LAPORAN PENDAHULUAN
HERPES SIMPLEKS
Disusun oleh :
Muhammad Arfian Nur Rizky Matnur Heldalina
NIM. P07220218016
A. Judul Kasus
Laporan Pendahuluan : Herpers Simplex
B. Pengertian
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus
(HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun
wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpessimpleks virus
(HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada
dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual (Handoko,
2010).
C. Etiologi
Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpeshominis yang
merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan
pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko,
2010). HSV tipe I sering dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II
dihubungkan dengan infeksi genital. Semakin seringnya infeksi HSV tipe I di daerah
genital dan infeksi HSV tipe II di daerah oral kemungkinan disebabkan oleh kontak
seksual dengan cara oral-genital (Habif, 2004).
a. Infeksi primer
Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah
mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks
virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah
genital.Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu
dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi (Handoko, 2010).
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di
ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi,
hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang
lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala
prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul
pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010).
E.
F. Patofisiologi
Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa dan
bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus bereplikasi.
Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih
luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry,
2006).
Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang
ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat
yang sama. Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi
dengan kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan infeksi virus, keparahan
penyakit meningkat seiring bertambahnya usia. Virus dapat menyebar melalui udara via
droplets, kontak langsung dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung
virus seperti ludah. Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu:
kulit yang lembek disertai nyeri, parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul
sebelum terjadi lesi pada daerah yang terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan
demam adalah karakteristik gejala prodormal.
Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar dibandingkan infeksi
yang rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar, berlawanan dengan vesikel
pada herpes zoster yang beragam ukurannya. Mukosa membran pada daerah yang lesi
mengeluarkan eksudat yang dapat mengakibatkan terjadinya krusta. Lesi tersebut akan
bertahan selama 2 sampai 4 minggu kecuali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh
tanpa jaringan parut (Habif, 2004).
Virus akan bereplikasi di tempat infeksi
primer lalu viron akan ditransportasikan oleh
saraf via retrograde axonal flow ke ganglia
dorsal dan masuk masa laten di ganglion.
Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar
ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik
(misalnya: menstruasi, kelelahan, demam)
akan mengaktifasi kembali virus tersebut
yang akan berjalan turun melalui saraf perifer
ke tempat yangtelah terinfeksi sehingga
terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa
gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24
jam dan dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga
terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada
daerah mulut dan vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta
tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan reepitelisasi
dan berwarna merah muda (Habif, 2004).
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jari-jari
tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan
kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi
oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004). Bisa juga mengenai
para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh
(misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh anggota tim (Sterry, 2006)
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur virus
Kultur virus herpes bertujuan untuk mendiagnosis adanya virus herpes. Kultur
virus herpes dilakukan dengan mengambil sampel melalui metode swab dari area
kulit atau genital yang terinfeksi, untuk selanjutnya di periksa di laboratorium.
Pemeriksaan kultur virus ini terutama dilakukan untuk mendeteksi atau
mengkonfirmasi keberadaan virus herpes, sekaligus menentukan jenis virus herpes
yang menginfeksi.
b. Pemeriksaan Tzank
Pemeriksaan Tzank dilakukan dengan mengambil sampel dari ruam kulit untuk
selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop. Hasil pemeriksaan ini bisa menentukan
apakah lesi yang timbul disebabkan oleh virus herpes. Kendati demikian,
pemeriksaan ini tidak bisa mengidentifikasi jenis virus herpes yang menyebabkan
infeksi.
c. Tes antibodi
Saat terserang virus, tubuh memproduksi antibodi sebagai perlawanan. Tes
antibodi bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi terhadap virus herpes.
Tes antibodi dilakukan dengan mengambil sampel darah, kemudian dianalisis di
laboratorium untuk dicek keberadaan antibodi yang terbentuk akibat infeksi virus
herpes.
Hasil tes antibodi akan sangat membantu diagnosis pada pasien yang tidak
mengalami luka atau lepuhan pada kulit. Pemeriksaan ini sering digunakan
mendiagnosis infeksi HSV 1 atau pun HSV 2.
H. Penatalaksanaan Medis
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salep/krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat
asiklovir (zovirax). Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5 x 200 mg per
hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit. Pemberian parenteral
asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit yang
lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010).
Pada terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika
pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk
menggunakan asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu
tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil
diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir
intravena (Sterry, 2006)..
I. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat infeksi virus herpes juga bisa tergantung pada jenis virus yang
menginfeksi. Saat terinfeksi virus herpes simpleks, beberapa komplikasi yang bisa
timbul antara lain:
Penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain
Hepatitis
Radang paru-paru
Radang otak dan selaput otak
Esofagitis
Kematian jaringan retina mata.
J.
K. Proses Keperawatan (Sesuai Teori)
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan
kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
Pada beberapa kasus, timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang
mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh
atau pada penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis.
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi hebat.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplex
atau memiliki penyakit seperti ini.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6. Riwayat psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yan lesinya berada pada bagian muka
atau yang dapat dilihat orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. Hal
itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri, harga diri penampilan peran,
atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
Menarik diri dari kontak social.
Kemampuan untuk mengurus diri berkurang
b. Pola fungsi kesehatan
Adapun yang harus dikaji antara lain:
1. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Kurang tidur/gangguan tidur; gangguan hubungan seksual, emosional
dan menstruasi pada wanita; sering berganti-ganti pasangan; hubungan
seksual yang tidak aman; malaise
2.
3. Sirkulasi
Tanda : Kulit hangat, demam; peningkatan TD/nadi akibat demam, nyeri,
ansietas; kemerahan di sekitar vulva; sakit kepala.
4. Eliminasi
Tanda : rabas purulent pada wanita; disuria (nyeri saat berkemih); rasa
terbakar/melepuh
5. Makanan/Cairan
Tanda : anoreksia, penurunan BB akibat ansietas
6. Nyeri/Kenyamanan
Tanda : nyeri pada area vulva/genitalia; nyeri pada otot (mialgia); radang
papula dan vesikel yang berkelompok di permukaan genital; gatal
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya
tahan tubuh klien. Pada kondisi awal/pada proses peradangan, dapat terjadi
peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain.
Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang
nyeri, dan penglihatan klien.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon klien terhadap
nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis, terjadi
diaphoresis (berkeringat), peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan,
dan peningkatan tekanan darah, pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis,
merintih, atau marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala
nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan
usia perkembangannya, bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri
sesuai usia dan libatkan anak dalam pemilihan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Herpes simpleks
berdasarkan SDKI (2017), diantaranya :
1) Nyeri akut (D.0077) b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi, infeksi herpes)
2) Gangguan Integritas/kulit (D.0129) b.d neuropati perifer (Herpes), faktor
mekanis (menggaruk lesi)
3) Hipertermia (D.0130) b.d proses penyakit (infeksi herpes)
4) Gangguan citra tubuh (D.0083) b/d perubahan struktur/bentuk tubuh
5) Pola seksual tidak efektif (D.0071) b.d ketakutan terinfeksi penyakit
menular seksual, hambatan hubungan dengan pasangan
6) Ansietas (D.0080) b.d krisis situasional, kurang terpapar informasi
7) Defisit pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi
8) Risiko infeksi (D.0142) d.d penyakit kronis (herpes), ketidak-adekuatan
pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit)
Terapeutik
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
farmakologis (analgetik)
2. Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan 2.1 Perawatan integritas Kulit
Integritas/kulit intervensi keperawatan (I.11353)
(D.0129) b.d neuropati selama 3 x 8 jam, maka
perifer (Herpes), status integritas kulit dan Observasi
faktor mekanis jaringan pasien meningkat. Identifikasi penyebab
(menggaruk lesi) (L.14125) gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : Terapeutik
Kerusakan jaringan Ubah posisi tiap 2 jam jika
menurun tirah baring
Nyeri menurun (skala 0) Lakukan pemijatan pada
Kemerahan menurun area menonjolan tulang, jika
Jeringan parut menurun perlu
Gunakan produk berbahan
pertolium atau minyak pada
kulit kering
Gunakan produk berbahan
ringan dan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
Hindarkan produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
Anjurkan menggunankan
pelembab (mis. Lotion)
Anjurkan minum yang
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
Anjurkan mandi dengan
sabun secukupnya
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
Jelaskan jenis obat , alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek
samping sebelum
pemberian
4. Gangguan citra tubuh Tujuan : Setelah dilakukan 4.1 Promosi citra tubuh (I.09305)
(D.0083) b/d perubahan intervensi selama 1 x 1 jam, dikolaborasikan dengan
struktur/bentuk tubuh maka status citra tubuh promosi koping (I.09312)
pasien meningkat.
