Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP

PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF


DI POLIKLINIK JANTUNG RSUD
KABUPATEN SUKOHARJO

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

ENDAR SULISTYO
J 210 161 049

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP
PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI POLIKLINIK
JANTUNG RSUD KABUPATEN SUKOHARJO
ABSTRAK
Latar Belakang: Gagal jantung kongestif merupakan suatu kondisi dimana organ
jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh secara adekuat. Kondisi
ini dapat mengakibatkan sesak nafas, batuk serta mudah lelah, sehingga
mengakibatkan intoleransi aktivitas yang berdampak pada kualitas hidup.
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan untuk membantu pasien mencapai kondisi
yang lebih baik. Tujuan: untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
kualitas hidup pasien gagal jantung kongestif di poliklinik jantung RSUD
Kabupaten Sukoharjo. Metode Peneltian: Desain kuantitatif analitik dengan
pendekatan cross sectional digunakan dalam penelitian ini. Jumlah sampel
penelitian sebanyak 67 responden yang diambil secara accidental sampling. Uji
statistik dilakukan dengan chi-square. Kesimpulan : Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup
pasien gagal jantung kongestif dengan nilai p-value = 0,000. Pemberian
pendidikan kesehatan saat kunjungan ke rumah sakit, pembentukan peer group
paska rehospitaslisasi dan dorongan motivasi yang diberikan oleh tenaga medis
kepada keluarga akan mendorong keluarga untuk secara aktif terlibat dalam
merawat pasien ketika berada di rumah, pertukaran informasi serta berbagi
pengalaman yang di dapat dari penderita lain dapat membantu pasien dalam
mempertahankan kondisi secara optimal.

Kata Kunci: Dukungan Keluarga, Kualitas Hidup, Gagal Jantung Kongestif

ABSTRACT

Background: Congestive heart failure is a condition in which the heart's organs


are unable to pump blood throughout the body adequately. This condition can lead
to shortness of breath, cough and fatigue easily, resulting in activity intolerance
that impact on quality of life. Family support is needed to help patients achieve
better conditions. Objective: to determine the relationship of family support to the
quality of life of patients with congestive heart failure in heart polyclinic RSUD
Sukoharjo District. Method of Research: Analytical quantitative design with
cross sectional approach was used in this study. The number of research sample is
67 respondents taken by accidental sampling. The statistical test was performed
with chi-square. Conclusion: The results showed a relationship between family
support and quality of life of patients with congestive heart failure and p-value =
0.000. Provision of health education during hospital visits, the formation of post-
rehospitalization peer groups and motivational impetus provided by medical
personnel to families will encourage families to be actively involved in caring for
patients while at home, exchanging information and sharing experiences

1
experienced by other sufferers can help the patient in maintaining the condition
optimally.

Keywords: Family Support, Quality of Life, Congestive Heart Failure

1. PENDAHULUAN
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis yang diakibatkan
kelainan fungsional ataupun struktural jantung yang menyebabkan
ketidakmampuan pengisian ventrikel serta ejeksi darah ke seluruh tubuh
(Yancy et al, 2013). Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah ke
seluruh tubuh ditandai dengan tungkai bengkak, saat beraktifitas dan tidur
tanpa bantal terjadi sesak nafas, pernah atau belum pernah didiagnosis
menderita gagal jantung oleh dokter tetapi mengalami gejala atau riwayat
tersebut maka didefinisikan sebagai penyakit gagal jantung (Riskesdas,
2013). Gagal jantung merupakan salah satu diagnosis kardiovaskular yang
sangat cepat peningkatannya (Lavine dan Schilling, 2014). Di negara industri
dan negara – negara berkembang, prevalensi penyakit gagal jantung
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia harapan hidup dan sebagai
penyakit utama penyebab kematian (Bararah dan Jauhar, 2013). Sekitar 23
juta seluruh penduduk dunia mengalami gagal jantung dan diperkirakan
prevalensi akan terus meningkat hingga 46% pada tahun 2030 (Mozaffarian
et al, 2015). Dalam studi yang telah dilakukan untuk jangka waktu 30 hari, 1
tahun, dan 5 tahun, kasus kematian setelah rawat inap untuk gagal jantung
adalah sebesar 10,4%, 22%, dan 42,3% (Yancy et al, 2013). Di Indonesia
kematian akibat penyakit gagal jantung berdasarkan Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) tahun 2011 menempati peringkat ke 3 setelah stroke haemoragik
dan stroke non haemoragik. Dari 10 besar kematian penyakit tidak menular di
rawat inap rumah sakit seluruh Indonesia menjadikan penyakit gagal jantung
sebagi prioritas pertama program pengendalian di Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan (Pusdatin Kemenkes, 2012).
Prevalensi gagal jantung berdasarkan wawancara oleh dokter di Indonesia
diperkirakan sebesar 229.696 orang, sedangkan yang terdiagnosis oleh dokter

2
sebesar 530.068 orang (Riskedas, 2013). Dari data rekam medik di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Sukoharjo angka kejadian gagal jantung
kongestif tahun 2016 sebanyak 199 pasien.
Pasien gagal jantung kongestif dapat menurunkan kualitas hidup
seseorang serta mempengaruhi bidang ekonomi dan kesehatan (Ramani et al,
2010). Gagal jantung secara signifikan menurunkan kualitas hidup terkait
kesehatan terutama di bidang fungsi fisik dan vitalitas. Kurangnya
peningkatan kualitas hidup terkait kesehatan setelah pulang dari rumah sakit
adalah prediktor utama dari rehospitalisasi dan mortalitas (Yancy et al, 2013).
Penilaian terhadap kualitas hidup menurut World Health Organization (2012)
digolongkan dalam 4 domain yaitu domain kesehatan fisik, psikologi,
hubungan sosial dan lingkungan. Manajemen perawatan mandiri mempunyai
peran dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi
dampak bermakna pada perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional,
kualitas hidup, penurunan angka perawatan, morbiditas dan prognosis.
Setelah anggota keluarga yang sakit pulang dari rumah sakit dan menjali
program rahabilitasi jantung maka keluarga memainkan peranan yang
penting untuk keberhasilan program tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Dukungan keluarga dalam pengobatan gagal jantung dilakukan agar penderita
merasa aman, nyaman dalam melakukan aktivitas fisik, serta meningkatkan
harapan hidupnya (Bararah dan Jauhar, 2013). Dukungan ini bisa berupa
kehadiran yang mempengaruhi tingkah laku penerima dukungan dan memberi
respon emosional. Menurut Friedman (2010), dukungan keluarga bisa
diberikan dalam beberapa bentuk : dukungan informasional, penilaian,
instrumental, dan emosional.
Berdasarkan data awal yang diperoleh dari hasil wawancara sebanyak 6
(enam) pasien gagal jantung kongestif di poliklinik jantung RSUD Kabupaten
Sukoharjo, 1 (satu) pasien mengalami pembengkakan pada tungkai, 2 (dua)
pasien mengatakan sudah terjadi penurunan pembengkakan dan 3 (tiga)
pasien tidak mengalami pembengkakan tungkai, seluruh pasien mengatakan
sesak dan cepat lelah saat melakukan aktivitas berat sehingga memerlukan

3
bantuan orang lain sehingga pasien merasa menjadi beban bagi keluarga,
dengan kondisi seperti ini semua pasien memutuskan tidak bekerja lagi, tidak
pernah mengikuti kegiatan diluar rumah seperti berolah raga dan kegiatan -
kegiatan kemasyarakatan sehingga pasien hanya beristirahat dirumah saja.
Keenam pasien gagal jantung kongestif tersebut, 2 (dua) diantaranya datang
sendiri dengan alasan adanya kesibukan anggota keluarga dan mengatakan
kurang mendapat dukungan dari keluarga, sehingga saat jadwal kontrol ke
poliklinik jantung harus datang sendirian. 4 (empat) pasien lainnya
mendapatkan pendampingan dari anggota keluarganya selama menjalani
kontrol di poliklinik jantung. Pendampingan oleh anggota keluarga saat
kontrol inilah salah satu bentuk dari dukungan keluarga itu sendiri.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah
ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada pasien
gagal jantung kongestif di poliklinik jantung RSUD Kabupaten Sukoharjo?
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross
sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 67 responden yang diambil
secara accidental sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner
dukungan keluarga yang dimodifikasi dan kualitas hidup menggunakan
minnesota living with heart failure questionnaire (MLHFQ). Uji statistik
dilakukan dengan chi-square. Penelitian ini dilakukan pada 4 - 18 Desember
2017 di Poliklinik Jantung RSUD Kabupaten Sukoharjo.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisa Bivariat
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden
No Karakteritik Frekuensi Persentase
N=67 (%)
1. Usia
Dewasa Awal (26 – 35 tahun) 5 7,5
Dewasa Akhir (36 – 45 tahun) 8 11,9

4
Lansia Awal (46 – 55 tahun) 16 23,9
Lansia Akhir (56 – 65 tahun) 23 34,3
Manula (> 65 tahun) 15 22,4
2. Jenis Kelamin
Laki – Laki 41 61,2
Perempuan 26 38,8
3. Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil 1 1,5
Pensiunan 2 3,0
Ibu Rumah Tangga 3 4,5
Petani 35 52,2
Wiraswasta 22 32,8
Lain – Lain 4 6,0
4. Pendidikan
Tidak Sekolah 25 37,3
SD/MI/Sederajat 10 14,9
SMP/MTs/Sederajat 12 17,9
SMA/MA/Sederajat 17 25,4
Akademi/Perguruan Tinggi 3 4,5
5. The New York Heart Association
NYHA I 4 6,0
NYHA II 26 38,8
NYHA III 21 31,3
NYHA IV 16 23,9
6. Ejeksi Fraksi
< 40% 30 44,8
≥ 40% 37 55,2
No Karakteristik Mean Min Max
7. Lama Gagal Jantung 18,87 7 62
Kongestif (dalam Bulan)

5
Data karakteristik responden gagal jantung kongestif berdasarkan
usia responden terbanyak adalah lansia akhir (56 – 65 tahun) dengan
jumlah 23 responden, jenis kelamin responden terbanyak adalah jenis
kelamin laki – laki dengan jumlah 41 responden, pekerjaan responden
terbanyak adalah petani dengan jumlah 35 responden, pendidikan
terakhir responden terbanyak adalah tidak sekolah dengan jumlah 25
responden, derajat The New York Heart Association (NYHA) responden
terbanyak adalah NYHA II dengan jumlah 26 responden, ejeksi fraksi
responden terbanyak adalah ≥ 40% dengan jumlah 37 responden, dan
rata- rata lama menderita responden adalah 18,87 bulan.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga

Dukungan Keluarga Frekuensi Prosentase (%)


Tinggi 45 67,2
Rendah 22 32,8
Jumlah 67 100

Gambaran dukungan keluarga secara umum adalah sebanyak 45


orang pasien gagal jantung kongestif mendapat dukungan keluarga yang
tinggi.

3.2 Analisa Univariat


Tabel 7. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Kualitas Hidup
Dukungan Total P-
Tinggi Rendah α
Keluarga value
f % f % f %
Tinggi 35 83,3 7 17,7 42 100
Rendah 5 20,0 20 80,0 25 100 0,05 0,000
Total 40 59,7 27 40,3 67 100

Berdasarkan tabel 7 diketahui dari 42 responden dengan dukungan


keluarga tinggi. 35 responden diantaranya mempersepsikan kualitas
hidupnya tinggi. Kemudian dari 25 responden dengan dukungan

6
keluarga rendah, 20 responden diantaranya mempersepsikan kualitas
hidupnya rendah. Setelah dilakukan uji statistik, didapatkan p-value
0,000 yang berarti p-value ≤ 0,05, sehingga hipotesa nol (Ho) ditolak
yang berarti ada hubungan antara dukungan instrumental keluarga
dengan kualitas hidup pasien gagal jantung kongestif.

3.3 PEMBAHASAN
Usia lansia akhir dengan jumlah 23 merupakan responden terbanyak
pada penelitian ini. Setiap peningkatan usia disertai dengan peningkatan
jumlah penderita gagal jantung (Llyod-Jones et al, 2010) dan angka
kematian akibat penyakit kardiovaskular meningkat seiring dengan
meningkatnya usia (Smeltzer et al, 2010). Jenis kelamin laki –laki
dengan jumlah 41 merupakan responden terbanyak pada penelitian ini.
Pada penelitian Yang and Reckelhoff, (2011) faktor resiko gagal jantung
pada perempuan lebih rendah dari laki-laki karena perempuan memiliki
hormon estrogen yang menghasilkan High Density Lipoprotein (HDL)
yang memiliki efek dalam mencegah kejadian gangguan kardiovaskular.
Pekerjaan petani dengan jumlah 35 merupakan responden terbanyak pada
penelitian ini. Smeltzer et al, (2010) mengatakan bahwa pekerjaan
seseorang sangat erat kaitannya dengan tingkatan aktivitas dan istirahat.
Faktor resiko penyakit gagal jantung lebih besar karena aktifitas fisik dan
gaya hidup (Stromberg dan Martensson, 2003). Pendidikan terakhir
responden yang paling banyak pada penelitian ini adalah tidak sekolah
dengan jumlah 25 responden. Latar belakang pendidikan seseorang erat
kaitanya dengan tingkat pengetahuan seseorang tersebut (Smeltzer et al,
2010). Rata – rata lama menderita responden adalah 18,87 bulan. Dalam
studi yang telah dilakukan untuk jangka waktu 30 hari, 1 tahun, dan 5
tahun, kasus kematian setelah rawat inap untuk gagal jantung adalah
sebesar 10,4%, 22%, dan 42,3% (Yancy et al, 2013). Responden yang
paling banyak pada penelitian ini adalah NYHA II dengan jumlah 26
responden. Hal ini berkaitan dengan derajat New York Heart Association
(NYHA) yaitu gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jantung baik

7
berupa variasi fisik meliputi dyspnea, lelah, dan edema (Pellegrino,
Dantas, dan Clark, 2011). Dimana kelas fungsional I dan II tidak ada
batasan aktivitas fisik dan tidak menimbulkan sesak nafas, sedangkan
fungsional III dan IV paling sering ditemukan di ruang rawat inap
(Hauptman et al, 2008). Ejeksi fraksi responden yang paling banyak
adalah ≥ 40% dengan jumlah 37 responden. Keterbatasan fungsional
secara tidak langsung diperkirakan sebagai prediktor terhadap kematian
pada pasien dengan ejeksi fraksi rendah (Austin et al, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan


bahwa responden yang mendapatkan dukungan keluarga tinggi maka
memiliki kualitas hidup yang tinggi, sedangkan responden yang
mendapatkan dukungan keluarga rendah memiliki kualitas hidup yang
rendah. Hasil analisa uji statistik didapatkan hasil yaitu terdapat
hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal
jantung kongestif di Poliklinik Jantung RSUD Kabupaten Sukoharjo.
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi seorang pasien
dimana dukungan yang diberikan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas hidup. Dukungan keluarga adalah suatu proses yang
terjadi sepanjang masa kehidupan, dimana jenis dan sifat dukungannya
berbeda dalam berbagai tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga
dapat berupa dukungan sosial internal seperti, dukungan dari saudara
kandung dari suami, isteri, atau dapat juga berupa dukungan keluarga
eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga dalam bentuk sikap atau
tindakan dalam penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang
bersifat selalu siap mendukung dan memberikan pertolongan. Pemberian
bantuan membuat keluarga mampu meningkatkan kesehatan (Friedman,
2010).
Penelitian ini terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan
kualitas hidup pasien gagal jantung kongestif. Hal ini disebabkan karena
adanya dukungan yang diberikan secara aktif oleh keluarga berupa
dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional.

8
Dukungan keluarga akan membantu pasien dalam meningkatkan dan
mempertahankan kondisi pasien, kondisi inilah yang akan mengurangi
kecemasan dan mencegah munculnya stress pasien (Suratinoyo, Rottie
dan Massi, 2016).

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Data karakteristik responden gagal jantung kongestif berdasarkan


usia responden terbanyak adalah lansia akhir (56 – 65 tahun), jenis
kelamin responden terbanyak adalah jenis kelamin laki – laki, pekerjaan
responden terbanyak adalah petani, pendidikan terakhir responden
terbanyak adalah tidak sekolah, rata- rata lama menderita responden
adalah 18,87 bulan, derajat The New York Heart Association (NYHA)
responden terbanyak adalah NYHA II, dan ejeksi fraksi responden
terbanyak adalah ≥ 40%. Ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan kualitas hidup pasien gagal jantung kongestif di poliklinik
jantung RSUD Kabupaten Sukoharjo.

4.2 Saran
Bagi perawat diharapkan selalu berpegang teguh pada konsep
komprehensif saat memberikan pelayanan kepada penderita gagal
jantung kongestif, bahwa orang yang sakit fisiknya psikologisnya pun
juga merasakan sakit.
Bagi Rumah Sakit, sebagai pemberi pelayanan kesehatan diharapkan
agar lebih meningkatkan sarana dan prasarana rahabilitasi medik,
discharge planning yang terstruktur, pendidikan kesehatan / penyuluhan
kesehatan kepada pasien gagal jantung kongestif.
Peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian selanjutnya dapat
dikembangkan dengan metode yang berbeda, peneliti menyarankan agar
dilakukan penelitian kualitatif agar dapat menggali lebih dalam mengenai
pasien gagal jantung kongestif.

9
DAFTAR PUSTAKA
Austin, B.A., Wang, Y., Smith, G.L,. Vaccarine, V., Krumholz, H.M.,
McNamara, R.L. (2008). Systolic Function As A Predictor Of Mortality And
Quality Of Life In Long-Term Survivors With Heart Failure. Clinical
Cardiology, 31, 119-124.

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap


Menjadi Perawat Profesional. (Jilid 2). Jakarta. Prestasi Pustaka Raya.

Friedman, L.M., (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga; Riset, Teori &
Praktik (5th ed). Jakarta : EGC.

Hauptman, P.J., Rich, M.W., Heidenreich, P.A., Chin, J., Cumming, N., Dunlap,
M.E., et al. (2008). The Heart Failure Clinic : A Consensus Statement of the
Heart Failure Society of America. Journal of Cardiac Failure, 14, 801-815.

Lavine, K.L., Schilling, J.D. (2014). Evaluation Of Acute Heart Failure. In :


Cuculich PS, Kates Am, Editors. Cardiology Subspecialty Consult (3rdEd).
Philadelphia : WoltersKluwer,71-72.

Lloyd-Jones, D., Adams, R.J., Brown, T.M, Carnethon, M., Dai, S., De Simone,
G. et al. (2010). Heart Disease And Stroke Statistics – 2010 Update : Report
From The American Heart Association. Circulation, 121, 46-215.

Mozaffarian, D., Benjamin, E.J., Go, A.S., Amett, D.K., Blaha, M.J., Cushman,
M., et al (2015). Heart Disease And Stroke Statistics 2015 Update : A Report
From The American Heart Association. Circulation. 131-133.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Pelegrino,V.M., Dantas, R.A.S., Clark, A.M. (2011). Health-Rated Quality Of


Life Determinants In Out Patients With Heart Failure. Rev, Latino-Am.
Enfermagem, 19, 451-457.

PERKI. (2015). Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. diunduh pada 25 – 03 -


2017 dari http://www.ina-ecg.com.

Pietri,G., Ganse, E.V., Ferrer, M., Garin, O., Wiklund, I (2004). Minessota Living
With Heart Failure Questionnaire User Manual. diunduh pada 25 – 03 -
2017 dari http://www.mapi-research-ist.com.

Pusat Data dan Informasi Kemenkes. (2012), diunduh tanggal 16 Maret 2017 dari
http://www.litbang.depkes.go.id.

10
Riset Kesehatan Dasar. (2013), diunduh tanggal 16 Maret 2017 dari
http://www.litbang.depkes.go.id.

Smeltzer, C.S., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H., (2010). Brunner And
Suddarth’s Text Book Of Medical Surgical Nursing. (11th ed). Lippincolt.

Stromberg, A., Martensson, J. (2003). Gender Differences In Patients With Heart


Failure. Department of cardiology. Sweden : European Journal
Cardiovascular Nurs, 2 (1), 7-18.

Suratinoyo, I., Rottie, J.V., Massi, G.N. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan
Dangan Mekanisme Koping Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
Diruangan CVBC Lantai III Di RSUP Dr R.D Kandou Manado.

WHO. (2012). Programme On Mental Health WHOQOL User Manual.


http://www.who.int.

Yancy, C.W., et al. (2013) 2013 ACCF / AHA Guideline For The Management Of
Heart Failure. Circulation.

Yang, X.P., Reckelhoff, J.F., (2011). Estrogen, Hormonal Replacement Therapy


and Cardiovaskular Disease. Current Opinion in Nephrology and
Hypertension, 20, 133-138.

11

Anda mungkin juga menyukai