Anda di halaman 1dari 14

DIARE

A. DEFINISI
 Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek
sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa,
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau
tinja yang berdarah. Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi
lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24
jam. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan
baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua (USAID,
2009).
B. KLASIFIKASI
 Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Lama waktu diare


a) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005)
diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare
akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan
mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong,
2009).
b) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
2. Mekanisme patofisiologik
a) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
b) Sekresi cairan dan elektrolit meninggkat.
c) Malabsorbsi asam empedu.
d) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
e) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f) Gangguan permeabilitas usus.
g) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
h) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
3. Penyakit infektif atau non-infektif.
4. Penyakit organik atau fungsional

Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:

1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.


2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).

Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi:


1
1. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4
minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan
akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi
disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
2. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut,
penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti
allergi dan lain-lain.
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi
1. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
2. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-
kadang muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan
menurun, aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau
takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang
atau langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2
detik) dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan
urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air
mata, tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya
menurun dan juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan
kulit yang dingin dan pucat.
C. ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
1. Infeksi
a. Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter,
Aeromonas).
b. Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus).
c. Parasit: Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium
Coli, Crypto Sparidium). Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides,
Blastissistis Huminis), Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens.
2
2. Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3. Alergi: alergi makanan.
4. Keracunan.
5. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
6. Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan
cemas
D. PATOFIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan
yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan
yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid,
1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara mengunyah
dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut.
3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke gaster.
4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik, percampuran dan
hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
5. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe..
6. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak
60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan
bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat
zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotik. Cairan yang berada dalam saluran
gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung,
empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus,
dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa
kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja.

Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:

1. Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum


2. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
3. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu


dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan

3
memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga
penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab


dari diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :

1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin).


Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat
menyebabkan diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup
penting dalam diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat
di dalam cairan empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam
dioksikholik akan menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan
menghambat absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan
asam dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri
mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik
tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi
absorpsi air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat
menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger
Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea).
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti
pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu
lintas menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan
penting dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat
menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh
lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,
pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare.
Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh
enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif
o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa
hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan absorpsi
mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan

4
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan
gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai
malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini
laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang
di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam
organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom
karbon. Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen
kolon hingga terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang
lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase
dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal
tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan
tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam
air.
E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIS
 Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu:

5
1. Sering buang air besar dengan 8. Pucat
konsistensi tinja cair atau encer 9. Urin output menurun (oliguria,
2. Kram perut anuria)
3. Demam 10. Turgor kulit menurun sampai
4. Mual Muntah jelek
5. Kembung 11. Ubun-ubun / fontanela cekung
6. Anoreksia 12. Kelopak mata cekung
7. Lemah 13. Membran mukosa kering.

G. KOMPLIKASI
Menurut SPM Kesehatan Anak IDAI (2004) Komplikasi Diare yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit : dehidrasi, asidosis metabolic
2. Syok
3. Kejang
4. Sepsis
5. Gagal Ginjal Akut
6. Ileus Paralitik
7. Malnutrisi
8. Gangguan tumbuh kembang
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur
Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi.
Jika pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur
organisma yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium
Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus
diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange
per ½ lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat
terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses
selama 72 jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari
lemak dapat disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi
pancreas.
6
5. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining
awal CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas
absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK).
Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium
luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin
mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika
malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
 Mengatasi diare tanpa dehidrasi
 Meneruskan terapi diare di rumah
 Memberikan terapi awal bila anak diare lagi

Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :

1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah


dehidrasi (oralit, makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini
sebanyak anak mau dan terus  diberikan hingga diare berhenti.

Kebutuhan oralit per kelompok umur

Umur Ddiberikan Setiap Bab Yang Disediakan

< 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)

1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus)

> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5 bungkus)

Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari

Cara memberikan oralit :

 Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
 Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
 Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih
sedikit (sesendok teh tiap 1-2 menit)
 Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk
memberikan cairan lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan
tambahan oralit.
2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
- Teruskan pemberian ASI

7
- Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat
diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2
hari.
- Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat
b. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB
dalam 3 jam pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau
memudahkan dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama :

Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5tahun Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1.200 ml 2.400 ml

Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :

- Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A


- Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B
tetapi tawarkan  makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
- Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
- Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri
100 ml/kg BB cairan RL, Asering atau garam  normal (larutan yang
hanya mengandung glukosa tidak boleh diberikan).

Umur 30 ml/kg BB 70 ml/kg BB

< 12 bulan 1 jam pertama 5 jam kemudian

> 1 tahun ½ jam pertama 21/2 jam kemudian

2. Rehidrasi parenteral :
 RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
 D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
 D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
 Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
 Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan
infuse
 Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya
setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
 Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A,
B, C  untuk melanjutkan pengobatan.

8
3.  Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein,
opium),  adsorben  (norit, kaolin, smekta).
4. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
5. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare,  kembung, demam.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
h. Pemeriksaan Fisik
- pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar
- keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
- Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
9
- Mata : cekung, kering, sangat cekung
- Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan
bisa minum
- Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan).
- Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
- Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
- Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
- Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
i. Pola Fungsi Kesehatan
- Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc /  jamban /
sungai / kebun? personal hygiene ? sanitasi ? sumber air minum ?
- Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan / minuman
terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa / belum pernah
dimakan, alergi, minum ASI atau susu formula, baru saja ganti susu, salah
makan, makan berlebihan, efek  samping obat, jumlah cairan yang masuk
selama diare, makan / minum di warung ?
- Pola eleminasi
Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
Pola aktifitas dan latihan : travelling
- Pola tidur dan istirahat
- Pola kognitif dan perceptual
- Pola toleransi dan koping stress
- Pola nilai dan keyakinan
- Pola hubungan dan peran
 Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Diare b.d factor psikologis  (tingkat stress dan   cemas tinggi) atau factor fisiologis
(inflamasi, malabsorbsi, proses infeksi, iritas, parasit).
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi.
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi.
5. Cemas orang tua b.d proses penyakit anaknya.

