Anda di halaman 1dari 55

1

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE

DI RUANG IHSAN RUMAH SAKIT BINAS EHAT

JEMBER

Oleh :

BETTY NURCAHYA KUSUMA WARDANY

NIM : 2022035178
2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG

2023

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Gagal jantung kongestif juga disebut gagal jantung adalah ketika jantung tidak

dapat memompa cukup darah ke organ-organ. Jantung bekerja, tapi tidak bekerja

sebagaimana mestinya. Gagal jantung hamper selalu kondisi kronis jangka panjang.

Umur yang semakin tua, yang lebih umum gagal jantung kongestif menjadi resiko yang

meningkat jika memiliki kelebihan berat badan, diabetes, merokok, dan penyalahgunaan

alcohol atau menggunakan kokain. Apabila hati mulai gagal, cairan dapat berkumpul

dalam tubuh ini bermanifestasi sebagai pembengkakan (edema), biasanya di kaki bagian

bawah dan pergelangan kaki. Cairan juga dapat mengumpulkan di paru-paru

menyebabkan sesak nafas (Fachrunnisa, Nurchayanti, &Arneliwati, 2015).

Di eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4-2% dan meningkat pada usia yang

lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila

dasar atau penyebabnya tidak dapat di perbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan
3

meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung

berat lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama. Di inggris sekitar 100.000

pasien di rawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung, mempresentasikan 5%

dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari 1 % dana perawatan kesehatan

nasional di Negara tersebut (Agustina, Afiyanti, &Bahrul, 2017). Penyakit jantung

merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan penyebab nomor satu kematian di

dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan lebih dari 17

juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, atau sekitar

31% dari seluruh kematian di dunia, sebagian besar sekitar 8,7 juta disebabkan oleh

penyakit jantung koroner. Lebih dari 75% kematian akibat penyakit jantung dan

pembuluh darah terjadi di Negara berkembang yang berpenghasilan rendah sampai

sedang. Lebih mengkhawatirkan lagi, tren penyakit jantung saat ini tidak hanya diderita

oleh penduduk usia lanjut, namun juga sudah banyak di temukan pada usia muda.

Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) kementrian kesehatan Indonesia

tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit gagal jantung berdasarkan diagnosis

dokter pada penduduk semua umur menurut provinsi Jawa Timur 1,5%, Jawa Barat dan

Jawa Tengah terdapat 1,6%, Indonesia 1,5%. Jika dilihat berdasarkan kelompok umur,

penyakit gagal jantung paling banyak terjadi pada kelompok umur 75 tahun keatas 4,7%,

diikuti usia 65-74 tahun 4,6%, kelompok umur 55-64 tahun 3,9% dan kelompok umur 35-

44 1,3%. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin bahwa penyakit jantung selisih 3% dari

jenis kelamin perempuan 1,6% dan laki-laki 1,3%. Berdasarkan hasil data rekam medis di

Rumah Sakit Bina Sehat pada tahun 2021 terdapat 150 pasien yang terdiagnosis penyakit

gagal jantung.
4

Ketidakpatuhan dalam pengobatan merupakan permasalahan yang kerap kali

ditemui pada pasien penderita penyakitk ronis khususnya penderita gagal jantung.

Penderita gagal jantung bergantung pada penggunaan obat secara rutin untuk mencegah

terjadinya kondisi pembengkakan dan kekambuhan yang lebih buruk sehingga

mengurangi peluang untuk keluar masuk rumah sakit berulangkali .ketidakpatuhan pasien

dalam mengkonsumsi obat obatan hal yang umum pada pasien dengan penyakit

kardiovaskuler pada gagal jantung hampir satu dari empat pasien tidak menuntaskan

terapi obat yang diberikan sebelum tujuh hari setelah pasien dirawat(jackevicius et

al,2018).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putu dan Luh (2013) yang

menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien hipertensi yang dilakukan di Denpasar,

secara keseluruhan lebih didominasi subjek yang memiliki kepatuhan mengonsumsi obat

buruk sebanyak 189 orang dibandingkan dengan subjek yang memiliki kepatuhan

mengonsumsi obat baik sebanyak 78 orang.

Kepatuhan terhadap program pengobatan memang harus muncul dari diri pasien

sendiri. MenurutNugroho (2015) menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang di

rawat inap kembali memiliki tingkat kepatuhan minum obat rendah(73,3%), Hal ini

menjelaskan bahwa kepatuhan dalam minum obat merupakan faktor penentu untuk

rehospitalisasi dan keberhasilan untuk mencapai kesembuhan.

Kepatuhan dalam pengobatan merupakan aspek utama dalam proses kesembuhan,

Agar proses kesembuhan pasien terwujud, kerjasama antara pasien dan keluarganya

dengan penyedia layanan kesehatan, khususnya dokter harus terjalin dengan baik.

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan
5

dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menemukan tentang program pengobatan

yang dapat mereka terima. Menurut Nugroho (2015), berdasarkan hasil penelitian

kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat menunjukkan bahwa mayoritas pasien yang

mengalami kejadian rawat inap ulang memiliki tingkat kepatuhan minum obat rendah

(73,3%), selanjutnya 23,3% responden memiliki tingkat kepatuhan minum obat

menengah, dan 3,3% memiliki tingkat kepatuhan minum obat tinggi.

Disamping itu menurut aliviyanti (2017) ,ada beberapa hal penting yang

mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat. Diantaranya pasien, faktor terapi, faktor sistem

kesehatan, faktor lingkungan, dan faktor social ekonomi. Maka tidak hanya pasien,

pembenahan dalam sistem kesehatan dan petugas pelayanan kesehatan pun turut

mempengaruhi. Selain itu, diperlukan strategi khusus terhadap pasien dengan penyakit

tertentu khususnya gagal jantung untuk mengembangkan meningkatkan kepatuhan dengan

mempertimbangkan faktor faktor yang mempengaruhinya. Selain faktor sistem kesehatan dan

petugas pelayanan kesehatan, faktor lingkungan keluarga pasien juga berpengaruh dalam

menumbuhkan kepatuhan minum obat kardiovaskuler.

