Anggota kelompok 4 :
2023
LO Wajib :
1. Pengkajian kecemasan
a. Identitas
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit
Menanyakan riwayat atau gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab munculnya
gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan bagaimana hasilnya.
d. Faktor Predisposisi
1. Faktor biologis.
2. Faktor psikologis
1. Pandangan Psikoanalitik. Kecemasan atau ansientas adalah konflik
emosional yang terkadang terjadiantara dua elemen kepribadian - id dan
superego. Id mewakili pikiran naluriah dan impuls primitif, sedangkan
superego mencerminkan hati nurani dan dipandu oleh norma-norma
budaya mereka. Ego atau saya bertindak untuk memediasi tuntutan dua
elemen yang berlawanan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego
akan bahaya.
2. Pandangan interpersonal. Kecemasan berasal dari perasaan takut dan
penolakan interpersonal. Kecemasan terkait perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, menciptakan kelemahan tertentu. Orang
dengan harga diri rendah sangat rentan terhadap kecemasan yang parah.
3. Pandangan perilaku. Kecemasan adalah produk dari frustrasi, segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Behavioris melihat ini sebagai dinamika yang didasarkan
pada keinginan batin untuk menghindari rasa sakit. Orang-orang terbiasa
menjadi terlalu takut sejak dini dan mengekspresikan kecemasan lebih
sering di kemudian hari.
e. Faktor Presipitasi
f. Sosial budaya
Kecemasan merupakan hal yang lumrah dalam keluarga. Ada tumpang tindih
antara gangguan kecemasan dan antara gangguan kecemasan dan depresi. Faktor
ekonomi dan latar belakang pendidikan mempengaruhi terjadinya kecemasan.
Suasana hati (mood) adalah perasaan-perasaan yang cenderung kurang intens dan
yang terjadi situasi dan kondisi yang sedang dialami. Suasana hati merupakan keadaan
yang dialami dalam kehidupan manusia, sedikit banyaknya suasana hati bisa
dipengaruhi oleh cara berinteraksi antara satu individu dengan individu lain. Seperti,
perasaan sedih, senang, cemas, marah, dan gugup termasuk dalam suasana hati yang
bisa terjadi kepada semua orang dan sering terjadi di dalam kehidupan yang dapat
mempengaruhi aktivitas sehari-hari seperti berfikir dan bertindak tidak diharapkan,
diluar dugaan, bahkan diluar batas.
Afek positif dan afek negatif menggambarkan pengalaman utama dari situasi atau
kejadian yang terus terjadi dalam kehidupan manusia. Penilaian afek terhadap situasi
tertentu ikut mempengaruhi penilaian individu akan kesejahteraan subjektifnya.
Dengan mengetahui tipe kecenderungan reaksi yang dialami individu, kita dapat
memperoleh pemahaman tentang cara individu menilai kondisi dan kejadian yang
terjadi dalam hidupnya.
1) Afek positif merupakan perasaan-perasaan positif yang ada dalam diri individu
seperti: afek tertarik, bergairah, kuat, antusias, bangga, waspada, terinspirasi,
penuh tekad, penuh perhatian dan aktif.
2) Afek negatif merupakan perasaan-perasaan negatif yang ada dalam diri individu
seperti: afek tertekan, kecewa, bersalah, takut, memusuhi, gampang marah, malu,
gelisah, gugup dan khawatir. Gangguan afek yang sering terjadi pada lansia dan
merupakan salah satu gangguan emosi. Gejala depresi pada lansia dapat terlihat
seperti lansia mejadi kurang bersemangat dalam menjalani hidupnya, mudah putus
asa, aktivitas menurun, kurang nafsu makan, cepat lelah dan susah tidur dimalam
hari.
Kecemasan adalah gangguan mental yang umum terjadi pada lansia. Dalam proses
menjadi tua, perasaan cemas muncul sebagai respons normal terhadap situasi yang
menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru dan menemukan makna hidup.
Rasa cemas terlihat dari gejala fisiologis seperti gemetar, berkeringat, denyut jantung
meningkat dan gejala psikologis seperti panik, tegang, bingung, tidak bisa
berkonsentrasi. Kondisi ini akan menghambat aspek bio-psiko-sosial mereka dalam
menjalani sisa hidupnya. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum,
dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas
asal maupun wujudnya Rasa cemas yang dialami oleh individu akan menjadi
pengganggu yang tidak diharapkan kemunculannya, salah satu dampak yang sangat
mengganggu adalah insomnia
Kecemasan dan ketakutan yang dialami oleh lansia disebabkan oleh perasaan
cemas akan perubahan fisik dan fungsi anggota tubuh, cemas akan kekuatan sosial,
cemas akan tersingkir dari kehidupan sosial, takut penyakit, takut mati serta takut
kekurangan uang (Khasanah & Khairani, 2016). Kecemasan sendiri harus dapat
ditangani karena jika berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat
terjadi kelelahan dan bahkan sampai menimbulkan kematian (Dariah & Okatiranti,
2015).
Rasa cemas yang dialami oleh lansia pada umumnya karena merasa takut
menghadapi kematian, merasa takut tidak dihargai keputusannya dalam keluarga,
merasa takut untuk tidak bisa produktif dalam masa tua, merasa dibuang atau
diasingkan ke panti jompo. Orang lansia tersebut mengalami berbagai permasalahan
yang meliputi rasa cemas, mudah tersinggung dan khawatir serta takut tidak
diperdulikan oleh keluarganya,sehingga apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas hidup pada lansia yang muncul sebagai rasa
sedih yang berlarut larut, kurang bersemangat, mudah marah dalam masa lansianya.
a. Denial (Penolakan)
Tahap penolakan biasanya hanya berlangsung sementara bagi seorang
individu sebagai suatu mekanisme bentuk pertahanan yang datang dari
ketidakpercayaan terhadap suatu kenyataan.
b. Anger (Kemarahan)
Masuk ke tahap kedua ini berarti tanda bahwa tembok yang dibangun oleh
seorang individu untuk menutupi dan mengelak perasaan dukanya sudah runtuh.
c. Bargaining (Tawar Menawar)
Tahap ini melibatkan suatu harapan dan negosiasi individu untuk kehidupan
dalam jangka panjang dengan mempertimbangkan informasi-
informasi dari kenyataan yang ada.
d. Depression (Depresi)
Setelah melewati tahap bargaining atau tawar menawar, individu akan lebih
terfokus pada realita di masa kini, dimana segala penawaran yang diandai-andai
sulit untuk didapatkan jawabannya. Kesadaran ini akan menumbuhkan perasaan
sedih yang jauh lebih mendalam dan muncul kecenderungan untuk menarik diri
dari lingkungan.
e. Acceptance (Penerimaan)
Tahap penerimaan adalah sebuah goal atau tujuan dari penuntasan perasaan
duka. Menurut Ross, penerimaan bukan berarti individu sudah merasa baik-baik
saja dengan kenyataan yang ada, namun menerima bahwa orang yang dicintai
tersebut sudah benar-benar pergi secara fisik dan bagaimana individu harus
hidup dengan realita itu (Ross dan Kessler 2007, 23).
7. Durasi Kehilangan
1. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri atas tiga
proses, yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan kesadaran, serta restitusi.
a. Syok dan tidak percaya
Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak dapat menerima
pedihnya kehilangan. Akan tetapi, proses ini sesungguhnya memang
dibutuhkan untuk menoleransi ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan
secara perlahan untuk menerima kenyataan kematian.
b. Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan orang lain,
perasaan bersalah dengan menyalahkan diri sendiri melalui berbagai cara, dan
menangis untuk menurunkan tekanan dalam perasaan yang dalam.
c. Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan keluarga
membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima kenyataan kehilangan.
2. Fase jangka panjang
a. Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.
b. Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada beberapa
individu berkembang menjadi keinginan bunuh diri, sedangkan yang lainnya
mengabaikan diri dengan menolak makan dan menggunakan alkohol.
Respon berduka biasanya merupakan respon atas kehilangan orang yang dicintai
karena kematian dan perpisahan, namun bisa juga terjadi setelah kehilangan sesuatu
yang berwujud dan tidak berwujud. Seperti barang berharga, harta benda disimpan
dalam hati, orang ideal, pekerjaan atau status.
1. Fase denial, reaksi pertama pada fase ini adalah syok, tidak mempercayai
kenyataan.
Verbalisasi :
“itu tidak mungkin, saya tidak percaya itu terjadi pada saya.”
2. Fase anger/marah, yaitu fase dimana klien mulai sadar akan kenyataan dan sering
melampiaskan amarahnya pada orang lain.
Reaksi fisik : muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase bargaining/tawar-menawar
Verbalisasi :
“kenapa harus terjadi pada saya?”
“kalau saja yang sakit bukan saya”
“seandainya saja kalau saya lebih berhati-hati.”
4. Fase depresi, yaitu dengan menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau
putus asa.
Gejala : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun
5. Fase acceptance, yaitu pikiran pada objek yang hilang-berkurang
Verbalisasi :
“apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembut.”
“yah, akhirnya saya harus operasi ya sus.”
