Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DM GANGRENE

Disusun Oleh:
Moh. Rafli Tegar Prayogi
NIM. 2019.02.028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Anatomi dan Fisiologi


Pankreas adalah kelenjar majemuk yang terletak berdekatan dengan duodenum.
Panjangnya sekitar 15 cm mulai dari duodenum hingga limfa, pankreas terdiri dari bagian
yang paling lebar disebut kepala, badan pankreas merupakan bagian utama pada organ
pankreas, terletak dibelakang lambung dan di depan vertebrata lumbalis, sedangkan bagian
runcing sebelah kiri disebut ekor (Batticaca, 2009). Pankreas merupakan bagian dari sistem
pencernaan yang membuat dan mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam usus, selain itu
juga meurpakan organ endokrin yang membuat dan mengeluarkan hormon ke dalam darah
untuk mengontrol metabolisme energi serta penyimpanan seluruh tubuh.
Pankreas merupakan struktur berlobus yang memiliki dua fungsi yaitu fungsi eksokrin
dan endokrin. Kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan pankreas menuju ke duktus
pankreatikus dan akhirnya ke duodenum. Sekresi ini penting untuk proses pencernaan dan
absorpsi lemak, protein dan karbohidrat. Endokrin pankreas bertanggung jawab untuk
produksi dan sekresi glukagon serta insulin, yang terjadi dalam sel-sel khusus di pulau
Langerhans.

1.2 Pengertian Gangrene


Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler.
Gangren diabetik merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus yang
disebabkan karena kerusakan jaringan nekrosis oleh emboli pembuluh darah besar arteri
bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Gangrene dapat terjadi karena adanya
neuropati dan gangguan vaskuler di daerah kaki. Gangren muncul di daerah kaki dalam
bentuk luka terbuka yang diikuti kematian jaringan setempat (Rosa dkk., 2019).

1.3 Epidemiologi
Berdasarkan data yang diperoleh dari Federasi Diabetes Internasional (IDF) (2017)
mengungkapkan bahwa jumlah penderita di Indonesia telah mencapai angka 10,3 juta
orang dan jumlah penderita di wilayah Jawa Timur pada tahun 2013 berkisar 605.974
(Riskesdas, 2018). Menurut studi epidemiologi oleh Ronald (2017) dalam Rosa dkk (2019)
mengemukakan bahwa sekitar 68% penderita gangrene diabetik berjenis kelamin laki – laki
dan 10% penderita gangrene mengalami rekuen.

1.4 Etiologi
Ulkus gangrene terbentuk karena kerusakan lokal dari sebagian epidermis atau seluruh
dermis. Gangren merupakan ulkus yang terinfeksi disertai dengan kematian jaringan.
Adanya neuropati pada kaki diabetes memudahkan terjadinya luka pada kaki akibat trauma
tajam, tumpul atau termis tanpa disadari oleh penderita, misalnya kaki tertusuk paku,
gesekan sepatu dan kompres air panas.

1.5 Klasifikasi Diabetus Mellitus


Menurut American Diabetes Assosiation (2017) menjelaskan bahwa terdapat empat
klasifikasi diabetes mellitus diantaranya, sebagai berikut:
1. Diabetes melitus tipe 1, karena kerusakan sel-β, sehingga menyebabkan
kekurangan insulin secara absolut (mutlak).
2. Diabetes melitus tipe 2, karena penurunan secara progresif sekresi insulin,
sehingga terjadinya resistensi insulin.
3. Gestational diabetes melitus (GDM), yaitu keadaan diabetes atau intoleransi
glukosa yang timbul selama masa kehamilan, biasanya berlangsung hanya
sementara atau temporer. Sekitar 4-5% umumnya terdeteksi pada atau setelah
trimester kedua.
4. Tipe tertentu lain dari diabetes karena penyebab lain, misalnya sindrom diabetes
monogenik, seperti diabetes masa anak-anak, dan atau masa remaja, penyakit
eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan diabetes dengan obat terlarang,
seperti penggunaan glukokortikoid, dalam pengobatan HIV / AIDS, atau setelah
transplantasi organ

