Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU KELUARGA PADA


PENANGANAN AWAL KEJADIAN STROKE DI RSUD BLAMBANGAN
BANYUWANGI TAHUN 2023

Disusun oleh :

Moh. Rafli Tegar Prayogi (201902028)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung
koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. 1 dari 10
kematian disebabkan oleh stroke (American Heart Association, 2014). Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (2014) setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh
dunia menderita stroke, 6,7 juta orang diantaranya meninggal. Prevalensi stroke
nasional berdasarkan Riskesdas 2013 sebesar 12,1%, tertinggi di provinsi Sulawesi
Selatan (17,9%) dan terendah provinsi Papua Barat, Lampung, dan Jambi (5,3%).
Stroke yaitu suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan
aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak (Nabyl, 2015).
Jumlah penderita stroke di seluruh dunia yang berusia di bawah 45 tahun terus
meningkat. Pada konferensi ahli saraf internasional di Inggris dilaporkan bahwa
terdapat lebih dari 1000 penderita stroke berusia kurang dari 30 tahun. Badan kesehatan
dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan
kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010
menjadi 8 juta di tahun 2030 (American Heart Association, 2014).
Penyakit stroke dapat terjadi jika aliran darah ke otak terganggu dan mengakibatkan
pasokan darah ke otak berkurang atau bahkan berhenti sama sekali. Ketika pasokan
darah ke otak berkurang maka akan terjadi kerusakan sebagian otak. Kerusakan otak
ini dapat menimbulkan gejala kelumpuhan atau kelemahan pada sesisi tubuh secara
tiba-tiba (Willy, 2018).
Sebanyak 10,9 per 1.000 penduduk Indonesia mengalami stroke per 2018. Angka
ini menurun dari lima tahun sebelumnya, 12,10 per 1.000 penduduk dan meningkat
dibandingkan tahun 2007, yakni 8,3 per 1.000 penduduk. Stroke terjadi karena ada
gangguan aliran darah ke bagian otak. Bila ada daerah otak yang kekurangan pasokan
darah secara tiba-tiba dan penderitanya mengalami gangguan sistem syaraf sesuai
daerah otak yang terkena. Bentuknya dapat berupa lumpuh sebelah (hemiplegia),
berkurangnya kekuatan sebelah anggota tubuh (hemiparesis), gangguan bicara,
gangguan rasa (sensasi) di kulit sebelah wajah, lengan atau tungkai (Kemenkes RI,
2018).
Menjadi penyebab dari 23 persen kematian, stroke disebut sebagai penyakit paling
mematikan di Indonesia. Bahkan, berdasarkan data data World Life Expectancy, angka
ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kematian akibat stroke tertinggi di
dunia. Di Indonesia sendiri data prevalensi stroke menunjukkan kenaikan dari 7% per
1000 penduduk pada tahun 2013 menjadi 10,9% per 1000 penduduk pada tahun 2018.
Provinsi yang memiliki penderita stroke tertinggi yaitu Kalimantan Timur dengan
jumlah 14,7% per 1000 penduduk, sedangkan Sulawesi Selatan menempati urutan ke
18 provinsi dengan penderita stroke terbanyak di Indonesia (Kemenkes RI, 2018).
Sedangkan penderita penyatkit stroke di provinsi jawa timur berdasarkan Nakes
sebanyak 190.449 orang atau (6,6%) menurut kemenkes RI (2014) dalam Zahrotul,
Haidah (2014).
Kejadian stroke tidak hanya menimpa penderitanya melainkan juga mempengaruhi
kehidupan keluarga. Salah seorang anggota keluarga mendadak menjadi tidak berdaya,
menghilang perannya di keluarga dan menjadi beban keluarga. Ketika pasien stroke di
rawat di rumah sakit, keluarga yang menjaga pasien stroke di rumah sakit jarang
diberikan penyuluhan oleh perawat tentang bagaimanan merawat pasien stroke di
rumah. Keadaaan ini menyebabkan sebagian besar anggota keluarga yang menemani
pasien selama rawat inap hanya menerima informasi yang sedikit tentang bagaimana
membantu keluarga mereka dan sebagai hasilnya mereka tidak cukup terlatih, kurang
informasi dan merasa tidak puas dengan dukungan yang tersedia setelah mereka keluar
dari rumah sakit Situasi ini akan menyulitkan apabila hanya ada satu anggota keluarga
yang mampu merawat penderita stroke sehingga peran perawat sebagai edukator sangat
dibutuhkan dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan pasien stroke
pada keluarga pasien selama proses rawat inap di rumah sakit (Ratnasari, 2014).
Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana pada
diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai
hidup sehat dengan mengubah perilaku yang tidak sehat atau belum sehat menjadi
perilaku sehat. Dalam memberikan pendidikan kesehatan perawat harus memilih teknik
pendidikan kesehatan yang tepat agar pasien ataupun keluarga mampu mendapat
informasi dengan benar, oleh karena itu pendidikan kesehatan yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah menggunakan metode penyuluhan dimana metode penyuluhan
khususnya perorangan sangat efektif karena sasaran dapat langsung memecahkan
masalahnya dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Penyuluh dapat menyiapkan
media yang tepat seperti leaflet dan flipchart sehingga dapat membantu sasaran untuk
lebih mudah mengerti. Berdasarkan penelitian pendidikan kesehatan yang langsung
diberikan pada keluarga meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat penderita
stroke di rumah sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien stroke dan
mengurangi beban bagi keluarga itu sendiri (Masraini, 2014).
Keluarga dapat berfungsi sebagai peer educator untuk mempromosikan deteksi
stroke dan modifikasi gaya hidup seperti mengontrol hipertensi, DM, penyakit jantung
dan aterosklerosis dengan obat dan diit, stop merokok dan minum alkohol, turunkan
berat badan dan rajin olahraga, serta mengurangi stress (Amila, Sinaga Janno,
Sembiring Evarina, 2018) Keluarga merupakan komponen penting dalam proses
pemulihan seorang pasien karena keluargalah yang paling mengetahui kondisi
kesehatan pasien dan menjadi bagian penting dalam proses pemulihan (Videbeck,
2001). Pengetahuan dan sikap yang baik pada saat merawat keluarga dengan stroke
diharapkan akan terhindar dari kejadian stroke berulang. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga pada
penanganan awal kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi 2023..
1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan awal
kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi 2023?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan
awal kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi 2023.
1.3.2 Tujuan Khusus

1) Teridentifikasinya pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan awal


kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi 2023.
2) Mendeskripsikan pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan awal
kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi 2023.
3) Teranalisanya hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan
awal kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi 2023.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang kesehatan khususnya yang
berkaitan dengan pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan awal
kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi 2023.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi responden
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi pentingnya
pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan awal kejadian stroke.
2) Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan suatu wawasan dan pengetahuan baru
mengenai pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan awal kejadian
stroke.

