Anda di halaman 1dari 81

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN

PEMBERIAN OBAT PADA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA


DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KARAWANG
KABUPATEN SUKABUMI

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan

Disusun oleh :

HERLINA DWI
SILPIANI NPM : 1219140

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2020
i
Program Studi Sarjana Keperawatan
Maret 2021

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN PEMBERIAN


OBAT PADA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KARAWANNG TAHUN 2021 KABUPATEN SUKABUMI

HERLINA DWI SILPIANI


ABSTRAK

Latar Belakang. Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) adalah
keadaan seseorang yang merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta
dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya, Masalah sosial yang dihadapi oleh
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dapat dipengaruhi perilaku individu
atau kelompok di masyarakat. Pengaruh modernisasi, globalisasi, industrialisasi, serta
kemajuan ilmu dan teknologi mengakibatkan perubahan sosial yang cepat ( rapid social
change) sehingga kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks dan rumit, Gangguan
jiwa menurut American Psychiatric Association (APA) adalah sindrom atau pola psikologis
atau pola perilaku yang penting secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu
dihubungkan dengan adanya distress atau disabilitas Kekambuhan pada ODGJ adalah
timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan, Kepatuhan
Pemberian obat pada orang dengan gangguan jiwa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
pengetahuan, efikasi minum obat, dukungan keluarga. Pentingnya pengetahuan keluarga
untuk mengetahui tentang orang dengan gangguan jiwa itu dapat mendukung keterlibatan
keluarga sebagai pengawas minum obat dan pencegahan terjadi atau kekambuhan pada
anggota keluarganya dengan gangguan jiwa.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisa hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan pemberian obat pada orang
dengan gangguan jiwa diwilayah kerja puskesmas karawang kabupaten sukabumi. Metode.
Menggunakan pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian adalah keluarga odgj pada
bulan Januari 2021 sampai dengan febuari 2021 menggunakan total sampling yaitu sebanyak
53 keluarga odgj. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 25 januari sampai 03 febuari
2021. Uji statistik yang digunakan adalah Chie Square. hasil. hasil penelitian yang didapatkan
dengan uji Chi Square didapatkan P value = 0,035 maka p value < 0,05 sehingga H1 diterima
dan H0 ditolak. Simpulan. ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan keluarga dengan
kepatuhan pemberian obat pada orang dengan gangguan jiwa diwilayah kerja puskesmas
karawang kabupaten sukabumi..

Kata Kunci : Pengetahuan Keluarga, Kepatuhan Pemberian Obat , Orang Dengan Gangguan Jiwa

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT, atas dan segala rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul
“Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Pemberian Obat
Pada Pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Karawang Kabupaten Sukabumi”
Dalam penyusunan dan penulisan tugas ini terlepas dari berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan, dorongan, semangat, serta bimbingan baik moril
maupun spiritual kepada penulis. Oleh karena itu, secara khusus pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus dari lubuk hati yang
paling dalam, kepada Yang Terhormat:
1. Ibu Tonika Tohri, S.Kep., M.Kes. selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung dan Pembimbing Utama
2. Ibu Drg. Sri Handayani selaku Kepala UPTD Puskesmas Karawang yang
telah banyak membantu penulis dalam melengkapi data dan memberikan izin
dalam pelaksanaan penelitian
3. Ibu Istianah, S,Kep., Ners, M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Institut Kesehatan Rajawali Bandung dan Sebagai Penguji
4. Ibu Lisbet Octovia Manalu S.kep.,Ners., M.Kep selaku Penanggung Jawab
Prodi Sarjana Keperawatan Institut Kesehatan Rajawali Bandung
5. Bapak M. Sandi Haryanto.,S.kep.,Ners.,M.kep selaku pembimbing
pendamping yang selalu menyediakan waktu, pikiran, arahan, masukan serta
semangat yang berharga bagi penulis dalam proses pembuatan Proposal
Penelitian ini.
6. Terutama penulis ucapkan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada
orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga besar penulis yang tidak pernah
mengenal lelah dalam memberikan bantuan, baik moril, materil, maupun
spiritual
7. Teman-teman yang telah banyak membantu memberikan semangat,
dorongan, bantuan dan kerjasamanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.

iii
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan dan
perbaikannya sehingga akhirnya laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
Sukabumi, Januari 2021

Penulis

DAFTAR ISI
iv
Halaman
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................. vii
DAFTAR BAGAN............................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................. 6
1.3 Rumusan Masalah ................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian................................................................... 7
1.5 Hipotesis Penelitian............................................................... 7
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 9
2.1 Konsep ODGJ........................................................................ 9
2.2 Konsep Skizofrenia................................................................ 22
2.3 Konsep Kepatuhan Minum Obat........................................... 25
2.4 Konsep Pengetahuan……………………………………….. 29
2.5 Konsep Keluarga................................................................... 33
2.5 Konsep Teori......................................................................... 36
BAB III METODOLOGI PENELIITIAN............................................ 37
3.1 Rancangan Penelitian............................................................ 37
3.2 Kerangka Penelitian............................................................... 37
3.3 Variabel penelitian................................................................. 38
3.4 Definisi Operasional ............................................................. 39
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian............................................. 40
3.6 Teknik Pengumpulan Data Dan Prosedur Penelitian............ 41
3.7 Pengolahan Data Dan Analisa Data....................................... 46
3.8 Etika Penelitian...................................................................... 48
3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................... 51
4.1 Hasil Penelitian...................................................................... 51
4.2 Pembahasan........................................................................... 55

v
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................ 56
5.1 Kesimpulan............................................................................ 56
5.2 Saran...................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... ix
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Data Pelayanan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Per-


Tabel 1.1 Puskesmas 12-Besar di Kabupaten Sukabumi tahun 2020…….. 5

Data Kasus Orang Dengan Gangguan Jiwa Berdasarkan


Table 1.2 Wilayah Kerja Puskemas Karawang Per Desa di Kecamatan
Karawang Kabupaten Sukabumi 2019-2020………………… 6

Definisi Operasional Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang


Tabel 3.1
ODGJ Dengan Kepatuhan Pemberian Obat Pasien ODGJ……… 46

Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas Menurut Aturan Guilford…………………... 53


Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan Umur di
Tabel 4.1
Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun 2021……….. 51
Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2
di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun 2021…….. 52
Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan Pendidikan di
Tabel 4.3
Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun 2021………. 52
Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan Pekerjaan di
Tabel 4.4
Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun 2021………. 53
Distribusi Frekuensi Keluarga Pengetahuan Tentang ODGJ di
Tabel 4.5
Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun 2021………. 53
Distribusi Frekuensi Hasil Kepatuhan Pemberian Obat Pada
Tabel 4.6 ODGJ di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun
2021………………………………………………………………. 53
Hasil Tabusilang Hubungan pengetahuan keluarga Terhadap
Tabel 4.7 Kepatuhan Pemberian Obat Pada ODGJ Di wilayah Kerja
Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi…………………….. 54

vii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori…….................................................................... 43


Bagan 3.1 Kerangka Penelitian Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan
Kepatuhan Pemberian Obat pada Orang Dengan Gangguan
Jiwa Di Wilayah Puskesmas Karawang Kabupaten 47
Sukabumi………….

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO)
adalah keadaan seseorang yang merasa sehat dan bahagia, mampu
menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima orang lain
sebagaimana seharusnya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan social.
Sehingga individu tersebut menyadari kemampuannya sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kondisi perkembangan
yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa dalam UU No. 18
(UU, 2014)
Masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat dipengaruhi perilaku individu
atau kelompok di masyarakat. Pengaruh modernisasi, globalisasi,
industrialisasi, serta kemajuan ilmu dan teknologi mengakibatkan
perubahan sosial yang cepat ( rapid social change) sehingga kehidupan
masyarakat menjadi semakin kompleks dan rumit. Apabila individu tidak
dapa beradaptasi dengan perubahan zaman dan tuntutan sosial akan
menimbulkan kecemasan, ketakutan, konflik, ketegangan emosional, dan
ganguan batin (sunaryo, 2013). Seseorang yang sehat baik secara fisik
dan sehat jiwa terutama mental, akan dapat menggunakan kemampuan
atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan
hidup, dan membangun hubungan positif dengan orang lain. Sebaliknya,
orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan
mood, kemampuan berpikir, dan kontrol emosional yang pada akhirnya
menyebabkan perilaku buruk seperti pada penderita gangguan jiwa
(Atika, 2018). Kondisi kesehatan jiwa yang baik akan mempengaruhi
kondisi keseluruhan pada diri seseorang, seperti proses berfikir,
mengambil keputusan, dapat membedakan mana yang baik, dan
sebaliknya. Kesehatan jiwa sangat penting bagi setiap individu, jika
memiliki jiwa sehat maka segala hambatan dapat dijadikan sebagai
sebuah tantangan dalam menjalaninya. Sebaliknya, jika kesehatan jiwa
terganggu maka segala hambatan tersebut akan sulit diatasi, bahkan
memicu tingkat masalah gangguan jiwa.
Gangguan jiwa menurut American Psychiatric Association (APA)
adalah sindrom atau pola psikologis atau pola perilaku yang penting
secara klinis, yang terjadi pada individu dan sindrom itu dihubungkan
dengan adanya distress atau disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu
bagian atau beberapa fungsi penting) atau disertai peningkatan resiko
secara bermagna untuk mati, sakit, ketidakmampuan, atau kehilangan
kebebasan (APA, 1994 dalam Prabowo, 2014). ODGJ adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku
yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan
dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (Permenkes RI No 54,
2017).
Kekambuhan pada ODGJ adalah timbulnya kembali gejala-gejala
yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan. Tingginya angka
kekambuhan dan penurunan kualitas hidup pasien sehingga menghambat
pembentukan konsep diri termasuk harga diri, rasa penguasaan dan self-
efficacy, Insiden kekambuhan Orang Dengan Gangguan Jiwa juga
merupakan insiden yang tinggi, berkisar 60-75% setelah suatu episode
psikotik jika tidak diberikan terapi. Faktor pendukung pada klien, adanya
pengetahuan keterlibatan keluarga sebagai pengawas minum obat pada
keluarga dengan klien dalam kepatuhan pengobatan. Menjelaskan sekitar
25% pasien dengan gangguan jiwa, psikosis maupun gangguan mental
berat gagal dalam mematuhi program pengobatan. Kepatuhan Pemberian
obat pada orang dengan gangguan jiwa dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, pengetahuan, efikasi minum obat, dukungan keluarga terhadap
pasien, efek samping obat dan sikap pasien. (Fakhruddin, 2012).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah


orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2014), pentingnya pengetahuan keluarga untuk mengetahui tentang

2
orang dengan gangguan jiwa itu dapat mendukung keterlibatan keluarga
sebagai pengawas minum obat dan pencegahan terjadi atau kekambuhan
pada anggota keluarganya dengan gangguan jiwa .
Kepatuhan (Compliance), juga dikenal sebagai ketaatan
(adherence) adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari
dokter yang 14 mengobatinya. Contoh dari kepatuhan adalah mematuhi
perjanjian, mematuhi dan menyelesaikan program pengobatan,
menggunakan medikasi secara tepat, dan mengikuti anjuran perubahan
perilaku atau diet. Perilaku kepatuhan tergantung pada situasi klinis
tertentu, sifat penyakit dan program pengobatan (Kaplan &
Sandock,2010). Ketidakpatuhan akan mengakibatkan pengunaan suatu
obat yang kurang. Cara demikian, pasien kehilangan manfaat terapi yang
diantisipasi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati
secara bertahap menjadi buruk (Kaplan & Sandock, 2010).
Dalam meningkatkan kepatuhan komunikasi merupakan cara
antara tim medis dan keluarga pasien dalam berbicara mengenai obat
yang ditulis. Keefektifan komunikasi akan menjadi penentuan utama
kepatuhan pasien, kepatuhan minum obat dari pasien tidak lepas dari
peranan penting dari keluarga, sehingga pasien yang patuh pada
pengobatan prevalensi kekambuhannya berkurang. Walaupun gangguan
jiwa adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
ditangani kekambuhannya dengan melakukan pengobatan secara tepat
jadwal berobat. Hal ini berarti dengan pengobatan yang teratur dan
dukungan dari keluarga, masyarakat dan orang disekitar penderita besar
kemungkinan penderita dapat bersosialisasi dan memiliki aktivitas
seperti orang normal, dengan demikian maka prevalensi kekambuhan
pasien dapat berkurang ataupun pasien tidak akan kambuh karena proses
pengobatan pasien dilakukan sesuai dengan anjuran dan petunjuk dokter,
sehingga kepatuhan pasien minum obat baik, dan prevalensi
kekambuhan pasien berkurang bahkan tidak pernah kambuh dalam
kurun waktu 1- 2 tahun (Kaunang, 2015). Menurut penelitian Adi
Rahmandanu (2018) tentang hubungan antara pengetahuan keluarga
terhadap kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di Puskesmas Sungai
Besar Kota Banjarbaru menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
3
pasien skizofrenia keluarga wilayah kerja Puskesmas Sungai Besar Kota
Banjarbaru.

