Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN STASE BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN GANGREN PEDIS SINISTRA

oleh :

Melati Kusuma Dewi, S.Kep

NIM 202311101026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
LAPORAN PENDAHULUAN GANGREN PEDIS SINISTRA

Disusun guna untuk memnuhi tugas stase Keperawatan Bedah pada program
Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember

oleh :

Melati Kusuma Dewi, S.Kep

NIM 202311101026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
BAB. 1 LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Anatomi dan Fisiologi


Pankreas adalah kelenjar majemuk yang terletak berdekatan dengan
duodenum. Panjangnya sekitar 15 cm mulai dari duodenum hingga limfa,
pankreas terdiri dari bagian yang paling lebar disebut kepala, badan pankreas
merupakan bagian utama pada organ pankreas, terletak dibelakang lambung
dan di depan vertebrata lumbalis, sedangkan bagian runcing sebelah kiri
disebut ekor (Batticaca, 2009). Pankreas merupakan bagian dari sistem
pencernaan yang membuat dan mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam
usus, selain itu juga meurpakan organ endokrin yang membuat dan
mengeluarkan hormon ke dalam darah untuk mengontrol metabolisme energi
serta penyimpanan seluruh tubuh.
Pankreas merupakan struktur berlobus yang memiliki dua fungsi yaitu
fungsi eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin mengeluarkan cairan
pankreas menuju ke duktus pankreatikus dan akhirnya ke duodenum. Sekresi
ini penting untuk proses pencernaan dan absorpsi lemak, protein dan
karbohidrat. Endokrin pankreas bertanggung jawab untuk produksi dan
sekresi glukagon serta insulin, yang terjadi dalam sel-sel khusus di pulau
Langerhans.
1.2 Pengertian Gangren
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler.
Gangren diabetik merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus
yang disebabkan karena kerusakan jaringan nekrosis oleh emboli pembuluh
darah besar arteri bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Gangrene
dapat terjadi karena adanya neuropati dan gangguan vaskuler di daerah kaki.
Gangren muncul di daerah kaki dalam bentuk luka terbuka yang diikuti
kematian jaringan setempat (Rosa dkk., 2019).

1.3 Epidemiologi
Berdasarkan data yang diperoleh dari Federasi Diabetes Internasional
(IDF) (2017) mengungkapkan bahwa jumlah penderita di Indonesia telah
mencapai angka 10,3 juta orang dan jumlah penderita di wilayah Jawa Timur
pada tahun 2013 berkisar 605.974 (Riskesdas, 2018). Menurut studi
epidemiologi oleh Ronald (2017) dalam Rosa dkk (2019) mengemukakan
bahwa sekitar 68% penderita gangrene diabetik berjenis kelamin laki – laki
dan 10% penderita gangrene mengalami rekuen.

1.4 Etiologi
Ulkus gangrene terbentuk karena kerusakan lokal dari sebagian epidermis
atau seluruh dermis. Gangren merupakan ulkus yang terinfeksi disertai
dengan kematian jaringan. Adanya neuropati pada kaki diabetes memudahkan
terjadinya luka pada kaki akibat trauma tajam, tumpul atau termis tanpa
disadari oleh penderita, misalnya kaki tertusuk paku, gesekan sepatu dan
kompres air panas.
1.5 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Assosiation (2017) menjelaskan bahwa
terdapat empat klasifikasi diabetes mellitus diantaranya, sebagai berikut:
1 Diabetes melitus tipe 1, karena kerusakan sel-β, sehingga menyebabkan
kekurangan insulin secara absolut (mutlak).
2 Diabetes melitus tipe 2, karena penurunan secara progresif sekresi
insulin, sehingga terjadinya resistensi insulin.
3 Gestational diabetes melitus (GDM), yaitu keadaan diabetes atau
intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, biasanya
berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% umumnya
terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.
4 Tipe tertentu lain dari diabetes karena penyebab lain, misalnya sindrom
diabetes monogenik, seperti diabetes masa anak-anak, dan atau masa
remaja, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan diabetes
dengan obat terlarang, seperti penggunaan glukokortikoid, dalam
pengobatan HIV / AIDS, atau setelah transplantasi organ

1.6 Klasifikasi Gangren Berdasarkan Derajat Luka


Menurut Wagner (1983) dalam Muhartono dkk (2017) membagi
gangrene kaki diabetic menjadi enam tingkatan, diantaranya sebagai
berikut :
1 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan
2 disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,callus “.
3 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
4 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
5 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
6 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
7 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
1.7 Klasifikasi Berdasarkan Warna Dasar Luka Gangren
1 Red (R) : Merah
a. Warna dasar luka pink/merah.merah tua, disebut sebagai jaringan
sehat, granulasi/ epitelisasi, vaskularisasi.
b. Luka dengan dasar warna luka merah tua (granulasi) atau terang
(epitelisasi) dan selalu tampak lembab.
c. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya
mudah berdarah.
d. Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah dengan
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan
mencegah terjadinya trauma/perdarahan

2 Yellow (Y) : Kuning


a. Warna dasar luka kuning muda/ kuning kehijauan/ kuning tua/
kuning kecoklatan, disebut sebagai jaringan mati yang lunak,
fibrionilitik, slough/slaf, evaskularisasi
b. Kondisi luka yang terkontaminasi atau terinfeksi.
c. Dalam hal ini yang harus dicermati bahwa semua luka kronis
merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi
3 Black (B) : Hitam
Jaringan yang mengalami nekrosis, avaskularisasi

1.8 Patofisiologi
Salah satu komplikasi kronik diabetes akibat hiperglikemia akan
menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan
dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak
akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian
dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol.
Sorbitol akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
Kaki diabetik dapat timbul akibat adanya suatu kelainan pada saraf dan
pembuluh darah sehingga disertai dengan proses infeksi. Kelainan saraf
sensori akan terjadi hilangnya rasa yang menyebabkan penderita tidak mampu
merasakan rangsangan nyeri. Luka kaki merupakan kejadian luka yang
tersering pada pasien dengan diabtes. Gejala klinisnya biasanya berupa
kombinasi kelainan syaraf atau pembuluh darah kemudian diikuti infeksi.
Infeksi inilah kemudian menjadi luka gangrene dan memperburuk keadaan.
Hal tersebut seringkali mengakibatkan kaki menjadi diamputasi.
Faktor utama yang berperan timbulnya kaki diabetic adalah angiopati,
neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya
kaki diabetik. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati
akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan
darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan
merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.

Clinical Pathway
Hiperglikemi

Nyeri Akut Neuropati Kelainan


Pembuluh Darah

Proses Infeksi Resiko Infeksi

Kurang Terpapar Informasi Ansietas

Gangguan Kerusakan jaringan,


Integritas Kulit terjadinya Gangren

Intoleransi
Aktivitas
1.9 Manifestasi Klinis
Penderita gangrene diabteik biasanya mengalami gangguan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada daerah kai pada waktu istirahat/malam hari, sakit pada
telapak kaki setelah berjalan kemudian hilang setelah istirahat, tidak bertahan
lama, kaki terasa dingin dan luka sukar sembuh. Pada neuropati perifer
didapatkan gangguan sensori dan motoric yang ditandai dengan
menurunnnya sensitifitas terhadap rasa panas, dingin, dan sakit.

1.10 Komplikasi
1 Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis seperti penderita
merasa pusing, lemas, pandangan berkunang-kunang, pandangan
menjadi gelap, gemetar, keluar keringat dingin, detak jantung
meningkat, bahkan sampai kehilangan kesadaran. Bila tidak segera
ditolong maka dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa plasma penderita kurang
dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah
menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas
50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-
sel otak menjadi tidak mendapatkan pasokan energi sehingga tidak
dapat berfungsi bahkan rusak
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes melitus
tipe 1, yang dapat dialami sekitar 1-2 kali perminggu. Dari hasil survei
yang pernah dilakukan di Inggris diperkirakan 2-4% kematian pada
penderita diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh serangan
hipoglikemia. Pada diabetes melitus tipe 2, serangan hipoglikemia
lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi
insulin
b. Diabetes Ketoasidosis (DKA)
Diabetes ketoasidosis (DKA) merupakan komplikasi tipe yang
umum dan dapat mengancam jiwa. DKA disebabkan oleh rendahnya
tingkat insulin sirkulasi efektif bersamaan peningkatan hormon seperti
glukagon, kortisol, katekolamin, dan hormon pertumbuhan.
Kombinasi ini dapat menyebabkan perubahan katabolik dalam
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Gangguan penggunaan
glukosa dan peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal
menyebabkan hiperglikemia. Diabetes ketoasidosis (DKA) terjadi
ketika:
- Hiperglikemia, glukosa plasma >250 mg/dl (>13.88 mmol/L)
- pH vena <7,3 dan/atau bikarbonat <15mmol/L
- Tingkat keton sedang atau besar dalam urin atau darah

