Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Gastroenteritis akut adalah suatu keadaan dimana seseorang buang air
besar dengan konsisteni lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari.
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil, dan usus besar
dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan
manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan
abdomen (Muttaqin, 2011).
Gastroenteritis virus adalah penyakit dapat berlangsung self-limited
berupa diare berair, biasanya kurang dari 7 hari, disertai dengan gejala nausea,
muntah, anoreksia, malaise, demam, hingga dehidrasi berat bahkan dapat
berakibat fatal (Widagdo, 2012). Gastroenteritis adalah kondisi muntah dan
diare yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja dengan intensitas buang
air besar secara berlebihan, lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu hari
(Prawati & Haqi, 2019).
Gastroenteritis adalah muntah dan diare akibat infeksi atau peradangan
pada dinding saluran pencernaan, terutama lambung dan usus. Di masyarakat
luas gastroenteritis lebih dikenal dengan istilah muntaber (Nuarif & Kusuma,
2016).
Anatomi Fisiologis
Sistem pencernaan terbagi atas organ utama dan organ aksesoris atau
tambahan. Organ utama sistem pencernaan terdiri atas rongga mulut yang
didalamnya terdapat palatum, pipi dan bibir, lidah gigi, kelenjar ludah, faring,
esofagus (kerongkongan), lambung (gaster), duodenum (usus halus), jejunum,
ileum, kolon yang terdiri atas kolon asenden, transverdum, desenden dan
rektum. Sedangkan organ aksesorisnya terdiri dari atas kelenjar-kelenjar ludah
(glandula saliva), dimana terdapat kelenjar parotis, kelenjar sublingualis, dan
kelenjar submandibularis. Organ aksesoris lain yaitu hati/hepar dan pankreas.
1.2 Etiologi
Dewi Wulandari dan Meira Erawati (2016) mengemukakan ada empat macam
penyebab gastroenteritis, yaitu:
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama gastroenteritis. Meliputi infeksi enteral
sebagai berikut :
1. Infeksi bakteri : Vibrio, Escherichia Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Acromonas, dan sebagainya.
2. Infeksi virus : Enterovirus (Virus Ecno, Coxsacme, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain – lain.
3. Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloide),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Thricomonas
hominis), jamur (Candida, Albicans).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti
Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), monosakarida (intoleran glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein.
3. Faktor Makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor Psikologis Rasa takut dan cemas
1.3 Klasifikasi
Menurut Wong tahun 2008 (dikutip dalam Buku Ajar Keperawatan Anak,
2016), Gastroenteritis dibedakan menjadi gastroenteritis akut, gastroenteritis
kronis, dan gastroenteritis intraktabel (kolon iritabel).
1. Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan
perubahan tiba – tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen
infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai Infeksi Saluran
Napas Atas (ISPA) atau Infeksi Saluran Kemih (ISK), terapi antibiotic
atau pemberian obat pencahar (laksatif). Gastroenteritis akut biasanya
sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari)
2. Gastroenteritis Kronis
Gastroenteritis kronis didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya
frekuensi defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya
(durasi) sakit lebih dari 14 hari. Seringkali gastroenteritis kronis terjadi
karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit inflamasi
usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi laktosa, atau
sebagai akibat dari penatalaksanaan gastroenteritis akut yang tidak
memadai.
3. Gastroenteritis Intraktabel
Merupakan sindrom yang terjadi pada bayi dalam usia beberapa minggu
pertama serta berlangsung lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya
mikroorganisme pathogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten atau
membandel terhadap terapi. Gastroenteritis kronis nonspesifik yang
dikenal juga dengan istilah kolon iritabel pada anak, merupakan penyebab
gastroenteritis kronis yang sering dijumpai pada anak – anak yang berusia
6 hingga 54 minggu. Anak – anak ini memperlihatkan feses yang lembek
yang sering disertai partikel makanan yang tidak tercerna, dan lamanya
melebihi 2 minggu
1.4 Patofisiologis
Menurut Nurarif (2016) secara umum gastroenteritis disebabkan oleh
masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung. Organisme masuk pada mukosa epitel, berkembang
biak pada usus dan menempel pada mukosa usus serta melepaskan
enterotoksin yang dapat menstimulasi cairan dan elektrolit keluar dari sel
mukosa. Infeksi virus ini menyebabkan destruksi pada mukosa sel dari vili
usus halus yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas absorbsi cairan dan
elektrolit. Interaksi antara toksin dan epitel, usus menstimulasi enzim
Adenilsiklase dalam membrane sel dan mengubah cyclic AMP yang
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit, sehingga timbul diare.
Diare yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan
integritas kulit pada daerah perianal. Selain itu juga, Sekresi air dan elektrolit
secara berlebihan ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dan asidosis metabolik sehingga dapat menimbulkan kekurangan
volume cairan dalam tubuh serta gangguan pertukaran gas akibat dari asidosis
metabolik. Kekurangan volume cairan secara terus menerus dapat
menimbulkan syok hipovolemi. Selain itu juga, proses invasi dan
pengerusakan mukosa usus, organisme menyerang enterocytes (sel dalam
epitelium) sehingga menyebabkan peradangan (timbul mual muntah) dan
kerusakan pada mukosa usus. Hal ini menyebabkan penurunan nafsu makan,
serta gangguan pada psikologi klien yang dapat menyebabkan ansietas.
Penurunan nafsu makan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
1.5 Pathway
1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis terjadinya Gastroenteritis adalah:
a. Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul Gastroenteritis. Feses
cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna feses makin
lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus
dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan feses makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama gastroenteritis.
b. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah gastroenteritis dan
dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam basa. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan,
gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang,
mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (khususnya pada bayi), selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Tanda dan gejala penyerta pada gastroenteritis berdasarkan Menejemen
Terpadu Anak Sakit yaitu :
a. Tanda dan Gejala yang tampak pada gastroenteritis dengan Dehidrasi
Berat yaitu (Letargis atau tidak sadar, Mata cekung, Tidak bisa minum
atau malas minum, Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat).
b. Gastroenteritis dengan Dehidrasi Ringan atau Sedang terdapat dua atau
lebih tanda-tanda berikut (Gelisah, rewel, atau mudah marah, Mata
cekung, Haus, minum dengan lahap).
Gejala klinis menyesuaikan dengan derajat atau banyaknya kehilangan
cairan. Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi terbagi menjadi empat
kategori yaitu tidak ada dehidrasi (bila terjadi penurunan berat badan 2,5%),
dehidrasi ringan (bila terjadi penurunan berat badan 2,5 – 5%), dehidrasi
sedang (bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10%), dan dehidrasi berat (bila
terjadi penurunan berat badan 10%) (Sodikin, 2011).
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang penting dilakukan dalam menegakkan diagnosis
(kausal) penyakit yang tepat, sehingga dapat memudahkan dalam pemberian
terapi yang tepat. pemeriksaan penunjang pada bayi atau anak dengan
gastroenteritis adalah:
1. Pemeriksaan feses, secara makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar
gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman
untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai
antibiotika (pada gastroenteritis persisten).
2. Pemeriksaan darah, meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, analisa
gas darah (terutama Na, K, Ca, dan serum pada gastroenteritis yang
disertai kejang). Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk
mengetahui faal ginjal.
3. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
1.8 Komplikasi
Menurut Dewi Marmi dan Rahardjo (2016), sebagai akibat kehilangan cairan
dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai macam komplikasi,
seperti :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik.
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meterorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardia perubahan pada elektrokardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktose
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipotonik.
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan gastroenteritis jika
berlangung lama atau kronik).
1.9 Penatalaksanaan
Menurut Dewi Wulandari dan Meira Erawati (2016), dasar penatalaksanaan
gastroenteritis adalah sebagai berikut :
1. Pemberian cairan Jenis cairan :
a. Cairan rehidrasi oral.
 Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl, dan glukosa.
Kadar natrium 90 mEq/L untuk kolera dan gastroenteritis akut
dengan dehidrasi ringan (untuk pencegahan dehidrasi). Kadar
natrium 50 – 60 mEq/L untuk gastroenteritis akut non kolera
dengan dehidrasi ringan atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap
sering disebut oralit.
 Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl dan
sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan
air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya untuk
pengobatan pertama di rumah pada penyakit gastroenteritis akut
baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
b. Cairan parenteral
 DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%).
 RL g (1 bagian Ringer Laktat + 1 bagian glukosa 5%).
 RL (Ringer Laktat)
 DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%).
 RLg 1 : 3 ( 1 bagian Ringer Laktat + 3 bagian glukosa 5– 10%).
 Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5 – 10% + 1 bagian NaHCO3 1 ½
% atau 4 bagian glukosa 5 – 10 % + 1 bagian NaCl 0,9%).
Jalan pemberian cairan
1. Per oral pada dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila
klien dapat minum serta kesadaran baik.
2. Intragastritik untuk dehidrasi ringan, sedang, atau tanpa dehidrasi,
tetapi klien tidak dapat minum atau kesadaran menurun.
3. Intravena untuk dehidrasi berat.
2. Pengobatan dietetic
a. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim).
b. Diet makanan rendah serat.
c. Memakan makanan yang mengadung cairan, misalnya seperti sup
ayam.
d. Pada klien yang mengkonsumsi susu, susu khusus yang disesuaikan
dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak
jenuh.
3. Obat – obatan
a. Obat anti sekresi : Asetosil dosis 25 mg/hari dengan dosis minum 30
mg Klorpromazin. Dosis 0,5 – 1 mg/kgBB/hari.
b. Obat spasmolitik dan lain – lain, umumnya obat spasmolitik seperti
papaverin ekstrak beladona, opium laperamid tidak digunakan untuk
mengatasi gastroenteritis akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin,
pectin, charcoal, tabonal, tidak ada lagi manfaatnya untuk mengatasi
gastroenteritis sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik, umumnya antibiotik tidak diberikan jika tidak ada
penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25
– 50 mg/kgBB/hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit
penyerta seperti : OMA, faringitis, bronchitis, atau bronkopneumonia
1.10 Proses Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap
infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit
pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama
dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
Keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
Keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama
disampaikan oleh orang tua pasien. Pada gangguan cairan keluhan
utama yang muncul adalah BAB lebih dari 3 kali, mual muntah, berat
badan menurun, suhu tubuh meningkat
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir
saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu
pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita merupakan kesehatan sebelum
saat ini, terutama yang berhubungan dengan sakitnya yang sekarang.
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah
dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Berguna untuk mengetahui anggota keluarga ada yang pernah
menderita penyakityang sama. Apakah ada salah satu keluarga yang
mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan (Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar
antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm)
pertahun. Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm
ditahun kedua dan seterusnya. Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi
susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 –
16 buah. Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring).
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
1. Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic,
mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan
kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
1. Autonomy vs Shame and doundt Perkembangn ketrampilan
motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan
keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk
makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over
protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak
akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan
tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
2. Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan,
bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun (berdiri dengan satu kaki
tanpa berpegangan sedikitpun, hitungan (GK), Meniru
membuat garis lurus (GH), Menyatakan keingina sedikitnya
dengan dua kata (BBK), Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah
perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa 23
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
kekurangan intake cairan ditandai dengan frekuensi nadi menngkat,
nadi teraba lemah, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
volume urine menurun, suhu tubuh meningkat, berat badan menurun
tiba-tiba
2. Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan ditandai dengan berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal, bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat, diare,
nafsu makan menurun, myeri abdomen.
3. Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan dehidrasi ditandai dengan
suhu tubuh diatas normal, kulit merah, kejang, takikardia, kulit terasa
hangat
4. Resiko ketidakseimbangan elektrolit (D.0037) dibuktikan dengan
ketidakseimbangan cairan, diare, muntah.
C. Perencanaan

Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


No Diagnosa Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
1. Hipovolemia (D.0023)Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan denganselama 3x24 jam status cairan (L.03028) O:
kehilangan cairan aktif, membaik dibuktikan dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
kekurangan intake cairan Kriteria Hasil SA ST (Frekuensi nadi, TD menurun, turgor kulit
ditandai dengan frekuensi Frekuensi nadi 2 5 menurun, volume urin menurun, membran
nadi menngkat, nadi Membran mukosa 3 5 mukosa kring)
teraba lemah, turgor kulitSuhu tubuh 2 5 2. Monitor intake dan output cairan
menurun, membran Turgor kulit 2 5
mukosa kering, volume T:
urine menurun, suhu Keterangan : 3. Hitung kebutuhan cairan
tubuh meningkat, berat 1 = memburuk/menurun 4. Berikan asupan cairan oral (Susu, ASI)
badan menurun tiba-tiba 2 = cukup memburuk/menurun E:
3 = sedang 5. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
4 = cukup membaik/meningkat K:
5 = membaik/meningkat 6. Kolaborasi pemberian cairan isotonis (Nacl,
RL)
7. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis
(Glukosa 2,5%).

Manajemen Diare (I.03101)


O:
1. Identifikasi penyebab diare (inflamasi
gastrointestinal, iritasi gastrointestinal.
Malabsorbsi)
2. Identifikasi riwayat pemberian makanan
3. Monitor warna, konsistensi dan frekuensi
tinja
4. Monitor tanda-tanda hipovolemia
T:
5. Berikan asupan cairan oral (larutan gula,
oralit)
6. Berikan cairan intravena
7. Ambil sample darah untuk pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit
E:
8. Anjurkan makan porsi kecil secara bertahap
9. Anjurkan melanjutkn pemberian susu
formula.
2. Defisit Nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
berhubungan dengan selama 3x24 jam status nutrisi (L.03030) O:
kurangnya asupan membaik dibuktikan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
makanan ditandai dengan Kriteria Hasil SA ST 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
berat badan menurun Porsi makan yang 3 5 makanan
minimal 10% dibawah dihabiskan 3. Monitor asupan makanan
rentang ideal, bising usus Diare 2 5 T:
hiperaktif, membran Berat badan 3 5 4. Fasilitasi menentukan makanan kesukaan
mukosa pucat, diare, Frekuensi makan 2 5 5. Berikan suplemen makanan
nafsu makan menurun, E:
myeri abdomen Keterangan : 6. Anjurkan memberikan asupan makanan
1 = memburuk/menurun porsi kecil, sering dan bertahap
2 = cukup memburuk/menurun 7. Anjurkan melanjutkan pemberian susu
3 = sedang formula.
4 = cukup membaik/meningkat C:
5 = membaik/meningkat 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan gizi
3. Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia (I.15506)
berhubungan dengan selama 3x24 jam termoregulasi (L.01006) O:
dehidrasi ditandai dengan membaik dibuktikan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab hipertermi(dehidrasi)
suhu tubuh diatas normal, Kriteria Hasil SA ST 2. Monitor suhu tubuh
kulit merah, kejang, Kulit merah 4 1 T:
takikardia, kulit terasa Kejang 4 1 3. Longgarkan atau lepaskan pakaian
hangat Suhu tubuh 2 5 4. Berikan cairan oral lakukan pendinginan
Suhu kulit 3 5 eksternal (kompres hangat pada dahi, leher)
E:
Keterangan : 5. Anjurkan kelurga untuk menyeka atau
1 = memburuk/meningkat kompres air hangat
2 = cukup memburuk/meningkat 6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
3 = sedang C:
4 = cukup membaik/menurun 7. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
5 = membaik/menurun dan obat antipiretik
DAFTAR PUSTAKA
Donna L. Wong. ...... et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan
pertama. Jakarta : EGC.
Marmi, Rahardjo,(2015). Asuhan neonatus, Bayi, balita dan Anak prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muttaqin dan kumala (2011). gagguan gastroentestinal-aplikasi asuhan keperawatan
medikal bedah. Jakarta: Salemba medika.
Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda Nic Noc Dalam Berbagai Kasus Ed. Revisi Jilid 1.
Yogjakarta: Mediaction
Prawati DD, Haqi DN. 2019. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Di Tambak
Sari, Kota Surabaya. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health
Promotion and Health Education Vol. 7 No. 1 (2019) 34-45.
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim POKJA SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Widagdo (2012). Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto
Wulandari dan Erawati, 2016 Buku Ajar Keperawatan Anak.Yogyakarta : Pustaka
pelajar

Anda mungkin juga menyukai