(L.09067) Observasi
Edukasi
5. Pola seksual tidak Tujuan : setelah dilakukan 5.1 Edukasi seksualitas (I.12447)
efektif (D.0071) b.d intervensi selama 3 x 8 jam, dikolaborasikan dengan
ketakutan terinfeksi maka status kontrol resiko konseling seksualitas (I.07214)
penyakit menular pasien dan keluarga
seksual, hambatan meningkat (L.14128) Observasi
hubungan dengan Identifikasi kesiapan dan
pasangan Kriteria hasil :
kemampuan menerima
Kemampuan mencari informasi
informasi tentang faktor
resiko meningkat Identifikasi masalah sistem
reproduksi, masalah
Kemampuan
seksualitas dan penyakit
mengidentifikasi faktor
menular
risiko meningkat
Kemampuan melakukan Monitor stres, kecemasan,
stratefi kontrol resiko depresi dan penyebab
meningkat disfungsi seksual
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
6. Ansietas (D.0080) b.d Tujuan : Setelah dilakukan 6.1 Reduksi ansietas (I.09314)
krisis situasional, intervensi selama 1 x 1 jam,
kurang terpapar maka status tingkat ansietas Observasi
informasi pasien dan keluarga Identifikasi saat tingkat
menurun. (L.09093) ansieras berubah
Kriteria Hasil: Identifikasi kemamopuan
mengambil keputusan
Frekuensi pernapasan Monitor tanda-tanda ansietas
pasien membaik (16-20
x/menit) Terapeutik
Frekuensi nadi pasien
Ciptakan suasana terapeutik
membaik (60-100
untuk menumbuhkan
x/menit)
kepercayaan
Tekanan darah pasien Temani pasien untuk
membaik Pola tidur mengurangi kecemasan, jika
pasien membaik (7-9 perlu
jam/hari) Pahami situasi yang
Pasien dan keluarga tidak membuat ansietas
merasa kebingungan Dengarkan dengan penuh
Pasien dan keluarga tidak perhatian
merasa khawatir Motivasi mengidentifikasi
Pasien dan keluarga tidak situasi yang memicu
merasa gelisah dan kecemasan
tegang Diskusikan perencanaan
realistis tntang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
8 Risiko infeksi (D.0142) Tujuan : Setelah dilakukan 8.1 Pencegahan infeksi (I.14539)
d.d penyakit kronis intervensi selama 1 x 1 jam,
(herpes), ketidak- maka status tingkat
Observasi
adekuatan pertahanan pengetahuan pasien dan
tubuh primer keluarga membaik. Monitor tanda dan gejala
(kerusakan integritas (L.12111) infeksilokal dan sistemik
kulit)
Kriteria hasil : Terapeutik
Pola tidur pasien Lakukan prinsip 6 benar
membaik (pasien, obat, dosis, waktu,
Pasien dan keluarga tidak rutem dokumentasi)
merasa kebingungan Batasi jumblah pengunjung
Pasien dan keluarga tidak Berikan perawatan kulit
merasa khawatir Cuci tangan sebelum dan
Pasien dan keluarga tidak sesudah kontak dengan
merasa gelisah dan pasien dan lingkungan
tegang pasien
Pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Observasi
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
anestesi maternal, sesuai
kebutuhan
Observasi
Identifikasi riwayat
kesehatan dan riwayat alergi
Identifikasi status imunisasi
setiap kunungan ke
pelayanan kesehatan
Identifikasi kemungkinan
alergi, interaksi dan
kontraindikasi obat
Verivikasi obat sesuai
indikasi
Periksa tanggal kadaluarsa
Monitor efek terapeutik
Terapeutik
Edukasi
Jelaskan tujuan,manfaat,
reaksi yang terjadi , jadwal
dan efek samping
Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
(hepatitis B, BCG, difteri,
tetanus, pertusis,
H.Influenza, polio, campak,
measles, rubela)
Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap
penyakit namun saat ini
tidak diwajibkan pemerintah
(herpes)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
anestesi maternal, sesuai
kebutuhan
DAFTAR ISI