A. Pengertian
Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian
permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea, diskontinuitas jaringan
kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Terbentuknya ulkus kornea
diakibatkan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang (Ruly, 2018)
B. Etiologi
Penyebab ulkus kornea antara lain sebagai berikut (Ruly, 2018):
1. Infeksi bakteri
Bakteri yang sering menyebabkan ulkus kornea adalah Streptokokus alfa
hemolitik, Stafilokokus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas
aeroginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp, Streptokokus anaerobic,
Streptokokus beta hemolitik, Enterobakter hafniae, Proteus sp, Stafilokokus
epidermidis, infeksi campuran Erogenes dan Stafilokokus aureus.
2. Infeksi jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan
spesies mikosis fungoides
3. Infeksi virus
Ulkus kornea yang disebabkan oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga
terjadi pada bentuk disciform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.
Infeksi virus lainnya adalah virus varicella-zoster, variola, vacinia.
4. Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin
A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
5. Alergi berat dan penyakit kolagen vaskuler
6. Faktor eksternal yaitu luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ulkus kornea yang mungkin timbul (llyas, 2015):
1. Gejala subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
b. Sekret mukopurulen
c. Merasa ada benda asing di mata
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
2. Gejala objektif
a. Injeksi silier
b. Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat
c. Hipopion
D. Patofisiologi
Patofisiologi ulkus kornea melibatkan segala hal yang dapat menyebabkan
defek pada epitel kornea. Tahap terjadinya kerusakan sampai dengan timbulnya
ulkus kornea adalah:
Tahap awal berupa reaksi badan kornea yang segera bekerja sebagai
makrofag, disertai dilatasi pembuluh darah pada limbus dengan tampakan
injeksi perikornea
Tahap infiltrasi berupa proses peradangan, yaitu infiltrasi sel
polimorfonuklear, sel mononuklear, dan sel plasma, yang dapat disertai dengan
kondisi nekrosis. Akan muncul tampakan bercak kelabu yang keruh dengan
batas tidak jelas
Tahap ulseratif aktif berupa edema lapisan kornea karena eksudasi
purulen, kongesti, dan hiperemis pada pembuluh darah sekitar kornea
Tahap regresi berupa mekanisme defensif dari sel kornea untuk perbaikan
dan biasanya akan menimbulkan jaringan parut berupa kornea yang opak
(Farida, 2015)
E. Pathway
Infeksi kornea
Ulkus kornea
Meningkatkan
Peningkatan TIO Pengobatan Ruptur kornea
pertumbuhan
pembuluh darah baru menginvasi sampai
ke membran
bowmen Perforasi kornea
Nyeri akut
Streptokokok pneumonia
Streptokokok alfa hemolitik
Pseudomonas aeroginosa
Klebaiella Pneumonia
Spesies Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri
patogen opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit,
periokular, sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada keadaan
sistem barier kornea normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada
kelompok ini adalah :
Stafilokukkus epidermidis
Streptokokok Beta Hemolitik
Proteus
G. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa (Farida, 2015):
1. Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
2. Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
3. Prolaps iris
4. Sikatrik kornea
5. Katarak
6. Glaukoma sekunder
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan )
2. Pengukuran tonometri : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
3. Pemeriksaan oftalmoskopi
4. Pemeriksaan Darah lengkap, laju endap darahLED
I. Penatalaksanaan medis
1. Terapi Suportif
Tahap awal untuk mengurangi gejala pasien, eberapa terapi suportif yang
dapat dipertimbangkan:
Kelopak mata
Apakah ada bengkak, benjolan,ekimosis,ekstropion,
entropion,pseudoptosis dan kelainan kelopak mata lainnya.
Konjungtiva
Apakah warnanya lebih pucat Apakah ada pus mungkin karena
alergi / konjungtivitis.
Sclera
Apakah ikterik atau unikterik, adanya bekas trauma
Iris
Apakah ada ke abnormalan seperti atrofi (pada DM, glaucoma)
Kornea
Apakah ada arkus senilis (cincin abu – abu dipinggir luar kornea),
edema, keruh, menebalnya kornea atau adanya ulkus kornea.
Pupil
Apakah besarnya normal (3-5 mm/ isokor), atau amat kecil (pin
point), miosis (<2 mm), midriasis (>5mm)
Lensa
Apakah warnanya jernih (normal) atau keruh (katarak)
2) Palpasi
Digunakan untuk menentukan adanya tumor. Nyeri tekan dan keadaan
tekanan intraokular (TIO). Mulai dengan palpasi ringan pada kelopak
mata terhadap adanya pembengkakan dan kelemahan. Untuk memeriksa
TIO dengan palpasi, setelah klien duduk klien diminta melihat ke
bawah tanpa menutup matanya. Secara hati – hati pemeriksa
menekankan kedua jari telunjuk dari kedua tangan secara bergantian
pada kelopak atas. Cara ini diulangi pada mata yang sehat dan hasilnya
dibandingkan. Kemudian palpasi sakus lakrimalis dengan menekankan
jari telunjuk pada kantus medial. Sambil menekan, observasi pungtum
terhadap adanya regurgitasi material purulen yang abnormal atau
airmata berlebihan yang merupakan indikasi hambatan duktus
nasolakrimalis.
Referensi
Austin A, Lietman T, Rose-Nussbaumer J. (2017). Update on the Management of
Infectious Keratitis. Ophthalmology. 124(11):1678-1689
Dwi Ruly.2018. Asuhan Keperawatn Ulkus Kornea.
Farida, Y. (2015). Croneal lcers Treatment. Fakultas Kedokteran: Universitas
Lampung
Ilyas, S. (2015). Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta: Balai penerbit
FK UI.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. (2017). Oftalmologi Umum. 14th Ed.
Alih bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika.