Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gangguan Jiwa


2.1.1 Defenisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau
perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan
dikaitkan dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau
disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang
penting) atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan,
nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (American
Psychiatric Association, 1994 dalam Susanti, 2014). Gangguan jiwa
adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal,
berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap
individu tersebut atau orang lain (Suliswati, 2005). Dalam buku Keliat,
2012 menyebutkan gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi
jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
Menurut PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis
GangguanJiwa) gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khasberkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress)
atau hendaya (impairment)di dalam satu atau lebih fungsi yang penting
dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan
gangguan itu tidak hanya terletak di dalamhubunga antara orang itu
tetapi juga dengan masyarakat (Maslim, 2002; Maramis, 2010).
Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan
penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya
ditandai adanya penyimpangan yang
fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek
yang tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002) (dalam Ah. Yusuf, 2015).
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan
yang masuk akal, berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan
kendala terhadap individu tersebut, serta banyak yang belum diketahui
dengan pasti perjalanan penyakitnya.
2.1.1 Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan
jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin
dibadan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis
(psikogenik), (Maramis, 2010). Biasanya tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu
yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu
timbullah gangguan badan ataupun gangguan jiwa.

Menurut H. Iyus Yosep & Titin Sutini,2014 penyebab gangguan


jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling mempengaruhi yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor somatic organobiologis atau somatogenik.
1) Nerofisiologis.
2) Neroanatomi.
3) Nerokimia.
4) Faktor pre dan peri-natal.
5) Tingkat kematangan dan perkembangan organik
b. Faktor psikologik (Psikogenik).
1) Peran ayah.
2) Interaksi ibu dan anak. Normal rasa aman dan rasa percaya abnormal
berdasarkan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan),kekurangan.
3) Inteligensi.
4) Saudara kandung yang mengalami persaingan.
5) Hubungan pekerjaan, permainan, masyarakat dan keluarga.
6) Depresi, kecemasan, rasa malu atau rasa salah mengakibatkankehilangan.
7) Keterampilan, kreativitas dan bakat.
8) Perkembangan dan pola adaptasi sebagai reaksi terhadap bahaya

c. Faktor sosio-budaya (Sosiogenik) :


1) Pola dalam mengasuh anak.
2) Kestabilan keluarga.
3) Perumahan kota lawan pedesaan.
4) Tingkat ekonomi.
5) Pengaruh keagamaan dan pengaruh sosial.
6) Masalah kelompok minoritas, meliputi fasilitas kesehatan dan
prasangka,kesejahteraan yang tidak memadai dan pendidikan.
7) Nilai-nilai.
Dari faktor-faktor ketiga diatas, terdapat beberapa penyebab lain
daripenyebab gangguan jiwa diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Genetika. Individu atau angota keluarga yang memiliki atau
yang mengalami gangguan jiwa akan kecenderungan memiliki
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, akan cenderung
lebih tinggi denganorang yang tidak memiliki faktor genetik
(H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
b) Sebab biologik.
− Keturunan.
Peran penyebab belum jelas yang mengalami gangguan
jiwa, tetapi tersebut sangat ditunjang dengan faktor
lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
− Temperamen.
Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai
masalah pada ketegangan dan kejiwaan yang memiliki
kecenderungan akan mengalami gangguan jiwa.
− Jasmaniah.
− Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang bisa
berhubungan dengan gangguan jiwa, seperti bertubuh
gemuk cenderung menderita psikosa manik defresif,
sedangkan yang kurus cenderung menjadi skizofrenia.
− Penyakit atau cedera pada tubuh.
Penyakit jantung, kanker dan sebagainya bisa
menyebabkan murung dan sedih. Serta, cedera atau cacat
tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri (H. Iyus
Yosep &Titin Sutini, 2014).
c) Sebab psikologik.
Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan kegagalan yang
dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya di
kemudian hari (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
d) Stress.
Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus
menerus akan mendukung timbulnya gejala manifestasi
kemiskinan, pegangguranperasaan kehilangan, kebodohan dan
isolasi sosial. (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
e) Sebab sosio kultural.
− Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua
anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak setelah dewasa
akan sangatbersifat agresif, pendiam dan tidak akan suka
bergaul
atau bahkan akan menjadi anak yang penurut.
− Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan
sistem nilai moral antara masa lalu dan sekarang akan sering
menimbulkan masalah kejiwaan.
− Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi,
dalam masyarakat kebutuhan akan semakin meningkat dan
persaingan semakin meningkat. Memacu orang bekerja lebih
keras agar memilikinya, jumlah orang yang ingin bekerja
lebih besar sehingga pegangguran meningkat (H. Iyus Yosep
&Titin Sutini, 2014)
f) Perkembangan psikologik yang salah
Ketidak matangan individu gagal dalam berkembang lebih lanjut.
Tempat yang lemah dan disorsi ialah bila individu
mengembangkan sikap atau pola reaksi yang tidak sesuai, gagal
dalam mencapai
integrasi kepribadian yang normal ((H. Iyus Yosep &Titin Sutini,
2014).
Menurut Stuart & Sundeen 2016 penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas :
a. Faktor Biologis /Jasmaniah
1 Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan
jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan
kejiwaan yang tidak sehat.
2 Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang
berhubungan dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh
gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang
yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3 Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah
kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami
gangguan jiwa.\
4 Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker,
dan sebagainya mungkin dapat menyebabkan merasa murung dan
sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri.
b. Ansietas dan Ketakutan
Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan
yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu merasa
terancam, ketakutan hingga terkadang mempersepsikan dirinya
terancam.
c. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan
yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya.
Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin, acuh tak acuh, kaku
dan keras akanmenimbulkan rasa cemas dan tekanan serta memiliki
kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap
lingkungan.
d. Faktor Sosio-Kultural
Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu :
1) Penyebab primer (primary cause)
Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya gangguan
jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan jiwa
tidakakan muncul.
2) Penyebab yang pencetus (precipatating cause)
Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik yang
langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau mencetuskan
gangguan jiwa.
3) Penyebab menguatkan (reinforcing cause)
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau mempengaruhi
tingkah laku maladaptif yang terjadi.
4) Multiple cause
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling
mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan jiwa jarang
disebabkan oleh satu penyebab tunggal, bukan sebagai hubungan
sebab akibat, melainkan saling mempengaruhi antara satu faktor
penyebab dengan penyebab lainnya.

e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan
seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu
mempersepsikandirinya melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan
untuk koping. Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh
setiap situasi dimana individu tidak mampu menyesuaikan.
Lingkungan dapat mempengaruhi konsep diridan komponennya.
Lingkungan dan
stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya
bagian badan, tindakan operasi, proses patologipenyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur
tindakan serta pengobatan.
2.2.2 Tanda dan gejala gangguan jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
a. Ketegangan (Tension) merupakan murung atau rasa putus asa, cemas,
gelisah, rasa lemah, histeris, perbuatan yang terpaksa (Convulsive),
takut dan tidak mampu mencapai tujuan pikiranpikiran buruk (H. Iyus
Yosep &Titin Sutini, 2014).
b. Gangguan kognisi. Merupakan proses mental dimana seorang
menyadari, mempertahankan hubungan lingkungan baik, lingkungan
dalam maupun lingkungan luarnya (Fungsi mengenal).
Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi. Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu
rangsangan yang dimengerti. Sensasi yang didapat dari proses
asosiasi dan interaksi macam-macam rangsangan yang masuk. Yang
termasuk pada persepsi adalah
a) Halusinasi
Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu
dan kenyataan tersebut tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi
terbagi dalam halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran,
halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik,
halusinasi kinetic.
b) Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah
dengan suatu benda.
c) Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai kenyataan.
d) Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri
sendiri, kepribadiannya terasa sudah tidak seperti biasanya dan
tidak sesuai kenyataan
2) Gangguan sensasi.
Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu
rasa raba, rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa
pendengaran dan kesehatan. (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
c. Gangguan psikomotor Gangguan merupakan gerakan badan
dipengaruhi oleh keadaan jiwa sehinggga afek bersamaan yang
megenai badan dan jiwa, juga meliputi perilaku motorik yang
meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu perilaku. Gangguan
psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas yang
meningkat, kemudian yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam
aktivitas. Gerakan salah satu badan berupa gerakan salah satu badan
berulang-ulang atau tidak bertujuan dan melawan atau menentang
terhadap apa yang disuruh (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
d. Gangguan kemauan. Kemauan merupakan dimana proses keinginan
dipertimbangkan lalu diputuskan sampai dilaksanakan mencapai
tujuan. Bentuk gangguan kemauan sebagai berikut :
1) Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat
ketidak sangupan membuat keputusan memulai satu tingkah laku.
2) Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam
memutuskan dalam mengubah tingkah laku.
3) Negativisme adalah bertindak dalam sugesti dan jarang terjadi
melaksanakan sugesti yang bertentangan.
4) Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar
melakukan suatu tindakan yang tidak rasional (H. Iyus Yosep &Titin
Sutini, 2014).
e. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan
pengaruh pada akttivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organis dan
kinetis. Adalah kehidupan perasaan atau nada persaan emosional
seseorang menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran,
biasanya berlangsung lama dan jarang disertai komponen
fisiologik.dikaitkan

dengan pengertian afek, maka emosi meruoakan afek keluar disertai


oelh banyak komponen fisiologik, biasanya berlangsung realtif
singkat.kadang-kadang istilah emosi dan afek dibedakan dan pikai
bersam-sama. (H. Iyus Yosep &Titin Sutini, 2014).
Bentuk gangguan afek dan emosi menurut dapat berupa:
1) Euforia yaitu emosi yang menyenangkan bahagia yang berlebihan
dan tidak sesuai keadaan, senang gembira hal tersebut dapat
menunjukkan gangguan jiwa. Biasanya orang yang euforia percaya
diri, tegas dalam sikapnya dan optimis.
2) Elasi ialah efosi yang disertai motorik sering menjadi berubah
mudah tersinggung.
3) Kegairahan atau eklasi adalah gairah berlebihan disertai rasa damai,
aman dan tenang dengan perasaan keagamaan yang kuat.
4) Eksaltasi yaitu berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap
kebesaran atau waham kebesaran.
5) Depresi dan cemas ialah gejala dari ekpresi muka dan tingkah laku
yang sedih.
6) Emosi yang tumpul dan datar ialah pengurangan atau tidak ada
sama sekali tanda-tanda ekspresi afektif
f. Gangguan asosiasi.
Asosiasi merupakan proses mental dalam perasaan, kesan atau
gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau ingatan respon
atau konsep lain yang memang sebelumnya berkaitan dengannya.
Kejadian yang terjadi, keadaan lingkungan pada saat
http://repository.unimus.ac.id 22 itu, pelangaran atau pengalaman
sebelumnya dan kebutuhan riwayat emosionalnya, (H. Iyus Yosep
&Titin Sutini, 2014).
g. gangguan pertimbangan.
Gangguan pertimbangan merupakan proses mental dalam
membandingkan dan menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka
kerja memberikan nilai dalam memutuskan aktivitas, (H. Iyus Yosep
&Titin Sutini, 2014).

