Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO)

adalah keadaan seseorang yang merasa sehat dan bahagia, mampu

menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima orang lain

sebagaimana seharusnya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri

sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang

individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan social.

Sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya sendiri, dapat

mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu

memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kondisi perkembangan

yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa dalam UU No.

18 (UU, 2014).

Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association

(APA) adalah sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang

penting secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu

dihubungkan dengan adanya distress atau disabilitas (ketidakmampuan

pada salah satu bagian atau beberapa fungsi penting) atau disertai

peningkatan resiko secara bermagna untuk mati, sakit,

ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan (APA, 1994 dalam

Prabowo, 2014). ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam

pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk

sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat

menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi

orang sebagai manusia (Permenkes RI No 54, 2017).


Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan

kesehatan yang signifikan di dunia termasuk di indonesia, Data menurut

WHO 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang

terkena bipolar,21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena

dimensia. Di indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan

sosial dengan keanekaragaman penduduk maka jumlah kasus ODGJ

terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan

penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (Dinkes RI,

2016).

Menurut hasil laporan (Riskesdas 2018) menunjukkan bahwa,

prevalensi Orang Dengan Gangguan Jiwa berdasarkan wilayah Provinsi

diperoleh angka kejadian terbesar kasus berada di Provinsi Bali dengan

Nilai Persentase 11.0% dari keseluruhan. Jawa Barat menduduki posisi

10 besar nilai tertinggi yaitu mencapai 5% Kabupaten Sukabumi

merupakan salah satu daerah tingkat II yang berada di Provinsi Jawa

Barat yang terbagi menjadi 7 wilayah.

Kekambuhan pada ODGJ adalah timbulnya kembali gejala-

gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan. Tingginya angka

kekambuhan dan penurunan kualitas hidup pasien sehingga

menghambat pembentukan konsep diri termasuk harga diri, rasa

penguasaan dan self- efficacy, Insiden kekambuhan Orang Dengan

Gangguan Jiwa juga merupakan insiden yang tinggi, berkisar 60-75%

setelah suatu episode psikotik jika tidak diberikan terapi. Faktor

pendukung pada klien, adanya pengetahuan keterlibatan keluarga

sebagai pengawas minum obat pada keluarga dengan klien dalam

kepatuhan pengobatan. Menjelaskan sekitar 25% pasien dengan

gangguan jiwa, psikosis maupun gangguan mental berat gagal dalam

mematuhi program pengobatan. Kepatuhan Pemberian obat pada orang


dengan gangguan jiwa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

pengetahuan, efikasi minum obat, dukungan keluarga terhadap pasien,

efek samping obat dan sikap pasien. (Fakhruddin, 2012).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2014), pentingnya pengetahuan keluarga untuk mengetahui tentang

orang dengan gangguan jiwa itu dapat mendukung keterlibatan keluarga

sebagai pengawas minum obat dengan pencegahan terjadi atau

kekambuhan pada anggota keluarganya dengan jiwa.

Kepatuhan (Compliance), juga dikenal sebagai ketaatan

(adherence)adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari

dokter yang 14 mengobatinya. Contoh dari kepatuhan adalah mematuhi

perjanjian, mematuhi dan menyelesaikan program pengobatan,

menggunakan medikasisecara tepat, dan mengikuti anjuran perubahan

perilaku atau diet. Perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis

tertentu, sifat penyakit dan program pengobatan (Kaplan &

Sandock,2010). Ketidakpatuhan akan mengakibatkan pengunaan suatu

obat yang kurang. Cara demikian, pasien kehilangan manfaat terapi

yang diantisipasi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati

secara bertahap menjadi buruk (Kaplan& Sandock, 2010).

Dalam meningkatkan kepatuhan komunikasi merupakan cara

antaratim medis dan keluarga pasien dalam berbicara mengenai obat

yang ditulis.Keefektifan komunikasi akan menjadi penentuan utama

kepatuhan pasien, kepatuhan minum obat dari pasien tidak lepas dari
peranan penting dari keluarga, sehingga pasien yang patuh pada

pengobatan prevalensi kekambuhannya berkurang. Walaupun gangguan

jiwa adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat

ditangani kekambuhannya dengan melakukan pengobatan secara tepat

jadwal berobat. Hal ini berarti dengan pengobatan yang teratur dan

dukungan dari keluarga, masyarakat dan orang disekitar penderita besar

kemungkinan penderita dapat bersosialisasi dan memiliki aktivitas

seperti orang normal, dengan demikian maka prevalensi kekambuhan

pasien dapat berkurang ataupun pasien tidak akan kambuh karena

proses pengobatan pasien dilakukan sesuai dengan anjuran dan petunjuk

dokter, sehingga kepatuhan pasien minum obat baik, dan prevalensi

kekambuhan pasien berkurang bahkan tidak pernah kambuhdalam

kurun waktu 1- 2 tahun (Kaunang, 2015). Menurut penelitian Adi

Rahmandanu (2018) tentang hubungan antara pengetahuan keluarga

terhadap kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di Puskesmas Sungai

Besar Kota Banjarbaru menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan minum

obat pasien dengan skizopernia wilayah kerja puskesmas sungai besar

Banjarbaru.

Penelitian yang dilakukan Warsidah (2017), tentang hubungan

pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia

puskesmas sendayu Bantul yoyakarta menunjukkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pasien ganguan jiwa di puskesmas sendayu

Bantul yoyakarta. Kejadian kekambuhan mengalami peningkatan jika

tidak memiliki pengetahuan tentang 13 skizofrenia, tidak patuh dalam

minum obat dan tidak mendapat dukungan keluarga. Erwina, Putri, dan
Wenny (2015), pentingnya peran keluarga untuk keberhasilan

pengobatan pasien skizofrenia.

B. Identifikasi Masalah

“Gambaran Pengetahuan Keluarga Terhadap Kepatuhan Pemberian

Obat Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa.”

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada Gambaran

Pengetahuan Keluarga Terhadap Kepatuhan Pemberian Obat Pada Orang

Dengan Gangguan Jiwa.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran

Pengetahuan Keluarga Terhadap Kepatuhan Pemberian Obat Pada Orang

Dengan Gangguan Jiwa.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang ODGJ di

Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi.

b. Mengidentifikasi kepatuhan pemberian obat pada pasien

ODGJ di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan bagi mahasiswa atau penelitian selanjutnya pada mata kuliah

ke perawatan jiwa yang berhubungan tentang gambaran pengetahuan

keluarga dengan kepatuhan pemberian obat ODGJ


2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan kepustakaan di Insitut Kesehatan Rajawali

Bandung dan memberikan tambahan pengetahuan bagi pengunjung

perpustakaan yang membacanya.

b. Bagi Puskemas

Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas dan instansi yang terkait

dalam meningkatkan program Kesehatan Jiwa dan Khususnya dalam

program promosi kesehatan tentang penyuluhan minum obat pada orang

dengan gangguan jiwa.

c. Bagi Keluarga

Dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengoptimalkan

perawatan pasien gangguan jiwa terutama pentingnya minum obat

secara teratur dan juga sebagai sumber infomasi bagi keluarga.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Menambah wawasan dan pengalaman serta dijadikan data dasar

untuk penelitian selanjutnya mengenai Hubungan Pengetahuan keluarga

dengan kepatuhan pemberian obat pada orang dengan gangguan jiwa

Anda mungkin juga menyukai