10
6. Takut b.d tindakan invasive, hospitalisasi, pengalaman yang kurang
menyenangkan.
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit diare b.d kurang informasi, keterbatasan
kognisi, tidak familiar dengan sumber informasi.
 Perencanaan

N DIAGNOSA  KEP NOC / TUJUAN NIC / INTERVENSI


O
1. Diare b.d faktor psiko- Setelah dilakukan Manajemen Diare:
logis (stress, cemas) tindakan perawatan 1. Identifikasi faktor
atau malab-sorbsi, selama … X 24 jam yang mungkin me-
proses infeksi, parasit, pasien tidak me-ngalami nyebabkan diare
iritasi). diare / diare berkurang, (bakteri, obat,
dengan criteria : makanan, selang
makanan, dll
Bowel Elemination: 2. Monitor tanda dan
1. Frekuensi bab gejala diare
normal < 3 kali / 3. Ajari klien /
hari keluarga bagaimana
2. Konsistensi feses meme-lihara 
normal (lunak dan catatan makanan &
berbentuk) Ajari klien teknik
3. Gerakan usus mengurangi stress
tidak me-ningkat 4. Anjurkan pasien /
(terjadi tiap 10 keluarga untuk
-30 detik) men-catat warna,
4. Warna feses volume, frekuensi,
normal bau, konsistensi
5. Tidak ada lendir, feses
darah 5. Anjurkan diet
rendah serat.
6. Kolaborasi dokter
jika ada
peningkatan suara 
usus & jika tanda
dan gejala diare
menetap.
2. Hipertermi b.d Setelah dilakukan Pengaturan Panas
dehidrasi, peningkatan tindakan perawatan 1. Monitor suhu sesuai
metabolik, inflamasi selama … X 24 jam suhu kebutuhan
usus badan klien normal, 2. Monitor  tekanan
dengan criteria : darah, nadi,
respirasi dan warna
Termoregulas kulit
11
1. Suhu kulit normal 3. Berikan kompres
(35,9˚C-  37,3˚C) hangat 5 area
2. Tidak ada sakit 4. Anjurkan intake
kepala cairan dan nutrisi
3. Tidak ada yang adekuat
perubahan war-na 5. Anjurkan klien
kulit memakai   baju
4. Nadi, respirasi berbahan dingin,
dalam ba-tas tipis dan menyerap
normal keringat
6. Kolaborasikan
pemberian obat
antipiretik
3. Kekurangan volume ca- Setelah dilakukan Monitor Cairan :
iran b.d  intake kurang, tindakan perawatan 1. Monitor vital sign,
kehilangan volume selama … X 24  jam intake dan output
cairan aktif, kegagalan kebutuhan  cairan dan 2. Pertahankan
dalam mekanisme elektrolit adekuat, dengan keakuratan catatan
pengaturan kriteria : intake dan output
3. Berikan intake oral
Hidrasi : selama 24 jam
1. Hidrasi kulit 4. Kolaborasi dokter
adekuat jika ada tanda dan
2. Tekanan darah gejala kelebihan
dalam ba-tas cairan
normal 5. Pertahankan aliran
3. Membran mukosa infuse sesua advis
lembab dokter
4. Turgor kulit
normal
Balance Cairan :
1. Tekanan darah
normal
2. Nadi perifer
teraba
3. Tidak terjadi
ortostatik
hypotension
4. Intake-output
seimbang dalam
24 jam
5 Takut b.d tindakan Setelah dilakukan tindak- Coping enhancement:
inva-sif, hospitalisasi, an keperawatan selama 1. Kaji respon takut
penga-laman … X 24 jam rasa takut pasien : data
12
lingkungan yang klien berkurang, dengan objektif dan
kurang bersahabat. criteria : subyektif
2. Jelaskan klien /
Fear control: keluarga tentang
1. Klien tidak proses penyakit
menyerang atau 3.  Dorong orang tua
menghindari untuk selalu
sumber yang menemani anak
menakutkan 4. Berikan pilihan
2. Klien yang realistis
menggunakan tentang aspek
tek-nik relaksasi perawatan
untuk me- 5. Kolaborasikan
ngurangi takut pemberian obat anti
3. Klien mampu cemas.
mengontrol
respon takut.
6. Cemas orang tua b.d Setelah dilakukan Anxiety Reduction :
perkembangan  tindakan keperawatan 1. Kaji penyebab
penyakit anaknya selama … X per-temuan cemas
(diare, muntah, panas, kecemasan  orang tua  2. Berikan lingkungan
kembung) berkurang, dengan yang tenang, batasi
criteria: pengunjung
3. Gunakan
Anxiety control : komunikasi
1. Tidur   adekuat terapeutik untuk
2. Menggunakan membina trust
teknik re-laksasi 4. Anjurkan untuk
untuk mengurangi menggunakan
cemas teknik re-laksasi
3. Berinteraksi 5. Kolaborasikan
sosial pemberian obat

DAFTAR PUSTAKA

AIDS info net. 2008. Diarrhea. Diakses pada www.aidsinfonet.org

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2008. Buku Saku


Petugas Kesehatan LINTAS DIARE. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River
13
Komite Medis RS. Dr. Sardjito. 2005. Standar Pelayanan Medis RS DR. Sardjito.
Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Mattingly, David., Seward,Charles. 2006. Bedside Diagnosis 13th Edition. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.


New Jersey: Upper Saddle River.

Purwo Sudarmo S., Gama H., Hadinegoro S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak: Infeksi
dan Penyakit Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima


Medika

Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.

14

Anda mungkin juga menyukai