2.2.3 Ciri-Ciri Gangguan Jiwa


Ciri-ciri gangguan jiwa meliputi:
a. Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi dan daya
tilikan yang bermanifestasi sebagai kelainan bicara dan perilaku.
b. Perubahan ini menyebabkan tekanan batin dan penderitaan pada
individu dan orang lain di lingkungannya.
c. Perubahan perilaku, akibat dari penderita ini menyebabkan gangguan
dalam kegiatan sehari-hari, efisien kerja, dan hubungan dengan orang
lain (hendaknya dalam bidang sosialdan pekerjaan).
Dalam buku Keliat, 2012, menyebutkan ciri-ciri lain dari gangguan
jiwa, yaitu: sedih berkepanjangan, tidak semangat dan cenderung malas,
marah tanpa sebab, mengurung diri, tidak mengenali orang, bicara kacau,
bicara sendiri, tidak mampu merawat diri
.
2.2.4 Jenis Gangguan Jiwa
Dalam buku Keliat, 2012 menyebutkan berdasarkan surveimasalah
yang dilakukan di beberapa rumah sakit jiwa, ditemukan 7 diagnosa
keperawatan utama tentang gangguan jiwa, yaitu :
a. Harga diri rendah
Harga diri rendah dalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri sendiri. Tanda dan gejala dari harga diri
rendah adalah: mengkritik diri sendiri; perasaan tidak mampu; pandangan
hidup yang pesimis; penurunan produktivitas; penolakan terhadap
kemampuan diri (Keliat, 2012).
b. Isolasi sosial
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berintekasi dengan orang
lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Tanda dan gejala dari isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara adalah: pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak
oleh orang lain; pasien merasa tidak aman dengan orang lain; pasien
merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu; pasien tidak dapat
berkosentrasi dan membuat keputusan; pasien merasa tidak berguna;
pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup (Keliat, 2012).
c. Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasa sensasi berupa suara,
penglihatan, pengcapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata.
Suatu penghayatan yang dialami seperti melalui panca indra tanpa stimulus
ekternal: persepsi palsu (Keliat, 2012).
Jenis-jenis halusinasi dalam buku Kusumawati, 2010 ,yaitu :
1 Halusinasi Pendengaran : Mendengar suara atau kebisingan yang
kurang jelas ataupn yang jelas, dimana terkadang suara-suara
tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintahkan
klien utk melakukan sesuatu
2 Halusinasi Penglihatan : Stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan bisa yang menyenangkan atau menakutkan.
3 Halusinasi Penghidu atau Penciuman : Membau bau-bauan tertentu
seperti bau darah, urin, dan feses, parfum atau bau yang lain. Ini
sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang atau
dimensia.
4 Halusinasi Pengecapan : Merasa mengecap rasa seperti rasa seperti
darah, urin, feses atau yang lainnya
5 Halusinasi Perabaan : Merasa mengalami nyeri atau ketidak
nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6 Halusinasi Cenesthetik : Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah
di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
7 Halusinasi Kinestetika : Merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.
d. Waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.
Berbagai kehilangan dapat terjadi pada pascabencana, baik kehilangan
harta benda, keluarga maupun orang yang bermakna. Kehilangan
menyebabkan stres bagi yang mengalami. Jika stres ini berkepanjangan
dapat memicu masalah gangguan jiwa dan waham.
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham meliputi:
1 Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali,
tetapi tidak sesuai kenyataan.
2 Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/ menciderai dirinya dan
diucapkan berulang kali, tapi tidak sesuai kenyataan.
3 Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan.
4 Waham somatik: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
5 Waham nihilistik: indiviu meyakini bahwa dirinya suda tidak ada
di dunia/ meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan .
e. Resiko Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasa dapat terjadi
dalam 2 bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau
riwayat perilaku kekerasan.
Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan adalah: muka merah
dan tegang; pandangan tajam; mengatupkan rahang dengan kuat;
mengepalkan tangan; jalan mondar-mandir; bicara kasar; suara tinggi,
menjerit atau berteriak; mengancam secara verbal atau fisik; merusa
barang atau benda (Keliat, 2012).
f. Resiko Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya
kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku
bunuh diri, yaitu isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan
bunuh diri. Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara
tidak langsung ingin bunuh diri, mis, dengan mengatakan “segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya”.
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri
hidupnya, namun tidak disertai ancaman dan percobaan bunuh diri
(Keliat, 2012).
g. Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidak mampuan merawat kebersihan diri, makan, berhias diri, dan
eliminasi (buang air besar dan buang air kecil) secara mandiri.
Tanda dan gejala dari defisit perawatan diri yaitu
1 Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor
2 Ketidak mampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian tidak kotor dan tidak rapi, pada pasien laki-laki
tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3 Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidak
mampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan
tidak pada tempatnya.

4 Ketidakmampuan berkemih/defekasi secara mandiri, ditandai


dengan defekasi/berkemih tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik setelah defekasi/ berkemih. (Keliat,
2012)
2.2.5 Dampak Gangguan Jiwa bagi Keluarga
Menurut Wahyu, (2012) dari anggota yang menderita gangguan
jiwa bagikeluarga diantaranya keluarga belum terbiasa dengan:
a. Penolakan
Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita
gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut
dan meyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama episode akut
anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada mereka
cintai. Pada proses awal, keluarga akan melindungi orang yang sakit dari
orang lain dan menyalahkan dan merendahkan orang yang sakit untuk
perilaku tidak dapat diterima dan kurangnya prestasi. Sikap ini mengarah
pada ketegangan dalam keluarga, dan isolasi dan kehilangan hubungan
yang bermakna dengan keluarga yang tidak mendukung orang yang sakit.
Tanpa informasi untuk membantu keluarga belajar untuk mengatasi
penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat pesimis tentang masa
depan. Sangat penting bahwa keluarga menemukan sumber informasi
yang membantu mereka untuk memahami bagaimana penyakit itu
mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu tahu bahwa dengan
pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya, mayoritas orang
kembali ke gaya kehidupan normal.
b. Stigma
Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua
dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap penderita
tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya. Menyebabkan
beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk mengundang penderita
dalam kegiatan tertentu. stigma dalam begitu banyak di kehidupan
sehari- hari, tidak mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan
penarikan dari aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari.

c. Frustasi, tidak berdaya dan kecemasan


Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh
dan tingkah laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan,
menakutkan, dan melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada obat,
apatis dan kurangnya motivasi bisa membuat frustasi. Anggota keluarga
memahami kesulitan yang penderita miliki. Keluarga dapat menjadi
marah-marah, cemas, dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan
kembali ke rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan.
d. Kelelahan dan Burn out
Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan orang
yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai
merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit
yang harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali, mereka merasa
terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama jika
hanya ada satu anggota keluarga mungkin merasa benar-benar diluar
kendali. Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki
batas yang ditetapkan di tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu
dijelaskan kembali bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa
letih, karena dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-
support penderita.
e. Duka
Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki
penyakitmental. Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk
berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan
sehari- hari, dan penurunan yang dapat terus-menerus. Keluarga dapat
menerima kenyataanpenyakit yang dapat diobati, tetapi tidak dapat
disembuhkan. Keluarga berduka ketika orang yang dicintai sulit untuk
disembuhkan dan melihat penderita memiliki potensi berkurang secara
substansial bukan sebagai yang memiliki potensi berubah.
f. Kebutuhan pribadi dan mengembangkan sumber daya pribadi
Jika anggota keluarga memburuk akibat stress dan banyak
pekerjaan, dapat menghasilkan anggota keluarga yang sakit tidak
memiliki sistem pendukung yang sedang berlangsung. Oleh karena itu,
keluarga harus diingatkan bahwa mereka harus menjaga diri secara fisik,
mental, dan spiritual yang sehat. Memang ini bisa sangat sulit ketika
menghadapi anggota keluarga yang sakit mereka. Namun, dapat menjadi
bantuan yang luar biasa bagi keluarga untuk menyadari bahwa kebutuhan
mereka tidak boleh diabaikan (Kurniawan, 2016).

2.2.6 Faktor Resiko Bagi Klien Yang Tidak Patuh Pengobatan


Menurut Stuart & Sundeen 2016 ada beberapa factor terjadi jika
pasien tidakpatuh dalam pengobatan sebagai berikut :
 Kegagalan klinis untuk membangun hubungan terapetuik dengan klien
 Devaluasi farmakoterapi oleh staf perawtan
 Tidak adekuatnya edukasi tentang pengobatan pada klien dan keluarga
 Buruknya pengawasan efek samping minum obat
 Kurang peka terhadap keyakinan, harapan, keluhan atau pikiran
berlawann klien obat harian yang terlalu banyak.
 Jadwal dosis obat harian yang terlalu banyak
 Polifarmasi
 Riwayat ketidak patuhan
 Isolasi social
 Biaya pengobatan
 Meningkatnya Batasan terhadap gaya hidup klien
 Klien tidak dapat dukungan dari orang terdekatnya
 Meningkatkan ide bunuh diri
 Meningkatkan kecurigaan

2.2 KONSEP SKIZOFRENIA


2.2.1 Pengertian Skizofrenia
PPDGJ III mengatakan gangguan jiwa adalah gejala pada pola
perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih fungsi penting manusia,
yaitu psikologi, perilaku, biologik, dan hubungan dengan masyarakat
(Maramis, 2010). Skizofrenia adalah penyakit otak neurobiologis yang
berat yang dimana adanya gangguan prilaku atau psikologis yang kronik,
sering mereda, namun hilang timbul dengan menunjukan manisfestasi
klinik yangbervariasi diantaranya distress, disfungsi, dan menurunkan
kualitas hidup (Stuart, 2016; Kaplan & Sadock, 2010).
2.2.2 Tanda dan Gejala Skzofrenia
Gejala positif yaitu gejala yang muncul pada proses mental
abnormal. Diperlihatkan dengan berperilaku normal atau pasien
mengalamisensasi yang berlebihan. Sehingga pikiran pasien tidak dapat
dikontrol dengan memperlihatkan adanya tanda delusi (waham) dan
halusinasi (Stuart, 2016; Kaplan & Sadock, 2010; Lambert & Naber,
2012).

