Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

CVA INFARK (STROKE NON HEMORAGIK) DI RUANG SADEWA RSUD JOMBANG

MIASIH SEKARWANGI NINGTIAS


193210021

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian

CVA Infrak adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh
dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2018: 2131)

2. Etiologi

Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2017: 235)

a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:

1) Penyakit jantung, reumatik


2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
3. Faktor resiko terjadinya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2019: 236):

1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

4. Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2017) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya terjadi
saat pasien melakukan aktivitas atau saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat
istirahat, kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi
yang menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder,
kesadaran pasien umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan hilang
dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam (24
jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun akut.
Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif beberapa jam
sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete

Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal


sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului
dengan TIA yang berulang.

5. Manisfestasi klinis
1. Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2017: 258-260), yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian besar
pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).

2) Non Dominan

- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan


menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak
dengan tepat)
- Agnosia (ketidak mampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri

c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,


diplobia (penglihatan ganda), buta.

d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan


tubuh.Penurunan Kesadaran
6. Pemeriksaan Penunjang

Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:

a. Laboratorium :
b. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan
VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet
Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
c. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED)
pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam
tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak
menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince,
dkk ,2019:1122)
d. b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
(Prince,dkk,2017:1122)
e. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran
darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince, dkk,
2017:1122).
f. d. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena,
vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk, 2018:1122).
g. e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas
cedera (Prince, dkk ,2017:1122)
h. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial
(Prince, dkk, 2019:1123).
i. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat
di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2019:140).
j. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2019:140).
k. Penatalaksanaan medis :
l. Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2017:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain:
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit,
4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
e. Posisi kepala head up (15-30⁰)
f. Menghindari mengejan pada BAB
g. Hindari batuk
h. Meminimalkan lingkungan yang panas

2. Kompliksi

Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2017: 253)


a. Dalam hal imobilisasi:
Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus, Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
Nyeri pada punggung, Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
Epilepsy, Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur
7. Pathways
8. Konsep Asuhan Keperawatan
2. Pengkajian
1 BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan
stroke.Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras: kulit hitam
lebih tinggi angka kejadiannya.

2. KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan kesadaran atau
koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.

3. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.


Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu
klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.


Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs,
Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah
otak menjadi menurun.

5. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.


Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba
terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai
koma.

6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.


Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami
stroke.

7. PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.


Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan
sebagaian sampai total.Meliputi:
A. mandi
B. makan/minum
C. bab / bak
D. berpakaian
E. berhias
F. aktifitas mobilisasi

2. PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI.

a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar
baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau
infark
3) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c) Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-
otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
e) Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
d. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu ma
kan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan
seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h. Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter gerakan
motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas.
Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.

3. SOSIAL INTERAKSI.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan
menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhannya.
4. Pola Fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan
menelan, obesitas (Doengoes, 2019: 291)
c. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius
paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
d. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang
labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan
diri (Doengoes, 2000: 290)
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan radiologi
1. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma, iskemia
dan infark (Doengoes, 2000: 292)
2. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges,
2000: 292)
3. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab
stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
4. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita
Stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan normal
biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan
cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(Jusuf Misbach, 1999)
4. Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi
Widjaja, 1993)

6. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat
permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan
dalam konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan
tindakan/rehabilitasi

7. TUJUAN PEMULANGAN
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat
diminimalkan/dapat didtabilkan
2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan
bantuan yang minimal dari orang lain
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa
depan
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami

9. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan kontrol/koordinasi
otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan perseptual, nyeri, depresi (Donna
D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 301)
5. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)

10. Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat
kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit
sensori, bahasa, intelektual dan emosi.
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik,
fungsi kognitif dan motorik/sensori
- Tidak ada tanda TIK meningkat
- Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
- Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan
16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi
jaringan otak dan akibatnya
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua
jam
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
1) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
4) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
5) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang
6) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
7) Memperbaiki sel yang masih viabel
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia
Tujuan:
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan
mempertahankan fungsi secara optimal)
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
- Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak
sakit
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e. Tinggikan kepala dan tangan
f. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
1) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
3) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan

3. Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada


sar af sensori
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan
sensori
Rencana tindakan
a. Tentukan kondisi patologis klien
b. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul,
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu
benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau
batas-batas lainnya.
d. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang
berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan
terhadap suhu air dengan tangan yang normal
e. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh
yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan
yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu
untuk merawata sisi yang sakit.
f. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g. Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional
1) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai
penetapan rencana tindakan
2) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh
terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu
ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
3) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan
intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan
kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
5) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.
6) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebih.
7) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulus.

4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi


Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil:
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan
klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
Rencana tindakan
a. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan
diri
b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh
c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri,
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
1) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
2) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting
bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien
untuk berusaha secara kontinyu
5) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Rencana tindakan
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika
klien dapat menelan air
g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang
Rasional
1) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
4) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
5) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
6) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
7) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak
8) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan
9) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan
jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

Rencana tindakan
a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi
jika mungkin
b. Rubah posisi tiap 2 jam
c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
d. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi
e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit

Rasional

1) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah


2) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
5) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6) Mempertahankan keutuhan kulit
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 2018, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI
/RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2016, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI, 2018, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2016, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 2017, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.

Harsono, 2019, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Harsono, 2017, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 2018, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 2019, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach,
An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 2019, Medical Surgical Nursing, A Nursing
Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful, 2017, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 2018, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 2016, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.


Mardjono M., Sidharta P., 2019, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 2019, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.

Satyanegara, 2019, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2017, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 2018, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien .................................................. dengan Masalah

Keperawatan .......................................................................................... di

Ruang ......................................... RSUD Jombang yang disusun oleh:

Nama : MIASIH SEKARWANGI NINGTIAS

NIM : 193210021

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal ......................

Jombang, ................................ 2022

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(.........................................) (.........................................)

Mengetahui,

Kepala Ruang

(.........................................)
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DIABETES MELITUS DI RUANG SADEWA RSUD JOMBANG

MIASIH SEKARWANGI NINGTIAS


193210021

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA

JOMBANG

2022
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN.................................................................
DENGAN DIAGNOSA ............................................
DI RUANG..............................................

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh:

...............................................
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS
KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien .................................................. dengan


Masalah Keperawatan ........................................................................................ di
Ruang ......................................... RSUD Jombang yang disusun oleh:

Nama : MIASIH SEKARWANGI NINGTIAS


NIM : 193210021

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal ......................

Jombang,........................2022
Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(.........................................) (.........................................)

Mengetahui,
Kepala Ruang

(.........................................)

Anda mungkin juga menyukai