2 Komplikasi Kronik
Komplikasi Makrovaskuler
a. Penyakit Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama mortalitas
(kematian) dan morbiditas pada prediabetes dan diabetes melitus tipe
2, mekanisme potensial stress oksidatif memiliki efek penting pada
aterogenesis dan dapat menyebabkan oksidasi lipoprotein-low-density
(LDL). Pencegahan kejadian kardiovaskular dini melibatkan
perawatan interaktif kompleks dengan antihipertensi, agen penurun
lipid, dan pemberian asipirin dosis rendah rutin kanker
b. Peripheral Vascular Disease (PVD)
Penyakit vaskular perifer merupakan penyakit oklusi aterosklerotik
pada ekstremitas bawah yang mengarah terjadinya penyempitan arteri
distal di lengkungan aorta. Hal ini menyebabkan iskemia tungkai akut
atau kronis PVD yang merupakan penyebab perkembangan ulkus
sekitar 50% kasus.

Komplikasi Mikrovaskuler
a. Neuropati diabetik
Neuropati diabetik dikaitkan dengan ulkus kaki, luka kulit yang tidak
sembuh, amputasi, dan disfungsi seksual. Neuropati menyebabkan
hilangnya sensasi pelindung pada kaki yang menyebabkan
pembentukan ulserasi dan luka ringan lain (seperti selulitis) dan atau
tulang kaki (misalnya osteomielitis) dan gangren. Disfungsi seksual
biasanya terjadi pada pasien diabetes berusia muda karena stress
oksidatif pada jaringan kavernous
b. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskuler
yang paling penting. Manifestasi paling awal adalah terdapat sejumlah
kecil protein kemih (mikroalbumin) yang tidak dapat dideteksi dalam
urinalisis rutin, namun dapat dideteksi pada pengujian spesifik. Jika
pendeteksian dapat dilakukan di fase awal, perkembangan nefropati
dapat dicegah
c. Retinopati diabetik
Retina adalah daerah paling vaskular di dalam tubuh, karena
membutuhkan oksigen tinggi untuk mengubah cahaya menjadi energi
listrik pada batang dan kerucut. Hiperglikemia kronis dapat
menyebabkan kerusakan mikrovaskular pada pembuluh retina, karena
mengakibatkan edema dan/atau pendarahan ke dalam retina atau
humor vitreus karena permeabilitas vaskular. Faktanya, disglikemia
sering terjadi lebih awal daripada diagnosis pasien diabetes melitus,
karena hampir 20% pasien diabetes melitus yang baru didiagnosis
menunjukkan bukti retinopati
d. Foot Ulcer Diabetic
Penderita diabetes melitus dapat mengalami masalah dengan sirkulasi
yang buruk ke kaki, akibat kerusakan pembuluh darah. Masalah ini
meningkatkan risiko ulserasi, infeksi bahkan amputasi. Orang dengan
diabetes melitus mengahadapi risiko amputasi yang mungkin lebih
dari 25 kali lebih besar dibandingkan pada orang tanpa diabetes
melitus. Dengan penanganan yang baik, sebagian besar amputasi
dapat dihindari. Komplikasi yang sering muncul akibat terjadinya
gangrene, diantaranya adalah osteomyelitis, sepsis, dan kematian

1.11 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan neurologis
c. Pemeriksaan aliran darah
d. Pengukuran alas kaki
e. Pemeriksaan laboratorium
f. Pemeriksaa penunjang
Meliputi X-Ray, EMG (electromyogtaphi)
g. Penilaian ABI

1.12 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan luka gangrene diabetik adalah mengurangi atau
menghilangkan faktor penyebab, optimalisasi suasana lingkungan luka
dalam kondisi lembab, support the host seperti halnya nutrisi, kontrol gula
darah, kontrol faktor penyerta dan meningkatkan edukasi pada pasien.
Penatalaksanaan luka dapat dilakukan dengan beberapa hal diantaranya,
sebagai berikut :
1 Pencucian luka
Mencuci luka merupakan hal terpenting untuk meningkatkan/
memperbaikidan mempercepat proses penyembuhan dan menghindari
infeksi, proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan
nekrotik, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan, dan sisa metabolic
tubuh pada permukaan luka. Cairan terbaik dan teraman untuk mencuci
luka adalah cairan nontoksik misalnya Nacl 0,9%. Penggunaan
hydrogen peroksida, larutan hipoklorit sebaiknya hanya digunakan pada
jaringan nekrotik dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan
antiseptic seperti yodium sebaiknya hanya digunakan saat luka
terinfeksi dan harus dilakukan pembilasan kembali dengan Nacl 0,9%.
2 Debridement
Debridement atau nekrotomi adalah membuang jaringan nekrotik /
slough pada luka. Secara alami tubuh akan membuang sendiri jaringan
nekrotik/slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis) namun
daerah pada luka ganggren merupakan hal yang prinsip harus dilakukan
untuk mempercepat proses epitilisasi/ granulasi. Hal yang menjadi
perhatian perawatan saat melakukan nekrotomi adalah pembuluh darah
(jangan sampai merusak pembuluh darah) bila ragu-ragu lakukan
kolaborasi dengan tim medis untuk tindakan debridement di ruang
bedah.
3 Perawatan kulit di sekitar luka.
Melindungi kulit disekitar luka adalah penting untuk menghindari
terjadinya luka baru karena pada perawatan luka kronis seperti luka
genggren diabetes pembalutan akan membutuhkan waktu yang cukup
lama, pengunaan zincoksida salep cukup efektif untuk melindungi kulit
sekitar luka dari cairan /eksudat, hanya memerlukan biaya yang cukup
mahal. Untuk meminimalkannya perawat dapat melakukan pencucian
kulit sekitar luka dengan Nacl 0,9%, bila eksudat berlebihan
pertimbangkan untuk mengganti balutan 2 ± 3 kali sehari, untuk kulit
yang kering beri lotion atau minyak
4 Pemilihan jenis balutan
Pemilihan jenis balutan bertujuan untuk mempertahankan suasana
lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses
penyembuhan, absorpsi eksudat / cairan luka yang keluar berlebihan
dan membuang jaringan nekrotik. Jenis balutan topical terapi (occlusive
dressing) antara lain:
a. Absorbent dressing merupakan jenis balutan yang dapat menyerap
jumlah cairan luka paling banyak, berfungsi sebagai hemostatis
tubuh jika terjadi perdarahan dan merupakan barier terhadap
kontaminasi oleh pseudomonas
b. Hidro actif gel adalah jenis topical terpi yang membantu proses
peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolitik
debridement) contoh: duoderm gel
c. Hidro colloid merupakan jenis balutan yang berfungsi untuk
mempertahankan luka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari
trauma dan menghindarkan kontaminasi, digunakan pada keadaan
luka berwarna merah.
Jenis balutan occlusive dressing seperti yang diuraikan diatas
mampu mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan kelembaban
yang optimal, saat penggantian balutan akan tampak peluruhan jaringan