Gejala negatif yaitu berperilaku normal yang menurun,


berkurangnya beberapa fungsi yang ada pada individu sehat. diantaranya
proses mental atau proses prilaku (behavior) yang ditandai dengan
penurunan ketertarikan social atau personal, afek datar, apatis, perhatian
yang kurang, anhedonia/ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan,
pembatasan berpikir dan berbicara (Stuart, 2016; Lambert & Naber,
2012).
2.2.3 Penyebab Skizofrenia
Penyebab Skizofrenia jarang berdiri sendiri, biasanya terdiri dari
penyebab fisik, jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual yang
sekaligus timbul bersamaan sehingga akhirnya memunculkan gangguan
pada jiwa (Saddock, et al., 2015). Faktor genetik, neurodevelopmental
dan sosial berpengaruh terhadap Skizofrenia masih belum dapat
dijelaskan secara utuh. Jalur terakhir yang paling jelas adalah
peningkatan aktivitas dari dopamin, serotonin, dan glutamat (Katona, et
al., 2012).
Menurut model diatesis-stress, Skizofrenia terjadi karena
gangguan integrasi dari faktor biologis, psikososial dan lingkungan.
Seseorang yang rentan (diatesis), bila diaktifkan oleh pengaruh yang
penuh tekanan antara faktor biologis, psikososial dan lingkungan,
memungkinkan timbulnya Skizofrenia. Komponen biologis berupa
kelainan genetik, gangguan fungsi atau struktural otak, neurokimia,
infeksi, sedangkan psikologis (contohnya situasi keluarga yang penuh
tekanan atau kematian kerabat dekat), dan komponen lingkungan seperti
penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan trauma (Sadock, et al., 2015).

2.2.4 Faktor predisposisi


2.2.4.1 Genetik
Faktor genetik terhitung menjadi liabilitas mayor untuk penyakit
skizofrenia. Penurunan pada generasi selanjutnya skizofrenia secara
genetik berkisar 60-80%. Penelitian genetikamolekuler telah
mengidentifikasi gen yang terbukti paling berperanyaitu Neuregulin
(NRG1) pada kromosom 8p21-22, Dysbindin (DTNBP1) pada kromosom
6p22, DISC1 (Disrupted In Schizophrenia) yaitu sebuah kromosom
translokasi seimbang (1,11) (q42;q14.3). Lebih dari 40% kembar
monozigot dari orang tua dengan masalah gangguan jiwa juga
terpengaruh. Anak-anak yang memiliki orang tua biologis dengan masalah
gangguan jiwa lalu diadopsi oleh sebuah keluarga yang tidak memiliki 11
gangguan jiwa memiliki resiko yang sama seperti jika orang tua biologis
telah mengangkat mereka (Stuart, 2016; Semple & Smyth, 2013).
2.2.4.2 Neurobiologi
Studi menunjukan orang dengan skizofrenia mengalami kelainan
anatomi, fungsional, dan neurokimia dalam kehidupan danotak
postmortem. Dua hasil penelitian neurobiologis yang menetap dalam
skizofrenia adalah penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmitter pada dopamin, serotonin, asetilcolin, dan GABA serta
dineuroregulasi seperti prostaglandin dan endorfin(Townsend, 2015).
2.2.4.3 Neurodevelopment
Neurodevelopment juga diyakini bahwa beberapa struktural,
fungsional, dan kimia yang tersimpan pada otak, pada skizofrenia
biasanya terlihat dari sebelum gejala muncul. Aktivitas dopaminergik
yang berlebihan juga bisa menjari faktor yang telah dihubungkan dengan
beratnya gejala positif pada pasien. Beberapa anak dengan skizofrenia
menunjukan kelainan ringan tentang perhatian, koordinasi, kemampuan
sosial, fungsi neuromotor, dan respon emosional jauh sebelum gejala
skizofrenia yang jelas (Stuart,2016; Kaplan & Sadock, 2015).
2.2.4.4 Teori virus dan infeksi
Paparan virus influenza pada saat prenatal, terutama selama
trisemester pertama mungkin menjadi salah satu faktor penyebab
skizofrenia pada beberapa orang (Brown dan Derkits, 2010). Teori ini
didukung oleh fakta bahwa kebanyakan orang dengan skizofrenialahir
pada musim dingin atau diawal musim semi dan diperkotaan (Stuart,
2016).
2.2.5 Faktor presipitasi
2.2.5.1 Biologis
Salah satu dari stresor adalah gangguan dalam umpan balik otak
yang mengatur jumlah informasi yang diproses dalam waktu tertentu.
Terganggunya kemampuan dalam umpan balik otak dikarenakan
penurunan fungsi lobus frontal yang berdampak pada pengolahan
informasi berlebih. Stresor biologis lainnya yaitu proses listrik yang
melibatkan elektrolit tidak normal. Sebagai contoh, biasanya ketika orang
mendengar suara keras, mereka akan terkejut;namun ketika suara keras
terulang yang kedua kali respon kaget menurun. Orang dengan skizofrenia
berbeda, ia akan lebih terkejut lagi ketika mendengar suara keras yang
kedua kalinya. Sehingga, orang dengan skizofrenia umumnya takut di
tempat keramaian (Maramis, 2010; Stuart, 2016).
2.2.5.2 Gejala Pemicu
Pemicu umum klien skizofrenia terhadap respons neurobiologis
berhubungan dengan kondisi kesehatan, lingkungan, dan perilaku. Kelas
sosial ke bawah juga dapat berpengaruh timbulnya skizofrenia. Hal ini
terkait dengan interaksi ibu dan anak,peran ayah, persaingan antar saudara
kandung, hubungan keluarga, dan pekerjaan. Selain itu, faktor konsep diri
dan pola adaptasi juga akan mempengaruhi kemampuan untuk
menghadapi masalah (Maramis, 2010; Stuart, 2016; Townsend, 2015).
2.2.6 Jenis-jenis Skizofrenia
Skizofrenia dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-
IV atau DSM-IV-TR. Untuk mengetahui jenis-jenis skizofrenia dibagi
dalam beberapa istilah (Kaplan & Sadock, 2010;Maramis, 2010), yaitu:

 Skizofrenia Paranoid

Jenis ini sering mulai sesudah 30 tahun. Awalnya bisa jadi


subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit
sering terlihat mudah tersinggung, suka menyendiri, agakcongkak, dan
kurang percaya pada orang lain. Gejala yang muncul pada jenis ini
biasanya ditandai dengan adanya waham kejar, yaitu: rasa menjadi korban
atau seolah-olah dimata-matai, halusinasi, perilaku agresif, dan
bermusuhan
 Skizofrenia Hebefrenik
Pemulanya perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja 15-
25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan prosesberpikir,
gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality.
Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku seperti
keanak- anakan sering terdapat pada skizofreniaheberfenik, waham dan
halusinasi.

 Skizofrenia Katatonik

Timbulnya perama kali usia 15 sampai 30 tahun, biasanya akut


dan sering didahului dengan stress emosional. Biasanya ditandai
dengan gangguan psikomotor seperti, mutisme (mata tertutup, muka
tampa mimik, seperti topeng, stupor tidak bergerak dalam waktu yang
lama), bila diganti posisinya penderita menentang, makanan ditolak,
air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul dimulut dan meleleh keluar,
terdapat grimas dan katalepsi.
 Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa punertas. Gejala utama
pada jenis ini adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfikir biasanya sulit ditemukan, waham dan
halusinasi jarang sekali ditemukan.
 Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa punertas. Gejala utama
pada jenis ini adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfikir biasanya sulit ditemukan, waham dan
halusinasi jarang sekali ditemukan.
2.3 KONSEP KEPATUHAN PEMBERIAN OBAT
2.3.1 Pengertian Kepatuhan Pemberian Obat
Menurut Nurina (2012) ada beberapa macam sebutan yang biasa
digunakan untuk mendeskripsikan kepatuhan pasien diantaranyacompliance
dan adherence. Compliance adalah secara pasif mengikuti masukan dan
perintah dari dokter untuk menjalankan terapi yang sedang dijalankan.
Adherence adalah sejauh mana perilaku pasien minum obat terhadap obat
yang diresepkan oleh pelayanan kesehatan, Perkin (2002) mengatakan bahwa
kepatuhan merupakan keputusan yang diambil oleh klien setelah
membandingkan risiko yang dirasakan jika tidak patuh dan keuntungan dari
pengobatan. Jadi berdasarkan pengertian diatas, bahwa kepatuhan merupakan
kewenangan atau keputusan setiap pasien (Gusmansyah G, 2016). Kaplan dan
Sadok (1997) menguraikan perilaku kepatuhan pada klien skizofrenia terdiri
dari kepatuhan melakukan kontrol setelah perawatan, kepatuhan
mengkonsumsi obat secara tepat, dan kepatuhan mengikuti anjuran tenaga
kesehatan berupa perubahan pola hidup (contohnya cara mengatasi masalah)
sesuai dengan psikoterapi yang diberikan. Regimen terapi pada klien
skizofrenia membutuhkan waktu yang lama,efektifivitas obat yang optimal
dicapai dalam waktu tertentu, sehinggadibutuhkan kepatuhan (compliance)
dan ketekunan dari klien dalam pengobatan. Menurut Herdman (2012) salah
satu kriteria hasil yang diharapkan pada penatalaksanaan regimen terapeutik
yang efektif adalah perilaku kepatuhan dalam pengobatan.
Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap
aspek anjuran hingga mematuhi rencana. Sedangkan Sarafino (dalam Yetti
dkk., 2011) mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien dalam
melaksanakan cara dan perilaku dalam pengobatan yang disarankan oleh
dokternya atau yang lain. Defenisi patuh dan kepatuhanmenurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh merupakan suka menurut perintah,
taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin.Kepatuhan berarti bersifat
patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.
Dalam mendeskripsikan kepatuhan pasien, ada beberapa macam
terminologi yang biasa digunakan diantaranya (Osterberg & Blaschke dalam
Nurina, 2012) :
1. Compliance adalah secara pasif mengikutisaran dan perintah dokter
untuk melakukan terapi yang sedang dilakukan.
2. Adherence adalah sejauh mana pengambilan obat yang diresepkan
oleh penyedia layanan kesehatan.
3. Tingkat kepatuhan (adherence) untuk pasien biasanya dilaporkan
sebagai persentase dari dosis resep obat yang benar-benar diambil
oleh pasien selama periode yang ditentukan.

Di dalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu


kepada situasi ketika perilaku seorang individu sepadan dengan
tindakan yang dianjurkan atau nasehat yang diusulkan oleh seorang
praktisi kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber
informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan dalam suatu brosur
promosi kesehatan melalui suatu kampanye media massa (Ian &
Marcus, 2011).
2.3.2 Kriteria Kepatuhan
Niven (2002) mengatakan bahwa kepatuhan yang dimaksud
pada pasien, yaitu ketaatan dan kemauan yang baik dari pada pasien
untuk selalu melakukan kontrol yaitu rawat jalan kepelayanan kesehatan
berupa unit rawat jalan/ poliklinik rumah sakit jiwa setiap bulan setelah
pasien menjalani rawat inap. Kontrol rutin/ perawatan jalan kesehatan
perlu dilakukan oleh pasien agar tidak terjadi putus obat, dan para
tenaga kesehatan juga dapat mengetahui perkembangan pasien.
Kepatuhan kontrol berobat adalah kepatuhan (keteraturan) klien
skizofrenia terhadap pengobatan dilihat dari datang atau tidaknya klien
yang sudah ditetapkan, dihitung dari kedatangan minimal 6 bulan
(Indirawati R, 2013).

Menurut WHO (2014) menyebutkan bahwa patuh atau


kepatuhan adalah kesadaran pasien melaksanakan cara pengobatan
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan atau ditentukan. Kepatuhan
minum obat sendiri kembali kepada kesesuaian penderita dengan
rekomendasi pemberi pelayanan yang berhubungan dengan dosis,
keteraturan minum obat dan jangka waktu pengobatan yang dianjurkan.
Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan
secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan
sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2014). Sedangkan penderita
dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2 bulan dari
tanggal perjanjian (Putri MA, 2013).

2.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Faktor – factor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Kamidah
(2015) diantaranya :
 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan,
pendengar, pencium, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).
 Motivasi
Motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk berperilaku. Semakin baik motivasi
makasemakin patuh, keinginan dan harapan yang mendorong individu
untuk berperilaku agar mencapai tujuan yang dikehendakinya
(Budiarni,2012)
 Dukungan keluarga
Upaya yang dilakukan dengan mengikutkan peran serta
keluarga adalah sebagai faktor dasar penting yang ada berada
disekeliling pasien gangguan jiwa dengan memberdayakan anggota
keluarga terutama kepala rumah tangga untuk ikut membantu para
pasien skizofernia dalam meningkatkan kepatuhannya mengkonsumsi
minum obat.
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan merupakan fenomena
multidimensi yang ditentukan oleh tujuh dimensi (Yuliantika dkk, 2012):
 Faktor terapi
 Faktor sistem kesehatan
 Faktor lingkungan
 Usia
 Faktor sosial ekonomi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat
digolongkan menjadi 4 bagian menurut Niven (2012) antara lain:

a. Pemahaman tentang intruksi


Tidak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham
tentang intruksi yang diberikan kepadanya.
b. Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat
kepatuhan.
c. Isolasi social dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga
dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka
terima.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker dkk. (dalam Niven, 2012) telah membuat suatu usulan bahwa
model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya
ketidakpatuhan.

2.3.5 Indikator Kepatuhan


Federich mengatakan bahwa di dalam kepatuhan
terdapat tiga bentuk perilaku yaitu:
a. Konformitas (conformity)
Konformitas adalah suatu jenis pengaruh social di mana
individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai
dengan norma sosial yang ada.
b. Penerimaan (compliance)
Penerimaaan adalah kecenderungan orang mau
dipengaruhioleh komunikasi persuasif dari orang yang
berpengetahuan luasatau orang yang disukai.
c. Ketaatan (obedience)
Ketaatan merupakan suatu bentuk perilaku menyerahkan diri
sepenuhnya pada pihak yang memiliki wewenang, bukan terletak pada
kemarahan atau agresi yang meningkat, tetapi lebihpada bentuk
hubungan mereka dengan pihak yang berwenang.

Sarwono dan Meinarno (2011:105) juga membagi kepatuhan


dalam tiga bentuk perilaku yaitu:
a. Konformitas (conformity) yaitu individu mengubah sikap dan tingkah
lakunya agar sesuai dengan cara melakukan tindakan yang sesuai
danditerima dengan tuntutan sosial.
b. Penerimaan (compliance) yaitu individu melakukan sesuatu atas
permintaan orang lain yang diakui otoritasnya.
c. Ketaatan (obedience) yaitu individu melakukan tingkah laku atas
perintah orang lain. Seseorang mentaati dan mematuhi permintaan
orang lain untuk melakukan tingkahlaku tertentu karena ada unsur
power.

2.4 KONSEP PENEGTAHUAN


2.4.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan
(Notoatmodjo, 2014), yaitu:
 Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu,tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atas materi dapat mnejelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek
yang dipelajari
 Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan
hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atauyang lain.
 Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
 Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang baru
 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin
diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan
yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan
tingkatantingkatan di atas.

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,
yaitu: Faktor Internal meliputi:
 umur
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja dari segi
kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya dari
pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini
sebagai akibat dari pengalaman jiwa (Nursalam, 2017).
 Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the best
teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman
merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan
cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab
itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan persoalan yang dihadapai pada masa lalu
(Notoadmodjo, 2014)
 Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya semakin pendidikan yang
kurang akan mengahambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2017).
 Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya (Menurut
Thomas 2007, dalam Nursalam 2011). Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah
yang membosankan berulang dan banyak tantangan (Frich 1996
dalam Nursalam, 2017).
 Jenis Kelamin
Istilah jenis kelamin merupakan suatu sifat yang
melekat pada kaumlaki-laki maupun perempuan yang
dikontruksikan
secara sosial maupun cultural.
Faktor eksternal
 Informasi
Menurut Long (1996) dalam Nursalam dan Pariani (2010)
informasi merupakan fungsi penting untuk membantu
mengurangi rasa cemas. Seseorang yang mendapat informasi
akan mempertinggi tingkat pengetahuan terhadap suatu hal.
 Lingkungan
Menurut Notoatmodjo (2010), hasil dari beberapa pengalaman
dan hasil observasi yang terjadi di lapangan (masyarakat)
bahwa perilaku seseorang termasuk terjadinya perilaku
kesehatan, diawali dengan pengalaman-pengalaman seseorang
serta adanya faktor eksternal (lingkungan fisik dan non fisik)
 Sosial budaya
Semakin tinggi tingkat pendidikan dan status sosial seseorang
maka tingkat pengetahuannya akan semakin tinggi pula.

2.4.3 Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2010) terdapat beberapa cara memperoleh
pengetahuan, yaitu:
Cara kuno atau non modern
Cara kuno atau tradisional dipakai untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah, atau metode
penemuan statistik dan logis. Cara-cara penemuan
pengetahuanpada periode ini meliputi:

 Cara coba salah (trial and error)


Cara ini dilakukan dengan mengguanakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
bisa dicoba kemungkinan yang lain.
 Pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan
 Melalui jalan fikiran
Untuk memeperoleh pengetahuan serta kebenarannya manusia
harus menggunakan jalan fikirannya serta penalarannya.
Banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang
dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini
biasanya diwariskan
turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan-
kebiasaan ini diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang
mutlak.
Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan lebih
sistematis, logis, dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian
ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian, yaitu:
 Metode induktif
Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-
gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya
dikumpulkan astu diklasifikasikan, akhirnya diambil
kesimpulan umum.
 Metode deduktif
Metode yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk seterusnya dihubungkan dengan bagian-bagiannya yang
khusus.

2.4.4 Kriteria Pengetahuan


Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

- Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.


- Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan.
- Kurang, bila subyek menjawab benar 55%.

2.5 Konsep Keluarga


2.5.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga
didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam
suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas
anggota keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan personal
dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban dan memberi dukungan
yang disebabkan oleh kelahiran, adopsi, maupun perkawinan
(Stuart,2014)
Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum,meningkatkan
perkembangan fisik mental,emosional dan social dari tiap anggota
keluarga (Harnilawati,2013). Menurut Helvie keluarga adalah
sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam
kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena
hubungan darah,hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga,berinteraksi satu sama lain dan
didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan (Friedman,2010)

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga merupakan


sekumpulan orang yang dihubungkan melalui ikatan perkawinan,
darah, adopsi serta tinggal dalam satu rumah.
2.5.2 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga terbagi atas :
 Fungsi Afektif
Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan pemenuhan
kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengan orang lain
 Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu sebagai hasil dari
adanya interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial.Fungsi inimelatih
agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial.
 Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga
kelangsungan keluarga.
 Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara ekonomi
danmengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan.
 Fungsi Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,
perawatan kesehatan. (Harnilawati,2013)
2.5.3 Tipe Keluarga
Tipe keluarga dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
Tipe keluarga tradisional
- Nuclear family atau keluarga inti merupakan keluarga yang
terdiri atas suami,istri dan anak.
- Dyad family merupakan keluarga yang terdiri dari suami istri
namun tidak memiliki anak
- Single parent yaitu keluarga yang memiliki satu orang tua
dengan anak yang terjadi akibat peceraian atau kematian.
- Single adult adalah kondisi dimana dalam rumah tangga hanya
terdiri dari satu orang dewasa yang tidak menikah.
- Extended family merupakan keluarga yang terdiri dari
keluarga inti ditambah dengan anggota keluarga lainnya.
- Middle-aged or erdely couple dimana orang tua tinggal sendiri
dirumah dikarenakan anak-anaknya telah memiliki rumah
tangga sendiri.
- Kit-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersamaan
dan menggunakan pelayanan Bersama.
Tipe keluarga non tradisional
- Unmaried parent and child family yaitu keluarga yang terdiri
dari orang tua dan anak tanpa adanya ikatan pernikahan.
- Cohabitating couple merupakan orang dewasa yang tinggal
bersama tanpa adanya ikatan perkawinan.
- Gay and lesbian family merupakan seorang yang memiliki
persamaan jenis kelamin tinggal satu rumah layaknya suami-
istri
- Nonmarital Hetesexual Cohabiting family, keluarga yang
hidup Bersama tanpa adanyanya pernikahan dan sering
berganti
pasangan
- Faster family, keluarga menerima anak yang tidak memiliki
hubungan darah dalam waktu sementara. (Widagdo,2016).

2.6 Kerangka Teori


Kepatuhan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi,
faktor pendukung dan faktor pendorong. Dalam penelitian ini faktor
predisposi yang mempenaruhi kepatuhan meliputi sikap, kepercayan,
keyakinan dan pengetahuan. Faktor pendukung yang dapat memberikan
pengaruh pada

kepatuhan adalah ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan,


terjangkaunya sarana kesehatan dan motivasi. Sedangkan faktor
pendukungnya meliputi keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat.

Pengaruh dari faktor tersebut akan memberikan dampak pada


perilaku spesifik individu (kepatuhan). Perilaku spesifik individu juga
memiliki hubungan dengan lingkungan yang saling mempengaruhi.
Perilaku spesifik individu dan lingkungan akan memberikan hasil pada
suatu indvidu berupa kesehehatan bagi individu itu sendiri. Dari faktor
tersebut pengetahuan adalahsub bagian dari faktor-faktor tersebut yang
akan diteliti hubungannya dengan kepatuhan.
Kerangka teori dibuat sesuai latar belakang dam tinjuan Pustaka,
yaitu sebagai berikut

Faktor – faktor
yang mempengaruhi
kepatuhan
 Informasi
 Pendidikan
Patuh
 Pengetahuan
 Motivasi
 Dukungan keluarga
 Lingkungan

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Nursalam (2017), Notoadmodjo(2014), dan Kamidah (2015).

Anda mungkin juga menyukai