1.6 Klasifikasi Gangren Berdasarkan Derajat Luka


Menurut Wagner (1983) dalam Muhartono dkk (2017) membagi gangrene kaki diabetic
menjadi enam tingkatan, diantaranya sebagai berikut :
1. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus “.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
1.7 Klasifikasi Berdasarkan Warna Dasar Luka Gangren
1. Red (R) : Merah
a. Warna dasar luka pink/merah.merah tua, disebut sebagai jaringan sehat,
granulasi/ epitelisasi, vaskularisasi.
b. Luka dengan dasar warna luka merah tua (granulasi) atau terang
(epitelisasi) dan selalu tampak lembab.
c. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya mudah
berdarah.
d. Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah dengan
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah
terjadinya trauma/perdarahan
2. Yellow (Y) : Kuning
a. Warna dasar luka kuning muda/ kuning kehijauan/ kuning tua/ kuning
kecoklatan, disebut sebagai jaringan mati yang lunak, fibrionilitik,
slough/slaf, evaskularisasi
b. Kondisi luka yang terkontaminasi atau terinfeksi.
c. Dalam hal ini yang harus dicermati bahwa semua luka kronis merupakan
luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi

3. Black (B) : Hitam


Jaringan yang mengalami nekrosis, avaskularisasi

1.8 Patofisiologi
Salah satu komplikasi kronik diabetes akibat hiperglikemia akan menyebabkan
penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa
tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal
melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah
menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
Kaki diabetik dapat timbul akibat adanya suatu kelainan pada saraf dan pembuluh darah
sehingga disertai dengan proses infeksi. Kelainan saraf sensori akan terjadi hilangnya rasa
yang menyebabkan penderita tidak mampu merasakan rangsangan nyeri. Luka kaki
merupakan kejadian luka yang tersering pada pasien dengan diabtes. Gejala klinisnya
biasanya berupa kombinasi kelainan syaraf atau pembuluh darah kemudian diikuti infeksi.
Infeksi inilah kemudian menjadi luka gangrene dan memperburuk keadaan. Hal tersebut
seringkali mengakibatkan kaki menjadi diamputasi.
Faktor utama yang berperan timbulnya kaki diabetic adalah angiopati, neuropati dan
infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya kaki diabetik. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki,
sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada
kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan
menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu.

1.9 Pathway

Hiperglikemi

Nyeri akut Neuropati kelainan


pembuluh darah

Proses infeksi Resiko infeksi

Kurang terpapar
informasi Ansietas

Gangguan Kerusakan jaringan,


intregitas kulit Terjadinya GANGRENE

Intoleransi
aktivitas
1.10 Manifestasi Klinis
Penderita gangrene diabteik biasanya mengalami gangguan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada daerah kai pada waktu istirahat/malam hari, sakit pada telapak
kaki setelah berjalan kemudian hilang setelah istirahat, tidak bertahan lama, kaki terasa
dingin dan luka sukar sembuh. Pada neuropati perifer didapatkan gangguan sensori dan
motoric yang ditandai dengan menurunnnya sensitifitas terhadap rasa panas, dingin,
dan sakit.

1.11 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis seperti penderita
merasa pusing, lemas, pandangan berkunang-kunang, pandangan
menjadi gelap, gemetar, keluar keringat dingin, detak jantung
meningkat, bahkan sampai kehilangan kesadaran. Bila tidak segera
ditolong maka dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa plasma penderita kurang dari
50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan
gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar
glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak menjadi
tidak mendapatkan pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi
bahkan rusak
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes
melitus tipe 1, yang dapat dialami sekitar 1-2 kali perminggu. Dari hasil
survei yang pernah dilakukan di Inggris diperkirakan 2-4% kematian
pada penderita diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh serangan
hipoglikemia. Pada diabetes melitus tipe 2, serangan hipoglikemia lebih
jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin

b. Diabetes Ketoasidosis (DKA)


