Anda di halaman 1dari 44

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN

MINUM OBAT PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA


DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS GUNUNGTANJUNG
KAB. TASIKMALAYA

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


Pada Program Studi Keperawatan (S-1)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Galuh

Oleh :

Dedi Farid
1420121217

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
CIAMIS
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan jiwa menjadi masalah kesehatan secara global,

salah satu jenis masalah kesehatan jiwa adalah orang dengan gangguan jiwa.

Jumlah kasus gangguan kesehatan jiwa secara global menjadi masalah yang

sangat serius karena paling tidak ada satu dari empat orang mengalami

masalah mental. World Health Organization (WHO) merilis data masalah

kesehatan jiwa pada tahun 2018 terdiri dari sekitar 35 juta orang depresi,

sebanyak 60 juta orang bipolar dan 47,5 juta demensia serta 21 juta

skizofrenia (Kemenkes, 2016). Gangguan jiwa pada tahun 2019 meningkat

menjadi yaitu 264 juta orang depresi, sebanyak 45 juta orang biopolar,

sebanyak menjadi 50 juta orang demensia serta 20 juta orang skizofrenia (Lase

dan Pardede, 2019).

Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia sendiri mengalami peningkatan,

serta adanya kecenderungan klien OdGJ yang tidak mendapatkan pengobatan

tuntas bahkan tidak pernah diobati. Hasil Riskesdas melaporkan prevalensi

rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga mengalami gangguan jiwa

skizofrenia atau psikosis mencapai 9,8% atau skitar 282.654 jiwa (Riskesdas,

2018). Hal ini terlihat peningkatan jika dibandingkan data Riskesdas tahun

2013 sebanyak 6%. Sementara itu dari data cakupan pengobatan, lebih dari

15% penderita gangguan jiwa di Indonesia tidak diobati dan 51,1 % dari 84 %

yang diobati penderita tidak rutin melakukan pengobatan. Persentase alasan

1
2

tidak rutin minum obat tertinggi adalah merasa sudah sehat sebanyak 36,1 %

dan tidak rutin berobat sebanyak 33,7 % (Riskesdas, 2018).

Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya mencatat prevalensi penderita

gangguan jiwa pada periode tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan.

Tahun 2019 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1489 kasus, tahun

2020 mencapai 1511 kasus, dan tahun 2021 gangguan jiwa mencapai 1523

kasus. Laporan dari profil kesehatan yang dikelola Rumah Sakit Tasikmalaya

pada tahun 2020 klien ODGJ yang terdiagnosa mengalami perilaku kekerasan

mencapai 3.922 kasus, isolasi social 1024 kasus, halusinasi 8.411 kasus (Dinas

Kesehatan Kab. Tasikmalaya, 2021).

Gangguan jiwa pada dasarnya dapat disembuhkan, namun ada

beberapa hal yang dapat memicu kekambuhan gangguan jiwa, yaitu pasien

tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan

sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter. Artinya penyebab kekambuhan

yang terjadi dari beberapa pemicu adalah karena ketidakpatuhan pasien

minum obat sehingga mengakibatkan pasien mengalami kekambuhan dan di

rawat di rumah sakit kembali (Riyadi & Purwanto, 2009).

Kepatuhan pasien gangguan jiwa dalam meminum obat sangatlah

penting, obat harus digunakan dalam waktu yang cukup. Respon terapi dan

timbul efek samping harus diberikan sesegera mungkin. Pada semua faktor itu,

diperlukan komitmen yang kuat dan koordinasi yang erat dari seluruh pihak

dalam mengembangkan pendekatan multidisiplin untuk menyelesaikan

permasalahan ketidakpatuhan pasien ini (Riyadi & Purwanto, 2009).


3

Kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang ditentukan oleh

tujuh dimensi yaitu faktor terapi, faktor sistem kesehatan, faktor lingkungan,

usia, dukungan keluarga, pengetahuan dan faktor sosial ekonomi. Dukungan

keluarga memiliki dampak positif terhadap penyembuhan pasien dengan

penyakit yang diderita. Dukungan keluarga bermanfaat besar bagi proses

penyembuhan penyakit kronis termasuk gangguan jiwa. Dukungan keluarga

sangat penting terhadap pengobatan pasien gangguan jiwa, karena pada

dasarnya klien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal

dan jenis obat yang harus diminum. Keluarga harus selalu membimbing dan

juga mengarahkan agar pasien gangguan jiwa dapat minum obat dengan benar

dan teratur (Nasir, 2011).

Menurut penelitian Setyaji, (2020) bahwa dukungan keluarga dan

dukungan tenaga kesehatan memberikan hubungan yang signifikan terhadap

kepatuhan minum obat penderita skizofrenia (p = 0,005 dan p = 0,007), yang

berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dan dukungan tenaga

kesehatan dengan kepatuhan minum obat penderita skizofrenia

Sejalan dengan penelitian Santoso (2017) dukungan keluarga terhadap

pasien skizofrenia yang sedang menjalani rawat jalan tergolong baik (58,3%).

Kepatuhan minum obat tergolong patuh (91,7%). Uji statistik Spearman rank

dengan nilai p= 0,002< α= 0,05. Ada hubungan antara dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia, dengan kriteria hubungan

sangat erat r= 0,750.


4

Puskesmas Gunungtanjung merupakan salah satu Puskesmas yang

memiliki cakupan pelayanan pada OdGJ cukup tinggi, pada tahun 2020 kasus

OdGJ mencapai 72 kasus dan pada tahun 2021 menjadi 76 kasus, kemudian

meningkat kembali sedangkan untuk tahun 2022 mencapai 81 kasus. Hal ini

lebih tinggi bila dibandingkan dengan Puskesmas Cineam dimana kasus OdGJ

tahun 2022 mencapai 57 kasus dan di Puskesmas Manonjaya mencapai 49

kasus.

Selanjutnya tingkat kekambuhan setiap tahunnya di Puskesmas

Gunungtanjung mengalami peningkatan, dengan persentasi kepatuhan minum

obat mengalami penurunan, pada tahun 2020 kepatuhan minum obat

mencapai 65%, pada tahun 2021 menjadi 62.3% dan pada tahun 2022

menurun kembali menjadi 50,7%. Hal ini mengindikasikan mengkonsumsi

obat psikotropika memerlukan perhatian baik dari tenaga kesehatan maupun

keluarga.

Hasil dari studi pendahuluan kepada 10 orang keluarga selaku caregiver

diperoleh informasi bahwa sebanyak 6 orang memberikan minum obat sesuai

anjuran dari petugas puskesmas, misalnya sehari 3 kali dengan dosis yang

telah ditentukan, pemberian obat-obat selalu dilakukan konsultasi terlebih

dahulu dengan petugas, apabila obat habis memberitahukan dan

mengambilnya sendiri ke Puskesmas, namun dari jumlah tersebut pasien

OdGJ terkadang sulit untuk makan meskipun sudah dibujuk karena merasa

dirinya sudah sehat. Dari 10 orang yang diwawancara, didapatkan sebanyak 4

orang caregiver mengakui terkadang tidak memberikan obat tepat waktu


5

sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan karena ketika obat itu habis, harus

membawanya ke puskesmas secara mandiri dan hal itu menjadi kesulitan

tersendiri karena jarak tempuh yang cukup jauh.

Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa dituntut lebih aktif dan

profesional untuk melaksanakan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa, Hal

ini sejalan dengan paradigma sehat yang digariskan WHO dan dijalankan

melalui Peraturan Pemerintah RI No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan

Minimal bahwa orang dengan gangguan jiwa berat harus mendapatkan

pelayanan kesehatan. Kemampuan caregiver pada keluarga dapat terwujud

setidaknya apabila keluarga memiliki pengetahuan yang baik tentang

gangguan jiwa, mendapatkan dukungan dari keluarga serta mendapatkan

psikoedukasi dari tenaga kesehatan, sehingga dalam mencegah kekambuhan

dan meningkatkan kepatuhan minum obat tidak dianggap sebagai beban

keluarga tetapi lebih bersifat kemanusiaan karena orang yang mengalami

gangguan jiwa pun berhak untuk hidup dan layak (Stuart & Laraia, 2015). Hal

ini pun tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pada Pasal

148 ayat (1) bahwa penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama

sebagai warga negara (Akemat, 2016) .

Dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada pasien meliputi

dukungan emosional yaitu dengan memberikan kasih sayang dan sikap

menghargai yang diperlukan klien, dukungan informasional yaitu dengan

memberikan nasihat dan pengarahan kepada klien untuk minum obat. Upaya

dalam menghadapi klien gangguan jiwa, perawat memiliki peran penting


6

untuk melakukan tindakan perawatan pada pada klien gangguan jiwa. Hal ini

dilakukan agar klien gangguan jiwa tidak mengalami kekambuhan kembali

melalui konsumsi obat teratur. Perawat dalam hal ini melakukan asuhan

keperawatan seperti memberikan dukungan dengan melibatkan keluarga

karena memandang bahwa manusia secara holistik, yaitu meliputi dimensi

fisiologis, psikologis, sosiokultural dan spiritual sebagai suatu kesatuan yang

utuh.

Berdasarkan fenomena yang telah dikemukakan, peneliti tertarik

melakukan penelitian mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Kepatuhan Minum Obat Pasien Dengan Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Gunungtanjung Kab. Tasikmalaya

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti menyusun

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu

“Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat

pasien dengan gangguan jiwa di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Gunungtanjung Kab. Tasikmalaya?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat pasien dengan gangguan jiwa di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Gunungtanjung Kab. Tasikmalaya.


7

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui dukungan keluarga pada pasien dengan gangguan jiwa di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Gunungtanjung Kab. Tasikmalaya

b. Mengetahui kepatuhan minum obat pada pasien dengan gangguan jiwa

di wilayah kerja UPTD Puskesmas Gunungtanjung Kab. Tasikmalaya

c. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat pasien dengan gangguan jiwa di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Gunungtanjung Kab. Tasikmalaya

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pengembangan wawasan dan

pengetahuan terutama dalam keperawatan jiwa yang berkaitan dengan

kepatuhan minum obat sebagai aplikasi kemampuan diri di lapangan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Keluarga

Diharapkan dengan adanya peneliti dapat memberikan informasi

kepada keluarga, sehingga meningkatkan dukungan keluarga terhadap

pentingnya minum obat pada pasien OdGJ.

b. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini berguna sebagai acuan dalam

meninmgkatkan pelayanan kepada OdGJ dan keluarga melalui


8

pemberian edukasi dan dukungan bagi keluarga untuk memberikan

perhatian dalam konsumsi obat pada pasen OdGJ.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil dari penelitian ini menjadi evidence based Kesehatan jiwa

untuk mengembangkan teori dan meningkatkan pengetahuan bagi

pembaca tentang pentingnya dukungan keluarga dalam meningkatkan

kepatuhan minum obat pasien OdGJ.

d. Bagi Puskesmas Gunungtanjung

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi

bagi pelayanan kesehatan sehingga dapat mengembangkan mutu

pelayanan kesehatan dalam memberikan dukungan keluarga selama

proses perawatan dirumah, sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

akibat ketidakpatuhan minum obat sehingga meningkatkan proses

penyembuhan.

e. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai Kesehatan

jiwa dengan OdGJ yang banyak terjadi pada masyarakat, sehingga

peneliti tertarik untuk membantu masyarakat dalam menangani dan

memberi dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Orang dengan Gangguan Jiwa

1. Pengertian

Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa

telah dibentuk oleh pemerintah dengan penerbitkan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2014, dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa

Orang Dengan Gangguan Jiwa (OdGJ) adalah orang yang mengalami

gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam

bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna,

serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan

fungsi orang sebagai manusia.

Kemenkes RI (2017) memberikan definisi mengenai Orang dengan

Gangguan Jiwa atau disingkat dengan OdGJ yaitu sebagai individu yang

mengalami gangguan pada pikiran, perilaku, dan perasaan yang terbentuk

dalam suatu kumpulan gejala dan perubahan perilaku yang bermakna,

serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan

fungsi orang sebagai manusia.

Maslim (2013) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan gangguan

jiwa adalah sindrom pada pola perilaku, atau psikologis seseorang, yang

secara signifikan cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan

9
10

suatu gejala penderitaan (distress) atau hambatan (impairment disability)

di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari rnanusia.

Berdasarkan beberapa definisi gangguan jiwa tersebut dapat

dijelaskan bahwa gangguan jiwa yaitu suatu keadaan individu yang

mengalami gangguan dalam pikiran, perasaan, perubahan tindakan

terwujud dan terbentuk dalam perubahan perilaku sehingga dapat

mengubah pada peran dan fungsi sebagai seorang manusia.

2. Penyebab

Berbagai faktor yang dapat menyebabkan gangguan jiwa diantaranya

karena ada konflik, krisis ekonomi berkepanjangan, sehingga

menyebabkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada

manusia (Yosep, 2011:30). Secara garis besar, penyebab gangguan jiwa

terdiri dari 3 (tiga), yaitu:

a. Gangguan fisik; berasal dari faktor keturunan, kelainan pada otak,

penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria, dan lain-lain), kecanduan

obat dan alkohol.

b. Gangguan mental emosional; salah dalam pola asuh (pattern of

parenting) hubungan yang patologis di antara anggota keluarga,

disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan kritis.

c. Gangguan sosial atau lingkungan; berupa stressor psikososial

(perkawinan, problem orang tua, hubungan antar personal dalam

pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, masalah keuangan,

hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, dan penyakit fisik.


11

Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber

dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti

diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas,

kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain.

Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik,

kelainan saraf, dan gangguan pada otak (Keliat, dkk., 2018).

Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur,

ras, agama, maupun status sosial-keluarga. Gangguan jiwa bukan

disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar

kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang

percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada

yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman

atas dosanya, dan sebagainya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan

merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa

tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Yosep, 2011).

Gangguan jiwa dapat juga disebabkan adanya kelemahan pada badan

(somatogenik), psike (psikogenik), kultural (tekanan kebudayaan) atau di

lingkungan sosial (sosiogenik), dan tekanan keagamaan (spiritual). Dari

salah satu unsur tersebut ada satu penyebab yang menonjol, biasanya tidak

terdapat penyebab tunggal, akan tetapi ada beberapa penyebab pada badan,

jiwa, dan lingkungan kultural-spiritual sekaligus timbul dan kebetulan

terjadi bersamaan. Lalu timbul gangguan badan atau jiwa (Maramis,

2012).
12

Penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling

mempengaruhi, yaitu sebagai berikut (Yusuf, Putra and Probowati, 2012):

a. Faktor somatic organobiologis atau somatogenik, yaitu:

1) Nerofisiologis.

2) Neroanatomi.

3) Nerokimia.

4) Faktor pre dan perinatal.

5) Tingkat kematangan dan perkembangan organik.

b. Faktor psikologik (psikogenik).

1) Peran ayah.

2) Interaksi ibu dan anak. Normal, yaitu rasa aman dan rasa percaya

sedangkan abnormal berdasarkan keadaan yang terputus (perasaan

tak percaya dan kebimbangan), kekurangan.

3) Inteligensi.

4) Saudara kandung yang mengalami persaingan.

5) Hubungan pekerjaan, permainan, masyarakat, dan keluarga.

6) Depresi, kecemasan, rasa malu atau rasa bersalah mengakibatkan

kehilangan.

7) Keterampilan, kreativitas dan bakat. dan

8) Perkembangan dan pola adaptasi sebagai reaksi terhadap bahaya

seperti tidak memikirkan keselamatan saat dirinya ada dalam

bahaya, mencelaki diri sendiri dan lainnya.


13

c. Faktor sosio-budaya (sosiogenik):

1) Pola dalam mengasuh anak.

2) Kestabilan keluarga.

3) Perumahan kota lawan pedesaan.

4) Tingkat keluarga.

5) Pengaruh keagamaan dan pengaruh sosial.

6) Masalah kelompok minoritas, meliputi fasilitas kesehatan dan

prasangka, kesejahteraan yang tidak memadai, dan pendidikan.

3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala adanya gangguan jiwa didasarkan pada fungsi

fisiologi jiwa yang tidak sehat, seperti adalah perasaan tidak nyaman

(inadequacy); Perasaan tidak aman (insecurity); Kurang percaya diri;

Kurang memahami diri; Kurang mendapat kepuasan dalam berhubungan

sosial; Ketidakmatangan emosi; Kepribadiannya terganggu;  Mengalami

patologi dalam struktur sistem saraf (thorpe).

Menurut Keliat, dkk., (2018) mengatakan terdapat juga ciri dari

gangguan jiwa yang dapat diidentifikasi yaitu pasien umumnya

mengurung diri, tidak kenal orang lain, marah tanpa sebab, bicara kacau

dan tidak mampu merawat diri.

Tanda dan gejala gangguan jiwa (Yosep, 2011: 77-90) terlihat dari

berbagai macam gejala, di antaranya adalah: ketegangan (tension), rasa

putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa

(convulsive), histeria, rasa lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan,


14

takut, pikiran-pikiran buruk, dan sebagainya. Tanda dan gejala gangguan

jiwa adalah sebagai berikut:

a. Gangguan kognisi.

Kognisi adalah suatu proses mental yang dengannya seseorang

individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan

lingkungannya baik lingkungan dalam maupun lingkungan luarnya

(fungsi mengenal).

b. Gangguan sensasi

1) Hiperestesia, adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan

abnormal dari kepekaan dalam proses penginderaan, baik terasa

panas, dingin, nyeri ataupun raba.

2) Anestesia, adalah suatu keadaan di mana tidak didapatkan sama

sekali perasaan pada penginderaan. Sifatnya dapat menyeluruh,

setempat atau sebagian saja.

3) Parestesia, adalah keadaan di mana terjadi perubahan pada

perasaan yang normal (biasanya rasa raba), misalnya kesemutan.

4) Sinestesia, adalah suatu keadaan di mana rangsang yang sesuai

dengan alat indera tertentu, ditanggapi oleh indera yang lain.

5) Hiperosmia, adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan

kepekaan berlebihan indera penciuman (fungsi membau).

6) Anosmia, adalah suatu keadaan di mana terjadi

kegagalan/kehilangan daya penciuman baik sebagian maupun

seluruhnya.
15

7) Hiperkinestesia, adalah keadaan di mana terjadi peningkatan

kepekaan yang berlebihan terhadap perasaan gerak tubuh.

8) Hipokinestesia, adalah keadaan di mana terjadi penurunan

kepekaan terhadap gerak perasaan tubuh.

c. Gangguan Perhatian

Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi menilai

dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu

rangsang. Bentuk gangguan perhatian adalah: distraktibiliti,

aproseksia, hiperproseksia.

d. Gangguan Ingatan

Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk

mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran.

Bentuk gangguan ingatan adalah: amnesia, hipernemsia, dan

paramnesia.

e. Asosiasi

Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan,

kesan atau gambaran ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan

atau gambaran ingatan respon/konsep lain, yang memang sebelumnya

berkaitan dengannya. Bentuk gangguan asosiasi, yaitu: retardasi,

kemiskinan ide, perseversi, flight of ideas, inkohorensi, bloking, dan

aphasia.
16

f. Gangguan Pertimbangan

Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk

membandingkan/menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja

dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan

dari suatu aktivitas.

g. Pikiran

Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai

bagian dari pengetahuan seseorang. Bentuk gangguan proses pikir,

adalah: a) gangguan bentuk pikiran; pikiran deristik, pikiran autistik,

pikiran yang non realistik, pikiran obsesif, dan konfabulasi. b)

gangguan arus atau jalan pikiran. c) gangguan isi pikiran; waham, fobi,

ideas of reference (pikiran hubungan), preokupasi, thoght insertion

(sisip pikir), thought broad cast (siar pikir).

h. Gangguan Kesadaran

Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan

hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri melalui pancaindera

dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya

sendiri.

i. Gangguan Kemauan

Kemauan adalah suatu proses di mana keinginan-keinginan

dipertimbangkan untuk kemudian diputuskan untuk dilaksanakan

sampai mencapai tujuan. Bentuk gangguan kemauan, adalah: abulia


17

(kemauan yang lemah), negativisme, rigiditas (kekakuan), dan

kompulsi.

j. Gangguan Emosi dan Afek

Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan

pengaruh pada aktivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organis dan

kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau nada perasaan emosional

seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran,

biasa berlangsung lama, dan jarang disertai komponen fisiologik.

Bentuk gangguan emosi dan afek, yaitu: euforia, elasi, eksaltasi, eklasi,

inappropiate afek, afek yang kaku (rigid), emosi labil, cemas dan

depresi, ambivalensi, apatis, dan emosi yang tumpul dan datar.

k. Gangguan Psikomotor

Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa,

sehingga merupakan afek bersama yang mengenai badan dan jiwa.

Bentuk gangguan psikomotor, yaitu: aktivitas yang meningkat,

aktivitas yang menurun, aktivitas yang terganggu atau tidak sesuai,

aktivitas yang berulang-ulang, otomatisme perintah, negativisme, dan

aversi.

B. Dukungan Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan


18

budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta

sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2013).

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan

budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta

sosial dari tiap anggota keluarga (Friedman, 2013).

Penelitian Hendro,dkk (2018) menunjukan Dukungan keluarga

sangat penting terhadap pengobatan pasien skizofrenia, karena pada

umumnya klien belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis

obat yang akan diminum. keluarga harus selalu membimbing dan

mengarahkan agar klien skizofrenia dapat minum obat dengan benar dan

teratur.

Dukungan keluarga sangat penting untuk membantu pasien

bersosialisasi kembali, menciptakan kondisi lingkungan suportif,

menghargai pasien secara pribadi dan membantu pemecahan masalah.

Dukungan keluarga sangatlah penting terhadap pengobatan klien

skizofrenia, karena pada umumnya klien belum mampu mengatur dan

mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum. Keluarga harus

selalu membimbing dan mengarahkan agar klien skizofrenia dapat minum

obat dengan benar dan tepat (Nasir, 2011).

Menurut Friedman (2013), fungsi keluarga dibagi menjadi fungsi

afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, dan fungsi kesehatan.


19

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah gambaran diri anggota keluarga, perasaan

memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap

anggota keluarga lain, saling menghargai dan kehangatan di dalam

keluarga. Anggota keluarga mengembangkan konsep diri yang positif,

saling mengasuh, dan menerima, cinta kasih, mendukung, menghargai

sehingga kebutuhan psikososial keluarga terpenuhi.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi adalah interaksi atau hubungan dalam

keluarga, bagaimana keluarga belajar disiplin, norma, budaya, dan

perilaku berhubungan dengan interaksi.

c. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi adalah keluarga memenuhi kebutuhan sandang,

pangan, papan.

d. Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan

kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

e. Fungsi Kesehatan

Fungsi kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk

bertanggung jawab merawat anggota keluarga dengan penuh

kasihsayang serta kemauan keluarga untuk mengatasi masalah

kesehatan yang sedang dihadapi.


20

Dikaitkan dengan kemampuan keluarga dalam melaksanakan 5

tugas keluarga di bidang kesehatan pada lansia yaitu :

1) Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh

diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti

dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan

dana keluarga habis. Ketidaksanggupan keluarga dalam mengenal

masalah kesehatan pada keluarga salah satunya disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang

pengertian, tanda dan gejala, perawatan dan pencegahan pada

penyakit.

2) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangkan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan menentukan tindakan keluarga. Tindakan

kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar

masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi.

Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam

melakukan tindakan yang tepat, disebabkan karena keluarga tidak

memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah serta tidak

merasakan menonjolnya masalah.


21

3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Keluarga dapat mengambil tindakan yang tepat dan benar,

tetapi keluarga memiliki keterbatasan. Ketidakmampuan keluarga

merawat kesehatan pada lansia dikarenakan tidak mengetahui cara

perawatan. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau

perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan.

4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

keluarga.

Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan

kesehatan keluarga dan membantu penyembuhan.

Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan bisa di

sebabkan karena terbatasnya sumber-sumber keluarga diantaranya

keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak memenuhi syarat.

5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi

keluarga

Kemampuan keluarga dalam memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan akan membantu anggota keluarga yang sakit

memperoleh pertolongan dan mendapat perawatan segera agar

masalah teratasi.

2. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari dukungan social, salah

satu sumber support social yang paling penting (Kristiani, dkk, 2017).
22

Keluarga dapat ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat

mengurangi godaan ketidakpatuhan kontinuitas pengobatan.

Menurut Friedman (2013), dukungan keluarga adalah proses yang

terjadi terus menerus disepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan

keluarga berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai

hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu.

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal

yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota

keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan.

Jadi dukungan keluarga mengacu pada dukungan-dukungan social yang

dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau

diadakan untuk keluarga yang selalu siap memberikan pertolongan dan

bantuan jika diperlukan (Erdiana, 2015).

3. Jenis dukungan keluarga

Menurut Friedman (2013), sumber dukungan keluarga terdapat

berbagai macam bentuk seperti :

a. Dukungan informasional

Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai

pemberi informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian

saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

masalah. Dukungan informasi diberikan oleh keluarga dalam bentuk

nasehat, daran dan diskusi tentang bagaimana cara mengatasi atau

memecahkan masalah yang ada.


23

b. Dukungan penilaian atau penghargaan

Dukungan penilaian adalah keluarga yang bertindak

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan

validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,

penghargaan, perhatian. Dukungan penghargaan terjadi melalui

ekspresi penghargaan yang positif melibatkan pernyataan setuju dan

penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan, dan memberikan pujian

kepada klien jika tepat waktu minum obat.

c. Dukungan instrumental

Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber

pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya adalah dalam hal

kebutuhan keuangan, makan, minum dan istirahat. Dukungan

instrumental adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga secara

langsung yang meliputi menyiapkan obat, dan pengawasan minum

obat.

d. Dukungan emosional

Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman

dan damai untuk istirahat serta pemulihan dan membantu penguasaan

terhadap emosi. Dukungan emosional melibatkan ekspresi empati,

perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta, dan bantuan

emosional. Dengan semua tingkah laku yang mendorong perasaan

nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya bahwa penderita di


24

puji, dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk

memberikan perhatian.

4. Sumber Dukungan Keluarga

Sumber dukungan keluarga menurut Friedman (2015) terdiri atas

jaringan informal yang spontan (misalnya jaringan social keluarga) yaitu

kelompok yang dipandang sebagai pemberi bantuan terbanyak selama

masa yang dibutuhkan, dukungan terorganisasi yang tidak diarahkan oleh

petugas kesehatan yang professional, dan upaya terorganisasi oleh

professional kesehatan.

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang

dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan

untuk keluarga (dukungan social bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan).

5. Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga memiliki efek terhadap kesehatan dan

kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan. Adanya dukungan yang

kuat berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh

dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Selain itu, dukungan

keluarga memiliki pengaruh yang positif pada pemyesuaian kejadian

dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Friedman, 2013).


25

6. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Juliana & Mukhripah (2021) Faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga antara lain:

a. Stigma

Dalam hasil penelitian Ririn Nasrati (2017). bahwa ada

hubungan antara stigma & dukungan keluarga pada menderita

gangguan jiwa. stigma dialami keluarga besar tinggi & dukungan

keluarga buruk & ada hubungan antara stigma dengan dukungan

keluarga pada merawat penderita gangguan jiwa. keluarga yang

merasakan stigma tinggi akan menyembunyikan hubungan keluarga

dengan anggota keluarga yang menderita gangguan Jiwa, konpadasi

tersebut berdampak pada buruknya dukungan emosional yang

diberikan keluarga. dukungan emosional mencakup ungkapan simpati,

perhatian & kepeduIian pada individu.

b. Faktor penghasilan

Friedman (2013) juga menyebutkan bahwa faktor yang

mempengaruhi dukungan keluarga adalah kelas sosial ekonomi

meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan dan tingkat pendidikan.

Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih

demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas

bawah, hubungan yang ada lebih otoritas dan otokrasi. Selain itu orang

tua dan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi

dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas
26

sosial bawah. Faktor lainnya adalah adalah tingkat pendidikan,

semakin tinggi tingkat pendidikan kemungkinan semakin tinggi

dukungan yang diberikan pada keluarga yang sakit.

Penelitian Firmansyah (2017) menemukan bahwa tingkat

ekonomi keluarga sebagian besar memiliki dukungan kelurga yang

baik, dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,017 yang

menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat ekonomi

keluarga dengan dukungan keluarga dalam pencegahan penyakit

primer .

c. Pendidikan

Pendidikan dapat berpengaruh terhadap pemberian dukungan

keluarga. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih

memahami kondisi dan situasi anggota keluarga yang membutuhkan

bantuan sehingga dukunganpun akan lebih diberikan kepada anggota

keluarga yang sakit. Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2016),

menunjukan ada hubungan signifikan antara pengetahuan dengan

dukungan keluarga dalam merawat penderita skizofrenia. Penelitian

yang dilakukan oleh Ahda (2016) menyebutkan bahwa tingkat

pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menerima dan menyerap

informasi kesehatan serta kemampuan untuk ikut dalam pembangunan

kesehatan.
27

d. Usia

Dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal

ini pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang

usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap

perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Jadi dukungan keluarga

yang diberikan anggota keluarga sangat dipengaruhi oleh faktor usia,

usia yang lebih dewasa atau orang tua akan memberikan dukungan

yang berkualitas (Firmansyah, 2017).

e. Jenis Kelamin

Tingkat stress keluarga lebih tinggi pada penderita laki-laki.

Dimana laki-laki merupakan tulang punggung pada keluarga, apabila

berperan sebagai suami atau bapak, ini akan berdampak pada beban

ekonomi keluarga karena tidak lagi produktif akibat mengalami

gangguan jiwa.

C. Kepatuhan Minum Obat

1. Pengertian Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan adalah perilaku individu (misalnya : minum obat,

mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran

terapi dan kesehatan (Kozier, 2010). Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari

tidak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi rencana.

Sedangkan Sarafino (dalam Yetti dkk., 2011) mendefinisikan kepatuhan


28

sebagai tingkat pasien dalam melaksanakan cara dan prilaku dalam

pengobatan yang disarankan oleh dokter atau yang lainnya.

Kepatuhan minum obat sangat penting untuk pasien skizofrenia agar

klien boleh sembuh dan mencegah kekambuhan terjadi. Kepatuhan minum

obat meliputi ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis,

penggunaan obat sesuai dengan petunjuk serta mencakup penggunaan

pada waktu yang benar (Arisandy, 2014).

Penelitian Hendro, dkk (2018) menunjukan kepatuhan yang

ditunjukkan dalam mengikuti regimen terapi akan memberikan dampak

positif terhadap proses penyembuhan dan pemulihan atas penyakit yang

diderita. Walaupun kepatuhan minum obat tidak menyembuhkan dan tidak

mengurangi kekambuhan 100 persen, tetapi dengan perilaku patuh minum

obat maka gejala psikosis tidak akan terlalu parah.

Patuh adalah suak menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan

dan berdisiplin (KBBI). Dalam mendekripsikan kepatuhan pasien, ada

beberapa macam terminology yang biasa digunakan diantaranya

(Osterberg & Blaskhke dalam Nurina, 2012) :

a. Compliance adalah secara pasif mengikuti saran dan perintah dokter

untuk melakukan terapi yang sedang dilakukan.

b. Adherence adalah sejauh mana pemgambilan obat yang diresepkan

oleh pelayanan kesehatan.


29

c. Tingkat kepatuhan (adherence) untuk penderita biasanya dilaporkan

sebagai persentase dari dosis resep obat yang benar-benar diambil oleh

pasien selama periode yang ditentukan.

Dalam kontek psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada situasi

ketika perilaku seorang individu sepadan dengan tindakan yang

dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang praktisi kesehatan

atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya

seperti nasehat yang diberikan dalam suatu brosur kesehatan melalui

kampanye media masa (Ian & Marcus, 2011).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Feuertein (dalam Niven, 2012) ada beberapa faktor yang

mendukung sikap patuh pasien antara lain :

a. Pendidikan

Pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan pendidikan yang aktif

contohnya dengan menggunakan buku.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian

pasien yang mempengaruhi kepatuhan.

c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Kelompok pendukung dibentuk untuk membantu memahami

kepatuhan terhadap program pengobatan.


30

d. Perubahan model terapi

Program dibuat sederhana mungkin dan pasien terlibat aktif

dalam pembuatan program.

e. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien

Memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh

informasi diagnosis.

Menurut Kozier (2010), faktor yang mempengaruhi kepatuhan

adalah sebagai berikut:

a. Motivasi klien untuk sembuh,

b. Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan,

c. Persepsi keparahan masalah kesehatan,

d. Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit,

e. Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus,

f. Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi,

g. Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu atau

tidak membantu,

h. Kerumitan, efek samping yang diajukan,

i. Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit

dilakukan,

j. Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan

penyediaan layanan kesehatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat digolongkan

menjadi 4 bagian menurut Niven (2012) antara lain:


31

a. Pemahaman tentang intruksi

Tidak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham

tentang intruksi yang diberikan kepadanya.

b. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien

merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat

kepatuhan.

c. Isolasi social dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga

dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka

terima.

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian

Becker dkk. (dalam Niven, 2012) telah membuat suatu usulan

bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan

adanya ketidakpatuhan.

3. Indikator Kepatuhan

Federich mengatakan bahwa di dalam kepatuhan terdapat tiga

bentuk perilaku yaitu:

a. Konformitas (conformity)

Konformitas adalah suatu jenis pengaruh social di mana individu

mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma

sosial yang ada.


32

b. Penerimaan (compliance)

Penerimaaan adalah kecenderungan orang mau dipengaruhi oleh

komunikasi persuasif dari orang yang berpengetahuan luas atau orang

yang disukai.

c. Ketaatan (obedience)

Ketaatan merupakan suatu bentuk perilaku menyerahkan diri

sepenuhnya pada pihak yang memiliki wewenang, bukan terletak pada

kemarahan atau agresi yang meningkat, tetapi lebih pada bentuk

hubungan mereka dengan pihak yang berwenang.

D. Kerangka Konsep

Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku

akibat adanya distorsi emosi, ditandai oleh terganggunya proses berpikir,

perilaku dan persepsi. Beberapa gangguan jiwa yang cukup sering terjadi di

masyarakat adalah depresi, ansietas/cemas, skizofrenia, Skizofrenia

merupakan salah satu jenis gangguan jiwa kronis yang membutuhkan

pengobatan dan perawatan dalam jangka waktu yang lama (Purba & Bukit,

2016).

Gangguan jiwa ditandai dengan terganggunya kemampuan menilai

realitas atau tilikan (insight) yang buruk. Gejala yang sebagai tanda gangguan

ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham, gangguan proses pikir,

kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya agresivitas atau

katatonik (Riskesdas, 2018). Berbagai faktor yang dapat meningkatkan


33

kekambuhan pasien diantaranya dukungan keluarga (Niven, 2012).

Kekambuhan yang terjadi dari beberapa pemicu adalah karena ketidakpatuhan

pasien minum obat sehingga mengakibatkan pasien mengalami kekambuhan

dan di rawat di rumah sakit kembali.

Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka teori dalam penelitain ini

dapat digambarkan sebagai berikut:

Kesehatan Jiwa

Peran Keluarga
Tanda dan OdGJ
Gejala

Minum Obat Dukungan informasi, emosional,


perilaku, penghargaan
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi yaitu penelitian yang

berupaya mencari hubungan antara variabel dan melakukan analisis terhadap

data yang telah terkumpul, sehingga perlu dibuat hipotesis dan harus ada uji

hipotesis. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu

variabel-variabel pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu

yang bersamaan. (Badriah, 2016). Menggunakan metode ini dapat diketahui

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien dengan

gangguan jiwa.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2017). Variabel yang

digunakan dalam penelitian dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Variabel independent (bebas), yaitu variabel yang menjelaskan dan

mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

dukungan keluarga.

34
35

2. Variabel dependent (terikat), yaitu variabel yang dijelaskan dan

dipengaruhi oleh variabel independent (bebas). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah kepatuhan minum obat.

3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2017) populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang

memiliki klien OdGJ di Puskesmas Gunungtanjung tercatat bulan

November 2022 yang berjumlah 81 orang

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2017) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. dalam penelitian ini

menggunakan teknik total Sampling atau penelitian populasi yaitu seluruh

populasi yang berjumlah 81 orang dijadikan sebnagai sampel

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat Cara Hasil ukur Skala
Operasional ukur Ukur ukur
Dukungan Bantuan yang Kuesio Melihat 1. Mendukung Ordinal
keluarga diberikan oleh ner hasil ≥ Mean
keluarga dalam jawaban 2. Kurang
bentuk kuesioner
mendukung
informasi,
36

Variabel Definisi Alat Cara Hasil ukur Skala


Operasional ukur Ukur ukur
mengingatkan < Mean
minum obat.
Memberikan
pujian,
menyiapkan
obat,
pengawasan
minum obat,
memotivasi,
dan perhatian,
Kepatuhan Tingkatan Kuesio Menbilai 1. Patuh ≥ Ordinal
minum obat perilaku ner hail Mean
seseorang yang kueisoner
2. Tidak patuh
mendapatkan < Mean
pengobatan dan
atau minum
obat sesuai
dengan
rekomendasi
pemberi
pelayanan
kesehatan

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu

metode untuk memperoleh apa yang diukur (Riduwan, 2011). Alat ukur yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Pertanyaan tentang dukungan keluarga sebanyak 15 pertanyaan dengan

menggunakan skala liker dengan pilihan jawaban Selalu nilai 3, kadang

nilai 2 dan tidak pernah nilai 1

2. Kepatuhan minum obat

Instrument kepatuhan minum obat berdasarkan materi dan substansi

kepatuhan minum obat yang sudah baku dari Medication Morisky

Adherence Scale-8. Pada penelitian ini digunakan kuesioner MMAS-8


37

yang sudah tervalidasi. Kusioner MMAS-8 ini terdiri dari 8 pertanyaan,

dengan pertanyaan unfavourable nomor 1,2,3,6,7,8e,8c,8d,8e dengan hasil

jawaban “ya” atau “tidak”, jawaban “ya” memiliki skor 0 dan jawaban

“tidak” memiliki skor 1. Sedangkan pertanyaan favourable nomor 4,5,8a

memiliki jawaban “ya” memiliki skor 1 dan jawaban “tidak” memiliki

skor 0. Berdasarkan skala tersebut skor yang bisa dicapai responden

minimal 0 dan nilai maksimal 8. Untuk menentukan tingkat kepatuhan

didapatkan dari cut of point.

Sebelum dilakukan penelitian, instrument mengenai dukungan

keluarga tersebut terlebih dahulu akan dilakukan uji validitas dan

reliabilitas di Puskesmas Cineam kepada 20 orang keluarga klien OdGJ.

Uji statistik yang di gunakan dalam uji instrumen adalah uji validitas dan

relabilitas.

1. Uji Validitas

Uji validitas menunjukan seberapa nyata suatu pengujian

mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas berhubungan dengan

ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasarannya

(Sugiyono, 2017). Uji validitas digunakan untuk mengukur valid

tidaknya kuesioner yang akan digunakan dalam product moment

penelitian. Uji validitas tersebut menggunakan rumus sebagai berikut :

N ( X Y )−( X ) (Y )
r=
√ {( N X ¿¿ 2)−( X ) 2 2
}{( N Y ¿¿ 2)− (Y ) }¿ ¿

Keterangan :

N : Jumlah responden
38

X : Skor pertanyaan nomor x

Y : Skor total

XY : Skor pertanyaan nomor x dikali skor total

(Arikunto, 2012)

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukan akurasi dan ketepatan dari

pengukurannya. Reliabilitas berhubungan dengan akurasi (accurately) dari

pengukuranya (Arikunto, 2015).

Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, suatu instrumen dilakukan

dengan menganalisis konsistensi butir-butir atau item pertanyaan dengan

teknik consistency, yaitu pengujian dengan menganalisis konsistensi butir

atau pertanyaan yang diisi oleh siswa hanya satu kali. Adapun rumus yang

digunakan untuk uji reliabilitas adalah sebagai berikut:

2rb
ri=
1+rb
Keterangan :
ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb= korelasi product moment antara belahan ganjil dan genap

3.6 Teknik Pengumpulan Data

1. Sifat dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

responden melalui kuesioner. Data tersebut untuk memperoleh dukungan

keluarga dan kepatuhan minum obat


39

b. Data Sekunder

Data ini diperoleh dari Puskesmas Gunungtanjung Kabupaten

Tasikmalaya mengenai catatan status OdGJ, jumlah kasus dan data lain

yang digunakan dalam penleitian

2. Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan yang akan di lakukan oleh peneliti dalam

melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah melakukan

pengolahan data. Pengolahan data di lakukan agar analisis penelitian

menghasilkan informasi yang berguna dan benar. Adapun tahap-tahap

pengolahan data adalah:

a. Editing

Peneliti pada tahap ini mengumpulkan data dari hasil format

kuesioner, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap data-data dari

hasil kuesioner dengan cara mengecek dan memisahkan antara

identitas dengan data yang diperlukan untuk penelitian.

b. Processing

Peneliti pada tahap ini melakukan prosesing yakni memasukan data ke

dalam program computer excel, proses ini sekaligus meng-entry data

kuesioner ke paket komputer dengan program SPSS For Window 20.


40

c. Codding

Tahap ini peneliti memberikan kode dilakukan pada pengolahan data

menggunakan SPSS untuk memudahkan analisis data. Pemberian

kode tersebut yaitu pada variable:

1) Dukungan keluarga mendukung kode 1 dan kurang mendukung

kode 2

2) Tingkat kepatuhan minum obat jika patuh kode 1 dan tidak patuh

kode 2

d. Cleaning

Tahap ini melakukan pembersihan terhadap data-data yang sudah

diinput ke dalam program computer

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat yang dilakukan tehadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmojo, 2017).

Kemudian untuk analisis univariat yang diperoleh dari tiap variabel

dengan ditribusi frekuensi dengan rumus sebagai berikut :

n
P= x 100 %
N

Dimana : n = Jumlah responden berdasarkan kategori

N = Jumlah seluruh responden

100% = bilangan tetap

P = Persentase
41

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmojo, 2017). Metode yang

digunakan untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut yaitu dengan

menggunakan uji statistik. Uji statistik yang digunakan yaitu dengan

menggunakan rank spearman.

ρ= 1 – (6∑b)/(n (n^2-1)
Keterangan:

ρ  : nilai korelasi rank spearman

b : jumlah kuadrat selisih ranking variabel x dan y atau RX – RY

n   : jumlah sampel

Uji statistik untuk menguji hubungan dua variabel dimana masing-

masing terdiri dari beberapa golongan atau kategori dengan tingkat

signifikan 5% (nilai α = 0,05), dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Jika p value ≤ α, maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan signifikan

antara variabel bebas dan variabel terikat.

b) Jika p value> α, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan

signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat.

3.8 Etika Penelitian

Etika dalam penelitian merupakan hal yang sangat penting. Karena

penelitian yang dilakukan langsung berhubungan dengan manusia. Etika

penelitian yang akan digunakan penulis menurut Hidayat (2017), yaitu :


42

1. Self determination

Tahap ini peneliti memperlakukan responden secara manusiawi

yaitu dengan cara tidak memaksakan pada responden untuk dijadikan

subjek penelitian, dalam hal ini peneliti telah menyediakan surat kesediaan

menjadi responden.

2. Anonymity dan confidentialyty

Tahap ini peneliti menjaga kerahasiaan dari identitas responden,

peneliti tidak mencantumkan nama subjek penelitian, hanya untuk lebih

memudahkan dalam mengenali identitas, peneliti memakai kode

responden pada lembar kuesioner, namun menggunakan nama inisial.

3. Fair treatment

Tahap ini peneliti memperlakukan sama semua responden tanpa

membeda-bedakan status sosial, suku bangsa, agama, dan ras, serta tidak

ada diskriminasi dalam melakukan penelitian.

4. Protect from discomfort and harm

Tahap ini peneliti melindungi privasi responden seperti dalam

pelaksanan intervensi dilakukan pada ruangan yang tertutup, menjaga

keahasiaan data tentang responden serta melakukan intervensi pada waktu

yang tepat.

5. Keuntungan (Beneficience)

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian

guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin. Kemudian


43

bagi subyek penelitian diberikan kompensasi atas kesediaan menjadi

responden.

3.9 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitain ini dilaksanakan pada bulan November Tahun 2022 dan

dilakukan di wilayah Puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya.

Tabel 3.2 Waktu Penelitian

No Kegiatan Penelitian Bulan (Tahun 2022)


Juni Juli Agust Sep Okt Nov
1 Penyajian Judul
2 Penelusuran kepustakaan
3 Penulisan dan
penyusunan usulan
penelitian
4 Penyajian usulan
penelitian
5 Pengumpulan data
6 Analisis data
7 Penulisan laporan hasil
penelitian
8 Penyajian laporan hasil
penelitian

Anda mungkin juga menyukai