3) Bagi institusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi sebagai sumber referensi bagi
institusi untuk menambah keilmuan terkait tentang hubungan pengetahuan dan
perilaku keluarga pada penanganan awal kejadian stroke di RSUD Blambangan
Banyuwangi 2023, Serta serta dapat ditempatkan diperpustakaan institusi sebagai
panduan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke

2.1.1 Definisi Stroke


Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf local dan
atau global, yang muncul mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan perdarahan darah otak non
traumatik. Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain :
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancer, bicara tidak jelas
(pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain
(Riskesdas, 2013). Stroke melibatkan onset mendadak deficit neurologis fokal
yang berlangsung setidaknya 24 jam dan diduga berasal dari pembuluh darah
(Dipiro, 2015).
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan
(stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda
sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
cacat, atau kematian. Gangguan perdarahan darah otak berupa tersumbatnya
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan otak akan memunculkan kematian
sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke
(Junaidi, 2011).

2.1.2 Epidemiologi Stroke


Di seluruh dunia, stroke merupakan penyebab utama kedua kematian
dan penyebab utama ketiga dari kecacatan stroke. Selama empat dekade
terakhir, kejadian stroke di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
memiliki lebih dari dua kali lipat besar negara yang berpenghasilan tinggi
(WHO, 2016). Studi berbasis populasi berkaitan dengan insiden dan prevalensi
stroke terdapat dari Asia Selatan (sebagian besar dari India) perkiraan
prevalensi stroke di India berkisar 44-843 per 100.000 population (Wassay M,
2014). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar
12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di
Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan
DKI Jakarta masingmasing 9,7 per mil.prevalensi stroke berdasarkan
terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9‰),
DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur sebesar
16 per mil (Riskesdas, 2013). Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus stroke bak dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan.
Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun)
dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke
(insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan;1,6% tidak berubah;
4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan
dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8% usia 45-64 tahun 54,2%, dan
usia diatas 65 tahun sebesar 33,5% (Perdossi, 2011).
Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda merupakan
8,5% dari seluruh pasien rawat; stroke perdarahan instraserebral didapatkan
pada 41% pasien, dengan penyebab tersering adalah aneurisma, AVM
(arteriovenous malformation). Hipertensi, dan tumor. Perdarahan subaraknoid
didapatkan pada 17% pasien, dan stroke iskemik terjadi pada 42% pasien.
Angka kejadian stroke iskemik pada usia di bawah 45 tahun hanya sekitar 5%
dari seluruh kejadian dari stroke iskemik (Primara & Amalia, 2015).

2.1.3 Klasifikasi Stroke


Stroke Non Hemoragik (Stroke Iskemik)
Menurut Center for Disease Control and Prevention, stroke iskemik
adalah tipe yang paling umum yaitu sebesar 87%. Stroke non hemoragik dapat
dijumpai dalam 4 bentuk klinis yaitu :
a. Serangan Iskemia Sementara/Transient Ischemic Attack (TIA) Pada
bentuk ini gejala neurologic yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND) Gejala neurologic yang timbul akan
menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam hingga ≤ 21 hari
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala
neurologic makin lama makin berat
d. Stroke Komplit (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis
sudah menetap.

Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke


sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada
daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa
perubahan fungsi dan bentuk sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi
dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron.
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan,
yaitu (Mardjono, 2006) :

a. Stroke Non Hemoragik Embolik


b. Stroke Non Hemoragik Trombus

Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik adalah tipe yang kurang dialami oleh masyarakat


berbanding dengan stroke iskemik. Namun, stroke hemoragik tetap
bertanggung jawab atas 40 % dari semua kematian disebabkan penyakit
stroke (CDC, 2017). Stroke hemoragik terjadi karena pembuluh darah
yang melemah yang pecah dan berdarah di otak disekitarnya sehingga
terjadi akumulasi darah dan menyebabkan desakan pada jaringan otak
disekitarnya. Dua jenis pembuluh darah yang lemah yang biasanya
menyebabkan stroke hemoragik adalah aneurisma dan malformasi
arteriovenosa (AVMs). Stroke hemoragik dibagi menjadi dua tipe yaitu
(American Heart Association, 2013) :

a. Perdarahan Intraserebral
b. Perdarahan Subarachnoid
2.1.4 Patofisiologi Stroke
Stroke Iskemik
Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Pada iskemik global, aliran
otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi, misalnya karena syok
irreversible akibat henti jantung, perdarahan sistemik yang massif, fibrilasi
atrial berat dan lain-lain. Iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan
perfusi otak regional. Keadaan ini disebabkan oleh adanya sumbatan atau
pecahnya salah satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau pecahnya
salah satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran
darah sebagian atau seluruh lumen pembuluh darah otak. Penyebabnya antara
lain terbentuknya thrombus, adanya emboli, dan berkurangnya aliran darah ke
seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
Karena adanya penutupan aliran darah pada bagian otak tertentu, maka
terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai
dari tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan structural sel yang diikuti
kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya
akan berakhir dengan kematian neuron. Selin itu terjadi pula perubahan milliu
ekstraseluler, karena peningkatan pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya
zat neurotransmitter (glutamat), serta metabolism sel-sel yang sikemik, disertai
kerusakan sawar darah otak (blood brain barrier). (Misbach, 2013)

Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya, yaitu
perdarahan intraserebral dan perdarahan sub-araknoid. Berdasarkan
penyebabnya, perdarahan intraserebral dibagi atas perdarahan intraserebral
primer dan perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserebral primer
disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral
akibat pecahnya pembuluh darah otak. Perdarahan intraserebral sekunder terjadi
antara lain akibat anomaly vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak,
vaskulopati non hipertensif, vaskulitis, post stroke iskemik, dan obat anti
koagulan. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang pecah terdapat
di dalam otak atau pada massa otak.
Pada perdarahan sub-araknoid, pembuluh darah yang pecah terdapat di
ruang subarachnoid. Pecahnya pembuluh darah disebabkan karena adanya
kerusakan dinding arteri (arteriosclerosis) atau karena kelainan kongenital
seperti malfirmasi arteri-vena, infeksi, dan trauma. (Misbach, 2013).

2.1.5 Faktor Resiko Stroke


Berdasarkan AHA Guideline tahun 2013, menerangkan bahwa faktor
resiko stroke diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, faktor yang dapat dimodifikasi
dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor yang dapat dimodifikasi yakni :
• Hipertensi
• Merokok
• Alcohol
• Dll.

b. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi :


• Usia
• Jenis Kelamin
• Ras
• Etnis

2.1.6 Manifestasi Klinis Stroke


Stroke dapat menyebabkan kerusakan otak hingga dapat
mempengaruhi pergerakan, perilaku, kemampuan bicara/berbahasa serta
perilaku. Komplikasi akibat stroke berdasarkan gangguan neurologi fokal otak
adalah :
a. Gangguan motoris
Defisit motorik setelah stroke ditandai dengan
kelemahan otot atau kelumpuhan, biasanya pada satu sisi tubuh.
Biasanya pasien stroke tersebut kehilangan gerakan atau
perasaan raba di lengan atau kaki di bagian berlawanan sisi otak
yang terkena stroke. Hal ini menyulitkan pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Efek dari defisit motoric ini
juga meliputi rasa sakit, kelelahan, perubahan tonus otot serta
gangguan berjalan. (Bo Norrving, 2014)
b. Ganguan Sensoris
Gangguan sensoris dapat melibatkan semua modalitas
sensoris tergantung pada area otak yang terlibat. Stroke dapat
menyebabkan individu menjadi lebih sensitif (hiperaestesia)
atau kurang sensitif (hipoaestesia) terhadap sensasi atau tidak
dapat mensintesis sensasi untuk mengidentifikasi lokasinya
sendiri. Gangguan sensoris juga menyebabkan gangguan pada
sistem penglihatan (penurunan visus) dan system pendengaran
(tinnitus) (Bo Norrving,2014)
c. Gangguan Bicara
Gangguan bicara ditandai dengan kesulitan dalam
memahami atau memproduksi ucapan dengan benar (afasia),
ucapan yang kabur akibat lemahnya otot (disatria) dan kesulitan
dalam memprogram otot mulut untuk produksi bicara (apraxia).
Gangguan ini bervariasi dan tingkat keprahannya bergantung
pada luas dan lokasi kerusakannya. (Mirjana Vidovic, 2011).
d. Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif meliputi kesulitan dalam perhatian,
kesadaran, orientasi, pemecahan masalah, memori dan
keterampilan penalaran. Pasien stroke juga mengalami kesulitan
konsentrasi saat ada gangguan internal dan eksternal. (Raj. N.
Kalaria, 2016)
e. Gangguan Emosi
Defisit emosional dapat ditandai dengan tampilan emosi
yang tidak tepat dan pergantian suasana hati yang ekstrim.
Individu sering tertawa saat ada sesuatu yang tidak lucu bahkan
menangis tanpa alasan yang jelas. Perilaku ini sangat umum di
awal proses pemulihan. Seseorang yang menderita stroke
mungkin menjadi sangat frustasi karena ketidakmampuan untuk
berfungsi secara independen yang dapat menyebabkan
kemarahan dan depresi (Katherine Salter, 2016)
2.1.7 Pencegahan Stroke
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya
stroke (Ginsberg, 2008), antara lain:
1. Berhenti merokok
Merokok sangat besar perannya dalam meningkatkan
tekanan darah, karena nikotin yang terdapat didalam rokok yang
memacu hormon adrenalin serta menyempitkan pembuluh darah
yang menyebabkan tekanan darah meningkat.
2. Manipulasi diet (rendah lemak hewani, rendah garam,
menghindari konsumsi alkohol berlebihan)
Beberapa penelitian menunjukan bahwa beberapa
mineral bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan
erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan
menurunkan resiko terjadinya stroke.
3. Penggunaan obat- obat penurun kolesterol
4. Rutin mengontrol tekanan darah
Sebisa mungkin lakukan pemerisaan darah minimal
sebulan sekali. Apabila ditemukan tekanan darah cenderung
meningkat dapat mengantisipasi resiko stroke dengan cepat.
Keluarga perluh diberi edukasi mengenai gejala-gejala stroke
serta penatalaksanaan secara dini. Seringkali pasien yang
mengalami tanda dan gejala stroke menunggu beberapa jam
sebelum mencari perawatan karena percaya bahwa gejala
tersebut akan menghilang (Pandji D, 2011). Keluarga
diharapkan agar mempunyai pengetahuan yang baik tentang
peringatan gejala stroke, mampu mengenali dan
menginterpretasikan stroke dengan segera mengantar pasien ke
fasilitas kesehatan/ mencari bantuan Kesehatan (Rachmawati D,
2017).
2.2. Pengetahuan Keluarga Tentang Stroke

2.2.1. Konsep Dasar Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan/kognitif merupakan hal
yang sangat penting/mendasari proses perubahan untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behaviour) (Friedman M, 2013).
Tingkat pengetahuan sesorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu/ Know
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk mengingat kembali/recall terhadap sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari/rangsang yang diterima. Tahu
merupakan tingkatan pengetahuan yanag paling rendah.
2. Memahami/ Comprehension
Merupakan suatu kemampuan untuk memjelaskan secara benar tentang
obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar,
dapat menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan obyek yang
dipelajari.
3. Aplikasi/ Apllication
Merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi/ kondisi real atau yang sebenarnya. Dapat menggunakan
rumus, metode serta prinsip dalam situasi yang lain.
4. Analisis/ Analysis
Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi/obyek didalam
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain (dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan serta mengelompokkan).
5. Sintesis/ Synthesis
Merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan/ menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Kemampuan
untuk menyusun suatu formasi-formasi yang ada.
6. Evaluasi/ Evaluation
Merupakan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi/obyek. Penilaian-penilaian yang dilakukan berdasarkan suatu kriteria
yang telah ada.
2.2.2. Cara Memperoleh Pengetahuan
2.2.2.1. Cara Tradisional/ Non Ilmiah
Cara kuno/tradisional ini dipakai untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah/metode penemuan
secara sistematik dan logis (Susanto T, 2012). Cara- cara penemuan
pengetahuan pada periode ini yaitu:

1. Cara coba salah/ trial and error


Cara ini dipakai sebelum adanya kebudayaan/sebelum adanya
peradaban. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah. Jika tidak berhasil maka akan dicoba
dengan kemungkinan yang lain.
2. Cara kekuasaan/ otoritas
Prinsip cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebih
dahulu menguji/membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta
empiris/penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang menerima
pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya
adalah benar.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan/suatu cara
memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan pada masa yang lalu. Namun tidak semua pengalaman
pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dari
pengalaman yang benar, diperluhkan berpikir kritis dan logis.
4. Melalui jalan pikiran
Pengetahuan diperoleh dengan menggunakan jalan pikirannya,
baik induksi maupun deduksi. Induksi merupakan proses pembuatan
kesimpulan melalui pernyataann-pernyataan khusus pada umum,
sedangkan deduksi merupakan proses pembuatan kesimpulan dari
pernyataan umum ke khusus.
2.2.2.2. Cara Modern/ Ilmiah
Cara memperoleh pengetahuan yang lebih sistematik, logis dan ilmiah.
Dengan cara mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-
pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan obyek penelitiannya
(Susanto T, 2012).
2.2.3. Pengetahuan Keluarga Tentang Faktor Resiko Stroke
Tarwoto (2007) Menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi pemicu
terjadinya stroke antara lain:

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Ras & keturunan
4. Hipertensi
5. Penyaktit jantung
6. Diabetes Melitus
7. Polisitemia
8. Perokok
9. Alcohol
10. Peningkatan kolesterol
11. Obesitas
12. Kontrasepsi oral
13. Penyalahgunaan obat

2.2.4. Pengetahuan Keluarga Tentang Gejala Awal Stroke


Kejadian stroke seringkali terkesan mendadak, namun sesungguhnya tidaklah
demikian. Sebelum serangan stroke terjadi, telah ada gejala-gejala yang
memberikan petunjuk adanya resiko stroke pada diri seseorang (Lingga L, 2013).
Tanda- tanda peringatan stroke yang perluh diwaspadai antara lain:

1. Sering pusing disertai mual dan pening yang berlangsung terus menerus
meskipun telah minum obat penahan rasa sakit.
2. Muka terasa tebal, telapak kaki dan tangan kebas atau mati rasa.
3. Koordinasi anggota gerak (tangan dan kaki) tidak seperti biasanya,
misalnya sulit digerakkan.
4. Mengalami kesulitan ketika akan mengenakan sandal jepit.
5. Tangan sulit diperintah untuk meraih suatu benda atau benda yang
semula telah dipegang erat tiba-tiba jatuh.
6. Gagal meletakkan benda pada tempat yang pas.
7. Sulit ketika mengancingkan baju.
8. Tulisan menjadi jelek atau bahkan tidak bisa dibaca.
9. Mendadak mengalami kebingungan.
10. Penglihatan pada satu mata atau keduanya mendadak buram.
11. Mengalami kesulitan menelan makanan .
12. Ketika minum sering berceceran karena minuman tidak dapat masuk
kedalam mulut dengan semestinya.
13. Mengalami gangguan kognitif dan demensia ketika berkomunikasi
dengan orang lain .
14. Sering kejang, pingsan dan bahkan koma.

2.3. Perilaku Keluarga Pada Penanganan Awal Strokee


2.3.1. Definisi Perilaku Keluarga
Perilaku merupakan kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh
individu yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang diamati secara
langsung dan tidak langsung. Perilaku merupakan suatu respon organisme/
seseorang terhadap rangsangan/ stimulus dari luar objek tersebut (Friedman M,
2013).
Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap
stimulus/rangsangan yang masih bersifat terselubung/covert behavior.
Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap
stimulus/praktik yang disebut over behaviour (Friedman M, 2013).

2.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku


Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku terdiri atas:

1. Faktor predisposisi/Predisposing factors, yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan serta nilai- nilai.
2. Faktor pendukung/Enabling factors, terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas / sarana kesehatan.
3. Faktor pendorong/Reinforcing factors yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan/ petugas lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang yang
bersangkutan. (Notoatmodjo S, 2007).

Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat terjadi melalui proses


belajar (Notoatmodjo S, 2007).

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri


orang tersebut terjadi proses yang berurutan (Susanto T, 2012), yakni :

1. Kesadaran/awareness, dimana orang tersebut


menyadari/mengetahui terlebih dahulu stimulasi/objek.
2. Merasa tertarik/interest terhadap stimulasi/objek tersebut.
Dimana sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Menimbang- nimbang/evaluation terhadap baik atau tidaknya
stimulus tersebut terhadap dirinya. Sikap responden sudah lebih
baik.
4. Trial, dimana subjek sudah mulai melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga (Susanto T, 2012),


yakni:

1. Perubahan alamiah/ natural change


Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu
perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi
maka anggota masyarakat disekitarnya akan mengalami
perubahan.
2. Perubahan rencana/ planned change
Perubahan perilaku terjadi karena direncanakan sendiri
oleh subyek.
3. Kesediaan untuk berubah/ readiness to change
Perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat karena terjadi suatu
inovasi/program pembangunan. Namun ada sebagian orang yang sangat
lambat untuk menerima inovasi/perubahan tersebut. Hal ini disebabkan
karena setiap orang dalam suatu masyarakat memiliki kesediaan untuk
berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama.

2.3.3. Perilaku Sehat dan Perilaku Sakit

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon seseorang/organisme terhadap


stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo S, 2007).
Perilaku kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Perilaku pemeliharaan kesehatan/ health maintenance

Merupakan perilaku/usaha seseorang untuk memelihara/ menjaga


kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan jika sakit, yang
terdiri dari tiga aspek, antara lain:

1. Perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit bila sakit


serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan jika seseorang dalam keadaan


sehat, perluh diupayakan peningkatan kesehatan yang seoptimal
mungkin.

3. Perilaku gizi (makanan dan minuman), untuk memelihara dan


meningkatkan kesehatan juga sebaliknya dapat menurunkan
kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal
ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan
minuman tersebut.

B. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan


kesehatan/perilaku pencarian pengobatan/health seeking behavior

Perilaku ini menyangkut upaya/tindakan seseorang pada saat


menderita penyakit/kecelakaan. Perilaku/tindakan ini dimulai dari
mengobati diri sendiri/self treatment sampai mencari pengobatan keluar
negeri.

C. Perilaku kesehatan lingkungan

Terjadi jika seseorang merespon lingkungan (fisik maupun


sosial budaya), bagaimana seseorang mengelolah lingkungannya
sehingga tidak mengganggu kesehatannnya sendiri, keluarga dan
masyarakatnya.
2.3.4. Perilaku Keluarga dalam Penanganan Awal Stroke

The golden period merupakan waktu yang terbaik untuk memberikan


pertolongan kepada pasien stroke. Setelah tiga jam kejadian awal stroke,
diharapkan pasien yang terserang stroke segera mendapatkan penanganan
medis yang memadai untuk mencegah cacat permanen bahkan kematian
(Lingga L, 2013). Sebelum pasien diantar kerumah sakit, keluarga atau orang
terdekat pasien perlu melakukan tindakan pertolongan sementara untuk
menyelamatkan nyawa pasien (Lingga L, 2013), yaitu:

1. Tenangkan diri, periksa napasnya, jika tidak ada pergerakan


segera memanggil ambulance atau tenaga medis untuk
memberikan pertolongan kepada pasien sesegera mungkin di
tempat kejadian.
2. Sebelum pertolongan medis datang, keluarga dapat melakukan
pertolongan awal dengan membaringkan pasien di tempat yang
aman dan melakukan prosedur sebagai berikut:
a. Baringkan dengan hati-hati di tempat tidur yang rata dan
mengatur posisi kepala (ditinggikan 300 ) sambil tubuh
pasien diselimuti hingga sebatas pundak
b. Jika pasien dalam kondisi sadar, tenangkan diri pasien
sambil menunggu pertolongan medis datang.
c. Jika stroke didahului jatuh sehingga menyebabkan
perdarahan, hentikan perdarahan dengan menekan pada
bagian yang mengalami perdarahan selama 5 menit.
d. Jika pasien memakai gigi palsu, maka lepaskan terlebih
dahulu gigi palsu tersebut untuk memudahkan jalan
napas baginya.

3. Ketika seseorang diduga mengalami serangan stroke maka harus


dilakukan pengecekan sederhana yang disingkat FAST (Face,
Arms, Speech, Time). Segera diperhatikan wajah pasien apakah
ada yang tertarik sebelah (tidak simetris), meminta pasien
mengangkat tangan, berbicara, serta memperhatikan kapan
dimulainya serangan itu. Apabila ditemukan wajah yang tidak
simetris, tangan yang tidak dapat diangkat dan bicara tidak jelas,
maka selanjutnya harus segera menghubungi petugas
kesehatan/mengirim pasien ke sarana Kesehatan (Powers WJ,
2015).
4. Jika pasien tidak sadar, maka Ketika pasien baru mengalami
stroke sebelum di antar ke rumah sakit, yang pertama kali
dilakukan oleh keluarga yaitu melakukan pertolongan darurat
dengan cara membaringkan pasien di suatu tempat yang rata dan
keras, misalnya lantai atau kasur yang keras sambil mengamati
tanda- tanda visual pada diri pasien untuk melakukan tindakan
ABC (Airway, breathing and circulation)
a. Airway: Tindakan untuk memperlancar jalan napas
pasien, dengan cara:
1. Membuka jalan napas pasien, dengan cara:
a) Meletakkan satu tangan penolong pada dahi
korban, dan ujung telunjuk dan jari tengah
tangan yang lain diletakkan dibawah dagu
pasien.
b) Gunakan tangan untuk mendorong kepala ke
belakang dan ujung jari untuk mengangkat
dagu pasien dan menyokong rahang bawah.
2. Hilangkan sumbatan, jika ada sumbatan /obstruksi
seperti gigi palsu, makanan, cairan atau lidah yang
jatuh kebelakang.

b. Breathing: Menambahkan pasokan oksigen lewat


hidung/ mulut, dengan cara:
1. Perhatikan gerakan dada, dengarkan aliran udara.
2. Membuka mulut pasien lebar- lebar, menempatkan
mulut penolong mengelilingi mulut korban.
3. Menekan lubang hidung pasien sehingga hidungnya
tertutup.
4. Menghembuskan napas ke dalam mulut pasien
hingga terlihat pengembangan dada.
c. Chest compression: Sebelum melakukan chest
compression (kompresi dada) perhatikan napas pasien.
Jika pasien tudak bernapas atau bernapas tidak normal
maka segera lakukan kompresi dada, dengan cara:
1. Berlutut disamping pasien
2. Tentukan titik kompresi, yakni di tulang dada
setinggi kedua puting pada laki- laki atau 1/3 bagian
bawah tulang dada.
3. Lakukan kompresi dengan kedua tangan yang saling
mengunci/
4. Posisikan tubuh vertikal diatas pasien dengan lengan
lurus dan manfaatkan berat tubuh penolong sebagai
tenaga agar tidak cepat Lelah.
5. Lakukan 30 kali kompresi dada secara berirama dan
tepat dengan kedalaman minimal 5 cm dan kecepatan
lebih dari 100 kali/ menit.
6. Kurangi istirahat selama melakukan kompresi.
7. Setelah kompresi 30 kali berikan napas buatan dua
kali.
8. Rasio yang dipakai 30: 2 baik untuk 2 penolong
maupun 1 penolong.
9. Hentikan kompresi jika:
a) Bantuan telah datang
b) Penolong kelelahan
c) Pasien sadar atau meninggal

Penanganan stroke harus secepat mungkin. Stroke yang


terlambat mendapat penanganan akan mengakibatkan kelumpuhan luas
dan gangguan pada kognitif, sehingga diperlukan penanganan yang
secepat mungkin untuk menurunkan angka cacat fisik akibat stroke
(Batubara S, 2015). Pengiriman tim emergency dari sejak menerima
panggilan hingga siap diberangkatkan harus kurang dari 90 detik. Waktu
yang dibutuhkan hingga tim emergency tiba di tempat pasien (Powers
WJ, 2015).

Pasien harus segera diantar ke rumah sakit yang memiliki unit


stroke agar dapat diberikan penatalaksanaan yang tepat untuk
meminimalkan resiko dan efek dari stroke yang merugikan. Rumah sakit
yang tidak mampu melakukan prosedur penatalaksaan stroke
diharapkan agar segera menghubungi rumah sakit yang mampu dengan
tujuan agar pasien segera dirujuk dan diberikan penanganan (Pandji D,
2015).
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Pengetahuan Keluarga
Faktor
Predisposisi:
- Pengetahuan
- Sikap Gejala awal stroke :
- Kepecayaan Faktor resiko stroke : ✓ Pusing, nyeri kepala
- Tradisi, Nilai ✓ Usia, jenis kelamin mendadak, mual serta
✓ Ras dan keturunan hilangnya
✓ Penyakit jantung keseimbangan
✓ Muka terasa tebal
✓ Hipertensi
✓ Lemas mendadak
Faktor ✓ Diabetes Melitus pada tangan dan kaki
Pendukung ✓ Obesitas
(Enabling): ✓ Kebingungan
✓ Polisitemia ✓ Penglihatan kabur
- Ketersedian
sumber
✓ Perokok, Alkohol ✓ Sulit menelan
- Fasilitas / ✓ Peningkatan makanan
Sarana kolesterol ✓ Sering kejang,
kesehatan pingsan bahkan koma

Perilaku Keluarga :
Faktor
Pendorong ✓ Membaringkan pasien di tempat yang rata.
(Reainforcing): ✓ Mengatur posisi kepala (ditinggikan 300 ).
- Sikap tugas ✓ Menilai pasien dengan metode FAST
kesehatan (Face,Arms,Speech,Time).
- Perilaku ✓ Hilangkan sumbatan, jika ada sumbatan / obstruksi
tugas seperti gigi palsu, makanan, cairan atau lidah yang
kesehatan
jatuh kebelakang.
✓ Segera mengantar pasien ke fasilitas kesehatan < 3
jam setelah serangan.

Kecatatan dan kematian


Gambar.1 Kerangka konsep hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga pada
penanganan awal kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2023
Keterangan
: Berhubungan atau saling mempengaruhi
: Area yang diteliti
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan dari suatu penelitian yang
harus diuji kebenarannya (Setiadi, 2013). Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada
hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan perilaku keluarga pada
penanganan kejadian awal stroke.
BAB 4

METODE PENELITIAN

3.3 Desain Penelitian


Rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,
yang memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat memengaruhi
akurasi suatu hasil. Rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap
keputusan yang dibuat oleh penelitiberhubungan dengan bagaimana suatu penelitian
bisa diterapkan (Nursalam, 2016). Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah
korelasional yaitu jenis penelitian yang mengkaji hubungan antar variable. Penelitian
korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan yang korelatif antar variabel
(Nursalam, 2016).
Desain penelitian adalah suatu wahana untuk mencapai tujuan penelitianyang
berperan sebagai rambu–rambu yang akan menuntun peneliti atau kerangkan acuan
bagi pengkajian hubunan antara variabel peneliti (Sastroasmoro & Ismael, 2008).
Desain penelitian memberikan prosedur untuk mendapatkan informasi yang diperlukan
untuk menyusun dan menyelesaikan masalah dalam penelitian. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan rancangan penelitian crossectional. Crossectional adalah jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2016).
3.4 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling
3.4.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2016). Populasi dari penelitian ini adalah
keluarga pasien stroke yang menjalani pengobatan di instalasi rawat jalan dan
rawat inap RSUD Blambangan. Data yang didapatkan dari rekam medik RSUD
Blambangan Banyuwangi bahwa pasien stroke non hemoragik yang berobat
pada bulan Januari-Juni 2021 di instalasi rawat inap dan rawat jalan sebanyak
480 orang, jadi rata-rata pasien yang berobat tiap bulan sebanyak 80 orang.
3.4.2. Sampel Penelitian
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling. Padadasarnya ada dua syarat yang
harus dipenuhi saat menetapkan sampel yaitu representatif (mewakili) dan
sampel harus cukup banyak (Nursalam, 2016). kriteria sampel meliputi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan
tidaknya sampel tersebut digunakan.

1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitiandari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2016). Kriteria
inklusi dalam penelitian ini terdiri dari :
a) Keluarga dari pasien yang didiagnosa stroke iskemik/non
hemoragik yang dirawat di ruang rawat inap dan rawat jalan.
b) Keluarga dari pasien yang baru pertama kali mengalami stroke
c) Ada bersama pasien saat serangan stroke terjadi
d) Berusia 18 tahun keatas
e) Dapat membaca dan menulis
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,
2016). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah responden yang ada
bersama pasien saat serangan stroke terjadi namun tidak berada ditempat
penelitian.
Setelah dilakuan penentuan kriteria inklusi dan ekslusi maka didapatkan
77 sampel dengan responden yang berbeda selama 14 hari.

3.4.3. Prosedur dan Teknik Pengambilan Sampel


Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan
dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada (Nursalam, 2016). Pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan tehnik non probability sampling, jenis
accidental sampling yaitu metode pengambilan sampel dengan memilih siapa
yang kebetulan ada/ dijumpai sesuai dengan konteks penelitian (Nursalam,
2016).
Rencana pengambilan sampel sampai sedapatnya baru berhenti yang
dilakukan di instalasi rawat jalan dan rawat inap RSUD Blambangan
Banyuwangi.
Data pasien yang dirawat rata-rata perbulan 80 orang, sehingga rumus yang
digunakan dalam pengambilan sampel untuk penelitian deskriptif:

𝑁
n = 1+𝑁 (∝)2

Keterangan
n : Besar sampel
N : Besar Populasi
∝ : Ketepatan yang diinginkan Berdasarkan rumus diatas, apabila
tingkat ketepatan yang diinginkan sebesar 0,05 maka jumlah sampel yang
diperoleh adalah:
80
n = 1+80 (0,05)2

80
n = 1,2

n = 67 responden
3.5 Kerangka Kerja

Populasi :
Semua salah satu keluarga pasien stroke yang mendampingi rawat inap di
RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2023 sebanyak 80 orang

Tehnik Sampling : non probability sampling

Sampel :
Sebagian salah satu keluarga pasien stroke yang mendampingi rawat
inap di RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2023 sebanyak 67 orang

Desain Penelitian : Crossectional

Pemberian Informed Consent

Pengumpulan data melalui lembar kuesioner yang berisi pengetahuan


dan perilaku keluarga pada penanganan awal kejadian stroke

Analisa Data : Uji normalitas data

Hasil Penelitian

Laporan Penelitian

Gambar. 2 Kerangka kerja hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan
awal kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2023
3.6 Identifikasi Variabel
Variabel adalah konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai
fasilitas untuk pengukuran dan atau memanipulasi suatu penelitian (Nursalam, 2016).
Variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel independen adalah variabel yang nilainya dapat menentukan variabel
yang lain (Nursalam, 2016). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat
pengetahuan keluarga pasien stroke.
2) Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dapat ditentukan oleh variabel
lain (Nursalam, 2016). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku
keluarga pada penanganan kejadian awal stroke
3.7 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati atau diukur
itulah yang merupakan kunci dari definisi operasional. Dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti dalam melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain
(Nursalam, 2016).
Tabel 1 Hubungan pengetahuan dan perilaku keluarga pada penanganan awal
kejadian stroke di RSUD Blambangan Banyuwangi Tahun 2023

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Ukur


Penelitian Operasional
Variabel Hasil dari Pengetahuan tentang Jumlah skor minimal Interval
bebas pengertian dan faktor resiko stroke 0 dan maksimal 30 .
(Variabel pemahaman terdapat 13 pertanyaan Semakin besar nilai
Independent): keluarga terhadap dan tentang tanda dan yang didapat maka
Tingkat faktor resiko dan gejala peringatan pengetahuan
Pengetahuan peringatan gejala stroke terdiri dari keluarga baik dan
Keluarga stroke yang dapat 17pertanyaan. semakin kecil nilai
diperoleh dari Penilaian untuk yang didapat maka
beberapa sumber pertanyaan positif pengetahuan
jawaban “Ya” nilai 1 keluarga berkurang.
dan “Tidak” nilai 0
sedangkan untuk
pertanyaan negatif
jawaban “Ya” nilai 0
dan “Tidak” nilai 1.
Variabel Penanganan awal Terdapat 9 pertanyaan Jumlah skor minimal Interval
tetap stroke dirumah dalam kuesioner 0 dan
(variabel adalah tindakan tentang bagaimana maksimal 9.
dependen) : yang dilakukan keluarga mengenali Semakin besar nilai
Perilaku dari mulai stroke pada pasien dan yang didapat maka
Keluarga serangan terjadi menanganinya hingga perilaku keluarga
hingga pasien sesaat sebelum dibawa baik dan semakin
dibawa ke fasilitas ke rumah sakit. kecil nilai yang
kesehatan. Penilaian untuk didapat maka
pertanyaan positif perilaku keluarga
jawaban “Ya” nilai 1 tidak baik.
dan “Tidak” nilai 0
sedangkan untuk
pertanyaan negatif
jawaban “Ya” nilai 0
dan “Tidak” nilai 1.

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner merupakan alat
ukur berupa angket atau kuesioner dengan beberapa daftar pertanyaan berupa formulir
yang disusun untuk memperoleh data sesuai yang diinginkan peneliti (Setiadi, 2013).
Kuesioner yang digunakan terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Kuesioner A
Kuesioner A adalah tentang pengetahuan responden mengenai faktor resiko dan
peringatan gejala stroke yang ditulis oleh Dewi Rachmawati, dkk pada tahun 2017
dalam penelitiannya yang berjudul “Pengetahuan keluarga berperan terhadap
keterlambatan kedatangan pasien stroke iskemik akut di instalasi gawat darurat”.
Kuesioner ini sudah mendapat perijinan dari penulis. Terdapat 13 pertanyaan
tentang faktor resiko penyebab terjadinya stroke dan 17 pertanyaan tentang tanda
dan gejala peringatan stroke menggunakan modifikasi Stroke Regocnition
Quesstionnaire (SRQ) (Rachmawati D, 2017). Pertanyaan yang digunakan dalam
penelitian adalah petanyaan tertutup dengan alternatif jawaban ada 2 yaitu “Benar”
dan “Salah”. Penilaian yang digunakan dalam kuesioner adalah tentang faktor
resiko untuk pertanyaan positif (nomor 1,2,5,6,8,9,11,13) jawaban “Ya” nilai 1 dan
“Tidak” nilai 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif (nomor 3,4,7,10,12) jawaban
“Ya” nilai 0 dan “Tidak” nilai 1. Sedangkan penilaian pertanyaan gejala awal untuk
pertanyaan positif (nomor 1,2,4,5,6,7,9,10,11,12,13,15,16) jawaban “Ya” nilai 1
dan “Tidak” nilai 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif (nomor 3,8,14,17) jawaban
“Ya” nilai 0 dan “Tidak” nilai 1.
2. Kuesioner B
Kuesioner B adalah tentang perilaku keluarga pada penanganan awal di rumah
yang ditulis oleh Sakti Oktaria Batubara, dkk pada tahun 2015 dalam penelitiannya
yang berjudul “Hubungan antara penanganan awal dan kerusakan neurologis pasien
stroke di RSUD Kupang”. Kuesioner ini juga sudah mendapat perijinan dari
penulis. Kuesioner disusun berdasarkan pedoman dari AHA dan terdapat 9
pertanyaan dalam kuesioner tentang bagaimana keluarga mengenali stroke pada
pasien dan menanganinya hingga sesaat sebelum dibawa ke rumah sakit.
Pertanyaan yang digunakan dalam penelitian adalah petanyaan tertutup dengan
alternatif jawaban ada 2 yaitu “Ya” dan “Tidak”. Penilaian yang digunakan dalam
kuesioner adalah untuk pertanyaan positif (nomor 1,2,4,5,7,8) jawaban “Ya” nilai
1 dan “Tidak” nilai 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif (nomor 3,6 dan 9)
jawaban “Ya” nilai 0 dan “Tidak” nilai 1.
3.9 Tempat dan Waktu Penlitian
a) Tempat Penlitian
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Blambangan
Banyuwangi.
b) Waktu Penlitian
Rencana waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan
April tahun 2023.
3.10 Prosedur Pengumpulan Data
Peneliti harus melaksanakan beberapa tugas dalam proses pengumpulan data
yaitu memilih subjek, mengumpulkan data secara konsisten, mempertahankan
pengendalian dalam penelitian dan menjaga atau validitas serta menyelesaikan
masalah (Nursalam, 2016). Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi :
1) Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta surat studi
pendahuluan di PPPM STIKES Banyuwangi yang kemudian diberikan ke RSUD
Blambangan Banyuwangi.
2) Peneliti mengajukan surat ijin ke RSUD Blambangan Banyuwangi.
3) Peneliti melakukan koordinasi dengan pihak RSUD Blambangan Banyuwangi
mengenai permohonan izin pengambilan data awal dan izin penelitian.
4) Pihak RSUD Blambangan Banyuwangi memberikan izin untuk melakukan
pengambilan data awal dan penelitian.
5) Peneliti mendatangi RSUD Blambangan Banyuwangi pada bagian ruangan Rawat
Inap.
6) Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian, tujuan penelitian,
dan waktu yang dibutuhkan untuk pengisian kuesioner selama 10 – 15 menit, jika
pasien bersedia berpartisipasi dalam penelitian maka pasien diminta
menandatangani lembar informed consent.
7) Peneliti memberikan kuesioner respon spiritual pada pasien gagal ginjal kronis
pada ruangan rawat inap di RSUD Blambangan dan melakukan pendampingan
kepada responden yang mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner
8) Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden
kemudian peneliti untuk memeriksa kelengkapan pengisian, kemudian peneliti
merekap dan mengolah hasil penelitian tersebut.

3.11 Pengolahan Data dan Analisa Data


3.11.1 Pengolahan Data
Merupakan suatu proses untuk memperoleh data ringkasan berdasarkan suatu
kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan
informasi yang diperluhkan.27 Data yang telah diperoleh dilakukan pengolahan
melalui beberapa tahap:
1) Penyuntingan data/ memeriksa (editing)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh/
dikumpulkan. Dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul (Setiadi, 2013). Editing dilakukan pada kuesioner pengetahuan
responden mengenai faktor resiko dan peringatan gejala stroke dan kuesioner
perilaku keluarga pada penanganan awal di rumah.
2) Scoring
Scoring adalah dasar pemberian nilai pada data sesuai dengan skor yang telah
ditentukan setelah lembar observasional tersusun. Adapun pemberian skor dalam
penelitian ini terdapat pada kuesioner tentang pengetahuan responden mengenai
faktor resiko terdiri dari 13 pertanyaan dan peringatan gejala stroke terdiri dari 17
pertanyaan menggunakan modifikasi Stroke Regocnition Quesstionnaire (SRQ).
Pertanyaan yang digunakan dalam penelitian adalah petanyaan tertutup dengan
alternatif jawaban ada 2 yaitu “Benar” dan “Salah”. Penilaian yang digunakan
dalam kuesioner adalah tentang faktor resiko untuk pertanyaan positif (nomor
1,2,5,6,8,9,11,13) jawaban “Ya” nilai 1 dan “Tidak” nilai 0 sedangkan untuk
pertanyaan negatif (nomor 3,4,7,10,12) jawaban “Ya” nilai 0 dan “Tidak” nilai 1.
Penilaian pertanyaan gejala awal untuk pertanyaan positif (nomor
1,2,4,5,6,7,9,10,11,12,13,15,16) jawaban “Ya” nilai 1 dan “Tidak” nilai 0
sedangkan untuk pertanyaan negatif (nomor 3,8,14,17) jawaban “Ya” nilai 0 dan
“Tidak” nilai 1
Kuesioner lainnya yakni tentang perilaku keluarga pada penanganan awal di
rumah memiliki 9 item pernyataan dengan jawaban “Ya” dan “Tidak”. Pertanyaan
yang digunakan dalam penelitian adalah petanyaan tertutup dengan alternatif
jawaban ada 2 yaitu “Ya” dan “Tidak”. Penilaian yang digunakan dalam kuesioner
adalah untuk pertanyaan positif (nomor 1,2,4,5,7,8) jawaban “Ya” nilai 1 dan
“Tidak” nilai 0 sedangkan untuk pertanyaan negatif (nomor 3,6 dan 9) jawaban
“Ya” nilai 0 dan “Tidak” nilai 1.
3) Tabulation
Tabulasi adalah usaha untuk menyajikan data, terutama pengolahan data yang
akan menjurus ke analisis kuantitatif (Wasis, 2008). Tabulasi ini digunakan dalam
pengolahan data menggunakan analisa kuantitatif. Pengolahan penelitian ini
menggunakan tabel distribusi frekuensi. Peneliti mengelompokkan responsen
dalam satu tabel distribusi frekuensi agar mudah dibaca dan dianalisis. Tabel
tabulasi berupa pengetahuan dan perilaku keluarga.
4) Entry Data
Merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master
tabel/ database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau
membuat tabel kontigensi. Salah satu paket program yang sudah umum digunakan
untuk entry data adalah paket program SPSS 16.0 for windows (Setiadi, 2013).
Peneliti melakukan proses entry data atau memasukkan data berupa jawaban-
jawaban yang diperoleh dari responden sebelumnya yang sudah diberi kode (dalam
bentuk angka dan huruf) kedalam program statistik pengolahan data atau database
komputer kemudian dilakukan analisa.
5) Cleaning Data
Cleaning data merupakan kegiatan pengecekkan kembali data yang sudah di entry
untuk melihat apakah ada kesalahan atau tidak (Setiadi, 2013). Kesalahan dapat
terjadi pada kode atau ketidaklengkapan untuk selanjutnya dilakukan pembetulan
atau koreksi pada data- data oleh peneliti.
3.11.2 Analisis Data
Analisa data setelah data diolah dapat digunakan sebagai bahan
pengambilan keputusan dan penanggulangan masalah (Hidayat A, 2011).
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan univariat dan bivariat.
a) Analisis Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang diperluhkan dalam
mendeskripsikan setiap variabel dari hasil penelitian. Analisa data deskriptif
digunakan untuk meringkas, menyajikan dan mengklasifikasikan data (Stevens
P. 2006). Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengidentifikasi
pengetahuan dan perilaku pada penanganan awal kejadian stroke.Variabel
dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan keluarga dan variabel perilaku
keluarga. Uji statistik yang digunakan setelah dilakukan uji normalitas data
menggunakan kolmogorov smirnov
b) Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang menjelaskan hubungan dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo S. 2012).
Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keeratan
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku keluarga pada
penanganan awal kejadian stroke. Uji statistik yang digunakan setelah
dilakukan uji normalitas data dan hasil yang diperoleh data tidak normal maka
digunakan uji korelasi spearman rank, untuk mengukur eratnya hubungan,
dengan menggunakan rumus :
3.12 Etika Penelitian
A. Justice (Keadilan)
Justice merupakan bentuk terapi adil terhadap orang lain yang menjunjung
tinggi prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Prinsip keadilan juga diterapkan pada
Pancasila Negara Indonesia pada sila ke 5 yaitu keadilan seluruh rakyat Indonesia,
dengan ini menunjukkan bahwa prinsip keadilan adalah suatu bentuk prinsip yang
dapat menyeimbangkan dunia (Abrori, 2016). Penelitian ini berusaha bersikap adil
kepada seluruh responden.
B. Informed Consent (Persetujuan)
Informed Consent adalah informasi yang harus diberikan pada subjek secara
lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan dan memiliki hak untuk
bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden (Nursalam, 2017). Informed
Consent diberikan sebelum penelitian dilaksanakan, subjek harus diberi tahu
tentang maksud dan tujuan peneliti. Jika responden bersedia, mereka akan
menandatangani lembar persetujuan sehingga peneliti bebas dari tanggung gugat,
tetapi jika responden tidak bersedia menjadi subjek peneliti, maka peneliti tidak
boleh memaksa.
C. Amominity (Tanpa Nama)
Responden tidak perlu mencantumkan namanya di lembar pengumpulan data,
cukup hanya menulis nomor atau kode untuk menjamin kerahasiaan identitasnya
sehingga privasi responden akan terjaga.
D. Confidentialy (Kerahasiaan)
Confidentialy merupakan masalah etika pada suatu penelitian yang dilakukan
dengan memberikan jaminan kerahasiaan dari hasil penelitian, baik berupa
informasi maupun masalah – masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelopok data tertentu
saja yang akan dilaporkan pada hasil riset (Aziz, 2017).
E. Non Maleficent (Tidak Merugikan)
Non Maleficent merupakan sebuah prinsip yang memiliki arti bahwa setiap
tindakan yang dilakukan pada seseorang tidak menimbulkan kerugian baik secara
fisik maupun mental (Abrori, 2016). Dalam penelitian ini diharapkan unruk tidak
merugikan responden
F. Kejujuran (Veracity)
Jujur pada saat pengumpulan data, pustaka, metode, prosedur penelitian, hingga
publikasi hasil. Jujur pada kekurangan maupun kegagalan proses penelitian. Tidak
mengakui pekerjaan yang bukan pekerjaannya (Abrori et al, 2016).
G. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for Pearson)
Menghormati maupun menghargai orang ada dua hal yang perlu diperhatikan,
yaitu peneliti harus mempertimbangkan secara mendalam kemungkinan bahaya
dan penyalahgunaan penelitian dan melakukan perlindungan kepada responden
yang rentan terhadap bahaya penelitian (Abrori et al, 2016).
H. Beneficient (Memanfaatkan manfaat dan meminimalkan resiko)
Keharusan secara etik untuk mengusahakan manfaat sebesar – besarnya dan
memperkecil kerugian kerugian atau resiko bagi responden serta memperkecil
kesalahan dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti harus melakukan dengan tepat
serta akurat, agar responden tetap terjaga keselamatan dan kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Word health organization. The top 10 causes of death [Internet]. 2018. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/
Powers WJ, Derdeyn CP, Biller J, Coffey CS, Hoh BL, Jauch EC, et al. AHA / ASA Guideline
2015 AHA / ASA Focused Update of the 2013 Guidelines for the Early Management of
Patients With Acute Ischemic Stroke Regarding Endovascular Treatment. 2015. 1-47 p
Batubara S., Tat F. Hubungan antara penaganan awal dan kerusakan neurologis pasien stroke
di RSUD Kupang. J Keperawatan Soedirman [Internet]. 2015;10(3):143–57. Available
from: http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/185/86gmbran
Rachmawati D, Andarini S, Ningsih DK. Pengetahuan keluarga berperan terhadap
keterlambatan kedatangan pasien stroke iskemik akut di instalasi gawat darurat. J Kedokt
Brawijaya [Internet]. 2017;29(4):369–76. Available from:
http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1783/585
Fuady N, Sjattar EL, Hadju V. Pengaruh pelaksanaan discharge planning terhadap dukungan
psikososial keluarga merawat pasien stroke di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo. J JST
Kesehat. 2016;6(2):172–8.
Friedman M, Bowden V, Jones E. Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, teori & praktik. 5th
ed. Tiar E, editor. Jakarta: EGC; 2013. xxii+664.
Susanto T. Buku ajar keperawatan keluarga: Aplikasi teori pada praktik asuhan keperawatan
keluarga. Jakarta: TIM; 2012. x+227.
Tarwoto, Wartonah, Suryati E. Keperawatan medikal bedah gangguan sistem persarafan. 1st
ed. Jakarta: Sagung Seto; 2007.
Lingga L. All about stroke: Hidup sebelum dan pasca stroke. Jakarta: Kompas Gramedia; 2013.
Pandji D. Stroke bukan akhir segalanya. Jakarta: Kompas Gramedia; 2011.
Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat: Ilmu & seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2007. xi+427
Setiadi. Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. 2nd ed. Yogyakarta: Graha Ilmu;
2013. xiv+354.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis. Edisi 4.
Jakarta: Salemba Medika
Hidayat A. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. 1st ed. Jakarta: salemba
medika; 2011. 220 p.
Stevens P, Chalk A, Slevin O. Pengantar riset: Pendekatan ilmiah untuk profesi kesehatan.
Widyastuti P, Patrisia R, editors. Jakarta: EGC; 2006. xvi+284.
Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Revisi. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.
xix+243.

Anda mungkin juga menyukai