Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DISENTRI

A. Definisi

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus),

dengan karakteristik nyeri atau kram abdomen, tenesmus ani, peningkatan frekuensi

diare, dan feses lendir bercmpur darah (Kroser, 2008). Disentri adalah peradangan

pada intestinal, terutama usus besar yang disebabkan oleh berbagai agen infeksi yang

menginvasi intestinal.

Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit

perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur

lendir dan darah. (Hembing Wed, 08 feb 2006).

Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengansakit

perut dan buang air besar yang encer secara terus-menerus (diare) yang

bercampur lendir dan darah. (J. Kopecko, 2005)

Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman

penyebab disentri tersebut menembus dinding kolon dan bersarang dibawahnya.

Penyakit ini seringkali terjadi karena kebersihan tidak terjaga, baik karena kebersihan

diri atau individu maupun kebersihan masyarakat dan lingkungan. (NANDA NIC

NOC,2013)

B. Etologi

Penyakit ini seringkali terjadi karena kebersihan tidak terjaga, baik karena

kebersihan diri atau individu maupun kebersihan masyarakat dan lingkungan.

Berdasarkan penyebabnya disentri dibedakan menjadi dua golongan:

1. Disentri Basiler

Adalah disentri yang disebabkan oleh bakteri, diantaranya bakteri Shigella


merupakan bakteri yang paling sering menyerang, kurang lebih 60% kasus

disentri terberat dan mengancam jiwa diakibatkan oleh Shigella. Bakteri lain yang

dapat menyebabkan disentri adalah Escherichia coli enteroinvasif

(EIEC),Salmonella,Campylobacter jejuni.

2. Disentri Amoeba

Disentri yang disebabkan oleh Entamoeba hystolitica, penyakit ini lebih sering

pada anak usia > 5 tahun.

C. Patofisiologi

1. Disentri basiler

Kuman Shigella secara genetik tahan terhadap pH yang rendah, maka dapat

melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,makanan, dan

lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus

halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak

didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum

terminalis dapat juga terserang. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa

usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus.

Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada

selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi

ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung S.dysentriae,

S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan

toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik.

Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih

mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada

selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang

menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding
usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan

dengan peritoneum.

2. Disentri Amuba

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat

berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan

menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai

saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh

pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai

peran. Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan

lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding

usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil,

tetapidi lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya

terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang

yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi

disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan

tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum

terminalis.( A.Prince, S & M. Wilson, 2005).


WOC

(A.Prince, S & M. Wilson.2005)


D. Manifestasi Klinik

Disentri basiler

1) Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri

shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-

24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan

darah dan lendir dalam tinja.

2) Panas tinggi (39,5 – 400 C), appear toxic.

3) Muntah-muntah.

4) Anoreksia.

5) Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.

6) Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,

sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba

1) Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.

2) Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)

3) Sakit perut hebat (kolik)

4) Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3

kasus).

E. Penatalaksanaan

1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang,

lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah)

untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi

sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.

2. Komponen terapi disentri

a) Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit


Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus

diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah

penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.

b) Diet

Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet

lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal

tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat

keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi.

Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan

preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa

obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena

adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit.

c) Antibiotika

 Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan

terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi

masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.

 Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol

(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi

dalam 2 dosis, selama 5 hari.

 Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam

4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone

50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat

55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

 Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan

darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari
tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan

alternatif lain.

 Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit

Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja

berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-

masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.

 Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah

Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila

disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik

dalam 2-3 hari terapi.

d) Sanitasi

Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan

bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

(phigleth.blogspot.com, 2011)

F. Komplikasi

1. Dehidrasi : saat di mana tubuh kita tidak seimbang dalam kadar cairannya

2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia ( Hyponatremia merujuk pada tingkat

sodium dalam darah yang lebih rendah dari normal. Sodium adalah penting untuk

banyak fungsi-fungsi tubuh termasuk pemeliharaan keseimbangan cairan,

pengaturan dari tekanan darah, dan fungsi normal dari sistim syaraf ).

3. Sepsis (suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik / inflammatory

sytemic rection yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri, virus, jamur atau

parasit).
4. Sindroma Hemolitik Uremik : suatu penyakit dimana secara tiba-tiba jumlah

trombosit menurun (trombositopenia, sel-sel darah merah dihancurkan (anemia

hemolitik) dan ginjal berhenti berfungsi (gagal ginjal).

5. Malnutrisi/malabsorpsi

6. Hipoglikemia kekurangan glukosa dalam darah

7. Prolapsus rectum (turunnya rektum melalui anus )

8. Reactive arthritis : suatu kondisi yang dipicu oleh infeksi yang terjadi di tubuh -

paling sering usus, alat kelamin atau saluran kemih. Sakit sendi dan bengkak

merupakan ciri khas dari arthritis reaktif. Artritis reaktif juga dapat menyebabkan

peradangan pada mata, kulit dan saluran yang membawa urin dari kandung kemih

(uretra). Arthritis reaktif juga kadang-kadang disebut sindrom Reiter, meskipun

istilah ini lebih akurat mengacu pada subtipe artritis reaktif terutama yang

mempengaruhi sendi, mata dan uretra.

