitian lanjutan tentang
pengaruh Support keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasca stroke
pada lansia di RSUD.Prof.Dr.H. Aloei Saboe dengan variabel dan jenis
penelitian lain agar tercapainya hasil yang optimal
2. Manfaat bagi peneliti
Sebagai proses pembelajaran bagi peneliti tentang pengaruh support
keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasca stroke pada lansia di
Rsud. Prof. Dr. Aloei Saboe
3. Manfaat bagi institusi
Sebagai bahan masukan cara merawat keluarga dengan pasien stroke
4. Manfaat bagi rumah sakit
Sebagai bahan masukan tentang dukungan keluarga dalam merawat
pasien yang stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke


2.1.1 Pengertian Stroke
Stroke merupakan suatu kelainan fungsi otak yang berlangsung secara
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke atau CVA (celebro-
vascular accident) merupakan gangguan saraf permanen yang mengakibatkan
terganggunya peredaran darah ke otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih.
2.2 Konsep Dukungan Keluarga
2.2.1 Dukungan Keluarga
Menurut Gottlieb dalam dukungan keluarga sebagai dukungan verbal dan
non-verbal berupa saran atau nasihat, bantuan yang nyata atau tingkah laku
yang diberikan oleh suatu jaringan yang akrab dengan subyek di dalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya[ CITATION Yus19 \l 1033 ].
Sarason, Lerin, dan Basham mendefinisikan dukungan keluarga sebagai
suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain
yang dapat dipercaya. Dengan demikian individu mengetahui bahwa orang lain
memperhatikan, menghargai, dan mencintai.[ CITATION sek10 \l 1033 ].
2.2.2 Bentuk Dukungan Keluarga
Menurut sarafino bentuk-bentuk dukungan keluarga dibagi dalam empat
bentuk,[ CITATION Sav18 \l 1033 ] yaitu:
a. Dukungan Emosional (Emotional/Esteem Support)
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional
merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan
didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan
memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi
kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan,
serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.
b. Dukungan Instrumental (Instrumental/Tangible Support)
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa,
waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur
saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam
melaksanakan aktivitasnya.
c. Dukungan Informatif (Informational Support)
Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu
mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman
individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan
untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis.
Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan
karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat,
dan petunjuk.
d. Dukungan penilaian atau penghargaan
Dukungan penilaian atau penghargaan adalah keluarga bertindak
membimbing dan menengahi pemecahan masalah sebagai sumber dan
validator identitas keluarga, diantaranya memberikan support penghargaan
dan perhatian (Friedman, 2013)
2.2.3 Sumber – Sumber Dukungan Keluarga
Sumber-sumber dukungan keluarga menurut Gottlib terdapat tiga, yaitu
(Pratiwi, 2019) :
a. Orang-orang sekitar individu yang termasuk kalangan non-profesional,
seperti : keluarga, teman dekat, atau rekan kerja. Hubungan dengan non-
profesional merupakan hubungan yang menempati bagian terbesar dari
kehidupan individu dan menjadi sumber dukungan sosial yang sangat
potensial karena lebih mudah diperoleh, bebas dari biaya finansial dan
berakar pada kekerabatan yang cukup lama.
b. Professional, seperti: psikolog, dokter, pekerja sosial, dan perawat
c. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support groups). Sumber
dukungan lain yang juga bermanfaat bagi individu adalah kelompok
dukungan keluarga. Kelompok dukungan keluarga merupakan suatu
kelompok kecil yang melibatkan interaksi langsung dari para anggotanya,
menekankan pada partisipasi individu yang hadir secara sukarela yang
bertujuan untuk bersama-sama mendapatkan pemecahan masalah dalam
menolong serta menyediakan dukungan emosional pada para anggota.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Cohen & Syme berpendapat bahwa dukungan keluarga yang diterima


individu dapat berbeda-beda antara lain berdasarkan kuantitas dan kualitas
dukungan, sumber dukungan serta jenis dukungan. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi dukungan sosial, yaitu (Fatmawati, 2016):
1) Pemberi dukungan keluarga
Dukungan yang diberikan oleh pasangan, keluarga dan masyarakat sekitar
yang memahami permaslahan individu penerima akan lebih efektif dari
pada dukungan orang asing.
2) Jenis dukungan keluarga
yang diberikan akan bermanfaat apabila sesuai dengan situasi yang terjadi
dan dibutuhkan individu.
3) Penerima dukungan keluarga
Karakteristik penerima dukungan keluarga seperti kepribadian, peran
keluarga dan kebudayaan akan menentukan keefektifan dukungan yang
diberikan.
4) Permasalahan yang dihadapi
Ketepatan jenis dukungan keluarga yang diberikan yaitu yang sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi individu
5) Waktu pemberian dukungan keluarga
Dukungan keluarga akan berhasil secara optimal jika diberikan pada suatu
situasi yaitu ketika individu membutuhkan tetapi tidak berguna apabila
diberikan pada situasi yang tidak baik.
2.3 Konsep Kepatuhan
2.3.1 Definisi Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya
interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti
rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta
melaksanakannya (Suparyanto, 2011). Kepatuhan adalah sebagai perilaku untuk
menaati saran-saran dokter atau prosedur dari dokter tentang penggunaan obat,
yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien (dan keluarga
pasien sebagai orang kunci dalam kehidupan pasien) dengan dokter sebagai
penyedia jasa medis (Fatma, 2012). Kepatuhan adalah derajat dimana pasien
mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya dan menggunakan obat
sesuai anjuran yang sudah diberikan (Saepudin, 2016).
Kepatuhan pengobatan adalah tingkat kesediaan serta sejauh mana upaya
dan perilaku seorang pasien dalam mematuhi instruksi, aturan atau anjuran
medis yang diberikan oleh seorang dokter atau profesional kesehatan lainnya
untuk menunjang kesembuhan pasien tersebut. Kepatuhan minum obat
berhubungan dengan aturan minum obat yang tertulis pada etiket obat.
Kepatuhan tersebut harus sesuai dengan informasi mengenai cara penggunaan
obat, yang meliputi waktu dan berapa kali obat tersebut digunakan dalam sehari
(Saepudin, 2016).
Kepatuhan minum obat bagi pasien penyakit kronis seperti hipertensi
sangat penting karena dengan minum obat secara teratur dapat mengontrol
tekanan darah pasien. Sehingga resiko kerusakan organ yang lain akibat
meningkatnya tekanan darah dapat dikurangi. Pasien dianggap patuh dalam
pengobatan adalah yang menyelesaikan proses pengobatan secara teratur,
lengkap dan tanpa terputus (Pramana, Dianingati, & Saputri, 2019).
Jenis ketidakpatuhan pada terapi obat, mencakup kegagalan menebus
resep, melalaikan dosis, kesalahan dalam waktu pemberian konsumsi obat, dan
penghentian obat sebelum waktunya. Ketidakpatuhan akan mengakibatkan
penggunaan suatu obat yang kurang. Dengan demikian, pasien kehilangan
manfaat terapi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi secara bertahap
memburuk. Ketidakpatuhan juga dapat berakibat dalam penggunaan suatu obat
berlebih. Apabila dosis yang digunakan berlebihan atau apabila obat dikonsumsi
lebih sering daripada dimaksudkan, misalnya seorang klien mengetahui bahwa
dia lupa satu dosis obat dan menggandakan dosis berikutnya untuk mengisinya
(Padila, 2012).
2.3.2 Pengukuran Tingkat Kepatuhan
Keberhasilan pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu peran aktif pasien dan kesediaannya untuk memeriksakan
ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta kepatuhan dalam
meminum obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
dapat diukur menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang dapat
digunakan adalah metode MMAS-8 (Modifed Morisky Adherence Scale)
(Evadewi, 2016). Morisky secara khuusus membuat skala untuk mengukur
kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan delapan item yang berisi
pernyataan-pernyataan yang menunjukkan frekuensi kelupaan dalam minum
obat. Kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter,
kemampuan mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat (Morisky & Muntner,
2011).
Perhitungan kepatuhan MMAS-8 adalah berdasarkan skor yang didapat
dari hasil jawaban kuisioner yaitu:
a) Tidak patuh jika nilai MMAS-8 = < 6
b) Cukup patuh jika nilai MMAS-8 = 6-7
c) Patuh jika nilai MMAS-8 = 8
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang
bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif (Suparyanto,
2011).
2) Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian klien yang
dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan adalah jarak dan waktu,
biasanya pasien cenderung malas melakukan pemeriksaan/pengobatan
pada tempat yang jauh (Suparyanto, 2011).
3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-
teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu
kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat
badan, berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alkohol. Lingkungan
berpengaruh besar pada pengobatan, lingkungan yang harmonis dan
positif akan membawa dampak yang positif pula pada pasien hipertensi,
kebalikannya lingkungan negatif akan membawa dampak buruk pada
proses pengobatan pasien (Laban, 2012).
4) Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan klien terlihat
aktif dalam pembuatan program pengobatan (terapi) (Suparyanto, 2011).
5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien adalah suatu
hal penting untuk memberikan umpan balik pada klien setelah memperoleh
informasi tentang diagnosis. Suatu penjelasan penyebab penyakit dan
bagaimana pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan (Laban, 2012).
6) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan
penilitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin
tahu, untuk mencari tahu penalaran, dan untuk mengorganisasikan
pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten
dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau
diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi. Semakin
tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula penderita hipertensi dalam
melaksanakan pengobatannya. (Suparyanto, 2011).
7) Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya
daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin
dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan teratur
melakukan pengobatan (Laban, 2012).
8) Dukungan Keluarga
Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga
selalu berinteraksi satu sama lain (Suparyanto, 2011).
Pasien dengan penyakit stroke sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang
terdekatnya yaitu keluarga. Dukungan dapat ditujukan melalui sikap yaitu
dengan:
a. Memberikan perhatian, misalnya mempertahankan makanan meliputi porsi,
jenis, frekuensi dalam sehari-hari serta kecukupan gizi.
b. Mengingatkan, misalnya kapan penderita harus minum obat, kapan
istirahat serta kapan saatnya kontrol.
c. Menyiapkan obat yang harus diminum oleh pasien.
d. Memberikan motivasi pada pasien hipertensi.
Sementara menurut Notoatmodjo (2014), faktor yang mempengaruhi kepatuhan
terbagi menjadi:
1) Faktor predisposisi (faktor pendorong)
a. Kepercayaan atau agama yang dianut
Kepercayaan atau agama merupakan dimensi spiritual yang dapat
menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap agamanya
akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta menerima
keadaanya, demikian juga cara akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan
kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi oleh kepercayaan penderita dimana
penderita yang memiliki kepercayaan yang kuat akan lebih patuh terhadap
anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.
b. Faktor geografi
Lingkungan yang jauh jarak yang jauh dari pelayanan kesehatan
memberikan konstribusi rendahnya kepatuhan.
c. Individu
a) Sikap individu yang ingin sembuh
Sikap merupakan hal yang paling kuat dalam diri individu sendiri keinginan
untuk tetap mempertahankan kesehatan sangat berpengaruh terhadap
faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita dalam kontrol penyakit.
b) Pengetahuan
Penderita dengan pengetahuan rendah adalah mereka yang tidak
teridentifikasi mempunyai gejala sakit. Mereka berfikir bahwa dirinya
sembuh dan sehat sehingga tidak perlu melakukan kontrol terhadap
kesehatannya.
2) Faktor reinforcing (faktor penguat)
a. Dukungan petugas
Dukungan dari petugas sangatlah besar bagi penderita sebab petugas
adalah pengelola penderita yang sering berinteraksi sehingga pemahaman
terhadap kondisi fisik maupun psikis lebih baik, dengan sering berinteraksi
sangatlah mempengaruhi rasa percaya dan selalu menerima kehadiran
petugas kesehatan termasuk anjuran-anjuran yang diberikan.
b. Dukungan keluarga
Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak
dapat dipaksakan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila
mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya. Karena dengan
dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk
menghadapi atau mengelola penyakit dengan baik, serta penderita mau
menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk penunjang
penyakitnya.
3) Faktor enabling (faktor pemungkin)
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dalam memberikan
penyuluhan terhadap penderita yang diharapkan dengan prasarana
kesehatan yang lengkap dan mudah terjangkau oleh penderita dapat lebih
mendorong kepatuhan penderita.
2.4 Konsep Lansia
2.4.1 Definisi Lansia
Menjadi tua merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus
yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu. Lanjut usia adalah
bagian dari proses tumbuh kembang, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua,
akan tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua.
Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan
dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu (Azizah, 2011). Lanjut usia (lansia) adalah
tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke
atas yang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap
(Tamher & Noorkasiani, 2011).
Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Lanjut
usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria
maupun wanita (Kushariyadi, 2011). Lansia sendiri bukan merupakan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Proses tua tersebut alami terjadi dan ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua
merupakan akan mengalami kemunduran fisik mental, dan sosial secara
bertahap (Azizah, 2011).
2.4.2 Batasan Usia Lanjut
Berikut ini batasan-batasan usia yang mencakup batasan usia lansia dari
berbagai pendapat ahli:
1) Menurut WHO dalam Kholifah (2016) tahapan lanjut usia meliputi:
a. Lanjut usia (elderly) adalah usia 60 – 74 tahun
b. Lanjut usia tua (old) adalah usia 75 - 90 tahun
c. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
2) Sedangkan Depkes RI (2013) mengklasifikasikan lansia dalam kategori
berikut:
a) Pralansia, seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c) Lansia resiko tinggi,seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan
d) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.4.3 Perubahan Akibat Proses Menua
1) Perubahan fisik
a. Sel
Perubahan yang terjadi pada sel yakni, jumlah sel menurun/ lebih sedikit,
ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler
berkurang, proporsi protein di otak, otot ginjal, darah, dan hati menurun,
jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu (Padila,
2013).
b. Sistem neurologi
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubugan dengan
stress, defisit memori, kurang sensitif terhadap sentuhan, serta
berkurangnya atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebaban
berkurangnya respon motorik dan reflex (Nasrullah, 2016).
c. Sistem penglihatan
Perubahan yang terjadi pada sistem penglihatan yakni spingter pupil timbul
sclerosis, hilang respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis
(bola), kekeruhan pada lensa, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
daya membedakan warna biru dan hijau pada skala, dan menurunnya
lapang pandang [ CITATION Muj12 \l 1033 ].
d. Sistem respirasi
Menurunnya kekuatan otot-otot pernafasan , aktivitas dari silia-silia paru-
paru kehilangan elastisitas, Alveoli ukurannya melebar, kemampuan batuk
menurun, dan menurunnya O2 pada arteri menjadi 75 mmHg (Dewi, 2014).
e. Sistem Pencernaan
Kehilangan gigi penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang
buruk, indra pengecap menurun, adanya irirtasi selaput lendir yang ronis,
atrofi indara pengecap, hilangnya sensitivitas saraf pengecap dilidah,
terutama rasa manis dan asin, esofagus melebar, rasa lapar menurun,
asam lambung menurun, motilitas dan waktu pengosongan lambung
menurun, peristaltik melemah dan biasa timbul konstipasi, fungsi absorbsi
melemah (daya absorbsi terganggu, terutama karbohidrat), hati semakin
mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang
(Nasrullah, 2016).
f. Sistem kardiovaskuler
Pada sistem ini perubahan yang terjadi saat menua adalah menurunnya
elastisitas dinding aorta, katub jantung menebal, dan menjadi kaku,
kemampuan jantung menurun ±1% pertahun, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, dan tekanan darah meningkat [ CITATION Muj12 \l
1033 ].
g. Sistem reproduksi
Pada usia lanjut juga akan terjadi perubahan pada sistem reproduksi. Pada
wanita vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovarium menciut uterus
mengalami atrofi, atrofi payudara, atrovi vulva, selaput lendir vagina
menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi
alkali dan terjadi perubahan warna. Sedangkan pada pria, testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara
berangsur-angsur, dan dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70
tahun, asal kondisi kesehatannya baik (Artinawati, 2014)
h. Sistem endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang
memproduksi hormon. Hormon berperan sangat penting dalam
pertumbuhan, pematangan pemeliharaan dan metabolisme organ tubuh.
Dimana pada lansia akan mengalami penurunan produksi
hormon[ CITATION Ded16 \l 1033 ].
i. Sistem integumen
Perubahan yang terjadi pada sistem integumen pada lansia adalah,
menjadi keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam
hidung dan telinga menebal, elastisitas menurun, vaskularisasi menurun,
kuku keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk, serta
kelenjar keringat yang berkurang jumlah dan fungsinya (Nasrullah, 2016).
j. Sistem muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis), bungkuk
(kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku, kram, tremor, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis (Dewi, 2014).
k. Sistem urinaria
Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem urinaria. Ginjal: ginjal
mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glomelurus
menurun, dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasi urin ikut menurun. Vesika urinari: otot-otot melemah,
kapasitasnya menurun, dan resistensi urin. Prostat (pada laki-laki):
hipertrofi pada 75% lansia (Nasrullah, 2016).
2) Perubahan psikososial
Perubahan psikososial yaitu nilai pada seseorang yang sering diukur
melalui produktivitas dan identitasnya dengan peranan orang tersebut
dalam pekerjaan. Ketika seseorang sudah pensiun, maka yang dirasakan
adalah pendapatan berkurang, kehilangan status jabatan, kehilangan relasi
dan kehilangan kegiatan, sehingga dapat timbul rasa kesepian akibat
pengasingan dari lingkungan sosial serta perubahan cara hidup (Indriana,
2012)
3) Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan (Padila, 2013)
4) Perubahan spiritual
Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan semakin matangnya
kehidupan keagamaan lansia. Agama dan kepercayaan terintegrasi dalam
kehidupan yang terlihat dalam pola berfikir dan bertindak sehari-hari.
Perkembangan spiritual yang matang akan membantu lansia untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun
merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan.
2.4.4 Teori-teori Proses Penuaan
Beberapa ahli berpendapat bahwa proses menua merupakan suatu proses
yang meliputi interaksi antara perubahan biologis, psikologis, dan