nekrotik, slough dasar luka bersih, namun pembalut tersebut
memerlukan biaya yangcukup mahal dan tim kesehatan lain belum
seluruhnya tersosialisasi sehingga terkadang menjadi perdebatan.
Untuk mempertahankan kelembaban luka dan meminimalkan biaya
dapat dipergunakan kassa steril biasa (conventional) dengan madu
sebagi topical terapi dengan justifikasi bahwa madu mengandung
potassium sebagai antiseptik, bersifat absorbent (menarik cairan luka)
hal ini terjadi karena adanya perbedaan osmolalitas antara madu dan
cairan tubuh (cairan luka) sehingga madu dapat menarik cairan pada
luka serta dapat mempertahankan kelembaban luka.
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan
untuk mendapatkan informasi dan data – data terkait pasien pasien yang
kemudian hasil data tersebut diidentifikasi dan dikaji sesuai kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi pasien baik bio, psiko, sosio, dan kultural.
1. Identitas
Untuk mengetahui latar belakang pasien mengenai nama, jenis kelamin,
alamat, status perkawinan pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya
tentang pasien.
2. Keluhan Utama
Keluahan utamanya jika dalam kondisi hiperglikemi biasanya
mengeluhkan penglihtaan kabur, lemas, rasa haus, banyak kencing dan
dehidrasi. Namun, apabila dalam kondisi hipoglikemi, pasien biasanya
mengeluhkan tremor, takikardu, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah
berkonsentrasi, perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengenai proses perjalanan penyakit yang dapat mempengaruhi status
kondisi terkini pada pasien. Pada umumnya pasien MRS dengan keluhan
utama gatal – gatal pada kulit yang disertai bisu kemudian lama tidak
sembuh, adanya rasa kesemutan. Berat, mata terasa kabur, dan
kelemahan tubuh. Pasien juga mengeluhkan poliuri, polidipsi, anoreksia,
mual dan muntah, BB menurun, diare terkadang disertai nyeri perut,
kram otot, gangguan tidur/istirarahat, merasa kehausan, dan pusing/sakit
kepala.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kemungkinan adanya penyebab gangrene maupun diabetes mellitus
dapat terjadi saat kehamilan, kelainan pancreas, gangguan penerimaan
insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat – obatan seperti
glukokortiroid, thiazide, beta bloker, dan lain sebagainya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat genetik atau anggota keluarga yang memiliki penyakit
diabetes mellitus.
6. Pola Fungsi Kesehatan
Untuk mengetahui pola dalam kehidupan sehari – hari pasien yang dapat
mempengaruhi keadaan kesehatan pasien yang dinilai dari berbagai
aspek diantaranya nutrisi, eliminasi, aktivitas, istirahat, kebersihan diri,
kognitif, konsep diri, hubungan peran, seksualitas, koping, dan
keyakinan.
7. Status Kesehatan Umum
Mengkaji keadaan umum pasien, tingkat kesadaran, tanda – tanda vital
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan secara obyektif untuk mendapatkan data
terkait kondisi pasien yang meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi.
Biasanya pada bagian – bagian tertentu seperti sistem muskuloskeletas
telah mengalami berbagai masalah seperti adanya jejas, jaringan
nekrotik, luka, dan lain sebagainya.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang digunakan untuk menguatkan status kondisi pasien
seperti adanya pemeriksaan radiologi X-ray, CT Scan dan lain
sebagainya.

2.1 Diagnosa Keperawatan


a. D. 0054 Gangguan integritas kulit
b. D.0077 Nyeri akut
c. D. 0056 Intoleransi aktivitas
d. (D.0080) Ansietas
e. (D.0142) Resiko infeksi
Perencan

No Diagnosa Luaran Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. D. 0054 Gangguan Tujuan : Perawatan Luka
Integritas Kulit Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
selama 3 x 24 jam, maka gangguan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan
kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil : integritas kulit
Integritas Kulit dan Jaringan (L. 14125) 2. Ubah posisi 2 jam jika tirah baring
1. Kerusakan jaringan menurun pada skala 3. Hindari produk berbahan dasar alcohol
5 pada kulit kering
2. Kerusakan lapisan kulit menurun pada 4. Anjurkan menggunakan pelembab
skala 5 5. Anjurkan minum air yang cukup
3. Nyeri menurun pada skala 5 6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

2. D.0077 Nyeri Akut Tujuan : Manajemen Nyeri (I..08238)


Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
selama 3 x 24 jam, maka nyeri pasien dapat frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
teratasi dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri menurun pada skala 5 4. Identifikasi faktor yang memperberat
2. Meringis menurun pada skala 5 dan memperingan nyeri
3. Sikap proteksit menurun pada skala 5 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
4. Gelisah menurun pada skala 5 tentang nyeri
5. Kesulitan tidur menurun pada skala 5 6. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
7. Berikan teknik nonframakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
8. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
9. Fasilitasi istirahat tidur
10. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
11. Jelaskan strategi meredekan nyeri
12. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
3. D. 0056 Intoleransi Tujuan : Manajemen Energi (I.05178)
Aktivitas Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1. Idnetifikasi gangguan fungsi tubuh
selama 3 x 24 jam, maka toleransi aktivitas yang mengakibatkan kelelahan
pasien meningkat dengan kriteria hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Toleransi Aktivitas (L.05047) 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi meningkat pada skala 5 4. Lakukan rentang gerak aktif dan/atau
2. Keluhan lelah menurun pada skala 5 pasif
3. Dispnea saat aktivitas menurun pada 5. Berikan aktivitas distraksi yang
skala 5 menenangkan
4. Dispnea setelah aktivitas menurun pada 6. Anjurkan tirah baring
skala 5 7. Anjurkan melakukan aktivitas secara
5. Perasaan lemah menurun pada skala 5 bertahap
8. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
9. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

Edukasi Latihan Fisik (I.12389)


1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
2. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya
5. Jelaskan manfaat kesehatan dan efek
fisiologis olahraga
6. Jelaskan jenis latihan yang sesuai
dengan kondisi kesehatan
7. Ajarkan teknik pernapasan yang tepat
untuk memaksimalkan penyerapan
oksigen selama latihan fisik

4. (D.0080) Ansietas Tujuan : Terapi Relaksasi (I.09326)


Setelah diberi asuhan keperawatan selama
1. Jelaskan terapi relaksasi nafas dalam
3x24 jam, maka ansietas pasien teratasi
yang akan diberikan
dengan
2. Anjurkan mengambil posisi yang
Kriteria Hasil :
Tingkat Ansietas (L.09093) nyaman
1. Verbalisasi kebingungan menurun skala 3. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
5 relaksasi
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang 4. Anjurkan sering mengulangi dan
dihadapi menurun skala 5 melatih teknik tersebut
3. Perilaku gelisah menurun skala 5 5. Demontrasikan teknik relaksasi nafas
4. Perilaku tegang menurun skala 5 dalam

5. (D.0142) Resiko Infeksi Tujuan : Pencegahan Infeksi (I. 14539)


Setelah diberi asuhan keperawatan selama 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
3x24 jam, maka resiko infeksi pasien teratasi dan sistemik
dengan, 2. Berikan perawatan luka pada area
Kriteria Hasil : edema
Tingkat Infeksi (L.14137) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudak
1. Kemerahan menunrun skala 5 kontak dengan pasien dan lingkungan
2. Nyeri menunrun skala 5 4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
3. Bengkak menunrun skala 5 berisiko tinggi
4. Kadar sel darah putih membaik skala 5 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Kultur area luka membaik skala 5 6. Ajarkan cuci tangan dengan benar
Kontol Risiko ( L.14128) 7. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
1. Kemampuan mencari informasi tentang atau luka operasi
faktor risiko meningkat skala 5 8. Anjurkan meningkatkan asupan nuttrisi
2. Kemampuan mengidentifikasi dan cairan
melakukan strategi kontrol risiko
meningkat skala 5
3. Kemampuan menghindari faktor risiko
meningkat skala 5
4. Pemantauan perubahan status kesehatan
meningkat skala 5
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Assotiation. 2017. Standart of Medical Care in Diabetes


2017.Vol 40. USA : ADA
Auliana, A. dkk. 2015. Pengaruh Deperesi terhadap Perbaikan Ulkus Kaki
Diabetik. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2(4) : 1-5
Badescu, dkk. 2016. The association between Diabetes Mellitus and Depression.
Journal Of Medicine And Life. 9(4) : 120-125
Chew, dkk. 2016. Diabetes-Related Distress, Depression and DistressDepression
among Adults with Type 2 Diabetes Melitus in Malaysia. PLOS ONE.
11(3): 1-16
DiGiulio & MJackson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha
Publishing
Potter & Perry. 2016. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta : EGC
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
Rosa, dkk. 2019. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Timbulnya
Gangrene Pada Pasien Diabetes Mellitus Di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Semarang. Jurnal jesehatan Masyarakat. 7(1) : 192 -202

Anda mungkin juga menyukai