Seperti halnya pengaruh budaya, keyakinan dan praktik spiritual dan/atau agama
menyediakan kerangka kerja untuk membimbing, memahami, dan menyembuhkan
kehilangan, kematian, dan kesedihan. Keyakinan klien mempengaruhi bagaimana
mereka menanggapi penyakit, pengobatan, pilihan dukungan hidup, otopsi, donasi
organ, dan apa yang terjadi pada tubuh dan jiwa setelah kematian. Klien menggunakan
keyakinan spiritual mereka untuk memberikan kenyamanan dan menemukan
pengertian pada saat kehilangan. Spiritualitas mempengaruhi kemampuan klien dan
anggota keluarga untuk mengatasi kehilangan. Merawat klien dengan pendekatan
holistik yang meliputi semangat, memastikan bahwa perawat memberikan klien
perawatan pribadi yang terbaik.
Respon berduka muncul karena adanya rasa kehilangan terhadap suatu hal. Ketika
lansia dalam proses berduka, mereka akan merasa sedih, merasa marah, kehilangan
nafsu makan, merasa cemas, merasa putus asa merasa tidak berguna, menarik diri,
system kekebalan yang terganggu dan masih banyak respon yang dirasakan. Hal
tersebut tidak hanya dirasakan oleh lansia saja, melainkan akan dirasakan oleh setiap
individu yang sedang dalam proses berduka serta akan mempengaruhi harga diri
terutama pada lansia. Selain itu, terdapat teori yang menjelaskan mengenai tahap
kematian (stages of dying by Kubler-Ross, 1969). Terdapat beberapa bagian dalam
teori ini, yaitu denial (menolak), marah (anger), tawar-menewar (bargaining), depresi
(depression), dan penerimaan (acceptance). Teori tersebut dapat membantu perawat
maupun tenaga kesehatan lainnya untuk mengkaji respon kematian atau berduka pada
lansia.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, Jika
perlu.
Berduka b.d kematian Tingkat berduka (L.09094) Dukungan proses berduka
keluarga atau orang yang Setelah di lakukan tindakan (I.09274)
berarti (D.0081) keperawatan selama 3x24
jam di harapkan Tingkat Observasi
berduka menurun dengan Identifikasi
kriteria hasil : kehilangan yang
1. Verbalisasi menerima dihadapi.
kehilangan dari 2 Identifikasi proses
(cukup menurun) berduka yang dialami.
menjadi 4 (cukup Identifikasi sifat
meningkat). keterikatan pada
2. Verbalisasi harapan dari benda yang hilang
2 (cukup menurun) atau orang yang
menjadi 4 (cukup meninggal.
meningkat). Identifikasi reaksi
3. Verbalisasi perasaan awal terhadap
sedih dari 2 (cukup kehilangan.
meningkat) menjadi 4
(cukup menurun). Terapeutik
4. Verbalisasi perasaan Tunjukkan sikap
bersalah atau menerima dan empati.
menyalahkan orang lain Motivasi agar mau
dari 2 (cukup mengungkapkan
meningkat) menjadi 4 perasaan kehilangan.
(cukup menurun). Motivasi untuk
5. Menangis dari 2 (cukup menguatkan
meningkat) menjadi 4 dukungan keluarga
(cukup menurun). atau orang terdekat.
6. Fobia dari 2 (cukup Fasilitasnya
meningkat) menjadi 4 mengekspresikan
(cukup menurun). perasaan dengan cara
7. Marah dari 2 (cukup yang nyaman (mis.
meningkat) menjadi 4 Membaca buku,
(cukup menurun). menulis, menggambar
atau bermain).
Edukasi
Jelaskan kepada
pasien dan keluarga
bahwa sikap
mengingkari, marah,
tawar-menawar,
sepresi dan menerima
adalah wajar dalam
menghadapi
kehilangan.
Anjurkan
mengidentifikasi
ketakutan terbesar
pada kehilangan.
Anjurkan
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan.
Ajarkan melewati
proses berduka secara
bertahap.
DAFTAR PUSTAKA
Fitryasari, Rizki, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta selatan. Salemba medika.
Susanto, W. H., Ginting, D. S., Sardjan, U. R., Na'imah, S., Mulyadi, A., Martiningsih, W.,
et al. (2022). Keperawatan Medikal Bedah. Padang, Sumatera Barat: PT. Global
Eksekutif Tekonologi.
Situngkir, Rosmina, Skolastika Lilli, Wiwin Asmiranda. 2022. Hubungan fungsi kognitif
dengan interaksi sosial pada lansia di Desa Malimbong Kecamatan Messawa. Jurnal
Keperawatan Florence Nightingale (JKFN) 5 (1), 20-21.