sosiologis sepanjang hidup. Beberapa teori sosial tentang proses penuaan
antara lain: (Nugroho, 2012).
Ada beberepa teori yang menjelaskan tentang proses menua:
1) Teori biologis
a. Teori genetic clock
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai nukleus (inti sel) di dalamnya,
suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam
ini akan menghitung miosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak
berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal
dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir
(Azizah, 2011).
b. Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh penumpukkan berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan
tersebut akan berakibat kerusakan metabolisme yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan (Nasrullah,
2016).
c. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh fagosit
(pecah), dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernapasan dalam
mitokondria. Radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi.
Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal bebas
tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas yang
terbentuk sehingga proses pengerusakan terus terjadi, kerusakan organel
sel semakin banyak akhirnya sel mati (Azizah, 2011).
d. Teori autoimun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walau pun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari
sistem limfatik khususnya sel darah putih juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau protein
paska translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition) (Azizah, 2011).
e. Teori Protein (kolagen dan elastisin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia.
Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan
kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia
beberapa protein (kolagen, kartilago, dan elastisin pada kulit) dibuat oleh
tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih
muda (Azizah, 2011).
2) Teori psikologis
Teori psikologi menjelaskan bagaimana seseorang merespon
perkembangannya. Perkembangan seseorang akan terus berjalan
walaupun seseorang tersebut telah menua. Teori psikologi terdiri dari teori
hierarki kebutuhan manusia maslow (maslow’s hierarchy of human needs),
yaitu tentang kebutuhan dasar manusia dari tingkat yang paling rendah
(kebutuhan biologis/fisiologis/sex, rasa aman, kasih saying, dan harga diri).
Teori individualism jung (jung’s theory of individualisme), yaitu sifat
manusia terbagi menjadi dua ekstrovert dan introvert. Pada lansia akan
cenderung intoivert, lebih suka menyendiri. Teori delapan tingkat
perkembangan Erikson (Erikson’s eight stages of life), yaitu tugas
perkembangan terakhir yang harus dicapai seseorang adalah ego integrity
vs disappear. Apabila seseorang mampu mencapai tugas ini maka dia
akan berkembang menjadi orang yang bijaksana (menerima dirinya apa
adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab
dan kehidupannya berhasil) (Hardywinoto, 2015)
3) Teori sosiologis
Teori sosiologis terbagi atas beberapa teori, yakni: Nasrullah (2016)
a. Teori interaksi sosial
Teori ini menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi
tertentu yaitu, atas dasar hal-hal yang dihargai masyaraat. Kemampuan
lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci
mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya
bersosialisasi.
Pokok-pokok sosial exchange theory antara lain:
a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial berupaya mencapai tujuan masing-
masing.
b) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor mengeluarkan
biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
Teori ini menyatakan bahwa seorang individu harus mampu eksis dan aktif
dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan di
hari tua.
a) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
b) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas
dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
c) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
d) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia
sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Dengan
demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan
gambaran kelak pada saat ia menjadi lanjut usia.
d. Teori pembebasan/ penarikan diri (Disengagement Theory)
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori ini
diajukan pertama kali oleh Cumming dan Henry (1961). Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya lanjut usia, apalagi ditambah
dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut
usia mengalami kehilangan ganda (triple loss):
a) Kehilangan peran (loss of role)
b) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship)
c) Berkurangnya komitmen (reduce commitment to social mores and
values)
2.4.5 Tipe Lansia
Menurut Nasrullah (2016) tipe lansia ada 5 yaitu:
1) Tipe arif bijaksana
Lanjut usia kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
baru, selektif, dan mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.
4) Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan beribadah,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5) Tipe bingung
Lanjut usia yang mudah terkejut, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
Menurut Kholifah (2016) di temukan bermacam-macam faktor penuaan:
1) Herediter atau penuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
2.5 Penelitian relavan
Tabel 2 Penelitian relavan

Penelitian Judul Metode Hasil Perbedaan Persamaan


Heni Pengaruh Jenis Hasil Tempat Menggunaka
Rispawat Konseling penelitian menunjukka penelitian n dua
i, 2019 Diet desain Pra n bahwa berbeda variabel
Jantung Eksperime ada yang sama
Terhadap n dengan pengaruh yaitu
Pengetah rancangan terhadap variabel
uan Diet desain One konseling independen
Jantung Group Pre yang dan
Pasien Test-Post diberikan dependen.
Congestiv Test terhadap
e Heart Design pengetahua
Failure (pre-pasca n pasien
(CHF) tes dalam secara
satu signifikan.
kelompok)
Ratn Pengaruh Jenis Pengaruh Jenis Sama-
a pemberia n penelitian pemberian penelitian sama
Safitr diet observasio diet yang membaha
i, jantung n al, dilihat dari s tentang
2017 terhadap dengan asupan diet
perubaha n pendekatan energi, jantung
kadar cross karbohidrat,
kolesterol sectional. lemak dan
total pada protein
pasien berpengaruh
jantung signifikan
rawat inap terhadap
di perubahan
RSUD kadar
kolesterol
total.
Elfia Pengaruh Jenis Hasil Jenis Sama sama
penelitian
Neswita, konseling penelitian menunjukka Penelitian, membahas
Dedy obat prospektif n ada jenis tentang
Almasdy terhadap quasi- pengaruh konseling. pengetahuan
, pengetah eksperimen positif dan penyakit
Harisma uan dan t al, dengan (peningkata CHF
n, (2016) kepatuha n konsep one n) yang
pasien group signifikan
congestiv pretest- akibat
e heart posttest pemberian
failure design. konseling
obat terhdap
pengetahua
n pasien
tentang
penyakit dan
terapi obat
CHF.
Mardia Pengaruh Jenis Hasil Membahas Sama-sama
Rosa, konseling penelitian penelitian penyakit menggunaka
2018 gizi pra menunjukka yang n jenis
terhadap eksperime n terdapat berbeda penelitian
pengetah n dengan pengaruh pra
uan dan rancangan konseling eksperimen
kepatuha n one group gizi yang dengan
diet pretest signifikan rancangan
penderita posttest. terhadap one grup
penyakit pengetahuan pretest
jantung dan posttest.
coroner di kepatuhan
wilayah diet.
kerja
puskesma s
andalas
padang
tahun
2018
Fhani Pengaruh Jenis Hasil Jenis Sama-
Fhanik konseling penelitia penelitian penelitian, sama
a, 2013 gizi n quasi menunjukka dan penyakit membaha
terhadap eksperimen n ada s tentang
pengaruh pengaruh
konseling gizi

2.1 Kerangka Berpikir

2.3.1 Kerangka Teori


Lansia

Perubahan Akibat Proses Menua

Fisik Psikologis Psikososial Spiritual

Perubahan pada:

Sistem kardiovaskular
Stroke :

Sistem reproduksi 1. Stroke hmoragik


2. Steoke Non hemoragik
Sistem pencernaan Hipertensi
lama
Sistem respirasi
Penatalaksanaan

Sistem integumen

Sistem neurologi

Obat Farmakologi Non Farmakologi

Kepatuhan minum obat

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan

1. Pendidikan
2. Akomodasi
3. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
4. Perubahan model terapi
5. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan klien
6. Pengetahuan
7. Usia
8. Dukungan keluarga
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Teori

Sumber: Suparyanto (2011), Nurrahmani (2015), Padila (2013), AHA, (2014)

2.6 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan hubungan antar konsep yang dibangun
berdasarkan hasil kajian literature. Kerangka konsep adalah turunan dari
kerangka teori yang disusun lebih sederhana. Kerangka konsep
menggambarkan berbagai konsep yang akan diteliti secara maksimal, namun
menghilangkan berbagai konsep yang tidak relavan atau konsep perancu.
Dengan kata lain, sebaiknya kerangka konsep merupakan kerangka teori yang
hanya terdiri dari konsep-konsep yang akan diteliti (Irfannudin, 2019). Adapun
yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian ini adalah konseling diet
jantung sebagai variabel bebas dan pengetahuan diet jantung sebagai variabel
terikat.

Pengaruh support Kepatuhan minum


keluarga obat

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep


2.7. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian


ini adalah “Ada pengaruh support keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pasca stroke pada lansia di RSUD Prof.Dr.H Aloei Saboe”.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif menggunakan survey
analitik dengan pendekatan cross-sectional. Metode korelasi ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh support keluarga terhadap kepatuhan minum obat pasca
stroke pada lansia di Rsud. Prof. Dr. Aloei Saboe.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Rsud. Prof. Dr. H. Aloei Saboe
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2021
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Independen
Variabel bebas (Independent variabel) disebut variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
terikat, baik secara positif maupun negatif (Luthfiyah, 2017). Variabel independen
dalam penelitian ini yaitu support keluarga
3.3.2 Variabel Dependen
Variabel terikat (Dependent variabel) adalah variabel yang menjadi
dipengaruhi atau disebabkan variabel lainnya dan merupakan variabel yang
menjadi perhatian utama dalam penelitian (Luthfiyah, 2017). Variabel dependen
dalam penelitian ini yaitu kepatuhan minum obat
3.3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang
akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian [ CITATION
Set13 \l 1057 ]
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Independe Merupakan Kuisioner dengan 1. Baik jika ordinal
n: dukungan yang menggunakan skal skore 76-
Support diberikan oleh likers 100%
keluarga keluarga pada 2. Cukup jika
lansia pasca skore 56-75%
stroke dengan 3. Kurang jika
indikator skore <56
1. Dukungan
emosional
2. Dukungan
instrumental
3. informasional