Penelitian yang dilakukan Warsidah (2017), tentang hubungan


pengetahuan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia
puskesmas sendayu Bantul yoyakarta menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan keluarga dengan
kepatuhan minum obat pasien ganguan jiwa di puskesmas sendayu
Bantul yoyakarta. Kejadian kekambuhan mengalami peningkatan jika
tidak memiliki pengetahuan tentang 13 skizofrenia, tidak patuh dalam
minum obat dan tidak mendapat dukungan keluarga. Erwina, Putri, dan
Wenny (2015), pentingnya peran keluarga untuk keberhasilan
pengobatan pasien skizofrenia.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan
kesehatan yang signifikan di dunia termasuk di indonesia, Data menurut
WHO 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Di indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan
sosial dengan keanekaragaman penduduk maka jumlah kasus ODGJ
terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (Dinkes RI,
2016).
Menurut hasil laporan (Riskesdas 2018) menunjukkan bahwa,
prevalensi Orang Dengan Gangguan Jiwa berdasarkan wilayah Provinsi
diperoleh angka kejadian terbesar kasus berada di Provinsi Bali
dengan Nilai Persentase 11.0% dari keseluruhan. Jawa Barat menduduki
posisi 10 besar nilai tertinggi yaitu mencapai 5% Kabupaten Sukabumi
merupakan salah satu daerah tingkat II yang berada di Provinsi Jawa
Barat yang terbagi menjadi 7 wilayah. Berdasarkan laporan Dinas
Kesehatan Kabupaten Sukabumi Tahun 2020 mengenai data ODGJ yang
terdapat di wilayah I yang tersebar di 12 Puskesmas perihal data ODGJ
Wilayah I Kabupaten Sukabumi selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut:

4
Tabel 1.1 Data Pelayanan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
Per-Puskesmas 12-Besar di Kabupaten Sukabumi tahun
2020

Estimasi Jumlah Kasus Persentase


No Puskesmas
ODGJ ODGJ (2020) (%)
1 Kebonpedes 36 125 18.77
2 Gunung Guruh 46 76 11.41
3 Cisaat 81 64 9.61
4 Selajambe 40 65 9.76
5 Karawang 61 53 7.96
5 Gegerbitung 48 52 7.81
6 Cireunghas 41 48 7.21
7 Sukalarang 55 45 6.76
8 Kadudampit 66 42 6.31
9 Cibolang 46 36 5.40
10 Sukaraja 60 31 4.65
11 Limbangan 41 29 4.35
Jumlah 621 666 100.00
Sumber : Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi Tahun 2020

Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukkan bahwa Puskesmas Karawang


merupakan Puskesmas yang menduduki posisi lima dengan angka
perkiraan Estimasi ODGJ Berat 61 penderita, dan jumlah kasus terjadi
sebanyak 53 orang atau sebesar 7.96% pada tahun 2020.
Profil jumlah Kasus Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
berdasarkan data yang tersebar di 5 Desa Kecamatan Karawang
Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1.2 Data Kasus Orang Dengan Gangguan Jiwa Berdasarkan
Wilayah Kerja Puskemas Karawang Per Desa di
Kecamatan Karawang Kabupaten Sukabumi 2019-2020

2019 2020
No Desa
Jumlah Jumlah

5
1 Karawang 11 11

2 Parungseha 11 12

3 Perbawati 5 5

4 Sudajaya girang 12 12

5 Sukajaya 11 11

6 Warnasari 10 10

Total 60 61

Sumber : Data Tahunan Puskesmas Karawang Kabupaten


Sukabumi (2020)

Berdasarkan Tabel 2.1 didapatkan bahwa kasus Orang Dengan


Gangguan Jiwa mengalami kenaikan sebanyak 1 jiwa , yaitu terjadi di
Desa Parungseah sebanyak 1 Jiwa.
Pada pelayanan program di Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi pelayanan pengobatan rawat jalan pasien jiwa dilakukan oleh
dokter umum dan program kesehatan jiwa. Data dari program kesehatan
jiwa kunjungan pasien kepuskesmas karawang kabupaten sukabumi
meningkat, keluarga pasien ODGJ tidak secara teratur datang kepuskesmas
untuk mengambil obat karena keluarga beralasan saat pasien ODGJ
terlihat tenang keluarga tidak perlu memberikan obat.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan dengan cara
wawancara terhadap 5 orang keluarga pasien ODGJ, didapatkan beberapa
alasan pasien ODGJ tidak patuh pemberian obat diantaranya keluarga
pasien ODGJ merasa tidak perlu memberikan obat bila ODGJ tidak
kambuh, keluarga sudah jenuh memberikan obat, keluarga tidak bisa
memantau ODGJ tersebut dikarenkan kesibukan masing-masing dan
keluarga ada yang tidak tahu pentingnya pemberian obat secara teratur
sehingga banyak pasien ODGJ yang kambuh. maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan pengetahuan
keluarga dengan kepatuhan pemberian obat pada orang dengan gangguan
jiwa di wilayah kerja puskesmas karawang”.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


6
Berdasarkan hasil Riskesdas didapatkan kasus ODGJ di jawa barat
menduduki posisi 10 besar dan dikabupaten sukabumi khususnya wilayah
1 puskesmas karawang meduduki 5 besar dengan jumlah 61 kasus, dari
hasil tersebut dikemukakan bahwa pasien ODGJ setiap tahunnya
mengalami peningkatan, hal tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan
keluarga dan kepatuhan terhadap minum obat, sehubungan dengan hal
tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan
Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Pemberian Obat Pada Pasien
Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi”.
1.3 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada
Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Pemberian Obat
Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Puskesmas Karawang
Kabupaten Sukabumi.

1.4 TUJUAN PENELITIAN


1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan
Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Pemberian Obat Pada Orang
Dengan Gangguan Jiwa Di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.4.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang ODGJ di Puskesmas Karawang
Kabupaten Sukabumi.
1.4.2.2 Mengidentifikasi kepatuhan pemberian obat pada pasien ODGJ di Puskesmas
Karawang Kabupaten Sukabumi
1.4.2.3 Mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan pemberian obat
pada ODGJ di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi.

1.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan, dugaan,
atau dahlil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian
maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak
(Notoatmodjo,2012).
7
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Hubungan Pengetahuan
Keluarga Dengan Kepatuhan Pemberian Obat Pada ODGJ Di Puskesmas
Karawang Kabupaten Sukabumi, sedangkan untuk keperluan pengujian
hipotesis, maka bentuk hipotesis sebagai berikut :

1.5.1 H0 : Tidak Ada Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan


Kepatuhan Pemberian Obat Pada ODGJ Di Puskesmas
Karawang
Kabupaten Sukabumi
H1 : Ada Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan
Pemberian Obat Pada ODGJ Di Puskesmas Karawang
Kabupaten
Sukabumi

1.6 MANFAAT PENELITIAN


1.6.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi mahasiswa atau penelitian selanjutnya pada mata
kuliah keperawatan jiwa yang berhubungan tentang gambaran
pengetahuan keluarga dengan kepatuhan pemberian obat ODGJ
1.6.2 Manfaat Praktis
1.6.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan kepustakaan di Insitut Kesehatan Rajawali Bandung
dan memberikan tambahan pengetahuan bagi pengunjung perpustakaan
yang membacanya.
1.6.2.2 Bagi Puskemas
Sebagai masukan bagi pihak Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi dan instansi yang terkait dalam meningkatkan program
Kesehatan Jiwa dan Khususnya dalam program promosi kesehatan
tentang penyuluhan minum obat pada orang dengan gangguan jiwa
1.6.2.3 Bagi Keluarga
Dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengoptimalkan perawatan
pasien gangguan jiwa terutama pentingnya minum obat secara teratur
dan juga sebagai sumber infomasi bagi keluarga.
8
1.6.2.4 Bagi peneliti selanjutnya
Menambah wawasan dan pengalaman serta dijadikan data dasar untuk
penelitian selanjutnya mengenai Hubungan Pengetahuan keluarga
dengan kepatuhan pemberian obat pada orang dengan gangguan jiwa.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gangguan Jiwa


2.1.1 Defenisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau
perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan
dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau
disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang
penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan,
nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (American
Psychiatric Association, 1994 dalam Susanti, 2014). Gangguan jiwa
adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal,
berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap
individu tersebut atau orang lain (Suliswati, 2005). Dalam buku Keliat,
2012 menyebutkan gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
Menurut PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis
Gangguan Jiwa) gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress)
atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting
dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan
itu tidak hanya terletak di dalam hubunga antara orang itu tetapi juga
dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010). Gangguan jiwa
merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang
belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu
bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang
fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek
yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002) (dalam Ah. Yusuf, 2015).
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa
alasan yang masuk akal, berlebihan, berlangsung lama, dan
menyebabkan kendala terhadap individu tersebut, serta banyak yang
belum diketahui dengan pasti perjalanan penyakitnya.
2.1.1 Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan

10
jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin
dibadan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun
psikis (psikogenik), (Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu
yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu
timbullah gangguan badan ataupun gangguan jiwa.

Menurut H. Iyus Yosep & Titin Sutini,2014 penyebab gangguan


jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor somatic organobiologis atau somatogenik.
1) Nerofisiologis.
2) Neroanatomi.
3) Nerokimia.
4) Faktor pre dan peri-natal.
5) Tingkat kematangan dan perkembangan organik
b. Faktor psikologik (Psikogenik).
1) Peran ayah.
2) Interaksi ibu dan anak. Normal rasa aman dan rasa percaya abnormal
berdasarkan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan), kekurangan.
3) Inteligensi.
4) Saudara kandung yang mengalami persaingan.
5) Hubungan pekerjaan, permainan, masyarakat dan keluarga.
6) Depresi, kecemasan, rasa malu atau rasa salah mengakibatkan kehilangan.
7) Keterampilan, kreativitas dan bakat.
8) Perkembangan dan pola adaptasi sebagai reaksi terhadap bahaya

c. Faktor sosio-budaya (Sosiogenik) :


1) Pola dalam mengasuh anak.
2) Kestabilan keluarga.
3) Perumahan kota lawan pedesaan.
4) Tingkat ekonomi.
5) Pengaruh keagamaan dan pengaruh sosial.
6) Masalah kelompok minoritas, meliputi fasilitas kesehatan dan
prasangka, kesejahteraan yang tidak memadai dan pendidikan.
7) Nilai-nilai.
Dari faktor-faktor ketiga diatas, terdapat beberapa penyebab lain
dari penyebab gangguan jiwa diantaranya adalah sebagai berikut :

11
a) Genetika. Individu atau angota keluarga yang memiliki atau
yang mengalami gangguan jiwa akan kecenderungan memiliki
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, akan cenderung lebih
tinggi dengan orang yang tidak memiliki faktor genetik (H.
Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
b) Sebab biologik.
− Keturunan.
Peran penyebab belum jelas yang mengalami gangguan
jiwa, tetapi tersebut sangat ditunjang dengan faktor
lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
− Temperamen.
Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai
masalah pada ketegangan dan kejiwaan yang memiliki
kecenderungan akan mengalami gangguan jiwa.
− Jasmaniah.
− Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang bisa
berhubungan dengan gangguan jiwa, seperti bertubuh
gemuk cenderung menderita psikosa manik defresif,
sedangkan yang kurus cenderung menjadi skizofrenia.
− Penyakit atau cedera pada tubuh.
Penyakit jantung, kanker dan sebagainya bisa
menyebabkan murung dan sedih. Serta, cedera atau cacat
tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri (H. Iyus
Yosep &Titin Sutini, 2014).
c) Sebab psikologik.
Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan kegagalan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya di
kemudian hari (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
d) Stress.
Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus
menerus akan mendukung timbulnya gejala manifestasi
kemiskinan, pegangguran perasaan kehilangan, kebodohan dan
isolasi sosial. (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
e) Sebab sosio kultural.
− Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua
anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak setelah dewasa
akan sangat bersifat agresif, pendiam dan tidak akan suka

12
bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang penurut.
− Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan
sistem nilai moral antara masa lalu dan sekarang akan sering
menimbulkan masalah kejiwaan.
− Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi,
dalam masyarakat kebutuhan akan semakin meningkat dan
persaingan semakin meningkat. Memacu orang bekerja lebih
keras agar memilikinya, jumlah orang yang ingin bekerja
lebih besar sehingga pegangguran meningkat (H. Iyus Yosep
&Titin Sutini, 2014)
f) Perkembangan psikologik yang salah
Ketidak matangan individu gagal dalam berkembang lebih lanjut.
Tempat yang lemah dan disorsi ialah bila individu
mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai, gagal
dalam mencapai integrasi kepribadian yang normal ((H. Iyus
Yosep &Titin Sutini, 2014).
Menurut Stuart & Sundeen 2016 penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :
a. Faktor Biologis /Jasmaniah
1 Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan
jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan
kejiwaan yang tidak sehat.
2 Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang
berhubungan dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang
yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3 Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami
gangguan jiwa.\
4 Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker,
dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan
sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri.
13
b. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan
yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan
yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya.
Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku
dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki
kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap
lingkungan.
d. Faktor Sosio-Kultural
Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu :
1) Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan
jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa
tidak akan muncul.
2) Penyebab yang pencetus (precipatating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang
langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan
gangguan jiwa.
3) Penyebab menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau mempengaruhi
tingkah laku maladaptif yang terjadi.
4) Multiple cause
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling
mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang
disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan
sebab akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor
penyebab dengan penyebab lainnya.

e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan
seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu
mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan
untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh
setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan.

14
Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya.
Lingkungan dan stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri
dan hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses
patologipenyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh
kembang, dan prosedur tindakan serta pengobatan.
2.2.2 Tanda dan gejala gangguan jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
a. Ketegangan (Tension) merupakan murung atau rasa putus asa, cemas,
gelisah, rasa lemah, histeris, perbuatan yang terpaksa (Convulsive),
takut dan tidak mampu mencapai tujuan pikiranpikiran buruk (H.
Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
b. Gangguan kognisi. Merupakan proses mental dimana seorang
menyadari, mempertahankan hubungan lingkungan baik, lingkungan
dalam maupun lingkungan luarnya (Fungsi mengenal).
Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi. Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu
rangsangan yang dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses
asosiasi dan interaksi macam-macam rangsangan yang masuk. Yang
termasuk pada persepsi adalah
a) Halusinasi
Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu
dan kenyataan tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi
terbagi dalam halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran,
halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik,
halusinasi kinetic.
b) Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah
dengan suatu benda.
c) Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai kenyataan.
d) Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri
sendiri, kepribadiannya terasa sudah tidak seperti biasanya dan
tidak sesuai kenyataan
2) Gangguan sensasi.
Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu rasa raba, rasa
kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran dan kesehatan. (H. Iyus
Yosep &Titin Sutini, 2014).
c. Gangguan psikomotor Gangguan merupakan gerakan badan

15
dipengaruhi oleh keadaan jiwa sehinggga afek bersamaan yang
megenai badan dan jiwa, juga meliputi perilaku motorik yang
meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu perilaku. Gangguan
psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas yang
meningkat, kemudian yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam
aktivitas. Gerakan salah satu badan berupa gerakan salah satu badan
berulang-ulang atau tidak bertujuan dan melawan atau menentang
terhadap apa yang disuruh (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
d. Gangguan kemauan. Kemauan merupakan dimana proses keinginan
dipertimbangkan lalu diputuskan sampai dilaksanakan mencapai
tujuan. Bentuk gangguan kemauan sebagai berikut :
1) Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat
ketidak sangupan membuat keputusan memulai satu tingkah laku.
2) Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam
memutuskan dalam mengubah tingkah laku.
3) Negativisme adalah bertindak dalam sugesti dan jarang terjadi
melaksanakan sugesti yang bertentangan.
4) Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar
melakukan suatu tindakan yang tidak rasional (H. Iyus Yosep &Titin
Sutini, 2014).
e. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan
pengaruh pada akttivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organis dan
kinetis. Adalah kehidupan perasaan atau nada persaan emosional
seseorang menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran,
biasanya berlangsung lama dan jarang disertai komponen
fisiologik.dikaitkan

dengan pengertian afek, maka emosi meruoakan afek keluar disertai


oelh banyak komponen fisiologik, biasanya berlangsung realtif
singkat.kadang-kadang istilah emosi dan afek dibedakan dan pikai
bersam-sama. (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
Bentuk gangguan afek dan emosi menurut dapat berupa:
1) Euforia yaitu emosi yang menyenangkan bahagia yang berlebihan
dan tidak sesuai keadaan, senang gembira hal tersebut dapat
menunjukkan gangguan jiwa. Biasanya orang yang euforia percaya
diri, tegas dalam sikapnya dan optimis.
2) Elasi ialah efosi yang disertai motorik sering menjadi berubah

16
mudah tersinggung.
3) Kegairahan atau eklasi adalah gairah berlebihan disertai rasa
damai, aman dan tenang dengan perasaan keagamaan yang kuat.
4) Eksaltasi yaitu berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap
kebesaran atau waham kebesaran.
5) Depresi dan cemas ialah gejala dari ekpresi muka dan tingkah laku
yang sedih.
6) Emosi yang tumpul dan datar ialah pengurangan atau tidak ada
sama sekali tanda-tanda ekspresi afektif
f. Gangguan asosiasi.
Asosiasi merupakan proses mental dalam perasaan, kesan atau
gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau ingatan respon
atau konsep lain yang memang sebelumnya berkaitan dengannya.
Kejadian yang terjadi, keadaan lingkungan pada saat
http://repository.unimus.ac.id 22 itu, pelangaran atau pengalaman
sebelumnya dan kebutuhan riwayat emosionalnya, (H. Iyus Yosep
&Titin Sutini, 2014).
g. gangguan pertimbangan.
Gangguan pertimbangan merupakan proses mental dalam
membandingkan dan menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka
kerja memberikan nilai dalam memutuskan aktivitas, (H. Iyus Yosep
&Titin Sutini, 2014).

2.2.3 Ciri-Ciri Gangguan Jiwa


Ciri-ciri gangguan jiwa meliputi:
a. Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi dan daya
tilikan yang bermanifestasi sebagai kelainan bicara dan perilaku.
b. Perubahan ini menyebabkan tekanan batin dan penderitaan pada
individu dan orang lain di lingkungannya.
c. Perubahan perilaku, akibat dari penderita ini menyebabkan gangguan
dalam kegiatan sehari-hari, efisien kerja, dan hubungan dengan orang
lain (hendaknya dalam bidang sosial dan pekerjaan).
Dalam buku Keliat, 2012, menyebutkan ciri-ciri lain dari gangguan
jiwa, yaitu: sedih berkepanjangan, tidak semangat dan cenderung malas,
marah tanpa sebab, mengurung diri, tidak mengenali orang, bicara kacau,
bicara sendiri, tidak mampu merawat diri
.
2.2.4 Jenis Gangguan Jiwa

17
Dalam buku Keliat, 2012 menyebutkan berdasarkan survei masalah
yang dilakukan di beberapa rumah sakit jiwa, ditemukan 7 diagnosa
keperawatan utama tentang gangguan jiwa, yaitu :
a. Harga diri rendah
Harga diri rendah dalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri sendiri. Tanda dan gejala dari harga diri
rendah adalah: mengkritik diri sendiri; perasaan tidak mampu; pandangan
hidup yang pesimis; penurunan produktivitas; penolakan terhadap
kemampuan diri (Keliat, 2012).
b. Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berintekasi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Tanda dan gejala dari isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara adalah: pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak
oleh orang lain; pasien merasa tidak aman dengan orang lain; pasien
merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu; pasien tidak dapat
berkosentrasi dan membuat keputusan; pasien merasa tidak berguna;
pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup (Keliat, 2012).
c. Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasa sensasi berupa suara,
penglihatan, pengcapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
Suatu penghayatan yang dialami seperti melalui panca indra tanpa stimulus
ekternal: persepsi palsu (Keliat, 2012).
Jenis-jenis halusinasi dalam buku Kusumawati, 2010 ,yaitu :
1 Halusinasi Pendengaran : Mendengar suara atau kebisingan yang
kurang jelas ataupn yang jelas, dimana terkadang suara-suara
tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintahkan
klien utk melakukan sesuatu
2 Halusinasi Penglihatan : Stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bisa yang menyenangkan atau menakutkan.
3 Halusinasi Penghidu atau Penciuman : Membau bau-bauan tertentu
seperti bau darah, urin, dan feses, parfum atau bau yang lain. Ini

18
sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang atau
dimensia.
4 Halusinasi Pengecapan : Merasa mengecap rasa seperti rasa seperti
darah, urin, feses atau yang lainnya
5 Halusinasi Perabaan : Merasa mengalami nyeri atau ketidak
nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6 Halusinasi Cenesthetik : Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah
di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
7 Halusinasi Kinestetika : Merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.
d. Waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
Berbagai kehilangan dapat terjadi pada pascabencana, baik kehilangan
harta benda, keluarga maupun orang yang bermakna. Kehilangan
menyebabkan stres bagi yang mengalami. Jika stres ini berkepanjangan
dapat memicu masalah gangguan jiwa dan waham.
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham meliputi:
1 Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran
atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan.
2 Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/ menciderai dirinya dan
diucapkan berulang kali, tapi tidak sesuai kenyataan.
3 Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan.
4 Waham somatik: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
5 Waham nihilistik: indiviu meyakini bahwa dirinya suda tidak ada
di dunia/ meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan .
e. Resiko Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
19
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasa dapat terjadi
dalam 2 bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau
riwayat perilaku kekerasan.

Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan adalah: muka merah


dan tegang; pandangan tajam; mengatupkan rahang dengan kuat;
mengepalkan tangan; jalan mondar-mandir; bicara kasar; suara tinggi,
menjerit atau berteriak; mengancam secara verbal atau fisik; merusa
barang atau benda (Keliat, 2012).
f. Resiko Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya
kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku
bunuh diri, yaitu isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan
bunuh diri. Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara
tidak langsung ingin bunuh diri, mis, dengan mengatakan “segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya”.
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai ancaman dan percobaan bunuh diri
(Keliat, 2012).
g. Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidak mampuan merawat kebersihan diri, makan, berhias diri, dan
eliminasi (buang air besar dan buang air kecil) secara mandiri.
Tanda dan gejala dari defisit perawatan diri yaitu
1 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor
2 Ketidak mampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian tidak kotor dan tidak rapi, pada pasien laki-laki
tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidak
mampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan
tidak pada tempatnya.

4 Ketidakmampuan berkemih/defekasi secara mandiri, ditandai


dengan defekasi/berkemih tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik setelah defekasi/ berkemih. (Keliat,
20
2012)
2.2.5 Dampak Gangguan Jiwa bagi Keluarga
Menurut Wahyu, (2012) dari anggota yang menderita gangguan
jiwa bagi keluarga diantaranya keluarga belum terbiasa dengan:
a. Penolakan
Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita
gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut
dan meyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama episode akut
anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada mereka
cintai. Pada proses awal, keluarga akan melindungi orang yang sakit dari
orang lain dan menyalahkan dan merendahkan orang yang sakit untuk
perilaku tidak dapat diterima dan kurangnya prestasi. Sikap ini mengarah
pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan kehilangan hubungan
yang bermakna dengan keluarga yang tidak mendukung orang yang
sakit. Tanpa informasi untuk membantu keluarga belajar untuk
mengatasi penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat pesimis
tentang masa depan. Sangat penting bahwa keluarga menemukan sumber
informasi yang membantu mereka untuk memahami bagaimana penyakit
itu mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu tahu bahwa dengan
pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya, mayoritas orang
kembali ke gaya kehidupan normal.
b. Stigma
Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua
dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap penderita
tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya. Menyebabkan
beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk mengundang penderita
dalam kegiatan tertentu. stigma dalam begitu banyak di kehidupan
sehari- hari, tidak mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan
penarikan dari aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari.

c. Frustasi, tidak berdaya dan kecemasan


Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan
tingkah laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan, menakutkan,
dan melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada obat, apatis dan
kurangnya motivasi bisa membuat frustasi. Anggota keluarga memahami
kesulitan yang penderita miliki. Keluarga dapat menjadi marah-marah,
cemas, dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan kembali ke
rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan.

21
d. Kelelahan dan Burn out
Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan orang
yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai
merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit
yang harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali, mereka merasa
terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama jika
hanya ada satu anggota keluarga mungkin merasa benar-benar diluar
kendali. Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki
batas yang ditetapkan di tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu
dijelaskan kembali bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa
letih, karena dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-
support penderita.
e. Duka
Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki
penyakit mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk
berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan
sehari-hari, dan penurunan yang dapat terus-menerus. Keluarga dapat
menerima kenyataan penyakit yang dapat diobati, tetapi tidak dapat
disembuhkan. Keluarga berduka ketika orang yang dicintai sulit untuk
disembuhkan dan melihat penderita memiliki potensi berkurang secara
substansial bukan sebagai yang memiliki potensi berubah.
f. Kebutuhan pribadi dan mengembangkan sumber daya pribadi
Jika anggota keluarga memburuk akibat stress dan banyak
pekerjaan, dapat menghasilkan anggota keluarga yang sakit tidak
memiliki sistem pendukung yang sedang berlangsung. Oleh karena itu,
keluarga harus diingatkan bahwa mereka harus menjaga diri secara fisik,
mental, dan spiritual yang sehat. Memang ini bisa sangat sulit ketika
menghadapi anggota keluarga yang sakit mereka. Namun, dapat menjadi
bantuan yang luar biasa bagi keluarga untuk menyadari bahwa kebutuhan
mereka tidak boleh diabaikan (Kurniawan, 2016).

2.2.6 Faktor Resiko Bagi Klien Yang Tidak Patuh Pengobatan


Menurut Stuart & Sundeen 2016 ada beberapa factor terjadi jika
pasien tidak patuh dalam pengobatan sebagai berikut :
 Kegagalan klinis untuk membangun hubungan terapetuik dengan klien
 Devaluasi farmakoterapi oleh staf perawtan

22
 Tidak adekuatnya edukasi tentang pengobatan pada klien dan keluarga
 Buruknya pengawasan efek samping minum obat
 Kurang peka terhadap keyakinan, harapan, keluhan atau pikiran
berlawann klien obat harian yang terlalu banyak.
 Jadwal dosis obat harian yang terlalu banyak
 Polifarmasi
 Riwayat ketidak patuhan
 Isolasi social
 Biaya pengobatan
 Meningkatnya Batasan terhadap gaya hidup klien
 Klien tidak dapat dukungan dari orang terdekatnya
 Meningkatkan ide bunuh diri
 Meningkatkan kecurigaan

2.2 KONSEP SKIZOFRENIA


2.2.1 Pengertian Skizofrenia
PPDGJ III mengatakan gangguan jiwa adalah gejala pada pola
perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih fungsi penting manusia,
yaitu psikologi, perilaku, biologik, dan hubungan dengan masyarakat
(Maramis, 2010). Skizofrenia adalah penyakit otak neurobiologis yang
berat yang dimana adanya gangguan prilaku atau psikologis yang kronik,
sering mereda, namun hilang timbul dengan menunjukan manisfestasi
klinik yang bervariasi diantaranya distress, disfungsi, dan menurunkan
kualitas hidup (Stuart, 2016; Kaplan & Sadock, 2010).
2.2.2 Tanda dan Gejala Skzofrenia
Gejala positif yaitu gejala yang muncul pada proses mental
abnormal. Diperlihatkan dengan berperilaku normal atau pasien
mengalami sensasi yang berlebihan. Sehingga pikiran pasien tidak dapat
dikontrol dengan memperlihatkan adanya tanda delusi (waham) dan
halusinasi (Stuart, 2016; Kaplan & Sadock, 2010; Lambert & Naber,
2012).

