Anda di halaman 1dari 9

A.

    DEFINISI
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan
makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada
pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan
kalori. (Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh
untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan
menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman,
2004:157).
Dapat di simpulkan bahwa marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein
yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi
selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.

B.     KlASIFIKASI
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP
ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai
berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema       : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema    : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema          : marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema       : marasmik kwashiorkor

C.    ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau
malformasi kongenital. 
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai
pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya
atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit
lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung,
malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan
pada saraf pusat. 
D.    PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi

1
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. 

E. PATWAY

2
F. MANISFESTASI KLINIS
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari
bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu
sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar.
Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin
melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan
hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe
kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan
sedikit. (Nelson,2004).
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1.      Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2.      Lethargi
3.       Irritable
4.      Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5.       Ubun-ubun cekung pada bayi
6.       Jaringan subkutan hilang
7.       Malaise
8.       Kelaparan
9.       Apatis

G.    PENATALAKSANAAN
1.      Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2.      Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3.      Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4.      Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat
badan, kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan
awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan
keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
·         Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.

3
·         Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
·         Pengobatan infeksi
·         Pemberian makanan
·         Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin,
anemia berat dan payah jantung.

A. Menurut Arisman, 2004:105


 Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100
cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
 Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2
jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg
BB/ jam.
 Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
 Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian
CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
 Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing
disebut sebagai F-75 dan F-100.
B. Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa
tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan IV.
·         cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat
Dextrose 5%.
·         Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
·         Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
·         Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.       
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
·         Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg
BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/
hari.
·         Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg
BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
·         Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

4
H .   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.  Pemeriksaan Fisik
·         Mengukur TB dan BB
·         Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB
(dalam meter)
·         Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat
diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak
dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal
sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
·         Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak
berlemak).
2.      Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht,
transferin.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada
disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi
menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan
dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)


Tujuan :

5
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status


metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh


Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal

Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol
infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes,


2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah

6
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan
tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan


melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori
atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas
motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan
kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen


sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien

8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein


(malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :

7
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema,
memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

8
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, N. U. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada
Balita.     http://www.cerminduniakedokteran.com. diperoleh tanggal
4 Juni 2008
Mansjoer,Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid
2.Jakarta: Media Aescullapius.
Markum, A, H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. Jakarta :
FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC).Mosby

NANDA .2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-


2006: Definisi & Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai