Anda di halaman 1dari 6

HIPOALBUMIN

1. Pengertian
Albumin merupakan fbm protein utama dalam plasma manusia ( kurang lebih
3,4-4,7 g/dl dan menyusun sekitar 60% dari total protein plasma ( Harper 2019).
Albumin merupakan jenis problem terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar
60 persen. Protein yang larut dalam air dan mengendap pada pemanas itu merupakan
salah satu konstiten utama tubuh. Albumin adalah protein yang tertinggi konsentransi
dalam plasma.
Albumin adalah protein dalam darah yang dihasilkan oleh hati. Sebanyak
60% komposisi protein dalam darah merupakan albumin. Albumin juga memiliki
banyak fungsi, seperti regenerasi jaringan tubuh dan menjaga cairan tubuh agar tidak
bocor keluar dari pembuluh darah. Selain itu, albumin juga berfungsi untuk
menyalurkan beberapa zat ke seluruh tubuh, di antaranya hormon, vitamin, mineral,
bilirubin, lemak, serta obat-obatan.

2. Klasifikasi
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak
dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total kandungan albumin
dalam tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2018 dan Peralta, 2019). Klasifikasi
hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai berikut:
- Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl
- Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl
- Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl

3. Etiologi
Beberapa gejala yang dapat muncul pada penderita hipoalbuminemia adalah sebagai
berikut :
 Pembengkakan akibat penumpukan cairan pada wajah atau tungkai (edema).
Pembengkakan kelenjar air liur.
 Pembesaran lidah (makroglosia).
 Hepatomegali dan splenomegali.
 Pembesaran jantung.
 Bradikardia (denyut jantung lambat)
 Gangguan irama jantung.
 Hipotensi (tekanan darah rendah).
 Nafsu makan berkurang.
 Diare
 Mual dan muntah.
 Berat badan turun.
 Hilangnya lemak di bawah lapisan kulit
 Penurunan jumlah massa otot.
 Kulit kering dan kasar.
 Luka sulit sembuh
 Lambatnya pertumbuhan pada anak.
 Jaundice (sakit kuning).
 Ginekomastia (pembesaran payudara pada pria).
 Ensefalopati (gangguan pada otak).
 Spider angiomas (berkumpulnya pembuluh darah kecil di permukaan kulit).
 Palmar erythema (telapak tangan memerah).
 Asteriksis (tremor pada pergelangan tangan)

4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Penunjang
 Tes darah. Dokter akan mengukur kadar albumin, dengan mengambil sampel
darah pasien untuk diperiksa di laboratorium.
 Pemeriksaan rasio albumin kreatinin. Tes ini bertujuan mengukur kadar
albumin yang bocor melalui urine pasien.
 Tes pencitraan. Untuk mendeteksi kemungkinan sirosis atau gagal jantung,
dokter dapat melakukan tes pencitraan, seperti USG perut atau ekokardiografi.
Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan foto Rontgen untuk mengetahui
penyebab terjadinya peradangan. Biopsi. Dokter akan mengambil sampel
jaringan hati atau ginjal untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium.
 Pemeriksaan kadar CRP (C-reactive protein) darah, yang menandakan proses
peradangan pada tubuh. Peradangan merupakan salah satu penyebab
hipoalbuminemia.
6. Penyebab Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia umumnya disebabkan oleh peradangan dalam tubuh.
Peradangan dapat terjadi pasca tindakan operasi, atau akibat sepsis serta luka bakar.
Peradangan juga dapat terjadi akibat tindakan medis selain operasi, misalnya
pemasangan ventilator atau alat bantu napas. Selain karena peradangan, kurangnya
asupan protein, kalori, dan vitamin, atau gangguan penyerapan nutrisi, dapat
mengakibatkan hipoalbuminemia. Rendahnya kadar albumin juga bisa terjadi akibat
sejumlah kondisi berikut:
 Hipertiroidisme, yaitu kondisi kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon
secara berlebih Sindrom nefrotik, yaitu gangguan pada ginjal yang
menyebabkan protein bocor melalui urine. Diabetes, yaitu tingginya kadar
gula akibat kurangnya produksi hormon insulin.
 Sirosis, yaitu kondisi terbentuknya jaringan parut di hati akibat kerusakan
jangka panjang.
 Lupus, yaitu suatu kondisi di mana sistem imun berbalik menyerang tubuh.
 Gagal jantung.
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan
atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat
ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut: Kurang Energi
Protein,Kanker,Peritonitis,Luka bakar,Sepsis,Luka akibat Pre dan Post pembedahan
(penurunan albumin plasma yang terjadi setelah trauma),Penyakit hati akut yang berat
atau penyakit hati kronis (sintesa albumin menurun),Penyakit ginjal
(hemodialisa),Penyakit saluran cerna kronik,Radang atau Infeksi tertentu (akut dan
kronis),Diabetes mellitus dengan gangren, dan TBC paru.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipoalbuminemia tidak hanya bertujuan untuk mencapai kadar
serum albumin yang normal melalui pemberian terapi nutrisi. Fokus penatalaksanaan
yang utama adalah mengobati penyebab inflamasi dan penyakit yang mendasari.
Proporsi substansial dari kondisi hipoalbuminemia adalah malnutrisi yang
membutuhkan dukungan nutrisi melalui terapi pemberian albumin.
 Terapi albumin
Terapi albumin secara oral maupun injeksi diberikan pada pasien dengan
kadar serum albumin <2,5 g/dL. Terapi albumin oral berupa suplementasi
ekstrak ikan gabus (Ophiocephalus striatus) dengan dosis pemberian 2 kali
500 mg per hari, selama 4-6 hari.

8. Pengobatan Hipoalbuminemia
 Penanganan hipoalbuminemia tergantung kepada penyebab yang
mendasarinya. Sebagai contoh, hipoalbuminemia yang disebabkan oleh
kekurangan nutrisi bisa diatasi dengan mengubah menu makanan. Dokter akan
menyarankan beberapa menu makanan kaya protein untuk meningkatkan
kadar albumin, seperti kacang-kacangan, putih telur, ikan gabus, serta susu
dan produk turunannya.
 Hipoalbuminemia juga dapat diatasi dengan obat-obatan. Pada pasien dengan
gangguan ginjal, obat-obatan untuk menangani hipertensi, seperti captopril
atau candesartan, dapat membantu mencegah keluarnya albumin lewat urine.
Jenis obat lain yang bisa digunakan adalah kortikosteroid. Kortikosteroid
dapat mencegah turunnya kadar albumin pada pasien yang mengalami
peradangan

9. Komplikasi
Hipoalbuminemia yang tidak tertangani dengan baik dapat meningkatkan
risiko seseorang untuk mengalami kondisi lain sebagai komplikasinya. Berikut adalah
beberapa risiko komplikasi yang dapat terjadi, antara lain:
 Radang paru-paru.
 Efusi pleura, yang terjadi ketika cairan menumpuk di sekitar paru-paru.
 Asites, yang terjadi ketika cairan menumpuk di daerah perut.
 Atrofi, yang merupakan pelemahan otot yang signifikan.

Di samping itu, hipoalbuminemia juga dapat berbahaya jika baru ditemukan


setelah operasi atau setelah pengidapnya dirawat di ruang gawat darurat.
Hipoalbuminemia yang tidak diobati dapat secara signifikan meningkatkan risiko
cedera atau kondisi fatal dalam kasus ini.

10. Prognosis
Prognosis hipoalbuminemia bervariasi tergantung dari penyakit yang
mendasari, usia, dan komplikasi yang terjadi. Komplikasi hipoalbuminemia tersering
adalah gangguan sirkulasi dan edema anasarka.
Asuahan Keperawatan
1. Pengkajian

2. Diagnosa
1) Defisit perawatan diri
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
3) Peningkatan volume cairan
4) Reaksi peningkatan suhu tubuh
5) Kecemasan

3. Intervensi

SDKI SLKI SIKI

Defisit perawatan diri

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan

Peningkatan volume
cairan

Reaksi peningkatan suhu


tubuh

Kecemasan

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan yang mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
1. Tindakan mandiri (Independen)
Adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan dan keputusan sendiri
bukan merupakan petunjuk atau perintah kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama, seperti
dokter atau petugas kesehatan lain .
Berdasarkan referensi diatas, impelementasi merupakan tindakan nyata yang
dilakukan terhaadap klien sesuai dengan intervensi yang telah dibuat baik itu secara
mandiri atau kolaborasi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah.
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan

Anda mungkin juga menyukai