Gejala negatif yaitu berperilaku normal yang menurun,


berkurangnya beberapa fungsi yang ada pada individu sehat. diantaranya
proses mental atau proses prilaku (behavior) yang ditandai dengan
penurunan ketertarikan social atau personal, afek datar, apatis, perhatian
yang kurang, anhedonia/ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan,

23
pembatasan berpikir dan berbicara (Stuart, 2016; Lambert & Naber,
2012).
2.2.3 Penyebab Skizofrenia
Penyebab Skizofrenia jarang berdiri sendiri, biasanya terdiri dari
penyebab fisik, jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual yang
sekaligus timbul bersamaan sehingga akhirnya memunculkan gangguan
pada jiwa (Saddock, et al., 2015). Faktor genetik, neurodevelopmental
dan sosial berpengaruh terhadap Skizofrenia masih belum dapat
dijelaskan secara utuh. Jalur terakhir yang paling jelas adalah
peningkatan aktivitas dari dopamin, serotonin, dan glutamat (Katona, et
al., 2012).
Menurut model diatesis-stress, Skizofrenia terjadi karena
gangguan integrasi dari faktor biologis, psikososial dan lingkungan.
Seseorang yang rentan (diatesis), bila diaktifkan oleh pengaruh yang
penuh tekanan antara faktor biologis, psikososial dan lingkungan,
memungkinkan timbulnya Skizofrenia. Komponen biologis berupa
kelainan genetik, gangguan fungsi atau struktural otak, neurokimia,
infeksi, sedangkan psikologis (contohnya situasi keluarga yang penuh
tekanan atau kematian kerabat dekat), dan komponen lingkungan seperti
penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan trauma (Sadock, et al., 2015).

2.2.4 Faktor predisposisi


2.2.4.1 Genetik
Faktor genetik terhitung menjadi liabilitas mayor untuk penyakit
skizofrenia. Penurunan pada generasi selanjutnya skizofrenia secara
genetik berkisar 60-80%. Penelitian genetika molekuler telah
mengidentifikasi gen yang terbukti paling berperan yaitu Neuregulin
(NRG1) pada kromosom 8p21-22, Dysbindin (DTNBP1) pada kromosom
6p22, DISC1 (Disrupted In Schizophrenia) yaitu sebuah kromosom
translokasi seimbang (1,11) (q42;q14.3). Lebih dari 40% kembar
monozigot dari orang tua dengan masalah gangguan jiwa juga
terpengaruh. Anak-anak yang memiliki orang tua biologis dengan masalah
gangguan jiwa lalu diadopsi oleh sebuah keluarga yang tidak memiliki 11
gangguan jiwa memiliki resiko yang sama seperti jika orang tua biologis
telah mengangkat mereka (Stuart, 2016; Semple & Smyth, 2013).
2.2.4.2 Neurobiologi
Studi menunjukan orang dengan skizofrenia mengalami kelainan
anatomi, fungsional, dan neurokimia dalam kehidupan dan otak
24
postmortem. Dua hasil penelitian neurobiologis yang menetap dalam
skizofrenia adalah penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmitter pada dopamin, serotonin, asetilcolin, dan GABA serta
dineuroregulasi seperti prostaglandin dan endorfin (Townsend, 2015).
2.2.4.3 Neurodevelopment
Neurodevelopment juga diyakini bahwa beberapa struktural,
fungsional, dan kimia yang tersimpan pada otak, pada skizofrenia
biasanya terlihat dari sebelum gejala muncul. Aktivitas dopaminergik
yang berlebihan juga bisa menjari faktor yang telah dihubungkan dengan
beratnya gejala positif pada pasien. Beberapa anak dengan skizofrenia
menunjukan kelainan ringan tentang perhatian, koordinasi, kemampuan
sosial, fungsi neuromotor, dan respon emosional jauh sebelum gejala
skizofrenia yang jelas (Stuart, 2016; Kaplan & Sadock, 2015).
2.2.4.4 Teori virus dan infeksi
Paparan virus influenza pada saat prenatal, terutama selama
trisemester pertama mungkin menjadi salah satu faktor penyebab
skizofrenia pada beberapa orang (Brown dan Derkits, 2010). Teori ini
didukung oleh fakta bahwa kebanyakan orang dengan skizofrenia lahir
pada musim dingin atau diawal musim semi dan diperkotaan (Stuart,
2016).
2.2.5 Faktor presipitasi
2.2.5.1 Biologis
Salah satu dari stresor adalah gangguan dalam umpan balik otak
yang mengatur jumlah informasi yang diproses dalam waktu tertentu.
Terganggunya kemampuan dalam umpan balik otak dikarenakan
penurunan fungsi lobus frontal yang berdampak pada pengolahan
informasi berlebih. Stresor biologis lainnya yaitu proses listrik yang
melibatkan elektrolit tidak normal. Sebagai contoh, biasanya ketika orang
mendengar suara keras, mereka akan terkejut; namun ketika suara keras
terulang yang kedua kali respon kaget menurun. Orang dengan skizofrenia
berbeda, ia akan lebih terkejut lagi ketika mendengar suara keras yang
kedua kalinya. Sehingga, orang dengan skizofrenia umumnya takut di
tempat keramaian (Maramis, 2010; Stuart, 2016).
2.2.5.2 Gejala Pemicu
Pemicu umum klien skizofrenia terhadap respons neurobiologis
berhubungan dengan kondisi kesehatan, lingkungan, dan perilaku. Kelas
sosial ke bawah juga dapat berpengaruh timbulnya skizofrenia. Hal ini

25
terkait dengan interaksi ibu dan anak, peran ayah, persaingan antar
saudara kandung, hubungan keluarga, dan pekerjaan. Selain itu, faktor
konsep diri dan pola adaptasi juga akan mempengaruhi kemampuan untuk
menghadapi masalah (Maramis, 2010; Stuart, 2016; Townsend, 2015).
2.2.6 Jenis-jenis Skizofrenia
Skizofrenia dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-
IV atau DSM-IV-TR. Untuk mengetahui jenis-jenis skizofrenia dibagi
dalam beberapa istilah (Kaplan & Sadock, 2010; Maramis, 2010), yaitu:

 Skizofrenia Paranoid

Jenis ini sering mulai sesudah 30 tahun. Awalnya bisa jadi


subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit
sering terlihat mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak, dan
kurang percaya pada orang lain. Gejala yang muncul pada jenis ini
biasanya ditandai dengan adanya waham kejar, yaitu: rasa menjadi korban
atau seolah-olah dimata-matai, halusinasi, perilaku agresif, dan
bermusuhan
 Skizofrenia Hebefrenik
Pemulanya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja 15-
25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir,
gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality.
Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku seperti
keanak-anakan sering terdapat pada skizofrenia heberfenik, waham dan
halusinasi.

 Skizofrenia Katatonik

Timbulnya perama kali usia 15 sampai 30 tahun, biasanya akut


dan sering didahului dengan stress emosional. Biasanya ditandai
dengan gangguan psikomotor seperti, mutisme (mata tertutup, muka
tampa mimik, seperti topeng, stupor tidak bergerak dalam waktu yang
lama), bila diganti posisinya penderita menentang, makanan ditolak,
air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul dimulut dan meleleh keluar,
terdapat grimas dan katalepsi.
 Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa punertas. Gejala utama
pada jenis ini adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfikir biasanya sulit ditemukan, waham dan
halusinasi jarang sekali ditemukan.

26
 Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa punertas. Gejala utama
pada jenis ini adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfikir biasanya sulit ditemukan, waham dan
halusinasi jarang sekali ditemukan.

2.3 KONSEP KEPATUHAN PEMBERIAN OBAT


2.3.1 Pengertian Kepatuhan Pemberian Obat
Menurut Nurina (2012) ada beberapa macam sebutan yang biasa
digunakan untuk mendeskripsikan kepatuhan pasien diantaranya compliance
dan adherence. Compliance adalah secara pasif mengikuti masukan dan
perintah dari dokter untuk menjalankan terapi yang sedang dijalankan.
Adherence adalah sejauh mana perilaku pasien minum obat terhadap obat
yang diresepkan oleh pelayanan kesehatan, Perkin (2002) mengatakan bahwa
kepatuhan merupakan keputusan yang diambil oleh klien setelah
membandingkan risiko yang dirasakan jika tidak patuh dan keuntungan dari
pengobatan. Jadi berdasarkan pengertian diatas, bahwa kepatuhan merupakan
kewenangan atau keputusan setiap pasien (Gusmansyah G, 2016). Kaplan dan
Sadok (1997) menguraikan perilaku kepatuhan pada klien skizofrenia terdiri
dari kepatuhan melakukan kontrol setelah perawatan, kepatuhan
mengkonsumsi obat secara tepat, dan kepatuhan mengikuti anjuran tenaga
kesehatan berupa perubahan pola hidup (contohnya cara mengatasi masalah)
sesuai dengan psikoterapi yang diberikan. Regimen terapi pada klien
skizofrenia membutuhkan waktu yang lama, efektifivitas obat yang optimal
dicapai dalam waktu tertentu, sehingga dibutuhkan kepatuhan (compliance)
dan ketekunan dari klien dalam pengobatan. Menurut Herdman (2012) salah
satu kriteria hasil yang diharapkan pada penatalaksanaan regimen terapeutik
yang efektif adalah perilaku kepatuhan dalam pengobatan.
Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap
aspek anjuran hingga mematuhi rencana. Sedangkan Sarafino (dalam Yetti
dkk., 2011) mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien dalam
melaksanakan cara dan perilaku dalam pengobatan yang disarankan oleh
dokternya atau yang lain. Defenisi patuh dan kepatuhan menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh merupakan suka menurut perintah,

27
taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat
patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.
Dalam mendeskripsikan kepatuhan pasien, ada beberapa macam
terminologi yang biasa digunakan diantaranya (Osterberg & Blaschke dalam
Nurina, 2012) :
1. Compliance adalah secara pasif mengikutisaran dan perintah
dokter untuk melakukan terapi yang sedang dilakukan.
2. Adherence adalah sejauh mana pengambilan obat yang
diresepkan oleh penyedia layanan kesehatan.
3. Tingkat kepatuhan (adherence) untuk pasien biasanya
dilaporkan sebagai persentase dari dosis resep obat yang benar-
benar diambil
oleh pasien selama periode yang ditentukan.

Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu


kepada situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan
tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang
praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber
informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan dalam suatu brosur
promosi kesehatan melalui suatu kampanye media massa (Ian &
Marcus, 2011).
2.3.2 Kriteria Kepatuhan
Niven (2002) mengatakan bahwa kepatuhan yang dimaksud
pada pasien, yaitu ketaatan dan kemauan yang baik dari pada pasien
untuk selalu melakukan kontrol yaitu rawat jalan kepelayanan kesehatan
berupa unit rawat jalan/ poliklinik rumah sakit jiwa setiap bulan setelah
pasien menjalani rawat inap. Kontrol rutin/ perawatan jalan kesehatan
perlu dilakukan oleh pasien agar tidak terjadi putus obat, dan para
tenaga kesehatan juga dapat mengetahui perkembangan pasien.
Kepatuhan kontrol berobat adalah kepatuhan (keteraturan) klien
skizofrenia terhadap pengobatan dilihat dari datang atau tidaknya klien
yang sudah ditetapkan, dihitung dari kedatangan minimal 6 bulan
(Indirawati R, 2013).

Menurut WHO (2014) menyebutkan bahwa patuh atau


kepatuhan adalah kesadaran pasien melaksanakan cara pengobatan
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan atau ditentukan. Kepatuhan
minum obat sendiri kembali kepada kesesuaian penderita dengan
rekomendasi pemberi pelayanan yang berhubungan dengan dosis,
28
keteraturan minum obat dan jangka waktu pengobatan yang dianjurkan.
Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan
secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan
sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2014). Sedangkan penderita
dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2 bulan dari
tanggal perjanjian (Putri MA, 2013).

2.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Faktor – factor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Kamidah (2015)
diantaranya :
 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan,
pendengar, pencium, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).
 Motivasi
Motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk berperilaku. Semakin baik motivasi maka
semakin patuh, keinginan dan harapan yang mendorong individu untuk
berperilaku agar mencapai tujuan yang dikehendakinya
(Budiarni,2012)
 Dukungan keluarga
Upaya yang dilakukan dengan mengikutkan peran serta
keluarga adalah sebagai faktor dasar penting yang ada berada
disekeliling pasien gangguan jiwa dengan memberdayakan anggota
keluarga terutama kepala rumah tangga untuk ikut membantu para
pasien skizofernia dalam meningkatkan kepatuhannya mengkonsumsi
minum obat.
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan merupakan fenomena
multidimensi yang ditentukan oleh tujuh dimensi (Yuliantika dkk,
2012):
 Faktor terapi
 Faktor sistem kesehatan
 Faktor lingkungan
 Usia
 Faktor sosial ekonomi

29
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat digolongkan
menjadi 4 bagian menurut Niven (2012) antara lain:

a. Pemahaman tentang intruksi


Tidak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham
tentang intruksi yang diberikan kepadanya.
b. Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat
kepatuhan.
c. Isolasi social dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga
dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka
terima.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker dkk. (dalam Niven, 2012) telah membuat suatu usulan
bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan
adanya ketidakpatuhan.

2.3.5 Indikator Kepatuhan


Federich mengatakan bahwa di dalam kepatuhan
terdapat tiga bentuk perilaku yaitu:
a. Konformitas (conformity)
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh social di mana
individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai
dengan norma sosial yang ada.
b. Penerimaan (compliance)
Penerimaaan adalah kecenderungan orang mau dipengaruhi
oleh komunikasi persuasif dari orang yang berpengetahuan luas
atau orang yang disukai.
c. Ketaatan (obedience)
Ketaatan merupakan suatu bentuk perilaku menyerahkan diri
sepenuhnya pada pihak yang memiliki wewenang, bukan terletak pada
kemarahan atau agresi yang meningkat, tetapi lebih pada bentuk
hubungan mereka dengan pihak yang berwenang.

Sarwono dan Meinarno (2011:105) juga membagi kepatuhan


dalam tiga bentuk perilaku yaitu:
30
a. Konformitas (conformity) yaitu individu mengubah sikap dan tingkah
lakunya agar sesuai dengan cara melakukan tindakan yang sesuai
danditerima dengan tuntutan sosial.
b. Penerimaan (compliance) yaitu individu melakukan sesuatu atas
permintaan orang lain yang diakui otoritasnya.
c. Ketaatan (obedience) yaitu individu melakukan tingkah laku atas
perintah orang lain. Seseorang mentaati dan mematuhi permintaan
orang lain untuk melakukan tingkahlaku tertentu karena ada unsur
power.

2.4 KONSEP PENEGTAHUAN


2.4.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
(Notoatmodjo, 2014), yaitu:
 Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atas materi dapat mnejelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek
yang dipelajari
 Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan

31
hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
yang lain.
 Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
 Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang baru
 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan
yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan
tingkatantingkatan di atas.

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
Faktor Internal meliputi:
 umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi
kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya dari
pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2017).
 Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the best
teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman
merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan
cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab

32
itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan persoalan yang dihadapai pada masa lalu
(Notoadmodjo, 2014)
 Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin pendidikan yang
kurang akan mengahambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2017).
 Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya (Menurut
Thomas 2007, dalam Nursalam 2011). Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan berulang dan banyak tantangan (Frich 1996
dalam Nursalam, 2017).
 Jenis Kelamin
Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dikontruksikan secara sosial maupun cultural.
Faktor eksternal
 Informasi
Menurut Long (1996) dalam Nursalam dan Pariani (2010)
informasi merupakan fungsi penting untuk membantu
mengurangi rasa cemas. Seseorang yang mendapat informasi
akan mempertinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu hal.
 Lingkungan
Menurut Notoatmodjo (2010), hasil dari beberapa pengalaman
dan hasil observasi yang terjadi di lapangan (masyarakat)
bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya perilaku
kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman seseorang
serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non fisik)
 Sosial budaya
Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial seseorang
maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula.

2.4.3 Cara Memperoleh Pengetahuan


33
Menurut Notoatmodjo (2010) terdapat beberapa cara memperoleh
pengetahuan, yaitu:
Cara kuno atau non modern
Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah, atau metode
penemuan statistik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan
pada periode ini meliputi:

 Cara coba salah (trial and error)


Cara ini dilakukan dengan mengguanakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
bisa dicoba kemungkinan yang lain.
 Pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan
 Melalui jalan fikiran
Untuk memeperoleh pengetahuan serta kebenarannya manusia
harus menggunakan jalan fikirannya serta penalarannya.
Banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang
dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini
biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi
berikutnya. Kebiasaan- kebiasaan ini diterima dari sumbernya
sebagai kebenaran yang mutlak.
Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih
sistematis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian
ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian, yaitu:
 Metode induktif
Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-
gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya
dikumpulkan astu diklasifikasikan, akhirnya diambil
kesimpulan umum.
 Metode deduktif
Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-bagiannya yang
khusus.

2.4.4 Kriteria Pengetahuan

34
Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

- Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.


- Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan.
- Kurang, bila subyek menjawab benar 55%.

2.5 Konsep Keluarga


2.5.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga
didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam
suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas
anggota keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan
personal dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban dan memberi
dukungan yang disebabkan oleh kelahiran, adopsi, maupun perkawinan
(Stuart,2014)
Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum,meningkatkan
perkembangan fisik mental,emosional dan social dari tiap anggota
keluarga (Harnilawati,2013). Menurut Helvie keluarga adalah
sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam
kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena
hubungan darah,hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga,berinteraksi satu sama lain dan
didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan (Friedman,2010)

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga merupakan


sekumpulan orang yang dihubungkan melalui ikatan perkawinan,
darah, adopsi serta tinggal dalam satu rumah.
2.5.2 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga terbagi atas :
 Fungsi Afektif
Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan pemenuhan kebutuhan
psikososial sehingga mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang
lain
 Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu sebagai hasil dari adanya
interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial.Fungsi ini melatih agar dapat
beradaptasi dengan kehidupan sosial.
35
 Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga kelangsungan
keluarga.
 Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomi dan
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan.
 Fungsi Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan
kesehatan. (Harnilawati,2013)
2.5.3 Tipe Keluarga
Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
Tipe keluarga tradisional
- Nuclear family atau keluarga inti merupakan keluarga yang
terdiri atas suami,istri dan anak.
- Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari suami istri
namun tidak memiliki anak
- Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu orang tua
dengan anak yang terjadi akibat peceraian atau kematian.
- Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah tangga hanya
terdiri dari satu orang dewasa yang tidak menikah.
- Extended family merupakan keluarga yang terdiri dari keluarga
inti ditambah dengan anggota keluarga lainnya.
- Middle-aged or erdely couple dimana orang tua tinggal sendiri
dirumah dikarenakan anak-anaknya telah memiliki rumah
tangga sendiri.
- Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan
dan menggunakan pelayanan Bersama.
Tipe keluarga non tradisional
- Unmaried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri
dari orang tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan.
- Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang tinggal
bersama tanpa adanya ikatan perkawinan.
- Gay and lesbian family merupakan seorang yang memiliki
persamaan jenis kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-
istri
- Nonmarital Hetesexual Cohabiting family, keluarga yang hidup
Bersama tanpa adanyanya pernikahan dan sering berganti
pasangan
- Faster family, keluarga menerima anak yang tidak memiliki
hubungan darah dalam waktu sementara. (Widagdo,2016).

2.6 Kerangka Teori


Kepatuhan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi,
faktor pendukung dan faktor pendorong. Dalam penelitian ini faktor

36
predisposi yang mempenaruhi kepatuhan meliputi sikap, kepercayan,
keyakinan dan pengetahuan. Faktor pendukung yang dapat memberikan
pengaruh pada

kepatuhan adalah ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan,


terjangkaunya sarana kesehatan dan motivasi. Sedangkan faktor
pendukungnya meliputi keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat.

Pengaruh dari faktor tersebut akan memberikan dampak pada


perilaku spesifik individu (kepatuhan). Perilaku spesifik individu juga
memiliki hubungan dengan lingkungan yang saling mempengaruhi.
Perilaku spesifik individu dan lingkungan akan memberikan hasil pada
suatu indvidu berupa kesehehatan bagi individu itu sendiri. Dari faktor
tersebut pengetahuan adalah sub bagian dari faktor-faktor tersebut yang
akan diteliti hubungannya dengan kepatuhan.
Kerangka teori dibuat sesuai latar belakang dam tinjuan Pustaka, yaitu
sebagai berikut

Faktor – faktor yang


mempengaruhi
kepatuhan
 Informasi
 Pendidikan
Patuh
 Pengetahuan
 Motivasi
 Dukungan keluarga
 Lingkungan

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Nursalam (2017), Notoadmodjo(2014), dan Kamidah (2015).

37
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini akan menggunakan jenis penelitian korelasional.
Metode penelitian korelasional merupakan metode penelitian dengan
mengkaji hubungan antar variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan
suatu hubungan, memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada.
Sampel perlu mewakili seluruh nilai yang ada. Penelitian korelasional
bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel
(Nursalam,2017).
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Cross Sectional. Cros Sectional adalah untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(Notoatmodjo,2018). Dalam penelitian ini akan diteliti hubungan
pengetahuan keluarga dengan kepatuhan pemberian obat pasien ODGJ di
wilayah Kerja Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi.

3.2 Kerangka Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka penelitian
dalam penelitian ini adalah:
- Pengetahuan
- Kepatuhan Pemberian
Keluarga
Obat

Bagan 3.1 Kerangka Penelitian


Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Pemberian Obat
pada Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Wilayah Puskesmas Karawang
Kabupaten Sukabumi.

38
Keterangan:
: Faktor yang diteliti
: Adanya hubungan

3.3 Variable Penelitian


Variabel penelitian adalah suatu objek atau sifat atau atribut atau, nilai
dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai bermacam – macam
variasi antara satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulan (Budhiana, 2019). Dalam penelitian ini
meliputi variabel bebas ( Independen ) dan variabel Tidak Bebas (
Dependen
), yaitu:
1. Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi
atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat) (sugiyono, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
tingkat pengetahuan keluarga.
2. Variabel Terikat (Dependen)
Variable dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (sugiyono, 2013).
Variabel tak bebas dalam penelitian ini adalah kepatuhan pemberian
obat Orang Dengan Gannguan Jiwa.

3.4 Definisi Operasional


3.4.1 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi ataupun
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan
ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara
dimana variabel dapat diukur dan di tentukan karakteristiknya
(Hidayat, 2012).

45
Definisi operasional hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan

pemberian obat ODGJ dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pengetahuan Keluarga


Dengan Kepatuhan Pemberian Obat Pada Pasien ODGJ

Definisi
No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Pengetahu Segala sesuatu yang diketahui Kuesioner Skor 0 apabila jawaban Ordinal
an keluarga pasien gangguan salah dan skor 1
keluarga jiwa mengenai penyakitnya apabila
(Varibel dan cara penanganannya jawaban benar.
independe Skoring dibagi
Pengetahuan keluarga pasien
nt) menjadi tiga
gangguan jiwa meliputi:
tingkatan:
- Pengertian Gangguan jiwa 1. Baik : presentase
- Penyebab Gangguan jiwa 76-100%
- Ciri-ciri Gangguan jiwa 2. Cukup :
- Jenis- jenis Gangguan jiwa presentase 56-
- Dampak Gangguan jiwa Bagi 75%
keluarga 3. Kurang : preentase
0-55%
2 kepatuhan Tingkat kepatuhan klien Kuesioner Skoring dibagi Nomina
pemberia dalam Kepatuhan Pemberian menjadi dua l
n obat Obat berdasarkan Medication tingkatan:
pasien Morisky Adherence Scale-8 - Kepatuhan tinggi jika
ODGJ (MMAS-8) hasil nilai ≥ 4
- Kepatuhan rendah
(Varibel Kepatuhan pemberian obat
jika hasil nilai < 4
dependent meliputi :
)
- Perilaku seseorang
yang mendapatkan pengobatan,
- Pengikuti diet, dan atau
melaksanakan gaya hidup
sesuai dengan rekomendasi
pemberi pelayanan kesehatan.

46
3.5 Populasi data dan Sampel Penelitian
3.5.1 Populasi data
Populasi adalah sebuah kumpulan dari semua kemungkinan orang
– orang, benda atau ukuran ketertarikan dari hal yang menjadi perhatian
(Budhiana, 2019). Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian
(Arikunto, 2013) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga
yang mempunyai pasien ODGJ di wilayah kerja puskemas Karawang
kabupaten sukabumi sebesar 61 keluarga.
3.5.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2018). Sampel merupakan sebagian pasien yang
diharapkan dapat mewakili populasi. Dalam penelitian, kriteria sampel
meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut
menentukan dapat dan tidaknya sampel digunakan (Hidayat, 2017).
seluruh keluarga yang mempunyai pasien ODGJ di wilayah kerja
puskemas Karawang kabupaten sukabumi yang memenuhi kriteria di
wilayah kerja puskesmas Karawang kabupaten Sukabumi dengan jumlah
sample 53 sample.