9. Komplikasi yang jarang terjadi adalah kerusakan saraf, persendian atau jantung,

dan kadang-kadang usus yang berlubang.

10. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar, menyebabkan sebagian

selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur (prolapsus rekti).

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :

a. Pemeriksaan tinja

b. Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk

trofozoit dalam tinja

c. Benzidin test

d. Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .

e. Biakan tinja :
b. Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.

a. Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang

dapat ditemukan leukopenia.( wikpedia.co.id).

H. Pengkajian

1. Identitas

Identitas klien yang harus diketahui oleh perawat meliputi nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama, pekerjaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,

status pendidikan, dan pekerjaan klien/ asuransi kesehatan

2. Riwayat penyakit sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.

Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare

akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

3. Riwayat penyakit dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, dan penyakit gastrointestinal lainya. Serta

penggunaan obat-obatan terkait.

4. Riwayat nutrisi

Perlu dikaji mengenai pola nutrisi yang di konsumsi oleh seseorang dan jenis-jenis

makanan yang dikonsumsi sehari-harinya.

5. Riwayat lingkungan

Perlu kita kaji bagaimana lingkungan sekitar seseorang. Apakah lingkungan dapat

dikatakan higienis atau tidak. Seperti keadaan air untuk mencuci makanan, suhu

tempat menyimpat makanan, kebersihan lingkungan serta kebersihat alat-alat

untuk makan.

6. Pemeriksaan fisik

a) Survei umum dan tingkat kesadaran


Pasien terlihat kesakitan dan memegang perut (kolik abdomen), pasien terlihat

lemah dan pada kondisi kronis terlihat kurus. Pada beberapa kasus berat akan

didapatkan adanya perubahan kesadaran dengan gejala menyerupai ensefalitis

dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

b) TTV

Perubahan tanda-tanda vital: suhu tubuh 39,5-400C, nadi dan respirasi cepat,

tekanan darah turun, denyut janung cepat.

c) B1 (Breathing)

Pada pasien disentri amoeba dengan komplikasi abses hati didapatkan tanda

nyeri tekan interkostal bawah kanan, ronkhi pad segmen paru kanan bawah.

Pada pasien disentri amoeba dengan komplikasi pada paru akan didapatkan

tanda dan gejala seperti pada penyakit abses paru, empiema, dan pneumonia.

d) B2 (Blood)

Pada pasien disentri amoeba bisa didapatkan adanya tanda dan gejala anemia.

Viskositas darah meningkat akibat hemokonsentrasi.

e) B3 (Brain)

Pada pasien dengan dehidrasi berat akan menyebabkan penurunan perfusi

serebral dengan manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan mental,

seperti halusinasi dan delirium.

f) B4 (Bladder)

Pada kondisi dehidrasi berat akan didapatkan penurunan urine output.

Semakin berat kondisi dehidrasi, maka akan didaptkan kondisi oliguria sampai

anuria dan pasien mempunyai resiko untuk mengalami gagal ginjal akut.

g) B5 (Bowel)

Secara lazim pada pemeriksaan gastrointestinal akan didaptkan:


 Inspeksi: pasien terlihat sering melakukan BAB, kesakitan dan

tenesmus pada saat melakukan BAB. Pada pasien disentri viral

didaptkan dehidrasi berat dan akan terlihat lemas.

 Auskultasi: didapatkan peningkatan bising usus lebih dari 25

kali/menit yang berhubungan dengan peningkatan motilitas usus.

 Perkusi: nyeri ketuk abdomen dan bunyi timpani pada pasien yang

mengalami kembung.

 Palpasi: didaptkan adanya nyeri tekan pada area abdomen. Pada

disentri amoeba bisa didapatkan adanya pembesaran hati.

Pada pemeriksaan feses, didapatkan feses:

 Konsistensi feses bervariasi baik cair atau lembek

 Feses bercampur lendir dan darah.

h) B6 (Bone)

Respons nyeri hebat, dehidrasi, dan penurunan volume cairan tubuh akan

menyebabkan kelemahan fisik umum.

Integumen: pada kondisi lanjut akan didaptkan tanda dan gejala dehidrasi

(turgor kulit menurun <3 detik), keringat dingin dan diaforesis akibat kolik

abdomen.

I. Diagnosa

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif

2. Hipertermi b/d proses penyakit

3. Nyeri akut b/d agen cedera biologis

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan

untuk mengabsorpsi makanan

5. Resiko kerusakan integritas kulit b/d peningkatan frekuensi BAB


J. Perencanaan

Tabel Perencanaan

Tujuan Dan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Kekurangan volume NOC : NIC :
cairan b/d kehilangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan
cairan aktif tindakan intake dan output yang
keperawatan selama akurat.
3 x 24 jam 2. Monitor status hidrasi
keseimbangan dan (kelembaban membrane
elektrolit mukosa, nadi adekuat,
dipertahankan secara tekanan darah ortostatik),
maksimal jika diperlukan
3. Monitor vitalsign
Kriteria Hasil : 4. Monitor masukan
1. Tanda vital dalam makanan / cairan dan
batas normal (N: hitung intake kalori harian
120-60 x/mnt, S; 5. Monitor status nutrisi
36-37,50 c, RR : < 6. Kolaborasikan pemberian
40 x/mnt ) cairan IV
2. Turgor elastik , 7. Dorong keluarga untuk
membran mukosa membantu pasien makan
bibir basah, mata
tidak cowong,
UUB tidak cekung.
3. Konsistensi BAB
lembek, frekwensi
1 kali perhari
2 Hipertermi b/d proses NOC : NIC :
penyakit Setelah dilakukan 1. Pantau suhu tubuh tiap 2
tindakan perawatan jam
selama 3x 24 jam 2. Pantau tekanan darah,
tidak terjadi denyut nadi dan frekuensi
peningkatan suhu pernapasan
tubuh. 3. Berikan kompres hangat di
kepala dan aksila
4. Ajarkan pada
pasien/keluarga dalam
mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali
secara dini hipertermi
5. Kolaborasi dalam
pemberian obat antipiretik
3 Nyeri akut b/d agen NOC : NIC :
cedera biologis Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
askep selama … x 24
jam tingkat 1. Lakukan pegkajian nyeri
kenyamanan pasien secara komprehensif
meningkat, dan termasuk lokasi,
dibuktikan dengan karakteristik, durasi,
level nyeri: pasien frekuensi, kualitas dan
dapat melaporkan faktor presipitasi.
nyeri pada petugas, 2. Observasi reaksi nonverbal
frekuensi nyeri, dari ketidaknyamanan.
ekspresi wajah, dan 3. Gunakan teknik
menyatakan komunikasi terapeutik
kenyamanan fisik untuk mengetahui
dan psikologis, TD pengalaman nyeri pasien
120/80 mmHg, N: sebelumnya.
60-100 x/mnt, RR: 4. Kontrol faktor lingkungan
16-20x/mnt yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
Control nyeri pencahayaan, kebisingan.
dibuktikan dengan 5. Kurangi faktor presipitasi
pasien melaporkan nyeri.
gejala nyeri dan 6. Pilih dan lakukan
control nyeri. penanganan
nyeri(farmakologis/nonfar
makologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10.Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11.Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
1. Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis,
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi.
3. Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi pasien
kebutuhan tubuh b/d tindakan perawatan 2. Pantau kandungan nutrisi
ketidakmampuan selama dirumah di dan kalori pada catatan
untuk mengabsorpsi RS kebutuhan asupan
makanan nutrisi terpenuhi 3. Timbang berat badan
Kriteria : sesuai indikasi
- Nafsu makan 4. Anjurkan makan sedikit
meningkat tapi sering
- BB meningkat 5. Jelaskan tentang
atau normal pembatasan diet
sesuai umur (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu
panas atau dingin)
6. Berikan informasi yang
tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian
nutrisi.
5 Resiko kerusakan NOC : NIC :
integritas kulit b/d Menunjukkan 1. Berikan perawatan kulit,
peningkatan frekuensi integritas kulit yang berikan perhatian khusus
BAB dibuktikan oleh pada lipatan kulit
indikator hidrasi 2. Jelaskan kepada klian
dan elastisitas agar tidak menggosok
area yang kemerahan
3. Jelaskan tentang
pentingnya kebersihan
area anal dan jaga agar
tetap kering

K. Implementasi

Implementasi/pelaksanaan pada klien dengan Disentri dilaksanakan sesuai dengan

perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan


oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta

memperhatikan kondisi dan keadaan klien.

L. Evaluasi

Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya

adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawat dapat mencapai dan

memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto dan

Wartonah, 2011).

DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2011 . Gangguan gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah . Jakarta : Salemba Medika.

Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Disentri_Amuba.


Sya’roni A. Hoesadha Y. 2006.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III . Fakultaskedokteran UI : Jakarta. Davis K.,
2007

Faisal Yatim. 2001 . Macam-macam Penyakit Menular dan Pencegahannya. Jakarta :


Pustaka Populer Obor.

Hembing Wed, 08 feb 2006

Judith M. Wilkinson . Nancy R .Ahern . 2011 .Buku Saku Diagnosis Keperawatan :


diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Edisi-9 . Jakarta : EGC .

Made Sumarwati, dkk. 2012. Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.

Mooehead,Sue dkk.2004 . Nursing Outcomes Classification (NOC).Jakarta: Mosby


Elevier

Mansjoer,Arif,dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculaplus FK UI

NANDA, 2013. Diagnosa Nanda (Nic & Noc), Disertai Dengan Discharge Planning.

Robbins dan Cotrans. 2002. Dasar Patologis Penyakit. Buku EGC Kedokteran : Jakarta

Wilkinson, J,M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan


Kriteria Hasil NOC.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai