Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOALBUMIN DI RUANG


NILAM I (RUANG PENYAKIT DALAM)
RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

OLEH :

ANNAS ASROPIN HOMSA FEBRIA

P07120119008

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : ANNAS ASROPIN HOMSA FEBRIA

NIM : P07120119008

JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPOALBUMIN DI


RUANG NILAM I (RUANG PENYAKIT DALAM) RSUD Dr. H. MOCH.
ANSARI SALEH BANJARMASIN

Banjarmasin, November 2021

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik


KONSEP DASAR HIPOALBUMIN
1. Pengertian
Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia (kurang lebih 3,4-4,7 g/dl)
dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma. Albumin merupakan jenis protein
terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen. Protein yang larut dalam air dan
mengendap pada pemanasan itu merupakan salah satu konstituen utama tubuh.
Albumin adalah protein dalam darah yang dihasilkan oleh hati. Sebanyak 60%
komposisi protein dalam darah merupakan albumin. Albumin juga memiliki banyak fungsi,
seperti regenerasi jaringan tubuh dan menjaga cairan tubuh agar tidak bocor keluar dari
pembuluh darah. Selain itu, albumin juga berfungsi untuk menyalurkan beberapa zat ke
seluruh tubuh, di antaranya hormon, vitamin, mineral, bilirubin, lemak, serta obatobatan.
Hipoalbuminemia adalah kondisi ketika kadar albumin dalam darah di bawah normal.
Kondisi ini biasanya terjadi pada seseorang dengan penyakit yang berat atau sudah
berlangsung lama (kronis). Salah satu penyakit yang paling sering menyebabkan
hipoalbuminemia adalah penyakit peradangan. Kadar albumin normal tergantung pada usia
seseorang. Meskipun demikian, kadar albumin normal berkisar antara 3,5 hingga 5,9 gram
per desiliter (g/dL). Seseorang baru dikatakan mengalami hipoalbuminemia bila kadar
albumin di bawah 3,5 g/dL.
2. Etiologi
Hipoalbuminemia umumnya disebabkan oleh peradangan dalam tubuh. Peradangan
dapat terjadi pasca tindakan operasi, atau akibat sepsis serta luka bakar. Peradangan juga
dapat terjadi akibat tindakan medis selain operasi, misalnya pemasangan ventilator atau alat
bantu napas. Selain karena peradangan, kurangnya asupan protein, kalori, dan vitamin, atau
gangguan penyerapan nutrisi dapat mengakibatkan hipoalbuminemia. Rendahnya kadar
albumin juga bisa terjadi akibat sejumlah kondisi berikut :
a. Hipertiroidisme, yaitu kondisi kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon secara berlebih
b. Sindrom nefrotik, yaitu gangguan pada ginjal yang menyebabkan protein bocor melalui
urine.
c. Diabetes, yaitu tingginya kadar gula akibat kurangnya produksi hormon insulin.
d. Sirosis, yaitu kondisi terbentuknya jaringan parut di hati akibat kerusakan jangka panjang.
e. Lupus, yaitu suatu kondisi di mana sistem imun berbalik menyerang tubuh.
f. Penyakit saluran cerna kronik
g. TBC paru
h. Gagal jantung.
3. Patofisiologi
Albumin pada umumnya dibentuk di hati. Hati menghasilkan sekitar 12 gram albumin
per hari yang merupakan sekitar 25% dari total sintesis protein hepatic dan separuh dari
seluruh protein yang diekskresikan organ tersebut. Albumin pada mulanya disintesis sebagai
preprotein. Peptida sinyalnya dilepaskan ketika preprotein melintas ke dalam sinterna
reticulum endoplasma kasar, dan heksa peptide pada ujung terminal-amino yang dihasilkan
itu kemudian dipecah lebih lanjut disepanjang lintasan skreotik. Albumin dapat ditemukan
dalam putih telur dan darah manusia. Golongan protein ini paling banyak dijumpai pada telur
(albumin telur), darah (albumin serum), dalam susu (laktalbumin). Berat molekul albumin
plasma manusia 69.000, albumin telur 44.000, dalam daging mamalia 63.000.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma sehingga kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstisial
4. Manifestasi Klinis
Beberapa gejala yang dapat muncul pada penderita hipoalbuminemia sebagai berikut :
a. Pembengkakan akibat penumpukan cairan pada wajah atau tungkai (edema).
b. Pembengkakan kelenjar air liur.
c. Pembesaran lidah (makroglosia).
d. Hepatomegali dan splenomegali.
e. Pembesaran jantung.
f. Bradikardia (denyut jantung lambat)
g. Gangguan irama jantung.
h. Hipotensi (tekanan darah rendah).
i. Nafsu makan berkurang.
j. Diare
k. Mual dan muntah.
l. Berat badan turun.
m. Hilangnya lemak di bawah lapisan kulit
n. Penurunan jumlah massa otot.
o. Kulit kering dan kasar.
p. Luka sulit sembuh
q. Lambatnya pertumbuhan pada anak.
r. Jaundice (sakit kuning).
s. Ginekomastia (pembesaran payudara pada pria).
t. Ensefalopati (gangguan pada otak).
u. Spider angiomas (berkumpulnya pembuluh darah kecil di permukaan kulit).
v. Palmar erythema (telapak tangan memerah).
w. Asteriksis (tremor pada pergelangan tangan).
5. Klasifikasi
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak dari
nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total kandungan albumin dalam
tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan Peralta, 2006). Klasifikasi
hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai berikut :
a. Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl
b. Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl
c. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl
6. Pemeriksaan penunjang
a. Tes darah. Dokter akan mengukur kadar albumin, dengan mengambil sampel darah
pasien untuk diperiksa di laboratorium.
b. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin. Tes ini bertujuan mengukur kadar albumin yang
bocor melalui urine pasien.
c. Tes pencitraan. Untuk mendeteksi kemungkinan sirosis atau gagal jantung, dokter
dapat melakukan tes pencitraan, seperti USG perut atau ekokardiografi. Dokter juga dapat
melakukan pemeriksaan foto Rontgen untuk mengetahui penyebab terjadinya peradangan.
d. Biopsi. Dokter akan mengambil sampel jaringan hati atau ginjal untuk diteliti lebih
lanjut di laboratorium.
e. Pemeriksaan kadar CRP (C-reactive protein) darah, yang menandakan proses peradangan
pada tubuh. Peradangan merupakan salah satu penyebab hipoalbuminemia.
7. Penatalaksanaan
a. Penanganan hipoalbuminemia tergantung kepada penyebab yang mendasarinya.
Sebagai contoh, hipoalbuminemia yang disebabkan oleh kekurangan nutrisi bisa diatasi
dengan mengubah menu makanan. Dokter akan menyarankan beberapa menu makanan
kaya protein untuk meningkatkan kadar albumin, seperti kacang-kacangan, putih telur, ikan
gabus, serta susu dan produk turunannya.
b. Hipoalbuminemia juga dapat diatasi dengan obat-obatan. Pada pasien dengan gangguan
ginjal, obat-obatan untuk menangani hipertensi, seperti captopril atau candesartan, dapat
membantu mencegah keluarnya albumin lewat urine. Jenis obat lain yang bisa digunakan
adalah kortikosteroid. Kortikosteroid dapat mencegah turunnya kadar albumin pada pasien
yang mengalami peradangan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai dengan
berat badan menurun 10% dari berat ideal, nafsu makan menurun, serum albumin turun
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu napas, pola napas abnormal, pernapasan
cuping hidung.
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia ditandai dengan CRT > 3 etik,
nadi perifer menurun, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun, nyeri
ektermitas, edema, penyembuhan luka lambat
4. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan asites, penyakit ginjal dan kelenjar
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Defisit nutrisi
berhubungan dengan
peningkatan
kebutuhan
metabolisme
2. Pola napas tidak
efektif
3. Perfusi perifer tidak
efektif berhubungan
dengan
hiperglikemia
4. Risiko
ketidakseimbangan
cairan

Anda mungkin juga menyukai