3.5.3 Kriteria Sample


Dalam pemilihan sampel dilakukan pemilahan kriteria dimana
kriteria tersebut dapat menentukan layak dan tidaknya sampel yang
akan digunakan
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian
pada populasi target dan pada populasi terjangkau (Sastroasmoro &
Ismael, 2014). Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini diantaranya:
 Keluarga yang serumah dengan orang gangguan jiwa
 Keluarga dari orang dengan gangguan jiwa yang telah menjalankan
pengobatan selama setahun terakhir.
 Keluarga Pasien Yang bersedia jadi responden
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria Eksklusi adalah menghilangkan / mengeluarkan
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai
sebab (Nursalam, 2016).
Kriteria Eksklusi pada penelitian ini adalah :

47
 Keluarga tidak menemani pasien ODGJ saat kontrol ke
puskesmas.
3.5.4 Teknik pengambilan sample
Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini adalah
dengan cara Total Sampling (sampling Jenuh) yaitu teknik
pengambilan sample bila jumlah populasi relatif kecil, atau istilah
lain sample jenuh yaitu dimana semua anggota populasi dijadikan
sample (Budhiana, 2015), Sampel dalam penelitian ini adalah
keluarga yang memliki pasien ODGJ yang memenuhi kriteria di
wilayah kerja puskesmas Karawang kabupaten Sukabumi yang
berjumlah 53 sample.

3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian


1.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan (Sugiyono, 2013), yaitu :
 Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan
data primer dan sekunder, sebagai berikut :
- Data primer
Data primer adalah suatu data yang diambil dari sumber
data secara langsung oleh peneliti dimana peneliti melakukan
pengukuran sendiri (Hidayat, 2011). Data primer dalam
penelitian ini adalah data yang akan di dapatkan dari kuesioner
langsung pada keluarga yaitu jawaban dari responden mengenai
karakteristik responden dan variabel yang diteliti pengetahuan
keluarga dengan kepatuhan pemberian obat
- Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh seorang
peneliti secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui
sumber lain baik lisan maupun tulisan. Data sekunder dalam
penelitian ini adalah data yang akan diperoleh seperti dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Puskesmas karawang
Kabupaten Sukabumi, buku sumber, jurnal, dan internet.
2. Metode Pengumpulan Data

48
Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti
mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam penelitian. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan memberikan
beberapa pertanyaan dengan menggunakan alat yaitu Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang


dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,
2013). Dalam penelitian ini akan mengajukan beberapa pertanyaan
dalam bentuk kuesioner pada keluarga pasien ODGJ di puskesmas
karawang kabupaten Sukabumi.
3.6.1 Instrumen Penelitian
Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah kuesioner
yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian, variabel penelitian dan
juga berpacu pada teori yang telah dirancang. Pertanyaan terdiri dari 3
bagian yang meliputi: bagian A merupakan data identitas pasien yang
berisi kode pasien, nama, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.
Bagian B berhubungan dengan tingkat pengetahuan keluarga tentang
ODGJ yang berisi pertanyaan tertutup. Bagian C berisi tentang
kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan dan minum obat.
Skala pengukuran untuk tingkat pegetahuan menggunakan skala
Guttman , yaitu skala yang memiliki sifat tegas dan konsisten dengan
memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban Ya/Tidak atau
Benar/Salah. Skala Guttman dibuat dalam bentuk checklist atau pilihan
ganda. Skoring dalam skala ini dinilai jika jawaban benar maka diberi
skor 1 dan jika jawaban salah maka diberi skor 0 (Hidayat, 2012).
Kemudian dilakukan skoring dalam beberapa tingkatan. Jika
pengetahuan baik maka skor responden berada pada kisaran 76-100%,
jika pengetahuan cukup maka skor reponden berada pada rentang 56-
75%, dan jika pengetahuan responden kurang maka skor berada pada
rentang 0-55%.
Skala pengukuran untuk tingkat pegetahuan menggunakan skala
Guttman , yaitu skala yang memiliki sifat tegas dan konsisten dengan
memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban Ya/Tidak atau
Benar/Salah. Skala Guttman dibuat dalam bentuk checklist atau pilihan

49
ganda. Skoring dalam skala ini dinilai jika jawaban benar maka diberi
skor 1 dan jika jawaban salah maka diberi skor 0 (Hidayat, 2012).
Instrumen untuk mengetahui kepatuhan pemberian obat. Instrumen
kepatuhan minum obat berupa pernyataan yang dirancang berdasarkan
materi dan substansi kepatuhan pemberian obat yang sudah baku dari
Medication Morisky Adherence Scale-8. Pada penelitian ini digunakan
kuesioner MMAS-8 yang sudah tervalidasi. Berdasarkan penelitian (Ika
Sulistyaningsih pada tahun 2016) Berdasarkan skala tersebut skor yang
bisa dicapai responden adalah minimal 0 sampai dengan 8. Untuk
menentukan tingkat kepatuhan didapatkan dari total skor yang
dimasukkan ke dalam kategori “tinggi” (total skor ≥ 4) dan kategori
“rendah” (total skor < 4)
3.6.2 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian menurut (Arikunto, 2013) yang dilakukan
oleh penulis dalam penelitian antara lain melalui tiga tahapan yaitu :
Tahap Persiapan
a. Menentukan atau memilih masalah, melalui studi pendahuluan
menyusun latar belakang.
b. Merumuskan masalah
c. Menentukan tujuan penelitian
d. Menentukan manfaat penelitian
e. Menentukan tinjauan pustaka
f. Menentukan kerangka pemikiran
g. Menyusun hipotesis
h. Menentukan jenis penelitian
i. Menentukan lokasi dan waktu
j. Menentukan variabel
k. Menentukan definisi konseptual dan operasional
l. Menentukan populasi dan sampel
m. Menyusun teknik pengumpulan data
n. Menentukan instrument penelitian
50
Tahap Pelaksanaan
a. Permohonan izin penelitian
b. Melakukan informed consent dengan responden
c. Membagikan kuesioner
d. Pengumpulan hasil kuesioner
e. Melakukan pengolahan dan analisis data
f. Penarikan kesimpulan
Tahap Pelaporan
a. Menyusun laporan
b. Penyajian
c. Sidang penelitian
d. Perbaikan sidang
3.6.3Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat – tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang
valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2013).
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Product
Moment.
Uji Validitas akan menggunakan Rumus Pearson Product Moment :

𝑛(∑ XY) − (∑ X)(∑ Y)


rhitung =
√{n(∑X2 − (∑X)2{𝑛(∑Y2) − (∑Y)2}

Keterangan:
r hitung : Koefisien korelasi
∑X : Jumlah skor item
∑Y : Jumlah skor total
n : Jumlah responden
Untuk mempermudah perhitungan, uji Validitas dilakukan dengan
menggunakan software. Pengambilan kesimpulannya jika nilai p-value

pearson product moment <0,05 maka butir tersebut dinyatakan valid


(Arikunto, 2013).

51
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat
pengukuran dapat dicapai atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila
dilakukan menggunakan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2018).
Uji reliabilitas dalam penelitian ini akan menggunakan rumus
Cronbach Alpha (Hidayat, 2012)
K ∑𝜎𝑏 2
r ={ } {1 }

(K − 1) 𝜎𝑡²
Keterangan :
r = Koefisien reliabilitas instrument (Cronbach Alpha)
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
𝜎𝑡² = Total varians
∑𝜎𝑏 ²
= Total varians butir
Uji reliabilitas pada penelitian ini akan mengacu kepada aturan
Guilford dibawah ini :

Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas Menurut Aturan Guilford

Indeks Reliabilitas
0,00 – 0,19 Reliabilitas sangat lemah
0,20 – 0,39 Reliabilitas lemah
0,40 – 0,69 Reliabilitas cukup kuat
0,70 – 0,89 Reliabilitas kuat
0,90 – 1,00 Reliabilitas sangat kuat
(Guilford’s Empirical Rule)

52
Uji validitas dan reliabilitas instrument penelitian akan
dilaksanakan bersamaan dengan penelitian. Perhitungan uji validitas dan
uji reliabilitas dilakukan dengan bantuan software.

3.7 Pengolahan Data dan Analisa data


Pengolahan data merupakan salah satu rangkaian kegiatan penelitian
setelah pengumpulan data. Pengolahan data merupakan proses
penyederhanaan data yang sangat kompleks ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan di tafsirkan (Budhiana, 2019).
 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kelengkapan
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Tahap editing dilakukan saat
peneliti menerima kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden,
dan setelah hasil pemeriksaan pengetahuan keluarga dan kepatuhan
pemberian obat telah keluar hasilnya. Peneliti memeriksa kelengkapan
data yang terdapat dalam kuesioner dan lembar formulir hasil
pemeriksaan pengetahuan keluarga dan kepatuhan pemberian obat.
Apabila belum lengkap maka kuesioner dikembalikan kepada
responden untuk dilengkapi, dan formulir hasil skrining diisi lengkap
 Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka/ bilangan. Tujuannya adalah menyederhanakan
jawaban responden tersebut sehingga dapat diolah.
 Scoring
Proses Scoring dalam penelitian ini yaitu memindahkan data
kualitatif kedalam data kuantitatif, dengan cara pemberian skor
berdasarkan hasil pengukuran. Pertanyaan yang diberikan skor adalah
pertanyaan tentang Penegetahuan keluaga dengan kepatuhan
pemberian obat pasien ODGJ.
 Data Entry
Setelah data di coding dan diberikan skor maka langkah
selanjutnya memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam data
base computer. Proses entry data pada penelitian ini menggunakan
Software miscroscoft office Excel 2016 kemudian untuk kepentingan
analisis data menggunakan SPSS 23.0 for windows.

53
 Cleaning
Merupakan pengecekan kembali data yang dimasukan dilakukan
bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan melihat
distribusi frekuensi dari variabel – variabel yang diteliti. Dalam proses
Cleaning peneliti memeriksa kembali data yang telah dimasukan untuk
memastikan tidak ada kesalahan.
 Penganalisaan Data
Proses penganalisaan data dalam penelitian ini menggunakan
software SPSS 23,0 for Windows hal ini ditujukan untuk melihat
bagaimana menginterprestasikan data, kemudian menganalisa data dari
hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data.

Dari data yang telah dibuat dalam distribusi frekuensi kemudian di


analisis melalui software SPSS 22,0 for Windows hal ini ditujukan
untuk melihat bagaimana menginterprestasikan data, kemudian
menganalisa data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil
pengolahan data. Dalam penelitian ini digunakan penelitian
korelasional sehingga dilakukan teknis analisa univariat dan bivariat.

3.7.1 Teknik Analisa Data


Analisa data akan dilakukan dengan menggunkan perangkat lunak
computer, dilakukan dengan menggunakan software. Teknik analisa yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisa univariate dan bivariat.
Analisa Univariat
Analisa Univariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian, dalam analisis ini hanya menggunakan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2018).
Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan oleh 2 variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018).
Analisa bivariate akan menggunakan uji statistik Chi-Square
karena data penelitian ini berskala ordinal dan nominal. Adapun rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut :

54
Keterangan :

X2 : Nilai Chi Square


fo : Nilai hasil pengamatan untuk tiap kategori
fe : Nilai hasil yang diharapkan untuk tiap kategori

Untuk menganalisis atau keputusan uji Chi-square dengan


menggunakan hipotesis dua arah dan tingkat kesalahan/ kekeliruan
sebesar 5% adalah sebagai berikut :
1) Jika P value < 0,05 : Ho Ditolak artinya ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen.
2) Jika P value > 0,05 : Ho Diterima artinya tidak adanya hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.

3.8 Etika Penelitian


Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitan keperawatan
berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus
diperhatikan menurut (Hidayat A, 2012) prinsip etika yang harus di
perhatikan antara lain sebagai berikut :
- Prinsip manfaat
Dengan prinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian
yang dilaksanakan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia. Prinsip ini dapat ditegakan dengan membebaskan, tidak
memberikan atau menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak
menjadikan manusia untuk diekspoitasi. Penelitian yang dihasilkan
dapat memberikan manfaat dan mempertimbangkan antara aspek
resiko dengan aspek manfaat, bila penelitian yang dilakukan dapat
mengalami dilema dalam etika.

55
- Prinsip menghormati manusia
Manusia memiliki hak dan merupakan mahluk yang mulia yang
harus dihormati, karena manusia berhak untuk menentukan pilihan
antara mau dan tidak untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.
- Prinsip keadilan
Prinsip ini dilakukan untuk menjungjung tinggi keadilan manusia
dengan menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak
menjaga privesi manusia, dan tidak berhak dalam perlakuan terhadap
manusia.
- Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persejuan untuk menjadi responden.
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan
tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden
tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa
informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:
partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang
akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,
dan lain-lain.
- Anonymity (tanpa nama)
Masalah etika ini memberikan jaminan dalam pengunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
- Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya.

56
Informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Karawang
Kabupaten Sukabumi
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2020.