Diabetes ketoasidosis (DKA) merupakan komplikasi tipe yang
umum dan dapat mengancam jiwa. DKA disebabkan oleh rendahnya
tingkat insulin sirkulasi efektif bersamaan peningkatan hormon seperti
glukagon, kortisol, katekolamin, dan hormon pertumbuhan. Kombinasi
ini dapat menyebabkan perubahan katabolik dalam metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Gangguan penggunaan glukosa dan
peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal menyebabkan
hiperglikemia. Diabetes ketoasidosis (DKA) terjadi ketika:
- Hiperglikemia, glukosa plasma >250 mg/dl (>13.88 mmol/L)
- pH vena <7,3 dan/atau bikarbonat <15mmol/L
- Tingkat keton sedang atau besar dalam urin atau darah

2. Komplikasi Kronik
a. Komplikasi Makrovaskuler
i. Penyakit Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama
mortalitas (kematian) dan morbiditas pada prediabetes dan
diabetes melitus tipe 2, mekanisme potensial stress oksidatif
memiliki efek penting pada aterogenesis dan dapat
menyebabkan oksidasi lipoprotein-low-density (LDL).
Pencegahan kejadian kardiovaskular dini melibatkan perawatan
interaktif kompleks dengan antihipertensi, agen penurun lipid,
dan pemberian asipirin dosis rendah rutin kanker
ii. Peripheral Vascular Disease (PVD)
Penyakit vaskular perifer merupakan penyakit oklusi
aterosklerotik pada ekstremitas bawah yang mengarah terjadinya
penyempitan arteri distal di lengkungan aorta. Hal ini
menyebabkan iskemia tungkai akut atau kronis PVD yang
merupakan penyebab perkembangan ulkus sekitar 50% kasus.

b. Komplikasi Mikrovaskuler
i. Neuropati diabetic
Neuropati diabetik dikaitkan dengan ulkus kaki, luka
kulit yang tidak sembuh, amputasi, dan disfungsi seksual.
Neuropati menyebabkan hilangnya sensasi pelindung pada kaki
yang menyebabkan pembentukan ulserasi dan luka ringan lain
(seperti selulitis) dan atau tulang kaki (misalnya osteomielitis)
dan gangren. Disfungsi seksual biasanya terjadi pada pasien
diabetes berusia muda karena stress oksidatif pada jaringan
kavernous
ii. Nefropati diabetic
Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi
mikrovaskuler yang paling penting. Manifestasi paling awal
adalah terdapat sejumlah kecil protein kemih (mikroalbumin)
yang tidak dapat dideteksi dalam urinalisis rutin, namun dapat
dideteksi pada pengujian spesifik. Jika pendeteksian dapat
dilakukan di fase awal, perkembangan nefropati dapat dicegah
iii. Retinopati diabetic
Retina adalah daerah paling vaskular di dalam tubuh,
karena membutuhkan oksigen tinggi untuk mengubah cahaya
menjadi energi listrik pada batang dan kerucut. Hiperglikemia
kronis dapat menyebabkan kerusakan mikrovaskular pada
pembuluh retina, karena mengakibatkan edema dan/atau
pendarahan ke dalam retina atau humor vitreus karena
permeabilitas vaskular. Faktanya, disglikemia sering terjadi
lebih awal daripada diagnosis pasien diabetes melitus, karena
hampir 20% pasien diabetes melitus yang baru didiagnosis
menunjukkan bukti retinopati
iv. Foot Ulcer Diabetic
Penderita diabetes melitus dapat mengalami masalah
dengan sirkulasi yang buruk ke kaki, akibat kerusakan pembuluh
darah. Masalah ini meningkatkan risiko ulserasi, infeksi bahkan
amputasi. Orang dengan diabetes melitus mengahadapi risiko
amputasi yang mungkin lebih dari 25 kali lebih besar
dibandingkan pada orang tanpa diabetes melitus. Dengan
penanganan yang baik, sebagian besar amputasi dapat dihindari.
Komplikasi yang sering muncul akibat terjadinya gangrene,
diantaranya adalah osteomyelitis, sepsis, dan kematian

1.12 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan neurologis
c. Pemeriksaan aliran darah
d. Pengukuran alas kaki
e. Pemeriksaan laboratorium
f. Pemeriksaa penunjang Meliputi X-Ray, EMG (electromyogtaphi)
g. Penilaian ABI

1.13 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan luka gangrene diabetik adalah mengurangi atau
menghilangkan faktor penyebab, optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi
lembab, support the host seperti halnya nutrisi, kontrol gula darah, kontrol faktor penyerta
dan meningkatkan edukasi pada pasien.
Penatalaksanaan luka dapat dilakukan dengan beberapa hal diantaranya, sebagai berikut :
1. Pencucian luka
Mencuci luka merupakan hal terpenting untuk meningkatkan/
memperbaikidan mempercepat proses penyembuhan dan menghindari infeksi,
proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrotik, cairan luka
yang berlebihan, sisa balutan, dan sisa metabolic tubuh pada permukaan luka.
Cairan terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah cairan nontoksik
misalnya Nacl 0,9%. Penggunaan hydrogen peroksida, larutan hipoklorit
sebaiknya hanya digunakan pada jaringan nekrotik dan tidak digunakan pada
jaringan granulasi. Cairan antiseptic seperti yodium sebaiknya hanya digunakan
saat luka terinfeksi dan harus dilakukan pembilasan kembali dengan Nacl 0,9%.
2. Debridement
Debridement atau nekrotomi adalah membuang jaringan nekrotik /
slough pada luka. Secara alami tubuh akan membuang sendiri jaringan
nekrotik/slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis) namun daerah
pada luka ganggren merupakan hal yang prinsip harus dilakukan untuk
mempercepat proses epitilisasi/ granulasi. Hal yang menjadi perhatian
perawatan saat melakukan nekrotomi adalah pembuluh darah (jangan sampai
merusak pembuluh darah) bila ragu-ragu lakukan kolaborasi dengan tim medis
untuk tindakan debridement di ruang bedah.
3. Perawatan kulit di sekitar luka.
Melindungi kulit disekitar luka adalah penting untuk menghindari
terjadinya luka baru karena pada perawatan luka kronis seperti luka genggren
diabetes pembalutan akan membutuhkan waktu yang cukup lama, pengunaan
zincoksida salep cukup efektif untuk melindungi kulit sekitar luka dari cairan
/eksudat, hanya memerlukan biaya yang cukup mahal. Untuk
meminimalkannya perawat dapat melakukan pencucian kulit sekitar luka
dengan Nacl 0,9%, bila eksudat berlebihan pertimbangkan untuk mengganti
balutan 2 ± 3 kali sehari, untuk kulit yang kering beri lotion atau minyak
4. Pemilihan jenis balutan
Pemilihan jenis balutan bertujuan untuk mempertahankan suasana
lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan,
absorpsi eksudat / cairan luka yang keluar berlebihan dan membuang jaringan
nekrotik. Jenis balutan topical terapi (occlusive dressing) antara lain:
a. Absorbent dressing merupakan jenis balutan yang dapat menyerap
jumlah cairan luka paling banyak, berfungsi sebagai hemostatis tubuh
jika terjadi perdarahan dan merupakan barier terhadap kontaminasi oleh
pseudomonas
b. Hidro actif gel adalah jenis topical terpi yang membantu proses
peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolitik
debridement) contoh: duoderm gel
c. Hidro colloid merupakan jenis balutan yang berfungsi untuk
mempertahankan luka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari
trauma dan menghindarkan kontaminasi, digunakan pada keadaan luka
berwarna merah.
Jenis balutan occlusive dressing seperti yang diuraikan diatas mampu
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan kelembaban yang optimal,
saat penggantian balutan akan tampak peluruhan jaringan nekrotik, slough dasar
luka bersih, namun pembalut tersebut memerlukan biaya yangcukup mahal dan
tim kesehatan lain belum seluruhnya tersosialisasi sehingga terkadang menjadi
perdebatan. Untuk mempertahankan kelembaban luka dan meminimalkan biaya
dapat dipergunakan kassa steril biasa (conventional) dengan madu sebagi
topical terapi dengan justifikasi bahwa madu mengandung potassium sebagai
antiseptik, bersifat absorbent (menarik cairan luka) hal ini terjadi karena adanya
perbedaan osmolalitas antara madu dan cairan tubuh (cairan luka) sehingga
madu dapat menarik cairan pada luka serta dapat mempertahankan kelembaban
luka.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan untuk
mendapatkan informasi dan data – data terkait pasien pasien yang kemudian hasil data
tersebut diidentifikasi dan dikaji sesuai kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi
pasien baik bio, psiko, sosio, dan kultural.
1. Identitas
Untuk mengetahui latar belakang pasien mengenai nama, jenis kelamin,
alamat, status perkawinan pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya tentang
pasien
2. Keluhan Utama
Keluahan utamanya jika dalam kondisi hiperglikemi biasanya mengeluhkan
penglihtaan kabur, lemas, rasa haus, banyak kencing dan dehidrasi. Namun,
apabila dalam kondisi hipoglikemi, pasien biasanya mengeluhkan tremor,
takikardu, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah berkonsentrasi, perubahan
emosional, penurunan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengenai proses perjalanan penyakit yang dapat mempengaruhi status
kondisi terkini pada pasien. Pada umumnya pasien MRS dengan keluhan utama
gatal – gatal pada kulit yang disertai bisu kemudian lama tidak sembuh, adanya
rasa kesemutan. Berat, mata terasa kabur, dan kelemahan tubuh. Pasien juga
mengeluhkan poliuri, polidipsi, anoreksia, mual dan muntah, BB menurun,
diare terkadang disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirarahat,
merasa kehausan, dan pusing/sakit kepala.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan adanya penyebab gangrene maupun diabetes mellitus dapat
terjadi saat kehamilan, kelainan pancreas, gangguan penerimaan insulin,
gangguan hormonal, konsumsi obat – obatan seperti glukokortiroid, thiazide,
beta bloker, dan lain sebagainya.
5. Riwayat Keshatan Keluarga
Adanya riwayat genetik atau anggota keluarga yang memiliki penyakit
diabetes mellitus
6. Pola Fungsi Kesehatan
Untuk mengetahui pola dalam kehidupan sehari – hari pasien yang dapat
mempengaruhi keadaan kesehatan pasien yang dinilai dari berbagai aspek
diantaranya nutrisi, eliminasi, aktivitas, istirahat, kebersihan diri, kognitif,
konsep diri, hubungan peran, seksualitas, koping, dan keyakinan.
7. Status Kesehatan Umum
Mengkaji keadaan umum pasien, tingkat kesadaran, tanda – tanda vital
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan secara obyektif untuk mendapatkan data
terkait kondisi pasien yang meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi.
Biasanya pada bagian – bagian tertentu seperti sistem muskuloskeletas telah
mengalami berbagai masalah seperti adanya jejas, jaringan nekrotik, luka, dan
lain sebagainya.
9. Pemerikasaan Penunjang
Pemeriksaan yang digunakan untuk menguatkan status kondisi pasien
seperti adanya pemeriksaan radiologi X-ray, CT Scan dan lain sebagainya.

2.2 Diagnosa Keperawatan


a. D. 0054 Gangguan integritas kulit
b. D.0077 Nyeri akut
c. D. 0056 Intoleransi aktivitas
d. (D.0080) Ansietas
e. (D.0142) Resiko infeksi

Anda mungkin juga menyukai