Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

dengan CVA INFARK

Disusun untuk memenuhi tugas Departemen Keperawatan Medikal Bedah yang


dibimbing oleh : Reny Tri Febriani, S.ST.,M.Kes

Disusun Oleh:

Rina Yupita
2214314901006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PROFESI NERS

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN dengan


CVA INFARK

Laporan ini telah disetujui oleh


Pembimbing Profesi Ners

Hari/Tanggal:

Pembimbing Institusi Pembimbing


Lahan

(Reny Tri Febriani, S.ST.,M.Kes)


NIK. (Nikeningtyas
Dyah, S.Kep.
Ners)
NIP.
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta)

1.2 Etiologi

Beberapa penyebab CVA infark


a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah
cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil
yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium

1.3 Faktor resiko terjadinya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark:

1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok

1.4 Patofisiologi
1 Klasifikasi berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya terjadi saat pasien
melakukan aktivitas atau saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat,
kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi yang
menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran
pasien umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan hilang dalam
beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun akut.
Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif beberapa jam sampai
beberapa hari.
c. Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal sejak
awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA
yang berulang.

1.5 Manisfestasi klinis


1 Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis, yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Deficit Aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap
proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).

2) Non Dominan

- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan


menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-objak
dengan tepat)
- Agnosia (ketidak mampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
- Disorientasi kanan kiri

c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,


diplobia (penglihatan ganda), buta.

d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.


2. Penurunan Kesadaran

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada pasien CVA infark
a. Laboratorium :
b. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
c. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,
panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
d. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)
dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif
(Prince,dkk,2005:1122)
e. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince, dkk,
2005:1122).
f. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince,
dkk, 2005:1122).
g. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta
luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
h. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial
(Prince, dkk, 2005:1123).
i. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
j. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
k. Penatalaksanaan medis :
l. Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,
2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain:
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit,
4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
e. Posisi kepala head up (15-30⁰)
f. Menghindari mengejan pada BAB
g. Hindari batuk
h. Meminimalkan lingkungan yang panas

1.7 Kompliksi
Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)
a. Dalam hal imobilisasi:
Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus, Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
Nyeri pada punggung, Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
Epilepsy, Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur

BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
1. Biodata
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan
stroke.Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras: kulit
hitam lebih tinggi angka kejadiannya.

2. Keluhan utama.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan kesadaran atau
koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.

3. Upaya yang telah dilakukan.


Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu
klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.

4. Riwayat penyakit dahulu.


Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs,
Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh
darah otak menjadi menurun.

5. Riwayat penyakit sekarang.


Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba
terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai
koma.
6. Riwayat penyakit keluarga.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami
stroke.

7. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.


Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan
sebagaian sampai total.Meliputi:
mandi
makan/minum
bab / bak
berpakaian
berhias
aktifitas mobilisasi

8. Pemeriksaan fisik dan observasi.

a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,


penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman
pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan
kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar
baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut
jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk
menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding
atau infark
3) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman
b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-
spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
e) Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
d. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia
alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan
seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h. Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter gerakan
motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji
adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.

9. Sosial interaksi.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan
dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan
kesembuhannya.

10. Pola fungsi kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan
kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
c. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine,
anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif
(ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. (Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
d. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik
(hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi
yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

11. Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan radiologi
1. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma,
iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
2. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000: 292)
3. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab
stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
4. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita
Stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA.
Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah
menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar
protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan proses
inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
4. Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)

2.2 PRIORITAS KEPERAWATAN


1) Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2) Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat
permanen
3) Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
4) Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan
perubaahan dalam konsep diri pasien
5) Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan
kebutuhan tindakan/rehabilitasi

2.3 TUJUAN PEMULANGAN


1) Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat
diminimalkan/dapat didtabilkan
2) Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3) Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau
dengan bantuan yang minimal dari orang lain
4) Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk
masa depan
5) Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami

2.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000:
293)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan perseptual,
nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 301)
5. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah
dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
(Barbara Engram, 1998)

2.5 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan
tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik/sensori,
gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi.

Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal


Kriteria hasil:

- Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi


kognitif dan motorik/sensori
- Tidak ada tanda TIK meningkat
- Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
- Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan
16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi
jaringan otak dan akibatnya
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua
jam
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
1) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
4) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
5) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang
6) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat
total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
7) Memperbaiki sel yang masih viabel
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia

Tujuan:

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil:

- Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan


mempertahankan fungsi secara optimal)
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
- Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak
sakit
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e. Tinggikan kepala dan tangan
f. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
1) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
3) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan

3. Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada


sar af sensori

Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.


Kriteria hasil:

- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi


- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan
sensori
Rencana tindakan
a. Tentukan kondisi patologis klien
b. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi
bagian tubuh/otot, rasa persendian
c. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda
untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas
lainnya.
d. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya.
Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu
air dengan tangan yang normal
e. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang
terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang
membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk
merawata sisi yang sakit.
f. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g. Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional
1) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
2) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh
terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu
ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
3) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi
diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari
daerah yang terpengaruh.
4) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
5) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.
6) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebih.
7) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulus.

4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi

Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

Kriteria hasil:

- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
Rencana tindakan
a. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh
c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
1) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
2) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
3) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
4) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
5) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

5. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan otot mengunyah dan menelan

Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi

Kriteria hasil:

- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan


- Hb dan albumin dalam batas normal
Rencana tindakan
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika
klien dapat menelan air
g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
Rasional
1) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
2) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
3) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
4) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
5) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
6) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
7) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak
8) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan
9) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

Kriteria hasil

- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka


- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan
a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b. Rubah posisi tiap 2 jam
c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
d. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi
e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional
1) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
2) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
5) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6) Mempertahankan keutuhan kulit

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian
Terlampir
3.2 Analisa Data
No Data Masalah Etiologi

1 DS: Ketidakefektifan Ateriosklerosis



perfusi jaringan
 Pasien mengatakan Thrombus / emboli di
lemas badan sebelah cerebral cerebral
kanan ↓
Stroke non
hemoragik
DO: ↓
Proses metabolisme dalam
 KU : lemah otak terganggu
 Kesadaran : Cm ↓
 GCS : 456 Menurunnya suplai darah
 Klien tampak pucat O2 ke otak

 Membrane mukosa
Ketidakefektifan perfusi
dan bibir kering
 TTV : jaringan cerebral
-. TD : 158/89
x/menit
-. Nadi : 67 x/menit
-. Suhu : 36,8 0C, 
-. RR : 20x /m,
-. SpO2 : 97 %
2 Ds: Nyeri akut Ateriosklerosis
 Pasien mengatakan ↓
nyeri pada tangan Thrombus / emboli di
dan kaki kanan cerebral
P: ↓
Q : Tertusuk-tusuk Stroke non
R: tangan dan kaki hemoragik
kann ↓
S : Skala 5 Penurunan fungsi motoric
T: Hilang Timbul dan muskuluskeletal
Ds: ↓
 Ku : cukup Kelemahan pada anggota
 Tampak meringis gerak
 Sesekali tampak ↓
memegang bagian Hemiparese / plegi kanan
yang nyeri kiri
 TTV ↓
-. TD : 158/89 Nyeri Akut
x/menit
-. Nadi : 67 x/menit
-. Suhu : 36,8 0C, 
-. RR : 20x /m,
SpO2 : 97 %

3 DS: Hambatan mobilitas Ateriosklerosis



fisik
 Pasien mengatakan Thrombus / emboli di
lemas badan sebelah cerebral
kanan ↓
Stroke non
hemoragik
DO: ↓
Penurunan fungsi motoric
 KU : lemah dan muskuluskeletal
 Kesadaran : Cm ↓
 GCS : 456 Kelemahan pada anggota
 Kekuatan otot : gerak
1 2 ↓
Hemiparese / plegi kanan
1 4 kiri
 TTV ↓
-. TD : 158/89 Hambatan
mobilitas fisik
x/menit
-. Nadi : 67 x/menit
-. Suhu : 36,8 0C, 
-. RR : 20x /m,
SpO2 : 97 %
3.3 Diagnosa Keperawatan
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d penyempitan pembuluh darah
2 Nyeri akut b.d penurunan fungsi motorik
3 Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan fungsi muskuluskeletal
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosis NOC NIC

1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7 jam, Monitor tekanan intrakranial (2590)
Ketidakefektifan perfusi jaringan
diharapkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan
cerebral b.d penyempitan pembuluh Definisi : Pengukuran dan interpretasi data pasien
cerebral dapat teratasi dengan kriteria hasil:
darah untuk pengaturan intrakranial
Perfusi Jaringan Cerebral (0406)
Aktivitas-aktivitas
Definisi: Kecukupan aliram darah melalui pembuluh
darah otak untuk mempertahankan fungsi otak 1 Monitor tekanan darah aliran otak
2 Monitor status neurologis
Skala target outcome : dipertahankan pada 1, 3 Monitor TTV
ditingkatkan ke 4 4 Letakkan kepala dan leher pasien
dalam posisi netral, hindari fleksi
(1 = berat 5 = tidak ada) pinggang yang berlebihan
5 Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
Indikator :
mengoptimalkan perfusi serebral
040602 Tekanan intrakranial 1 2 3 4 5 6 Berikan agen farmakologis untuk
040613 Tekanan darah sistolik 1 2 3 4 5 mempertahankan TIK dalam jangkauan
040614 Tekanan darah 1 2 3 4 5 tertentu
diastolik
040617 Nilai rata – rata 1 2 3 4 5
tekanan darah
040616 Demam 1 2 3 4 5
040619 Penurunan tingkat 1 2 3 4 5
kesadaran

25
2 Nyeri Akut b.d penurunan Kontrol Nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
motoric skala target outcome :
Dipertahankan pada 3 di tingkatkan ke 5 Aktivitas-aktivitas:
1=berat
5=tidak ada  Lakukan pengkajian nyeri khomresif yang
Indikator : meliputi lokasi, karakteristik, frequensi,
(160502) Mengenali kapan nyeri 1 2 3 4 5 kualitas, intensitas, bertanya nyeri dan
terjadi factor pencetus

160504) Menggunakan tindakan 1 2 3 4 5  Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri


pengurangan nyeri tanpa
analgesik  Gunakan strategi komunikasi terapeutik
160505) Menggunakan analgesic 1 2 3 4 5 untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
yang di rekomendasikan penerimaan pasien terhadap nyeri
160511) Melaporkan nyeri yang 1 2 3 4 5
terkontrol  Mengajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi seperti relaksasi nafas
dalam, terapi musik

 Libatkan keluarga dalam modalitas


penurunan nyeri jika memungkinkan

 Ajarkan metode farmakologi untuk


menurunkan nyeri
2 Hambatan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7 jam, Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
penurunan fungsi diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik dapat
muskuluskeletal teratasi dengan kriteria hasil: Definisi : penggunaan gerakan tubuh baik aktif
maupun pasif untuk meningkatkan atau
Pergerakan Sendi : Pasif (0207)
memelihara kelenturan sendi
Definisi: Pergerakan sendi dengan bantuan
Aktivitas-aktivitas

26
Skala target outcome : dipertahankan pada 3 1. Monitor TTV
ditingkatkan ke 5 2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. Tentukan batasan pergerakan sendi dan
(1 = deviasi berat dari kisaran normal 5 = Tidak ada efeknya terhadap fungsi sendi
deviasi dari kisaran normal ) 4. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya
nyeri dan ketidaknyamanan selama
Indikator :
pergerakan
020703 Jari – jari 1 2 3 4 5 5. Lakukan latihan ROM pasif sesuai
020707 Pergelangan tangan 1 2 3 4 5 indikasi
020709 Siku 1 2 3 4 5 6. Libatkan keluarga dalam melakukan
020713 Pergelangan kaki 1 2 3 4 5 ROM, jika perlu
020715 Lutut 1 2 3 4 5 7. Anjurkan melakukan pergerakan sendi
yang ritmis dan teratur sesuai kadar nyeri
yang bisa ditoleransi
8. Anjurkan keluarga untuk memberikan
penguatan positif
9. Kolaborasi dengan terapi fisik mengenai
rencana ambulasi sesuai kebutuhan

3.5 Implementasi dan Evaluasi

Senin, 19 Desember
2022
No Tanggal Jam Dx Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan

27
1 19-12-22 19.00 Ketidakefektifan 1 Memonitor tekanan darah aliran otak S:
perfusi jaringan 2 Memonitor status neurologis
cerebral b.d  Pasien mengatakan lemas badan sebelah
penyempitan 3 Memonitor TTV
4 Menyesuaikan kepala tempat tidur kanan
pembuluh darah
untuk mengoptimalkan perfusi serebral
dengan head up 300 O:
5 Memberikan agen farmakologis untuk
mempertahankan TIK dalam jangkauan  KU : lemah
tertentu  Kesadaran : Cm
 Inj. Citicolin 2 x 500 mg
 GCS : 456
 Inj. Clopidogrel 75 mg
 Inf. Manitol 6 x 100 ml  Klien tampak pucat
 Inj. Furosemide 20 mg  Membrane mukosa dan bibir kering
 Drip Nicardipin 2,5 mg/jam  TTV :
 PO : CPG 1xx 75 mg
-. TD : 158/89 x/menit
-. Nadi : 67 x/menit
-. Suhu : 36,8 0C, 
-. RR : 20x /m,
-. SpO2 : 97 %

A: Masalah belum teratasi

P : Intervensi di lanjutkan

2 19-12-22 1 Nyeri akut b.d S:


penurunan motoric  Pasien mengatakan nyeri pada tangan dan
1 Melakukan pengkajian nyeri khomresif
kaki kanan
yang meliputi lokasi, karakteristik,
frequensi, kualitas, intensitas, bertanya P:
nyeri dan factor pencetus Q : Tertusuk-tusuk
R: tangan dan kaki kann

28
S : Skala 5
2 Mengajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
T: Hilang Timbul
3 Menggunakan strategi komunikasi O:
terapeutik untuk mengetahui pengalaman  Ku : cukup
nyeri dan penerimaan pasien terhadap  Tampak meringis
nyeri  Sesekali tampak memegang bagian yang
nyeri
4 Mengajarkan penggunaan teknik  TTV
nonfarmakologi seperti relaksasi nafas -. TD : 158/89 x/menit
dalam, terapi musik -. Nadi : 67 x/menit
5 Melibatkan keluarga dalam modalitas -. Suhu : 36,8 0C, 
penurunan nyeri jika memungkinkan -. RR : 20x /m,
6 Mengajarkan metode farmakologi untuk SpO2 : 97 %
menurunkan nyeri ( pemberian injeksi
ketorolac 3x 30 mg ) A: Masalah belum teratasi
7 Pemberian terapi obat :
Infus NS 18 tpm P : Intervensi di lanjutkan
Injeksi metrodazole 3x500 g
Injeksi Ranitide 2x1 amp
3 19-11-22 19.00 Hambatan 1 Memonitor TTV S:
mobilitas fisik 2 Mengkaji kemampuan pasien dalam
b.d penurunan mobilisasi  Pasien mengatakan lemas badan sebelah
fungsi
3 Menentukan batasan pergerakan sendi dan kanan
muskuluskeletal
efeknya terhadap fungsi sendi
4 Memonitor lokasi dan kecenderungan O:
adanya nyeri dan ketidaknyamanan selama
pergerakan  KU : lemah
5 Melakukan latihan ROM pasif sesuai  Kesadaran : Cm
indikasi
 GCS : 456
6 Melibatkan keluarga dalam melakukan

29
ROM, jika perlu
7 Menganjurkan melakukan pergerakan sendi Kekuatan otot :
yang ritmis dan teratur sesuai kadar nyeri 1 2
yang bisa ditoleransi 1 4
8 Berkolaborasi dengan terapi fisik mengenai
 TTV
rencana ambulasi sesuai kebutuhan
-. TD : 158/89 x/menit
-. Nadi : 67 x/menit
-. Suhu : 36,8 0C, 
-. RR : 20x /m,
SpO2 : 97 %

A: Masalah belum teratasi

P : Intervensi di lanjutkan

Selasa, 20 Desember
2022
No Tanggal Jam Dx Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
1 20-12-22 19.00 Ketidakefektifan 1 Memonitor tekanan darah aliran otak S:
perfusi jaringan 2 Memonitor status neurologis
cerebral b.d  Pasien mengatakan masih lemas badan

30
penyempitan 3 Memonitor TTV
pembuluh darah sebelah kanan
4 Menyesuaikan kepala tempat tidur
untuk mengoptimalkan perfusi serebral
dengan head up 300
O:
5 Memberikan agen farmakologis untuk
 KU : lemah
mempertahankan TIK dalam jangkauan
tertentu  Kesadaran : Cm
 Inj. Citicolin 2 x 500 mg  GCS : 456
 Inj. Clopidogrel 75 mg  Klien tampak pucat
 Inf. Manitol 6 x 100 ml
 Inj. Furosemide 20 mg  Membrane mukosa dan bibir kering
 Drip Nicardipin 2,5 mg/jam  TTV :
 PO : CPG 1xx 75 mg -. TD : 140/78 x/menit
-. Nadi : 76 x/menit
-. Suhu : 36,4 0C, 
-. RR : 20x /m,
-. SpO2 : 97 %

A: Masalah belum teratasi

P : Intervensi di lanjutkan

2 20-12-22 1 Nyeri akut b.d S:


penurunan motoric  Pasien mengatakan nyeri pada tangan dan
1 Melakukan pengkajian nyeri khomresif
kaki kanan mulai berkurang
yang meliputi lokasi, karakteristik,
frequensi, kualitas, intensitas, bertanya P:
nyeri dan factor pencetus Q : Tertusuk-tusuk
R: tangan dan kaki kann
2 Mengajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri S : Skala 3
T: Hilang Timbul
3 Menggunakan strategi komunikasi

31
O:
terapeutik untuk mengetahui pengalaman
 Ku : cukup
nyeri dan penerimaan pasien terhadap
 Tampak meringis
nyeri
 Sesekali tampak memegang bagian yang
4 Mengajarkan penggunaan teknik nyeri
nonfarmakologi seperti relaksasi nafas  TTV
dalam, terapi musik -. TD : 140/78 x/menit
-. Nadi : 76 x/menit
5 Melibatkan keluarga dalam modalitas
-. Suhu : 36,4 0C, 
penurunan nyeri jika memungkinkan
-. RR : 20x /m,
6 Mengajarkan metode farmakologi untuk
menurunkan nyeri ( pemberian injeksi -. SpO2 : 97 %
ketorolac 3x 30 mg )
7 Pemberian terapi obat : A: Masalah teratasi sebagian
Infus NS 18 tpm
Injeksi metrodazole 3x500 g P : Intervensi di lanjutkan
Injeksi Ranitide 2x1 amp
2 20-12-22 19.00 Hambatan S:
mobilitas fisik 1 Memonitor TTV
b.d penurunan 2 Mengkaji kemampuan pasien dalam  Pasien mengatakan masih lemas badan
fungsi
mobilisasi sebelah kanan
muskuluskeletal
3 Menentukan batasan pergerakan sendi
dan efeknya terhadap fungsi sendi O:
4 Memonitor lokasi dan kecenderungan
adanya nyeri dan ketidaknyamanan  KU : lemah
selama pergerakan  Kesadaran : Cm
5 Melakukan latihan ROM pasif sesuai
 GCS : 456
indikasi
6 Melibatkan keluarga dalam melakukan Kekuatan otot :
ROM, jika perlu 1 2
7 Menganjurkan melakukan pergerakan

32
sendi yang ritmis dan teratur sesuai kadar 1 4
nyeri yang bisa ditoleransi
 TTV
8 Berkolaborasi dengan terapi fisik
-. TD : 140/78 x/menit
mengenai rencana ambulasi sesuai
kebutuhan -. Nadi : 76 x/menit
-. Suhu : 36,4 0C, 
-. RR : 20x /m,
-. SpO2 : 97 %

A: Masalah belum teratasi

P : Intervensi di lanjutkan

33
34
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian


Neurologi FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume


3, EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi
VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing


Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical


Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia.

35
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya,
Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

36

Anda mungkin juga menyukai