Keluarga memiliki peranan penting dalam proses pengawasan, pemeliharaan dan

pencegahan terjadinya komplikasi gagaljantung di rumah. Selain itu, keluarga juga dapat

memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan yang dilakukan oleh

penderita hipertensi (Tumenggung, 2013). Menurut Gillis & Davis (1993) dalam (Friedman,

Bowden, & Jones, 2015) menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dengan

status kesehatan anggotanya. Oleh karena itu, peran keluarga sangat penting dalam setiap

aspek pelayanan kesehatan anggota keluarganya, dimulai dari tahap memberikan promosi

kesehatan hingga tahap rehabilitasi. Pengkajian dan pemberian layanan kesehatan keluarga
6

adalah hal yang penting dalam membantu setiap anggota keluarga dalam mencapai tingkat

kesejahteraan yang optimal. Menurut (Friedman, Bowden, & Jones, 2017) menyatakan

bahwa dukungan keluarga adalah unsure penting dalam keberhasilan untuk mempertahankan

dan menjaga kesehatan setiap individu anggota keluarga, kepatuhan seseorang dapat

dipengaruhi dengan adanya dukungan keluarga.

Proses penyembuhan pada pasien penyakit jantung harus dilakukan secara

holistic dan melibatkan anggota keluarga. Keluarga mempengaruhi nilai, kepercayaan,

sikap, dan perilaku klien. Keluarga mempunyai fungsi dasar seperti memberi kasih

sayang, rasa aman, rasa dimiliki, dan menyiapkan peran dewasa. Hal ini dapat

disimpulkan betapa pentingnya peran keluarga dalam proses penyesuaian kembali setelah

selesai program keperawatan. Keterlibatan keluarga dalam perawatan sangat

menguntungkan proses pemulihan pasien (Nurhidayat, 2017).

Anggota keluarga memberikan dukungan secara baik serta menunjukkan sikap

caring kepada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung memiliki peran penting

dalam kepatuhan berobat, perhatian angota keluarga mulai dari mengantarkan ke

pelayanan kesehatan, membantu pembiayaan berobat, dan mengingatkan minum obat,

terbukti lebih patuh menjalani pengobatan dibandingkan dengan penderita penyakit

jantung yang kurang mendapatkan perhatian dari anggota keluarganya

(Puspita&Oktaviarini, 2017)

Dukungan keluarga sangat di perlukan oleh penderita, karena seseorang yang

sedang sakit tentu membutuhkan perhatian dari keluarga. Keluarga dapat berperan

sebagai motivator terhadap anggota keluarganya yang sakit sehingga mendorong


7

penderita untuk terus berfikir positif terhadap sakitnya dan patuh terhadap pengobatan

yang di anjurkan oleh tenaga kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti di Ruang ihsan RumahSakit

Bina Sehat didapatkan sebanyak 30 pasien yang tidak mematuhi jadwal minum obat,

menurut keterangan petugas kesehatan bahwa masih banyak pasien gagal jantung tidak

berobat sesuai jadwal pengobatan, dikarenakan tidak ada anggota keluarga yang

mendampingi selama berobat, atau mensupport, sehingga partisipan putus asa terhadap

pengobatan. Salah satu dari pasien gagal jantung tersebut juga menyatakan bahwa sudah

tidak terlalu berharap banyak dari pengobatan di puskesmas juga rumah sakit, dimana

pengobatan selama ini tidak banyak membawa perubahan pada penyakit gagal jantung

kongestif, meskipun anggota kelurga selalu mengantar untuk berobat namun pasien

sendiri tidak mau berobat karena putus asa dengan keadaannya.

Berdasarkan pernyataan tersebut peneliti mendiskripsikan bahwa keluarga dapat

menjadi penentu berhasil tidaknya pengobatan yang dilakukan oleh seseorang dalam

menjalani sesuatu pengobatan karena keluarga dapat menjadi yang sangat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan

tentang program kesehatan yang dapat mereka terima. Peranan keluarga dalam

pengobatan gagal jantung dilakukan agar penderita merasa nyaman dalam melakukan

aktivitas fisik, serta meningkatkan harapan hidupnya.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk meneliti hubungan

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien CHF di ruang Ihsan

Rumah Sakit Bina Sehat Jember.

1.2 Rumusan Masalah


8

Adakah hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien

CHF di ruang ihsan Rumah Sakit Bina Sehat ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pada pasien CHF di ruang ihsan Rumah Sakit Bina Sehat Jember.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi dukungan keluarga di ruang ihsan RS Bina Sehat Jember

2. Mengidentifikasi tingkat kepatuhan pasien di ruang ihsan RS Bina Sehat

jember

3. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan

minum obat pada pasien CHF di ruang ihsan Rumah Sakit Bina Sehat

Jember.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti

selanjutnya dan dapat diaplikasikan demi perkembangan ilmu keperawatan

dimasa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi peneliti selanjutnya


9

Diharapkan dapat bertambahnya wawasan dan juga pengetahuan di

dalam menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan

yang diperoleh selama menempuh pendidikan,

2. Bagi rumah sakit

Mendapatkan informasi dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat

guna untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

3. Bagi institusi pendidikan

Sebagai wacana bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan

peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.

4. Bagi responden

Pasien akan lebih diperhatikan dan akan terjadi hubungan kerjasama

dalam melakukan perawatan sehingga tujuan dapat tercapai dan

meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien dengan penyakit jantung


10
11

BAB II

TINJAUUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal

mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian

cukup (Ongkowijaya&Wantania, 2016). Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika

jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan

sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolism jaringan tubuh pada kondisi tertentu

sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspaiani, 2016).

Gagal jantung menurut penulis adalah keadaan jantung yang tidak adekuat untuk

memompa darah keseluruh tubuh.

2.1.1 Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi jantung (Aspaiani, 2016).

Sistem peredaran darah terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan saluran limfe.

Jantung merupakan organ pemompa besar yang memelihara peredaran melalui seluruh
12

tubuh. Arteri membawa darah dari jantung. Vena membawa darah ke jantung. kapiler

menggabungkan arteri dan vena, terentang di antaranya dan merupakan jalan lalu lintas

antara makanan dan bahan buangan. Di sini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan

ekstraseluler dan interstisial.

Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga, basisnya diatas, dan

puncaknya di bawah. Apeksnya (puncaknya) miring kesebelah kiri. Berat jantung kira-

kira 300 gram.

Kedudukan jantung: jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru dan di

belakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan.

Gambar 2.2 kedudukan jantung (Aspaiani, 2016) Lapisan

Jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu :

1) Epikardium merupakan lapisan terluar, memiliki struktur yang sama dengan

perikardium viseral.

2) Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri atas otot yang berperan

dalam menentukan kekuatan kontraksi.

3) Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas jaringan endotel yang

melapisi bagian dalam jantung dan menutupi katung jantung.


13

4) Katup jantung : berfungsi untuk mempertahankan aliran darah searah melalui bilik

jantung. ada dua jenis katup, yaitu katup atrioventrikular dan katup semilunar

Gambar 2.3 kedudukan jantung (Aspaiani, 2016).

(1) Katup atrioventrikular, memisahkan antara atrium dan ventrikel. Katup ini

memungkinkan darah mengalir dari masing –masing atrium ke ventrikel saat

diastole ventrikel dan mencegah aliran balik ke atrium saat sistole ventrikel.

Katup atrioventrikuler ada dua, yaitu katup triskupidalis dan katup biskuspidalis.

Katup triskupidalis memiliki 3 buah daun katup yang terletak antara atrium kanan

dan ventrikel kanan. Katup biskuspidalis atau katup mitral memiliki 2 buah dauh

katup dan terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.

(2) Katup semilunar, memisahkan antara arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel.

Katup semilunar yang membatasi ventrikel kanan dan arteri pulmonaris di sebut

katup semilunar pulmonal. Katup yang membatasi ventikel kiri dan aorta disebut

katup semilunar aorta. Adanya katup ini memungkinkan darah mengalir dari

masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel

dan mencegah aliran balik ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel.

Ruang jantung : jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri,

ventrikel kiri, dan ventrikel kanan. Atrium terletak di atas ventrikel dan saling
14

berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh katup satu arah. Antara

organ rongga kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.

2.1.2 Etiologi

Menurut Black & Jane, (2014) gagal jantung dapat disebabkan oleh faktor

yang berasal dari jantung atau dari faktor eksternal yang menyebabkan kebutuhan

berlebihan dari jantung. Farkor intrinsik atau faktor yang berasal dari dalam,

penyebab paling sering gagal jantung adalah Penyakit Arteri Koroner (PAK).

PAK mengurangi aliran darah melalui arteri koroner sehingga mengurangi

penghantaran oksigen ke miokardium. Tanpa oksigen, sel otot tidak dapat

berfungsi. Penyebab lain adalah infark miokardium. Selama infark miokard,

miokardium kekurangan darah dan jaringan mengalami kematian sehingga tidak

dapat berkontraksi.

Menurut Smeltzer & Bare, (2013) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-

Bedah, gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :

1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari

penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,

hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya

kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif,

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.


15

2. Aterosklerosis koroner

Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena

terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis

(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)

biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium

menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding

yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung .

3. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat

menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk

hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi

ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark

miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial

maupun aritmia ventrikel.

4. Penyakit jantung lain

Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara

langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup

gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),

ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,

perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume


16

(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan

(after load).

5. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan

dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :

demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai

oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas

elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

2.1.3 Patofisiologi

Kelainan otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi

arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Ateroskeloris koroner

mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot

jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark

miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/

pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada

gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi

miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan

meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot

jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi gagal

jantung (Majid, 2018).

Gagal jantung kongestif dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung.

Sebagai contoh, hipertensi sistemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri

mengalami hipertrofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium menentukan


17

sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung. Karena

ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke

sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelas bahwa gagal jantung

kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataannya,

penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak

dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai

terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya

volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan

siklus gagal jantung (Nugroho, 2016).

Gagal jantung kongestif terjadi karena interaksi kompleks antara

faktorfaktor yang mempengaruhi kontraktilitas, after load, pre load atau fungsi

lusitropik (fungsi relaksasi) jantung dan respon neurohormonal dan hemodinamik

yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi

hemodinamik gagal jantung kongestif berespon terhadap neurohormonal yang efek

gabungnya memperberat dan memperlambat sindrom yang ada. Peningkatan saraf

simpatis (SNS). Epineprin dan norepineprin menyebabkan peningkatan tahanan

perifer dengan peningkatan kerja jantung, takikardi, peningkatan konsumsi oksigen

oleh miokardium dan peningkatan resiko aritmia, katekolamin juga turut

menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit,

induksi apoptosis miosit dan penungkatan respon autoimun (Nugroho, 2016).

Kemampuan jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: preload, afterload, kontraktilitas

miokardium, frekuensi denyut jantung.


18

1. Preload, preload adalah beban volume dan tekanan yang diterima ventrikel

kiri pada akhir diastol. Preload ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel

dan jumlah darah yang kembali dari sistim vena ke jantung

2. Afterload, afterload yaitu tahanan total untuk melawan ejeksi ventrikel yang

merupakan keadaan beban sistolik. Apabila afterload meningkat maka isi

sekuncup dan curah jantung menurun, sebaliknya berkurangnya afterload

meningkatkan curah jantung.

3. Kontraktilitas miokardium, kontraktilitas miokardium yaitu kemampuan

intrinsik otot jantung berkontraksi tanpa tergantung preload maupun afterload.

Derajat aktivitas serabut jantung ditentukan oleh kuantitas penyediaan ion

kalsium untuk protein kontraktil. Intensitas aktivitas miokardium sangat

menentukan kontraktilitas otot jantung. Perubahan kontraktilitas adalah

perubahan fungsi jantung yang tidak tergantung kepada variabilitas preload

maupun afterload.

4. Frekuensi denyut jantung, curah jantung adalah sama dengan isi sekuncup

dikalikan dengan frekuensi jantung. Oleh sebab itu, peningkatan frekuensi

jantung akan memperbesar curah jantung, namun frekuensi jantung yang

terlalu tinggi dapat mengakibatkan turunnya curah jantung (Braunwald &

Bonow, 2012).

2.1.4 Manifestasi Klinis

1) Gagal Ventrikel Kiri.


19

Menurut Black & Hawks, (2014) gagal ventrikel kiri menyebabkan

kongesti pulmonal dan gangguan mekanisme pengendalian pernapasan.

Masalah ini akhirnya akan menyebabkan distress pernapasan. Derajat distress

bervariasi dengan posisi, aktivitas, dan tingkat stress pasien. Mekanisme

dyspnea dapat berkaitan dengan penurunan volume udara paru (kapasitas

vital) saat udara digantikan oleh darah atau cairan interstitial.

Ortopnea merupakan tahap lanjut dari dyspnea. Ortopnea terjadi karena

posisi telentang (supine) meningkatkan jumlah darah yang kembali ke jantung

dan paru dari ekstremitas inferior (preload). Pasien mengalami distress

pernapasan di malam hari.

Paroxysimal Nocturnal Dyspnea (PND) mencerminkan situasi sensasi

kesulitan bernapas yang menakutkan. Pasien tibatiba bangun dengan perasaan

sesak napas yang berat dan mereda dengan duduk tegak atau membuka

jendela untuk mencari udara segar. Pernapasan dapat bersifat berat di sertai

mengi (wheezing).

2) Gagal Ventrikel kanan.

Jika terjadi penurunan fungsi ventrikel kanan, akan terjadi edema perifer

dan kongestif vena pada organ. Pembesaran hati (hepatomegaly) dan nyeri

abdomen dapat terjadi ketika hati mengalami kongestif terbendung cairan

darah vena. Edema bersifat simetris dan terjadi pada bagian tubuh yang

menggantung di mana tekanan vena paling tinggi.

3) Gagal Jantung akut atau kronis.


20

Menurut Morton, (2012) timbulnya gejala pada gagal jantung akut secara

mendadak, biasanya beberapa hari atau beberapa jam, sedangkan pada gagal

jantung kronis gejalanya selama beberapabulan sampai beberapa tahun dan

menggambarkan keterbatasan kehidupan sehari-hari.

4) Gagal jantung menurut derajat sakitnya.

Gagal jantung menurut derajat sakitnya yaitu :

(1) Derajat 1, bisa melakukan aktifitas fisik sehari-hari tanpa di sertai

kelelahan ataupun sesak napas.

(2) Derajat 2, aktifitas ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas.

(3) Derajat 3, aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak

napas

(4) Tidak dapat melakukan aktifitas fisik sehari-hari bahkan pada saat

istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan

aktivitas.

2.1.5 Komplikasi

Menurut Wijaya, (2013) komplikasi pada gagal jantung yaitu:

1) Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.

2) Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat

penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ

vital (jantung dan otak).

3) Episode trombolitik : trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan

gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh

darah.
21

4) Efusi perikardial dan tamponade jantung : masuknya cairan kekantung

perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran

maksimal. CPO menurun dan aliran balik vena kejantung menuju tomponade

jantung.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Wijaya, (2013) pemeriksaan pada gagal jantung adalah sebagai

berikut:

1) Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung yang disertai

adanya pembendungan cairan diparu karena hipertensi pulmonal. Tempat

adanya infiltrat precordial kedua paru dan efusi pleura.

2) Laboratorium mengungkapkan penurunan Hb dan hematokrit. Jumlah lekosit

meningkat, bila sangat meninggi mungkin memperberat jantung. Keadaan

asam basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan

paru dan fungsi ginjal, kadar natrium darah sedikit menurun walaupun kadar

natrium total bertambah. Berat jenis urine meningkat. Enzim hepar mungkin

meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri ditandai dengan

alkalosis respiratorik ringan atau hipoksi dengan peningkatan PCO2. BUN

dan kreatinin menunjukan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin

serum mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau

penurunan sintesis proteindalam hepar mengalami kongestif. Kecepatan

sedimentasi menunjukan adanya inflamasi akut.


22

3) Ultrasonography (USG) merupakan gambaran cairan bebas dalam rongga

abdomen, dan gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan

lien kadang sulit diperiksa secara manual saat disertai asites.

4) EKG mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik (

jika meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang

rendah sehingga hasil hemodelusi daran dari adanya kelebihan retensi air,K,

Na, CI,ureum,gula darah).

2.1.7 Terapi

Menurut Nugroho, (2016) terapi pada gagal jantung adalah sebagai berikut:

1) Diuretik : untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan.

2) Penghambat ACE (ACE inhibitors) ntuk menurunkan tekanan darah dan

mengurangi beban kerja jantung.

3) Penyakit beta ( beta blokers) untuk mengurangi denyut jantung dan

menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang.

4) Digoksin : memperkuat denyut dan daya pompa jantung.

5) Terapi nitrat dan vasodilator koroner : menyebabkan vasodilator perifer dan

penurunan konsumsi oksigen miokard.

2.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Nugroho, (2016) penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif

dengan sasaran:

1) Menurunnya kerja jantung.

2) Meningkatnya curah jantung.

3) Menurunnya retensi garam dan air dengan :


23

Tirah baring: tirah baring dilakukan untuk mengurangi kerja jantung,

meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah

dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui induksi diuresis berbaring.

4) Oksigen Pemenuhan oksigen akan membantu memenuhi kebutuhan oksigen

tubuh dan mengurangi demand miokard.

5) Diet: pengaturan diet membuat kerja maupun ketegangan otot jantung

minimal. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur,

atau mengurangi edema.

6) Kardiomioplasti.

7) Transplantasi jantung.

8) Revaskularisasi koroner.

2.1.9 Pencegahan

Menurut Nugroho, (2016) langkah utama pencegahan gagal jantung yaitu

dengan mengurangi faktor-faktor risiko. Setiap orang mampu mengontrol gaya

hidup dengan bantuan obat apa pun yang diperlukan dan mampu menghilangkan

banyak faktor risiko dari penyakit jantung. Menurut Nugroho, (2016) perubahan

gaya hidup yang dapat mencegah gagal jantung meliputi:

1) Makan makanan yang sehat.

2) Tetap aktif secara fisik.

3) Menjaga berat badan yang sehat.

4) Mengurangi dan mengelola stress.

5) Tidak merokok.
24

6) Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi

dan diabetes.

2.2 Konsep Dukungan Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena

hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama ain dan didalam perannya

masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,

2016).

Keluarga adalah sekumpulan orang yang di hubungkan oleh ikatan

perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan

budaya umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosonal dan sosial

dari tiap anggota keluarga (Setiadi, 2013). Dari satu sisi atau lebih keluarga

cenderung terlibat dalam pengambilan keputusan dan proses terapi pada setiap

tahapan sehat sakit anggota keluarga dari keadaan sejahtera (saat promosi

kesehatan dan pencegahan diajarkan) hingga tahap diagnosis, terapi dan

pemulihan. Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara

keluarga dnegan lingkungan sosial. Dalam semua tahap, dukungan keluarga

mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan

meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.


25

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap

anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,

dukungan instrumental dan dukungan emosional (Friedman, 2018).

Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang

meliputi sikap, tindakan, dan penerimaan terhadap anggota keluarga sehingga

anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan.

2.2.2 Fungsi Keluarga

Setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal.

Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari

nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung keluarga.

Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan

keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota

keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Terdapat lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut.

1. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan

psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling

menerima dan mendukung.

2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu

keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di

lingkungan sosial.

3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarg meneruskan kelangsungan keturunan

dan menambah sumber daya manusia.


26

4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,

seperti sandang, pangan, dan papan.

5. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat

anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan (Zaidin,2016).

2.2.3 Indikator Dukungan Keluarga

Menurut (Friedman, 2016) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa

jenis dukungan antara lain:

1. Dukungan Informasional

Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai pemberi

informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti,

informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Aspek-

aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan

pemberian informasi.

2. Dukungan Penilaian atau Penghargaan

Dukungan penilaian adalah keluarga bertindak membimbing dan

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas

anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, dan

perhatian.

3. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan konkrit, diantaranya adalah dalam hal kebutuhan keuangan,

makan, minum, dan istirahat.

4. Dukungan Emosional
27

Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan

dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan

didengarkan.

2.2.4 Macam-macam Bentuk Dukungan Keluarga

Menurut (Setiadi,2013) membagi jenis-jenis dukungan keluarga menjadi 3 yaitu :

1. Dukungan Fisiologis

Dukungan fisiologis merupakan dukungan yang dilakukan dalam bentuk

pertolongan-pertolongan dalam aktivitas seharihari yang mendasar, seperti

dalam hal mandi menyiapkan makanan dan

memperhatikan gizi, toileting, menyediakan tempat tertentu atau ruang

khusus, merawat seseorang bila sakit, membantu kegiatan fisik sesuai

kemampuan, seperti senam, menciptakan lingkungan yang aman, dan lain-

lain.

2. Dukungan Psikologis

Dukungan psikologis yakni ditunjukkan dengan memberikan perhatian dan

kasih sayang pada anggota keluarga, memberikan rasa aman, membantu

menyadari, dan memahami tentang identitas. Selain itu meminta pendapat

atau melakukan diskusi, meluangkan waktu bercakap-cakap untuk menjaga

komunikasi yang baik dengan intonasi atau nada bicara jelas, dan

sebagainya.keluarga memiliki fungsi proteksi yang melingkupi selain


28

memenuhi kebutuhan makanan dan tempat tinggal, juga memberikan

dukungan dan menjadi tempat yang aman dari dunia luar.

3. Dukungan Sosial

Dukungan sosial diberikan dengan cara menyarankan individu untuk

mengikuti kegiatan spiritual seperti pengajian, perkumpulan arisan,

memberikan kesempatan untuk memilih fasilitas kesehatan sesuai dengan

keinginan sendiri, tetap menjaga interaksi dengan orang lain, dan

memperhatikan norma-norma yang berlaku.

2.2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut (King, 2016) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

adalah:

1. Faktor Internal

a. Tahap Perkembangan

Tahap perkembangan artinya dukungan dapat ditentukan oleh rentang

usia yang memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan

kesehatan yang berbeda-beda.

b. Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan


29

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan

pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara

berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor

yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan

tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.

c. Faktor Emosi

Faktor emosional mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan

dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stres

dalam setiap perubahan hidupnya cendrung berespon terhadap berbagai

tanda sakit, dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit

tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum

sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama

sakit. Seseorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara

emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangka adanya

gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan.

d. Faktor Spiritual

Spiritual adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,

mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan

keluarga atau teman dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam

kehidupan.

2. Faktor Eksternal

a. Praktik Dikeluarga
30

Praktik dikeluarga adalah bagaimana keluarga memberikan dukungan

biasanya mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan

pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misalnya anak

yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan rutin,

maka ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.

b. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya

penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi

tehadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup: stabilitas

perkawinan, gaya hidup dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan

mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya. Hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanannya. Semakin

tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya dia akan lebih cepat tanggap

terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga dia akan segera

mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.

c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan

individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan

kesehatan pribadi.

2.2.6 Tipe Keluarga

Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua yaitu :


31

1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu

dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

2. Keluarga besar (eXtended family) adalah keluarga inti ditambah anggota

keluarga lain yang masih mempunyai darah (kakek-nenek, paman-bibi).

Dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa

individualisme maka pengelompokan tipe keluarga berkembang menjadi :

1. Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang

terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.

2. Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari

salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal

pasangannya.

3. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother)

4. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa

pernah menikah (the single adult living alone).

5. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital

heterosexual cohabiting family).

6. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama

(gay and lesbian family) (Zaidin, 2016)

2.2.7 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas

dibidang kesehatan yang perlu dipahamidan dilakukan, tugas keluarga dalam

bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu :


32

1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun

yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatihan dan

tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu

segera di catat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa

besar perubahanya.

2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa

diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk

menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat

agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga

mempunyai keterbatasan keluarga meminta bantuan orang lain dilingkungan

sekitar keluarga.

3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki

kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau

kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjut agar masalah yang

lebih parah tidak terjadi.

4. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

pekembangan kepribadian anggota keluarga

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga

kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang baik (Priyoto, 2015).


33

2.2.8 Manfaat Dukungan Keluarga

Menurut (Setiadi, 2013) dukungan keluarga memiliki efek terhadap kesehatan

dan kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan. Adanya dukungan yang kuat

berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit,

fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Selain itu, dukungan keluarga

memiliki pengaruh yang positif pada penyesuaian kejadian dalam kehidupan

yang penuh dengan setres.

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga berbeda-beda dalam berbagai

tahap-tahap siklus kehidupan.

Namun demikian dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial

keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan

akal. Sebagai akibatnya hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

(Friedman, 2016) mengungkapkan bahwa dukungan keluarga akan

meningkatkan:

1. Keadaan fisik, individu yang mempunyai hubungan dekat dengan orang lain

jarang terkena penyakit dan lebih cepat sembuh jika terkena penyakit

dibanding individu yang terisolasi.

2. Managemen reaksi stres, melalui perhatian, informasi, dan umpan balik yang

diperlukan untuk melakukan koping terhadap stress.

3. Produktivitas, melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran, kepuasan

kerja dan mengurangi dampak stress kerja.


34

4. Kesejahteraan psikologis dan kemampuan penyesuaian diri melalui perasaan

memiliki, kejelasan identifikasi diri, peningkatan harga diri, pencegahan

neurotisme dan psikopatologi.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga

dapat meningkatkan kesehatan fisik, managemen, reaksi stres, produktivitas, dan

kesejahteraan psikologis dan kemampuan penyesuaian diri.

2.3 Konsep Kepatuhan Pengobatan

2.3.1 Definisi Kepatuhan Pengobatan

Menurut KBBI (2016) definisi dari kepatuhan adalah sifat patuh atau

ketaatan. Berdasarkan pengertian tersebut maka, kepatuhan pengobatan adalah

seberapa jauh perilaku minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan

perubahan gaya hidup sesorang, sesuai dengan rekomendasi yang telah disepakati

dari penyedia pelayanan kesehatan (Fincham, 2017). Kepatuhan terhadap

pengobatan dapat juga didefinisikan sebagai proses ketika pasien mengambil obat

mereka seperti yang telah diresepkan sesuai dengan tiga fase kuantitatif yaitu

inisiasi, implementasi dan penghentian (Holmes, et al. 2014). Minum obat dengan

benar juga melibatkan lebih dari sekedar membaca “petunjuk pada botol”.

Kepatuhan yang tepat untuk rejimen pengobatan melibatkan 6 faktor kunci

meliputi: (a) minum obat yang tepat;

(b) minum dosis obat dengan tepat;

(c) minum obat pada waktu yang tepat;

(d) mengikuti jadwal yang tepat;


35

(e) minum obat pada kondisi yang tepat, misalnya, obat harus diminum

pada saat perut kosong;

(f) minum obat dengan tindakan pencegahan yang tepat misalnya,

simvastatin tidak harus diminum dengan jus jeruk (Tanna, 2016).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pengobatan

Ketidakpatuhan dalam pengobatan dapat terjadi karena ketidaksengajaan

misalnya, lupa untuk mengambil dosis obat dan terkadang dapat terjadi karena

disengaja misalnya, sengaja melewatkan dosis karena mencoba untuk

menghindari efek samping atau karena kekhawatiran mengenai biaya obat yang

harus ditebus. Hal ini dapat didefinisikan dari beberapa pola perilaku, termasuk

kegagalan untuk mengikuti instruksi sehari-hari (contohnya, minum terlalu sedikit

atau terlalu banyak dosis, atau minum obat dengan menggunankan makanan yang

tidak seharusnya diminum bersama dengan obat) dan gagal untuk mengumpulkan

resep berikutnya seperti yang telah diarahkan petugas kesehatan (Holmes, et al.

2013).

Menurut Tanna (2016) dalam jangka waktu yang lebih luas, faktor tersebut

termasuk ke dalam kategori faktor pasien, faktor pengobatan dan faktor sistem

perawatan kesehatan, sehingga dapat menimpa aspek sosial dan administrasi

farmasi dan obat-obatan. Lebih lanjut, Tanna (2016) menguraikan faktor-faktor

yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan, yaitu:

1. Faktor Pasien
36

Beberapa faktor yang berhubungan dengan pasien merupakan penentu dari

kepatuhan pengobatan. Faktor ini dapat dibagi lagi menjadi faktor demografi,

sosial budaya, dan faktor perilaku meliputi:

(a) Faktor fisik termasuk tunanetra, gangguan pendengaran, dan gangguan

mobilitas;

(b) Kurang pemahaman mengenai penyakit yang diderita;

(c) Kebiasaan/kondisi psikologis;

(d) Budaya, agama, dan etnik;

(e) Status sosioekonomi; dan

(f) Asuransi kesehatan.

2. Faktor Pengobatan

Faktor pengobatan juga berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan pasien,

diantaranya yaitu:

(a) Kompleksitas rejimen pengobatan;

(b) Polifarmasi;

(c) Efek samping yang dirasakan;

(d) Kurangnya manfaat pengobatan; dan

(e) Lamanya pengobatan yang harus dijalani.

3. Faktor Sistem Perawatan Kesehatan

Sistem perawatan kesehatan merupakan faktor penting dalam tingkat

kepatuhan pengobatan pasien. Faktor yang mempengaruhi yaitu:

(a) hubungan antara petugas kesehatan dengan pasien;

(b) biaya pengobatan yang sangat mahal;


37

(c) akses menuju tempat kesehatan yang buruk;

(d) buruknya informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Hanya beberapa faktor yang memiliki pengaruh yang sesuai pada kepatuhan

pengobatan yaitu: orang yang tergolong etnik minoritas, pengangguran dan

kekurangan biaya untuk pengobatan. Mereka menunjukkan efek negatif

terhadap kepatuhan pengobatan, yang mengindikasikan lebih lanjut bahwa

aspek-aspek sosial dilibatkan dalam hal ini. Dilihat dari taraf

kompleksitasnya, tidak mengherankan bahwa beberapa pedoman praktik

untuk meningkatkan kepatuhan telah diterbitkan secara global (Mathes, et al.

2014).
38

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

3.1 KERANGKA KONSEP

INPUT PROSES
1.DUKUNGAN KELUARGA 1. IDENTIFIKASI
2. KEPATUHAN MINUM OBAT DUKUNGAN
KELUARGA
3. JENIS KELAMIN 2. IDENTIFIKASI
4.USIA KEPATUHAN MINUM
OBAT
5.PENDIDIKAN 3. MENGANALISIS
HUBUNGAN
DUKUNGAN
KELUARGA TERHADAP
KEPATUHAN MINUM
OBAT

Faktor Internal yang


mempengaruhi dukungan keluarga:
1.umur
2. tingkat pengetahuan
3.emosi
4. sipiritual
OUTPUT
Faktor eksternal
KEPATUHAN MINUM OBAT :
1.Struktur keluarga
1. PATUH
2.Social dan psikososial 2. TIDAK PATUH
3.Latar belakang budaya DUKUNGAN KELUARGA:
1. BAIK
2. TIDAK BAIK

Keterangan :
39

: diteliti

: tidakditeliti

3.2 HIPOTESA

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.

Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang

relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan

data, dengan menguji hipotesis diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi

masalah yang dihadapi (Suroso,2020).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: Ada hubungan dukungankeluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien CHF di

ruang ihsan RS Bina Sehat Jember


40

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain kuantitatif jenis korelasi dengan pendekatan

cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari hubungan antara variable

independen dengan variable dependen dengan pengukuran sekali dan dalam waktu yang

bersamaan (Notoatmodjo. 2015).

Dukungan keluarga Kepatuhan minum obat CHF

Gambar 4.1 Desainpenelitian

4.1.1 Kerangka kerja penelitian

Desain penelitian
Kuantitatif jenis korelasi

Populasi
Semua pasien di ruang Ihsan RS Bina Sehat Jember

Sampel
40 Pasien CHFdi Ruang Ihsan RS Bina Sehat

Teknik sampling
purposive sampling

Analisa data
Uji Kendall’s Tau

Kesimpulan
H0 diterima jika p>α (α=0,05)
H0 ditolak jika p<α (α=0,05)
41

4.2 Populasi, sampel dan teknik sampling

4.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generelasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi penelitian ini

adalah seluruh pasien CHF di Ruang ihsan RS Bina Sehat Jember pada bulan desember

2022 sebanyak 35 dan januari 2023 30 pasien.

4.2.2 Sampel
42

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut

(Sugiyono, 2015). Adapun besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 35

responden.

n= N

N(d)² + 1

= 35

35(0.05)2+ 1

=32 responden

Keterangan :

n= JumlahSampel

N= Jumlahpopulasi

d= koefisiensi (5%)

4.2.3 Teknik sampling

Sampling adalah suatu cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh,

yaitu tidak mencakup seluruh obyek penelitian (popupasi) akan tetapi sebagian saja dari

populasi (Sugiyono, 2014). Penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive

sampling yaitu teknik pengambilan sumber data dengan penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu.(Sugiyono, 2014).

Kriteria responden dalam penelitian ini adalah:


43

1. Kriteria inklusi

a) Pasien rawatinapdengan diagnose CHFdiruangIhsanRS Bina Sehat

b) Tingkat kesadarancomposmentis

c) Pasien bisa berkomunikasi dengan baik

2. Kriteria ekslusi

a) Pasien rawat inapbukan diagnose CHF

b) Tidak bersedia menjadi responden

c) Pasien dengan kondisipenurunankesadaran

d) Terpasangalat bantu pernafasan

4.3 Variabel penelitian dan definisi operasional

4.3.1 Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2014). Variabel dalam

penelitian ini adalah:

1. Variabel Independenya itu dukungan keluarga pasien

2. Variabel dependenya itu kepatuhan minum obat


44

4.3.2 Definisi operasional

Definisi operasional adalah bagaimana peneliti akan menjelaskan tentang suatu

variabel yang akan diteliti (sugiyono, 2014).

Tabel 4.1 definisi operasional

No. Variabel Pengertian Indikator Instrumen Skala Skor

1. Independen Bantuan yang Pengukuran Kuesioner Ordinal Dukungan

Dukungan diberikan oleh menggunakan keluarga baik :

keluarga keluarga dalam kuesioner dukungan 76-100%

pasien TBC bentuk informasi keluarga yaitu: Dukungan

tentang penyakit, 1. Dukungan keluarga cukup:

obatobatan, emosional 56-

mengenal 2. Dukungan 75% Dukungan

penyakit TBC, instrumental keluarga

perhatian, 3. Dukungan kurang:

keuangan , informasi / <56%

makan, minum, pengetahuan (Nursalam.

dan transportasi 4. Dukungan 2013)

penghargaan

2. Dependen suatu perubahan MMAS-8 (morisky Kuesioner Ordinal Tingkat kepatuhan

Kepatuhan perilaku dari medication dikategorikan

minumobat perilaku yang tidak adherence menjadi :

mentaati peraturan Scale 1.)tinggi :8

ke perilaku yang 2.)menengah : 6-7

mentaati peraturan 3.)Rendah :1-5


45

4.4 Responden penelitian

Responden penelitian dalam penelitian ini adalah pasien atau keluarga pasien di

RuangIhsan RS Bina Sehat Jember.

4.5 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang diperlukan dan digunakan untuk

mengumpulkan data (Sugiyono, 2014). Instrumen dalam penelitian ini adalah

kuesioner.

4.6 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang Ihsan RS Bina Sehat Jember dengan waktu

pada bulan Mei 2022.

4.7 Prosedur pengumpulan dan pengambilan data

Langkah-langkah yang di tempuh dan Teknik yang digunakan untuk

pengambilan data adalah sebagai berikut:


46

1. Peneliti melakukan prosedur administrasi dengan mendapatkan Izin dari

STIKes Husada Jombang

2. Peneliti mengajukan surat izin Penelitian kepada Pimpinan RS Bina Sehat

Jember melalui bagian secretariat untuk mendapatkan data awal dan

melakukan penelitian.

3. Selanjutnya setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti menghadap dan

meminta izin kepada kepala Rawat Jalan RS Bina Sehat Jember untuk

menjelaskan tujuan dan meminta data awal yang diperlukan

4. Setelah mendapatkan data awal selanjutnya peneliti menetapkan calon

responden

5. Peneliti memperkenalkan diri dan melakukan inform consent kepada pasien

atau keluarga

6. Pasien atau keluarga yang telah menyetujui dan memenuhi criteria peneliti an

akan dilakukan penilaian.

7. Peneliti memberikan kuesioner untuk diisi oleh pasien yang akan melakukan

penelitian selama satu bulan dimulai pada bulan Juli 2022

8. Setelah penelitian selesai peneliti melaporkan kebagian sekretariat

9. Setelah selesai peneliti akan melakukan pengolahan data

4.8 Pengolahan data

Adapun proses pengolahan data sebagaiberikut:

4.8.1 Coding
47

Proses ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data

yang masuk.. Pada tahap ini peneliti melakukan pemberian kode terhadap

setiap jawaban dalam bentuk angka yang dimasukkan ke dalam komputer.

Kode yang digunakan berdasarkan karakteristik yang diuji seperti pasien

berdasarkan usia ( 1: 17-25 tahun, 2: 26-45 tahun, 3: > 45 tahun),

jeniskelamin ( 1: laki-laki, 2: perempuan ), pendidikan ( 1: SD, 2: SMP, 3:

SMA, 4: D3/S1, 5: tidaksekolah), pekerjaan (1: PNS, 2: swasta, 3:

wiraswasta, 4: tidakbekerja) .untuk variable independent (x),dan variable

dependent (Y).

4.8.2 Transfering

Pada tahap ini data yang telah dilengkapi kemudian dimasukkan kedalam

tabel sesuai dengan variabel yang diteliti berdasarkan masing-masing

variabelnya.

4.8.3 Tabulating

Data yang disimpulkan kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi

frekwensi. Data yang dimasukkan adalah tabel master.

4.8 Analisa data

4.8.1 Analisa univariat

Analisa univariat adalah suatu teknik analisis data terhadap satu

variable secara mandiri, tiap variable dianalisis tanpa dikaitkan dengan

variable lainnya (Notoatmojo, 2014). Analisa univariat dalam penelitian ini


48

adalah menganalisa masing-masing variable yaitu karakteristik responden,

dukungan keluarga pasien CHF, kepatuhan minum obat.

4.8.2 Analisa bivariat

Analisa bivariat adalah analisa untuk menguji ada atau tidaknya

hubungan antara variable dependen dan variable independen (Notoatmojo,

2014). Analisa bivariat dalam penelitian ini yaitu, menghubungkan

dukungan keluarga pasien CHF dengan kepatuhan minum obat di Ruang

Ihsan RS Bina Sehat Jember. Uji analisa statistik yang digunakan adalah

Kendall’s Tau.

4.9 Etika penelitian

4.9.1 Lembarpersetujuan

Merupakan cara persetujuan antar penelitian dengan responden

penelitian (pasien/ keluargapasien) dengan memberikan lembar

persetujuan. Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi criteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

manfaat penelitian. Jika responden menolak maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

4.9.2 Tanpanama

Yaitu tidak memberikan nama responden pada lembar pengumpulan data.

Lembar tersebut hanya diberi nama inisial tertentu.

4.9.3 Kerahasiaan
49

Peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi

maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti (Hidayat, 2016).

4.9.4 Azas manfaat

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian

guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi

subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi

(beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi

subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi peneliti berpotensi

mengakibatkan cedera atau stress tambahan maka subyek dikeluarkan dari

kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stress

maupun kematian subyek penelitian.

QUESIONER PENELITIAN

A. DATA RESPONDEN

Nama :

Jeniskelamin : laki-laki/perempuan*

Pendidikan : SD/SMP/SMA/PT*
50

Pekerjaan : PNS/Swasta/Wiraswasta/Tidakbekerja*

B. KuesionerDukunganKeluarga

Berikantandaceck (√) padakolomjawaban yang sesuaidengankondisiAnda

No Dukungan Selalu Sering Kadang- Tidak

kadang pernah

Dukungan emosional

1. Keluarga mendampingi pasien

dalam perawatan

2. Keluarga tetap

memperhatikan keadaan

pasien selama pasien sakit

3. Keluarga berusaha

mendengarkan setiap kali pasien

mengeluh

4. Keluarga dengan ramah

membantu pasien untuk

memenuhi kebutuhan pasien

Dukungan instrumental

5. Keluarga menyediakan waktu dan

fasilitas jika pasien memerlukan

untuk keperluan pengobatan

6. Keluarga berperan aktif dalam

setiap pengobatan dan perawatan


51

7. Keluarga bersedia membiayai

perawatan dan pengobatan pasien

8. Keluarga mencarikan kebutuhan

sarana dan peralatan yang pasien

perlukan

Dukungan informasi/

pengetahuan

9. Keluarga tidak memberitau

mengenai hasil pemeriksaan dokter

10. Keluarga mengingatkan pasien

untuk minum obat, latihan dan

makan

11. Keluarga memberikan

informasi pada pasien tentang hal-

hal yang bisa

memperburuk penyakit pasien.

12. Keluarga menjelaskan kepada

pasien setiap pasien bertanya

hal- hal yang tidak jelas tentang

penyakitnya.

Dukungan penghargaan

13. Keluarga memberi pujian ketika

pasien melakukan sesuai yang

dikatakan dokter

14. Keluarga berusaha


52

mensupportpasien dalam

pengobatan

15. Keluarga berusaha menghibur

pasien setiap kali pasien sedih

C.KUESIONER KEPATUHAN MINUM OBAT CHF(MMAS-8)

N Pertanyaan Y Ti

O a da

1 Apakahandakadang-kadanglupaminumobatuntukpenyakitjantunganda ?

2 Selama 2 pekanterakhirini, pernahkahandadengansengajatidakminumobat?

3 Pernahkahandamengurangiatauberhentiminumobattanpamemberitahudokteranda

karenamerasakondisiandabertambahparahketikameminumobattersebut?
53

4 Ketikaandabepergianataumeninggalkanrumah, apakahandakadang-

kadanglupamembawaobatanda?

5 Apakahkemarinandaminumobat

6 Ketikaandamerasasehat, apakahandajugakadangberhentimeminumobat?

7 Minumobatsetiapharimerupakanhal yang

tidakmenyenangkanbagisemuaorang.apakahandapernahmerasaterganggudengank

ewajibanandaterhadappengobatan yang harusandajalani?

8 Seberapaseringandamengalamikesulitanminumsemuaobatanda ?

a.tidakpernah

b. beberapa kali

c. kadang kala

d. sering

e. selalu

tulis : Ya(bilamemilih : b/c/d/e ; Tidak (bilamemilih :a)


54
55

Anda mungkin juga menyukai