BAB IV
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitan
4.1.1 Analisa Univariat
4.1.3.1 Data penelitian ini meliputi karakteristik responden dan univariat variabel
penelitian.
4.1.3.1.1 Karakteristik responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah umur,
pendidikan, dan pekerjaan. Distribusi frekuensi dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
4.1.3.1.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan umur
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan Umur di


Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun 2021

Presentase Kesedian Responden


No Umur Jumlah
(%) Bersedia Menolak
1 21-30 6 10.7 % 6 0
2 31-40 28 50 % 28 0
3 >40 22 39.3 % 19 3
Total 56 100 53 53 3

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah Keluarga ODGJ


di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Sebagian besar Keluarga
ODGJberusia 31-40 tahun sebanyak 28 orang (50%) dan sebagian kecil
Keluarga ODGJyang berusia 21-30 tahun (10.7%)
4.1.3.1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarakan Jenis Kelamin
Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan Jenis kelamin
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

58
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan Jenis
Kelamin di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi
Tahun 2021
Kesedian Responden
Jenis Presentase
No Jumlah
Kelamin (%) Bersedia Menolak
1 Laki-Laki 24 42.9 % 23 1
2 Perampuan 32 57.1 % 30 2
Total 56 100 53 3

Berdasarkan table 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah Keluarga ODGJ


di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Sebagian besar Keluarga
ODGJberjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang (57.1%) dan sebagian
kecil Keluarga ODGJyang berjenis kelamin Perempuan sebanyak 24
orang (42.9%)

4.1.3.1.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan Pendidikan
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan


Pendidikan di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi
Tahun 2021

Kesedian Responden
Presentase
No Pendidikan Jumlah
(%) Bersedia Menolak
1 Tidak Sekolah 17 30.4 % 14 3
2 SD 16 28.6 % 16 0
3 SMP 6 10.7 % 6 0
4 SMA 11 19.6 % 11 0
5 Sarjana S1 6 10.7 % 6 0
Total 56 100 53 3

Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah keluarga ODGJ


Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi sebagian besar berpendidikan
Tidak Sekolah Sebesar (30.4%) dan sebagian kecil Sarjana S1 sebanyak 6
orang (10.7%).
4.1.3.1.1.4 Karakteristik responden Berdasarkan Pekerjaan
Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan Pekerjaan
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

59
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Keluarga ODGJ Berdasarkan
Pekerjaan di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi
Tahun 2021

Kesedian Responden
No Pekerjaan Jumlah Presentase (%)
Bersedia Menolak
1 Tidak Bekerja 19 33.9% 16 3
2 Karyawan 5 8.9 % 5 0
3 Wiraswasta 18 32.1 % 18 0
4 PNS 3 5.4 % 3 0
5 Petani 11 19.6 % 11 0
Total 56 100 53 3

Berdasarkan tabel 4.4 dapat terlihat bahwa jumlah Keluarga ODGJ


di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi sebagian besar bekerja
Tidak Bekerja sebanyak 19 orang (33.9%) dan sebagian kecil PNS
sebanyak 3 orang (5.4%).

4.1.3.1.2 Analisa univariat Berdasarkan Variabel Penelitian


4.1.3.1.2.1 Gambaran Pengetahuan Keluarga Tenatag ODGJ
Hasil distribusi frekuensi pengetahuan Keluarga tentang ODGJ
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Keluarga Pengetahuan Tentang ODGJ
di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun 2021

Pengetahuan Keluarga Tentang ODGJ


No Variabel
Jumlah Persentase
1 Baik 16 30.2 %
2 Cukup 26 49.1 %
3 Kurang 11 20.8 %
Total 53 100

Berdasarkan table 4.5 dapat terlihat bahwa jumlah keluarga Odgj di Puskesmas
Karawang Kabupaten Sukabumi sebagian besar memiliki pengetahuan tentang ODGJ
Cukup sebanyak 26 orang (49.1%) dan sebagian kecil pengetahuan tentang ODGJ
kurang sebanyak 11 orang (20.8%).
4.1.3.1.2.2 Gambaran Hasil Kepatuhan Pemberian Obat pada ODGJ
Hasil distribusi frekuensi terhadap hasil Pemberian Obat Pada
ODGJ selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
60
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Kepatuhan Pemberian Obat Pada
ODGJ di Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi Tahun
2021`

No Hasil
Jumlah Persentase
1 Kepatuhan Tinggi 28 52.8 %
2 Kepatuhan Rendah 25 47.2 %
Total 53 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat terlihat bahwa hasil Kepatuhan


Pemberian Obat pada ODGJ di Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi sebagian besar Kepatuhan Tinggi sebanyak 28 orang
(52.8 %) dan sebagian kecil Kepatuhan Rendah 25 orang (47.2%).

4.1.2 Analisa Bivariat


Hasil Analisa ini bertujuan untuk mengetahui adanya Hubungan
pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan pemberian obat pada orang dengan
gangguan jiwa diwilayah kerja puskesmas karawang kabupaten sukabumi.
Analisan bivariat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tabulasi Silang
Hubungan Pengetahuan Keluarga Terhadap Kepatuhan Pemberian Obat Pada
Orang Dengan Gangguan Jiwa Diwilayah Kerja Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi.
Hasil Tabusi Silang Hubungan pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan
pemberian obat pada orang dengan gangguan jiwa Sebagai berikut :
Tabel 4.7 Hubungan pengetahuan keluarga Terhadap Kepatuhan Pemberian
Obat Pada ODGJ Di wilayah Kerja Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi
Kepatuhan Pemberian Total P Value
No Pengetahuan Kepatuhan % Kepatuhan % Chi-square
Tinggi Rendah
1 Baik 10 17,8% 6 12% 16 0.035
2 Cukup 16 28.6% 10 20% 26
3 Kurang 2 3.6% 9 18% 11
Total 28 50% 25 50.% 53

Bedasarkan Diatas Table 4.7 Menunjukan bahwa dari 16 keluarga ODGJ


yang memiliki pengetahuan baik memiliki kepatuhan tinggi dan dari 6 keluarga
61
ODGJ sebagian kecil meiliki kepatuhan rendah, untuk pengetahuan cukup meliki
kepatuhan tinggi sebagian besar dan sebagian kecil meiliki kepatuhan rendah, dan
untuk pengetahuan Kurang memiliki kepatuhan rendah sebagian besar sebanyak
dan sebagian besar meiliki kepatuhan rendah.
Table 4.7 juga menunjukan P Value Chi-square =0.035 yaitu berarti value <
0,05 yang menunjukan bahwa ada Hubungan Hubungan Pengetahuan Keluarga
Terhadap Kepatuhan Pemberian Obat Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa
Diwilayah Kerja Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi.

4.2 Pembahasan
Pembahasan hasil Penelitian ini Dimaksudkan untuk memberikan
penjelasan hasil penelitian .
4.2.1 Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang ODGj diwilayah Kerja
puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi
Hasil penelitian di dapatkan bahwa sebagian besar keluarga ODGJ di
wilayah kerja Puskesmas Karawang memiliki pebgetahuan Cukup. Menurut
Notoatmodjo (2014) adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan diantaranya yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan. Pengetahuan
ini merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan bersifat dapat
ditelaah oleh umum dan selalu berkembang (Notoatmodjo, 2014 ) Hasil
didapatkan bahwa sebagian besar keluarga ODGJ berumur 31- 40 tahun.
Menurut Nursalam (2017) Semakin cukup umur tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi
kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya dari pada orang
yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari
pengalaman jiwa.
Hasil didapatkan bahwa sebagian besar keluarga ODGJ berpendidkan SD.
Walaupun pada dasarnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin
mudah orang tersebut untuk meneriama informasi. Dengan pendidikan tinggi
maka seseorang akan cenderung untuk mendapatakan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media masa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang di dapatkan. Menurut Nursalam
(2017), Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin pendidikan yang kurang akan
mengaham batper Kembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan. Namun, perlu di tekankan bahwa seseorang yang berpendidikan
62
rendah tidak bearti mutlak berpengetahuan rendah pula (Notoatmodj, 2014).
Hasil didapatkan bahwa sebagian besar keluarga ODGJ memiliki
pekerjaan wiraswasta. Pekerjaan ini merupakan suaru yang dikerjakan,
kesibukan, mata pencaharian, tugas dan kewajiban, tentang bekerjanya
(Fungsinya) sesuatu. Pekerjaan bekaitan status ekonomi seseorang juga dan
akan menentukan terjadinya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu, sehingga pekerjaan ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang
(Notoatmodj0,2014).
Uraian - uraian diatas menunjukan bahwa umur, pendidikan, dan
pekerjaan dapat menjadi acuan untuk dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang. Khususnya pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan
ODGJ sehingga keluarga akan memiliki pengetahuan yang cukup tentang
ODGJ. Hasil penelitian (Warsidah, 2017) yang menunjukkan bahwa keluarga
berpengatahuan kurang sehingga dapat mempengaruhi kepatuahan minum obat
pasien Gangguan jiwa/skizofrenia

4.2.2 Gambaran Kepatuhan Pemberian Obat Odgj di Wilayah Kerja


Puskesmas Karawang
Hasil yang diperoleh dari segi kepatuhan untuk pemberian obat pada
ODGJ diperoleh data bahwa dari 53 responden, sebagian besar responden
memiliki kepatuhan tinggi yaitu sebanyak 28 responden (58,8%) dan dari hasil
penelitian bahwa didapatkan di wilayah puskesmas karawang kabupaten
sukabumi keluarga ODGJ memiliki pengetahuan yang Cukup. Hal ini
menunjukan bawha pengetahuan yang baik akan membuat keluarga memiliki
sikap untuk melakukan kepatuhan Pemberian obat pada ODGJ.
Hal tersebut sesuai dengan terori notoatmodjo (2014) yang menyatakan
bahwa apabila pengetahuan baik seseorang baik, maka akan menimbulkan
kecenderungan dalam dirinya untuk melakukan suatu tindakan guna mencapai
tujuan yang terbentuk dalam suatu upaya, baik secara farmakologi maupun non
farmakologi.
Menurut Stuart & sundeen (2016) Ketidak patuhan pemberian obat/
pengobatan akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang kurang. Dengan
cara demikian, pasien kehilangan manfaat terapi yang diantisipasi dan
kemungkinan mangakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi
buruk. Seorang pasien menghentikan penggunaan untuk pengobatan apabila
gejala telah mereda, dan karenanya tidak menggunakan semua obat yang
ditulis, hal ini menyebabkan kembali kekambuhan, penyakit kambuh lagi
63
karena diakibatkan oleh ketidakpatuhan dari pada disebabkan timbulnya
resisten terhadap obat.
Bedasarkan hasil penelitian terhadap keluarga ODGJ terhadap kepatuhan
pemberian obat ODGJ, sebagian keluarga mematuhi pemberian obat pada
anggota keluarganya yang sakit, namun sebagian keluarga ODGJ mengatakan
masih saja melanggar atau tidak mematuhi pemberian obat dan hal apa yang
harus dicegah agar ODGJ atau anggota keluagarnya tidak kambuh. Hasil
penelitian enda perbina (2019 ) mengatakan bahwa dukungan keluarga adalah
salah salah satu peran utama dalam pengobatan/ dalm pemberian obat pada
ODGJ agar dapat mencegah dalam kekambuhan pada ODGJ, Menurut Stuart &
Sundeen (2016) ketidak patuhan pengobatan dapat menimbulkan kegagalan
klinis untuk membangun hubungan teurapetik dengan klien,dan juga dapat
menimbulkan kekambuhan ketika sesorang OGDJ tidak sesuai pengobatan atau
ketidak patuhan keluarga dalam pemberian obat pad ODGJ dan menurut hasil
peneltian sebelumnya Warsidah (2017) juga menjelaskan tentang Hubungan
pengetahuan keluarga tentang skizofrenia dengan kepatuhan minum obat di
wilayah puskesmas sedayu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan
erat pengetahuan keluarga dengan Kepatuhan minum obat.

4.2.3 Hubungan Pengetahuan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat


pada ODGJ diwilayah Kerja Puskesmas Karawang Kabupaten sukabumi

Hasil dari analisis Bivariat didapatkan bahwa keluarga ODGJ yang


memiliki pengetahuan baik cenderung memiliki kepatuhan tinggi untuk
pemberian obat pada ODGJ, sedangkan keluarga yang pengetahuan Cukup
cenderung memiliki kepatuhan tinggi untuk pemberian obat ODGJ, dan
sedangkan keluarga ODGJ yang memiliki pengetahuan Kurang cenderung
meiliki kepatuhan rendah dalam pemberian pengobatan pada pasien ODGJ.
Berdasarkan demikian hasil penelitian ini menunjukan bahwa untuk uji
statistik dalam penelitian ini dilakukan uji Chi Square diperoleh hasil P-Value
0,035 nilai ini < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara Pengetahuan
Keluarga Terhadap Kepatuhan Pemberian Obat Pada ODGJ di wilayah Kerja
puskesmas Karawang. Dengan demikian adapt disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antaraPengetahuan Keluarga Terhadap Kepatuhan Pemberian Obat
Pada ODGJ
Bedasarkan hasil penelitian diatas tentang pengetahuan keluarga terhadap
kepatuhan pemberian obat pada ODGJ dapat disimpulkan sangat berhubungan
64
erat antara pengetahuan dengan kepatuhan seseorang dalam pemberian obat
pada ODGJ. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
Arisyandudin (2015) tentang hubungan pengetahuan keluarga tentang
gangguan jiwa dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien
gangguan jiwa di wilayah puskesmas gamping. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan atara pengetahuan keluaraga, dukungan
keluaga dalam kepatuhan minum/ pemberian obat pada pasien gangguan jiwa
di wilayah puskesmas gamping sleman Yogyakarta, menurut hasil peneltian
sebelumnya Warsidah (2017) juga menjelaskan tentang Hubungan
pengetahuan keluarga tentang skizofrenia dengan kepatuhan minum obat di
wilayah puskesmas sedayu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan atara pengetahuan keluaraga, dalam kepatuhan minum obat
pada pasien gangguan jiwa di wilayah puskesmas gamping sleman Yogyakarta.