Dependen: Perilaku Kuisioner dengan Dengan kriteria: Ordinal


kepatuhan responden menggunakan 1) Patuh jika
minum dalam skala Gutman: nilai MMAS-8
obat mematuhi Skor untuk =8
instruksi atau pertanyaan positif: 2) Cukup patuh
anjuran dokter 1) Ya = 1 jika nilai
atau tenaga 2) Tidak = 0 MMAS-8 = 6-
medis lainnya Skor untuk 7
dalam Pertanyaan 3) Tidak patuh
meminum obat negatif: jika nilai
secara teratur , 1) Ya = 0 MMAS-8 = <
lengkap dan 2) Tidak = 1 6
tanpa terputus
Maryanti Rizky
(2017)

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya [ CITATION Set13 \l 1057 ]. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh lansia penderita pasca stroke yang di rawat di Rsud.
Prof. Dr. Aloei Saboe
3.4.2 Sampel
terdiri atas bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling [ CITATION Set13 \l 1057 ]. Sampel
pada penelitian ini yaitu lansia yang pernah di rawat di Rsud. Prof. Dr. Aloei
Saboe
Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan jenis
accidental sampling. Accidental sampling adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu orang yang secara kebetulan bertemu dengan
peneliti, dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok sebagai sumber data (Setiadi, 2013).
Peneliti memiliki beberapa kriteria sampel dalam penelitian ini:
1) Pria dan wanita
2) Lansia pasca stroke yang di rawat berulang
3) Berusia ≥ 60 tahun
4) Bersedia menjadi responden
3.4.3 Tehnik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel adalah cara yang ditempuh dalam
pengambilan sampel dengan tujuan untuk memperoleh sampel yang
sesuai dengan subjek penelitian. Dalam penelitian ini teknik Sampling
yang digunakan Non Probability Sampling dengan jenis Purposive
Sampling. Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan
menentukan kriteria-kriteria tertentu yang ditentukan oleh peneliti dengan
pertimbangan tertentu.
Teknik pengambilan sampel yang akan diambil dalam penelitian ini
berdasarkan dua kriteria, yaitu :
1. Kriteria Inklusi

a. Pasien yang menderita stroke


b. Pasien yang di rawat di ruangan bedah dan saraf di RSUD
Prof.Dr.H Aloei Saboe
c. Pasien yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria Ekslusi
a. Pasien yang mengalami

b. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden


3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utamanya ialah mendapatkan data (Sugiyono, 2013).
3.5.1.Cara Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden (Sugiyono,
2013). Dalam penelitian ini data primer didapatkan dengan cara retrofleksi
dimana kuesioner yang digunakan untuk mengetahui dukungan serta
kepatuhan pasien minum obat.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lingkungan penelitian
(Sugiyono, 2013). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bagian
subbidang medical record
3.5.2.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuesioner adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Bimo, 2011). Kuesioner
yang digunakan yaitu kuesioner kepatuhan minum obat. Kuesioner ini diambil
dari peneliti sebelumnya yaitu Rizky Maryanti (2017).
Kuesioner MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale) berisi tentang
pertanyaan yang diajukan kepada responden mengenai kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat yang berjumlah 8 pernyataan. Pertanyaan ini terdiri atas dua
item yaitu item favorable dan unfavorable. Pertanyaan ini adalah pertanyaan
dengan jawaban tegas Ya dan Tidak, data diukur menggunakan skala Guttman
dengan skor untuk pernyataan positif Ya = 1, Tidak = 0, dan untuk skor
pernyataan negatif Ya = 0, Tidak = 1. Kuesioner ini telah dilakukan uji validitas
dan reliabilitas. Nilai cronbach’s alpha untuk kuesioner pengetahuan adalah
0.939 > 0.7, artinya kuesioner tersebut reliable atau konsisten, artinya artinya
kuesioner tersebut reliable atau konsisten.
Tabel. 3.2 Kisi-kisi pertanyaan kuesioner
Jumlah Butir
Variabel Indikator pertanyaa pertanyaan
n
Kepatuhan 1. Pertanyaan positif 1 5
dalam
mengkonsumsi 2. Pertanyaan negative 7 1,2,3,4,6,7,8
obat