4.3 Keterbatasan Yang ada Dilapangan


Dalam penelitian ini masih terdapat adanya keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan tersebut adalah pengumpulan data
yang hanya menggunakan teknik pembagian kuesioner saja, sehingga
responden hanya dapat memberikan informasi yang terbatas sesuai pilihan
jawaban yang telah disediakan

65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari pengujian hipotesis


tentang hubungan pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan pemberian obat pada
ODGJ di wilayah kerja Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi didapatkan
kesimpulan:
1. Sebagian besar keluarga di wilayah kerja Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi memiliki pengetahuan yang cukup.
2. Sebagian besar keluarga di wilayah kerja Puskesmas Karawang Kabupaten
Sukabumi memiliki Kepatuhan Tinggi terhadap pemberian obat.
3. Hasil penelitian diperoleh bawah ada hubungan pengetahuan keluarga
terhadap kepatuhan pemberian obat pada ODGJ di wilayah kerja Puskesmas
Karawang Kabupaten Sukabumi
5.2 Saran dan Manfaat
1. Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi
Puskesmas Karawang Kabupaten Sukabumi dalam memberikan pelayanan
yang lebih baik pada keluarga / pasien ODGJ untuk diperhatikan Penjelasan
yang mudah dimengerti tentang pentingnya obat ataupun dalam pengobatan
pasien ODGJ. Apabila ketidakpatuhan Keluarg ODGJ disebabkan karena
kurangnya pengetahuan keluarga maka perlu diberikan pendidikan kepada
keluarga sehingga pasien terhindar dari ketidakpatuhan Pemberian minum
obat.
2. Perawat
Perawat diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih dalam
lagi kepada keluarga yang memiliki angota keluarga yang menderita ODGJ
mau dan teratur minum obat dengan rutin tepat waktu dan dapat bersosialisasi
dengan masyarakat dan lingkungan skitar, terutama bagi keluarga yang
memiliki pasien ODGJ yang memiliki pengetahuan rendah tentang penyakit
gangguan jiwa dapat terhindar dari ketidakpatuhan pemberian obat.
3. Keluarga Pasien

66
Keluarga diharapkan memberikan perhatian khusus tentang
pengobatan pasien dan memberikan dukungan demi keberasilan proses
pengobatan pasien ODGJ tentang kepatuhan Pebwrian obat agar pasien ODGJ
bisa sembuh dan bisa bersosialisasi di masyarakat dan lingkungan sekitar.

67
Daftar Pustaka

Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta


; 2013

Albery, Ian P. & Marcus Munafo. Psikologi Kesehatan Panduan Lengkap dan
Komprehensif Bagi Studi Psikologi Kesehatan. Cetakan I. Yogyakarta :
Palmall. 2011

Butar, B.O.D. Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kepatuhan


pasien skizofrenia di rumah sakit daerah provinsi Sumatra utara medan.
(Naskah Publikasi). 2020 Diakses 1 september 2020

Dinkes, RI. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat,


hhtp//www.depkes.go.id/, diakses pada tangga 2 sepetember 2020

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi. Laporan ODGJ Wilayah 1 Dinas


Kesehatan Kabupaten Sukabumi Tahun 2020.

Fakhruddin. Hubungan dukungan sosial dengan kepatuhan minum obat penderita


skizofrenia kabupaten acah barat daya, Tesis yogyakarta: UGM. 2012

H.Iyus Yosep & Titin Sutini. Buka Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing ; 2014

Hidayat A.A. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Jakarta :


Heath Books ; 2012

Harnilawati. Konsep dan proses Keperawatann Keluarga. Sulawesi Selatan:


Pustaka As Salamm ;2013.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J.. Retardasi Mental dalam Sinopsis Psikiatri.


Tangerang : Binarupa Aksara; 2010

Kaunang, Ireine dkk. (. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan


Minum Obat Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rumah Sakit Prof. V.L.
Ratumbuysang Manado. UNSRAT, Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/ article/view/2211. ;2015
diakses september 2020.

Katona, C., dkk., , At a Glance Psikiatri Edisi Keempat, Penerbit Erlangga,


Jakarta ; 2012

Keliat , B.A., Akemat Helena, N. & Nurhaeni. H. Kperwatan Kesehatan


jiwa komunitas CMHN (Basic Course). EGC Jakarta : 2011

Keliat, Budi Anna, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti.. Manajemen


Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta:EGC. ;2011

68
Keliat,Budi Anna. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa. Jakarta : EGC.;2012

Kusumawati, F. & Hartono, Y. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Salemba Medika:


Jakarta. 2010.

Notoatmodjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2018

Nursalam dan Efendi. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika,2017

Sadock, B.J., Sadock, V.A., & Ruiz, P.. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry (11th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer. 2015

Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta. 2013

Susanti, R., Hubungan Pengetahuan Dan Motivasi Terhadap Pemenuhan


Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan
Diri. Naskah Publikasi. Riau: Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau. ;2014 ,Diakses pada tanggal 11
september 2020, dari <https://media.neliti.coM
Stuart, Gail W.. Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC ; 2016

Townsend, M.C. Psychiatric Mental Perawatan Kesehatan: Konsep Perawatan di


Bukti-Based Practice 6 Ed., FA Davis Perusahaan. ;2015

Yuliantika, Jumaini, Febriana ,Sabrian. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi


Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia. Riau : Universitas
Riau. Tersedia dalam dalam http://repository.unri.ac.id>handle>JUR
NAL.pdf diakses 08 september 2020.

WHO. ( 2016 ). Improving health system and service for mental health : WHO
Library Cataloguing-in-publication data.

69
Lampiran

SURAT PERMOHONAN MENJADI


RESPONDEN

Kepada

Yth. Bapak/Ibu calon responden

Di Puskemas Karawang Kabupaten Sukabumi

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Mahasiswa


tingkat 4 Prodi S1 Keperawatan Insitusi Fakultas
Kesehatan Rajawali Bandung

Nama : Herlina Dwi

Silpiani NPM1219140

Judul penelitian : Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan pemberian

Obat Pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Wilayah Keja Puskesmas Karawang

Kabupaten Sukabumi.

Untuk itu saya memohon kesediaan bapak/ibu untuk ikut berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini dengan mengisi daftar pertanyaan yang telah saya
sediakan. Segala hal yang bersifat rahasia akan saya rahasiakan dan digunakan hanya
untuk kepentingan penelitian ini.

Sukabumi , 2020

Peneliti

(Herlina Dwi Silpiani)

70
SURAT PERSETUJUAN MENJADI
RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini Inisial :

Usia :

Alamat :

Menyatakan bersedia dan setuju menjadi subjek penelitian yang berjudul

“Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan pemberian Obat

Pasien Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Wilayah Keja Puskesmas

Karawang Kabupaten Sukabumi “.yang diteliti oleh :

Nama : Herlina Dwi Silpiani

NPM 1219140

Demikian persetujuan ini saya buat dengan sesungguhnya


dan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

Sukabumi, 2020

Responden

71
DATA DEMOGRAFI

Petunjuk pengisian:
1. Isilah jawaban pada tempat yang telah disediakan
2. Gunakan cross check (√) pada jawaban yang dipilih
Tanggal Pengisian : ...............

Nama keluarga Inisial :


Alamat : Tanggal :
Karakteristik Keluarga Pasien Orang Dengan
Gangguan Jiwa

Tangal lahir/ Umur


Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
Tingkat Pendidikan Tidak sekolah

SD

SMP

SMA

D3/SI

Lainnya, sebutkan.:……………………..

Pekerjaan Tidak bekerja


Karyawan
Wiraswasta
PNS
Petani
Lainya, sebutkan………………….

72
KELUARGA KUESIONER PENGETAHUAN

Petujuk pengisian : berilah tanda ( √ ) pada


kolom jawaban yang sudah tersedia

Pengertian

Jawaban
No Pertanyaan
Benar Salah
Gangguan Jiwa kemungkinan besar disebabkan
1
oleh masalah otak.

Penderita Gangguan Jiwa akan menunjukan


2
perilaku yang tidak sesuai dengan realita.

Obat yang digunakan untuk gejala


3 mendegar suara suara yang tidak nyata
disebut anti- psikotik.
Terapi yang tepat untuk gejala Gangguan Jiwa
4
adalah obat tradisional.

Penyebab

Jawaban
No Pertanyaan
Benar Salah
Penyebab Gangguan Jiwa yaitu adanya
5
kerusakan didalam otak.

Semakin parah Gangguan Jiwa tuanya, semakin


6 besar kemungkinan anak-anaknya untuk
mengalami gangguan yang sama.
Penyakit Gangguan Jiwa dapat disebabkan
7 karena infeksi virus ketika penderita
masih berada dikandungan

73
Kecelakaan pada proses persalinan adalah awal
8 penyebab terjadinya penyakit Gangguan Jiwa
pada anak.

Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang


9 mengalami gangguan jiwa adalah adanya
permasalahan yang berat dalam hidup penderita.

Tanda Dan Gejala

Jawaban
No Pertanyaan
Benar Salah
Gejala dari Gangguan Jiwa biasanya muncul
10
pada masa remaja awal atau dewasa awal.
Gejala umum dari Gangguan Jiwa adalah
11 berfikir bahwa ada orang lain yang mengawali
atau mengikuti.

Seorang dokter biasanya menyatakan seseorang


12 menderita Gangguan Jiwa berdasarkan
wawancara.
Seseorang yang sangat yakin bahwa dirinya
13 adalah seorang nabi yang sedang diutus oleh
tuhan. Gejala ini disebut dengan waham.

74
INSTRUMEN KEPATUHAN PEMBERIAN OBAT

Petunjuk Pengisian

1. Bacalah dengan teliti pernyataan berikut dibawah ini


2. Isilah jawaban pada tempat yang disediakan
3. Lingkari jawaban yang anda pilih pada kolom jawaban/ (a,b,c,d,e)

No. Pernyataan Jawaban


1. Apakah anda kadang-kadang/pernah lupa memberikan obat Ya/ Tidak
?
2. Kadang-kadang orang lupa memberikan obat karena alasan
tertentu (selain lupa). Coba diingat-ingat lagi, apakah dalam Ya/ Tidak
2 minggu, terdapat hari dimana anda tidak memberikan
obat ?
3. Jika anda merasa keadaan anggota keluarga anda
bertambah buruk/tidak baik dengan meminum obat, Ya/ Tidak
apakah anda berhenti memberikan obat tersebut?
4. Ketika anda bepergian/meninggalkan rumah,
apakah kadang-kadang anda lupa membawa obat? Ya/ Tidak

5. Apakah kemarin anda memberikan obat ? Ya/ Tidak

6. Jika anda merasa kondisi anggota keluarga anda lebih


baik, Apakah anda pernah menghentikan/tidak Ya/ Tidak
menggunakan obat ?
7. Minum obat setiap hari kadang membuat orang tidak
nyaman. Apakah anda pernah merasa terganggu Ya/ Tidak
memiliki
masalah dalam mematuhi rencana pengobatan keluarga
anda?
8. Seberapa sering anda mengalami kesulitan dalam
mengingat penggunaan/ pemeberian obat?
a. Tidak pernah/sangat jarang
b. Sesekali
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Selalu/sering

75
DISTRIBUSI FREKUENSI KARAKTERISTIK RESPONDEN

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur

Rekapitulasi Menurut Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 21-30 6 10.7 10.7 10.7

31-40 28 50.0 50.0 60.7

>40 22 39.3 39.3 100.0


Total 56 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Rekapitulasi Menurut Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 24 42.9 42.9 42.9

Laki-laki 32 57.1 57.1 100.0

Total 56 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pendidikan

Rekapitulasi Menurut Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 17 30.4 30.4 30.4

SD 16 28.6 28.6 58.9

SMP 6 10.7 10.7 69.6

SMA 11 19.6 19.6 89.3

Sarjana S1 6 10.7 10.7 100.0

Total 56 100.0 100.0

76
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Rekapitulasi Menurut Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Bekerja 19 33.9 33.9 33.9

Karyawan 5 8.9 8.9 42.9

Wiraswasta 18 32.1 32.1 75.0

PNS 3 5.4 5.4 80.4

Petani 11 19.6 19.6 100.0


Total 56 100.0 100.0

77
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Keluarga

PENGETAHUAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid BAIK 16 30.2 30.2 30.2

CUKUP 26 49.1 49.1 79.2

KURANG 11 20.8 20.8 100.0

Total 53 100.0 100.0

Distribusi Frekuensi Keputahan Pemberian Obat

KEPATUHAN PEMBERIAN OBAT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KEPATUHAN TINGGI 28 52.8 52.8 52.8

KEPATUHAN RENDAH 25 47.2 47.2 100.0

Total 53 100.0 100.0

78
Hasil Uji Chi-Square

PENGETAHUAN * KEPATUHANPEMBERIANOBAT Crosstabulation


Count

KEPATUHANPEMBERIANOBAT

KEPATUHAN kEPATUHAN
TINGGI RENDAH Total

PENGETAHUAN BAIK 10 6 16

CUKUP 16 10 26
KURANG 2 9 11
Total 28 25 53

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)

Pearson Chi-Square 6.691a 2 .035


Likelihood Ratio 7.056 2 .029
Linear-by-Linear Association 4.261 1 .039
N of Valid Cases 53

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 5.19.

79

Anda mungkin juga menyukai