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data


3.6.1 Teknik Pengolahan Data
Menurut Sujarweni (2014), ada beberapa kegiatan yang akan dilakukan
oleh peneliti dalam pengolahan data, yaitu :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan
data atau setelah terkumpul.
2. Coding
Coding adalah tahap pemberian kode dimana data yang berbentuk
kalimat diubah menjadi angka untuk diolah dalam program SPSS (Statistical
Product and Service Solution).
3. Entry
Pada tahap ini data diproses untuk keperluan analisis data. Data di
proses menggunakan aplikasi komputer dengan program SPSS (Statistical
Product and service Solution).
4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan data, dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
5. Tabulating
Tabulating adalah tahapan kegiatan pengorganisasian data sedemikian
rupa sehingga mudah untuk dijumlahkan, disusun, dan ditata untuk disajikan dan
dianalisis.
3.6.2 Teknik Analisa Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menggunakan distribusi dan presentasi dari setiap variabel (Notoatmodjo, 2012).
Adapun yang dianalisis yaitu umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan,
pekerjaan, kepatuhan dalam minum obat dan tekanan darah.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah analisa menggunakan 2 variabel (independen dan
dependen). Analisis bivariat yaitu analisa dari variabel independen yang diduga
mempunyai hubungan dengan variabel dependen (Notoatmodjo, 2012). Seperti
pada penelitian ini hubungan kepatuhan minum obat (variabel independen),
tekanan darah (dependen). Jadi Analisis data bivariat ini menggunakan uji
Somer’s D menggunakan software SPSS dengan α = 0.05 data atau variabel
kategorik pada umumnya berisi variabel yang berskala ordinal dan ordinal
(Notoatmodjo, 2012). Menurut Angraeini & Saryono (2013) uji Somer’s D
bertujuan untuk mengukur hubungan antara 2 variabel berskala ordinal yang
dapat dibentuk dalam tabel kontingensi. Uji ini mengukur hubungan yang bersifat
simetris artinya variabel X dan variabel Y dapat saling mempengaruhi. Kelebihan
dari uji Somer’s D ini dapat melihat kekuatan hubungan serta arah hubungan.
Sehingga apabila ingin menilai hubungan 2 variabel ordinal dengan bentuk tabel
kontingensi dan ada variabel yang mempengaruhi serta variabel yang
dipengaruhi, maka uji Somer’s D sangat tepat untuk digunakan.
Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi
Tabel 3.3 Interval Koefisien Korelasi Somer’s D
Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan
0.00-0.199 Sangat Rendah
0.20-0.399 Rendah
0.40-0.599 Sedang
0.60-0.799 Kuat
0.80-1.000 Sangat Kuat
Sumber: (Sugiyono, 2013)

3.7 Hipotesis Statistik


Ho: Tidak ada pengaruh dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
pasien pasca stroke pada lansia
H1: Ada pengaruh dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
pasien pasca stroke pada lansia

3.8 Etika Penelitian


Menurut Hidayat (2014), secara umum prinsip utama dalam etika penelitian
keperawatan adalah :
1. Lembar persetujuan (Informed concent)
Lembar persetujuan merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dengan
memberikan lembar persetujuan. Informed concent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan
untuk menjadi responden. Jika responden bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka
peneliti harus menghormati hak responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Tanpa nama adalah masalah etika yang ditunjukan untuk memberikan
jaminan dalam penggunaan responden penelitian dengan cara tidak
memberikan atau menceritakan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentially)
Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
4. Terhindar dari bahaya
Peneliti mejelaskan kepada responden, bahwa penelitian yang akan
dilakukan tidak akan membahayakan bagi status kesehatan responden
karena bukan perlakuan yang fatal.

3.12 ALUR PENELITIAN


Studi Pendahuluan

Permohonan

Permohonan izin pada pihak Direktur RSUD Prof.Dr.H Aloei


Saboe

Informed

Bersedia Tidak Bersedia

Tanpa Nama
Mengisi lembar kuesioner
sebagai prettest
Kerahasiaan

Pemberian Konseling diet jantung


melalui ceramah selama 15 -20 menit

Mengisi lembar kuesioner


sebagai posttest

Pengumpulan data dan


pengolahan data (SPSS)

Analisis Data

Hasil

Gambar 4. Skema Alur Penelitian

Anda mungkin juga menyukai